Pukul enam pagi, Rumi terbangun dan tidak menemukan Angkasa di sampingnya. Kepalanya menoleh ke kamar mandi dan pintu kamar mandi terbuka. Tidak mungkin suaminya ada di dalam sana jika pintu dalam keadaan terbuka.
Rumi menggeser dengan malas badannya untuk segera turun dari ranjang. Sejak semalam darah kotornya sudah tidak ada dan ia memutuskan untuk mandi hadas besar pagi ini.
Rumi berjalan ke arah lemari untuk melihat pakaian apa yang bisa ia kenakan, tetapi tidak ada satu pun yang bisa ia pakai untuk turun sarapan bersama suaminya. Rumi akhirnya mengambil baju kaus besar dan juga celana boxer suaminya untuk dibawa ke dalam kamar mandi.
Tubuhnya terasa segar dan bertenaga saat air dingin mengguyur rambut hingga kakinya. Rumi membungkus kepalanya dengan handuk bersih, lalu ia berjalan keluar dari kamar mandi.
"Selamat pagi," sapa Angkasa sambil tersenyum. Rumi menelan ludahnya saat menyadari tubuh gagah suaminya dengan baju olah raga yang pad
Tidur malam paling berkualitas bagi seorang Angkasa. Menduda lebih dari lima tahun dan sempat menjalin hubungan dengan berbagai wanita, tetapi siapa sangka tempat ternyaman malah pacar anaknya. Sangat lucu, tetapi juga seru.Rumi sudah tidak kuat menahan kantuk, sedangkan Angkasa masih terjaga memeluk Rumi sambil memandangi wajah istrinya. Pria dewasa itu mengambil sejumput ujung rambut Rumi yang tergerai, lalu menciumnya.Tangannya meraih ponsel, lalu memotret momen manis Rumi ketika tidur. Angkasa merasa perlu banyak mengoleksi foto istrinya, agar saat ia berpisah nanti, ada foto yang bisa ia jadikan pengobat rindu.Bep! Bep!Tiba-tiba saja, ada sebuah nomor tanpa kontak mengirimkan pesan WA kepada. Padahal sudah sangat larut. Angkasa membukanya dan menemukan semua pesan sedikit memaksa.Bang, kenapa nomor ponselku Abang blokir? Kita perlu bicara. Aku ingin kita bertemu.Melihat isi pesan tersebut, ia yakin bahwa pesan ini diki
"Rumi, kembali ke kamar!" suara berat penuh penekanan milik Angkasa membuat Rumi gemetar dan seketika pucat. Ia berjalan dengan sedikit terhuyung sambil memegang secangkir teh yang diminta Angkasa tadi."Bari, Papa rasa kita harus bicara." Angkasa tidak ingin melihat wajah putranya. Ia berjalan ke belakang rumah, tempat kolam renang berukuran sedang berada. Angkasa duduk di pinggir kolam dengan tatapan lurus. Baru menyusulnya dari belakang dengan perasaan yang resah.Ia mengira hanya ingin menggoda Rumi, tetapi kenapa malah mencium bibir pacarnya yang kini sudah menjadi ibu sambungnya? Bari berdiri di dekat papanya sambil menunduk."Maksud kamu apa mencium istri Papa? Kamu ingin menjadi pebinor? Papa orang tua kamu, Bari. Jangan pernah kamu menjadi durhaka pada orang tua hanya karena cinta. Papa bilang sabar, Papa hanya minta waktu tiga bulan menikmati kebersamaan dengan Rumi. Kamu tahu sudah lama sekali Papa menduda dan Papa gagal menikah hanya kare
Lampu merah menyala dengan terang di persimpangan jalan sana. Jika ia memilih untuk lurus saja, maka ia tengah menuju kantor, tetapi jika ia memilih belok ke kanan, maka ia menuju jalan pulang ke rumah.Tangannya menggenggam stir mobil dengan kuat dengan berkali-kali mengembuskan napas berat. Ia bingung antara pulang ke rumah atau langsung ke kantor saja. Mobil akhirnya berhenti di lampu merah dan Angkasa pun memutuskan untuk langsung ke kantor saja. Sore nanti baru ia pulang ke rumah untuk bertemu dengan Rumi.Angkasa yang memiliki dua ponsel, hanya menyalakan satu ponsel khusus urusan kantor, sedangkan untuk urusan keluarga, ponselnya ia matikan. Itu pertanda sampai saat ini ia belum membuka pesan dari Rumi.Rumi merasa kepalanya sedikit pusing karena tidak tidur semalaman. Ia berbaring malas di depan TV sambil menunggu suaminya pulang. Suara pagar digeser dan seru mobil masuk ke pekarangan rumah, membuat Bik Susi yang tengah menyapu ruang tamu, menoleh
_Dewasa-21 plus minusDilamar 18 Rumi memberanikan diri mengangkat wajahnya sambil mengerutkan dahi. “Maksud, Abang?” Angkasa menatap Rumi dan mencoba membuka suaranya kembali, tapi akhirnya ia hanya tersenyum sedikit, lalu membuang muka. “Lupakan saja.” Angkasa bangun dari duduknya lalu menekan intercom. “Citra, buatkan jus jambu biji untuk istri saya. Tanpa gula.” Angkasa berpesan pada sekretarisnya untuk membawakan jus kesukaan Rumi, tetapi pria itu terus menatap istrinya. Matanya seolah-olah berbicara bahwa dirinya sudah banyak tahu tentang istrinya itu.
Rumi dengan cepat memakai kembali pakaiannya yang berserakan di lantai. Wajahnya pucat bak kapas dengan keringat sebesar biji jagung memenuhi dahi dan juga lehernya. Ia gugup bukan kepalang. Rasanya sama persis seperti seorang istri yang tengah ketahuan berselingkuh oleh suaminya."Kita bisa lanjutkan di rumah. Sekarang biar saya bukakan pintu untuk Bari dulu. Kamu jangan ketakutan seperti itu, karena kamu bukan tengah berselingkuh dengan orang lain," bisik Angkasa sembari mengusap pucuk kepala Rumi.Wanita itu itu hanya bisa mengangguk kaku, lalu mencoba mengatur napas agar rasa gugupnya segera hilang. Ia melirik takut-takut ketika Angkasa dengan ekspresi santai saja memutar anak kunci sebanyak dua kali, lalu membuka pintu lebar."Ada apa, Ri? Masuklah!" tanya Angkasa sambil mempersilakan Bari untuk masuk. Pemuda itu celingak-celinguk mencari keberadaan Rumi saat kedua kakinya menapak tegas di atas karpet ruangan Angkasa. Saat ia menemukan Rumi tengah dud
_Dewasa_"Sayang, aku kira kamu tidak akan datang," seru Bari yang baru saja sampai. Lelaki itu menarik kursi tepat di samping Rumi. Hanya Tuhan yang tahu betapa ia sangat merindukan wanitanya dan berkali-kali menyesali permintaan konyolnya waktu itu.Rumi hanya menanggapi perkataan Bari dengan senyuman tipis dan kaku. Baru kali ini ia benar-benar tidak nyaman berduaan saja dengan Bari. Seolah ini adalah dosa besar yang telah ia lakukan di belakang suaminya."Kamu sudah pesan makanan?" tanya Bari berbasa-basi sambil membolak-balik buku menu yang ada di depannya."Sudah, tapi hanya untukku," jawab Rumi pendek."Aku tidak begitu tahu keadaan perutmu saat ini, jadi aku hanya memesan makanan untukku," terangnya lagi sambil membetulkan posisi duduknya."Aku sudah makan, tetapi akan menjadi lapar kembali saat melihat kekasih hatiku yang semakin hari semakin cantik," puji Bari sambil mengusap pucuk kepala Rumi. Wanita itu me
Angkasa merasa hatinya mengembang karena bahagia, pikirannya melayang atas kekagumannya, dan fakta yang tidak dapat diganggu gugat, bahwa semua perasaan luar biasa sore ini disebabkan oleh seorang Rumi.Sebuah kesempurnaan rasa yang diberikan Tuhan lewat kecerobohan seorang Bari. Yah, Angkasa amat bersyukur atas perbuatan anaknya yang terlalu nekat untuk menghancurkan rumah tangganya.Pria dewasa itu tak hentinya bersyukur karena Tuhan menjaga Rumi untuknya dan menuntun dirinya berada di tempat yang hampir sama dengan Rumi. Angkasa merasa yakin dalam hatinya, bahwa Rumi memang Tuhan takdirkan untuknya.Sebuah kepuasan yang belum lama mereka lalui bersama, membuat Rumi kelelahan dan tertidur, namun Angkasa masih terus memandangi wajah istrinya dengan senang hati dan sesekali tersenyum. Angkasa mengusap rambutnya yang panjang dan sedikit berombak, menikmati napasnya yang hangat dan lembut, walau sedikit tercium aroma ikan te
Tiara menyentuh pipinya yang terasa panas. Tidak ada air mata kesedihan yang ada hanyalah sebuah kekesalan dan amarah yang menumpuk menjadi satu. Bari berjalan ke arah pintu, membuka pintu itu dengan lebar."Keluar! Gue bilang keluar!" bentaknya dengan amarah yang sama besarnya. Tiara berjalan menuju pintu, lalu berhenti tepat di depan lelaki itu; mantan calon adik iparnya."Harusnya otak kamu dipakai dengan benar. Semua ini terjadi karena kamu, bukan karena saya. Saya juga tidak mau hamil anak dari lelaki baji*gan seperti kamu, tapi saya juga gak mungkin menggugurkannya. Heh, syukurlah, Rumi selamat. Kamu memang tidak pantas mendapatkan cinta dari perempuan manapun!" Tiara berlalu keluar dari kamar Baru, lalu berjalan menuju lift.Brak!Bari membanting pintu dengan kasar."Sial! Sial! Kenapa harus dia yang hamil anakku Tuhan? Kenapa bukan Rumi?!"Bugh!Bugh!
"Ma, Helena sudah menyelesaikan semua utang almarhum, Papa. Rumah kita akan tetap menjadi milik kita. Mama cepat sembuh ya. Helena akan lakukan apapun agar keluarga kita baik-baik saja dan Mama lekas sembuh." Helena mengusap air mata yang membasahi pipinya.Wanita paruh baya yang hanya bisa terbaring tak berdaya di tempat tidur karena stroke, memandangi putri bungsunya sambil tersenyum hangat."Terima kasih, Helena, tapi ... bagaimana cara kamu bisa mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya wanita itu lirih sambil terus memperhatikan putrinya dari atas sampai bawah. Hampir setahun Helena tidak pulang dan begitu pulang tubuh putrinya menjadi sangat berisi."Payudara kamu kenapa basah, Helena? Kamu b-baru melahirkan? K-kamu punya bayi?" mulut wanita itu terbuka lebar dengan mata melotot. Ia menelan ludah susah payah mencoba menarik kembali tebakannya atas penampilan putrinya.Satu hal yang dilupakan Helena pagi
Segala cara dikerahkan Bari untuk membangunkan Tiara, tetapi istrinya bagaikan mati suri, bukan tidur. Pria itu memutuskan memberi waktu pada Tiara untuk terlelap. Hari ini mungkin istrinya sangat kelelahan mengurus Nara, sedangkan dirinya sudah puas tidur dan benar-benar belum mengantuk.Satu jam lagi ia berencana membangunkan Tiara. Kini Bari berjalan keluar kamar untuk membuat kopi. Secangkir kopi mungkin akan menurunkan sedikit kadar hormon se*s yang benar-benar mengepul di kepalanya.Tunggu! Jika ia minum kopi sekarang, maka permen herbal untuk stamina itu pasti tidak akan bekerja dengan baik. Bari yang sudah meraih toples kopi, kembali meletakkan wadah kopi di tempatnya, lalu ia menuangkan air ke dalam gelas. Dirabanya saku celana, lalu dengan tekad yang sangat bulat, ia memasukkan kapsul herbal ke dalam mulutnya.Tidak hanya dengan satu gelas air putih, tetapi Bari menggunakan dua gelas sekaligus air putih untuk men
"Oh, jadi obat yang diberikan pemilik toko herbal itu obat tidur? Pantas saja saya tidur sampai dua puluh jam. Ya ampun, Sayang, maaf ya, gara-gara saya kita tidak jadi malam pertama. Kamu gak marah'kan, Sayang?" Bari menatap wajah Tiara dengan perasaan yang tidak enak. Ia khawatir istrinya kecewa dengan kebodohan yang ia lakukan."Kenapa harus marah? Saya malah bersyukur. Dunia saya aman dari suami mesum," jawab Tiara sambil terkekeh. Bari menggaruk rambutnya yang tidak gatal, lalu tersenyum dengan sangat manis di depan wajah Tiara."Ada apa?" tanya Tiara tidak mau membalas tatapan Bari."Kamu cantik," puji Bari lagi masih menatap senang wajah istrinya."Kamu bau, Mas. Mandi gih! Sebelum aku dan Nara muntah karena bau ketiak dan jigong kamu," balas Tiara sambil mendorong tubuh Bari menjauh."Oke, ini juga mau mandi. Bukan hanya kalian, suami tersayang kamu ini pun mau muntah mencium aroma
Tiara menoleh pada benda bundar yang menempel di dinding. Ini sudah pukul dua belas siang dan suaminya belum juga bangun. Bari tidak bisa dibangunkan. Ketika Tiara mengguncang tubuh suaminya, lelaki itu hanya melenguh dan melanjutkan tidurnya.Masih harus menunggu enam jam lagi untuk mendapat dua puluh jam. Itu tandanya jam enam sore nanti Baru bangun. Ia tidak tahu harus bagaimana keadaan suaminya nanti. Tiara khawatir Bari kelaparan setelah lama tidur. Bukan hanya lapar perutnya, tetapi juga hasratnya. Mengingat suaminya sudah istirahat dalam waktu yang sangat lama.Nara juga tidur di dalam box. Ia ingin membantu Bibik di dapur, tetapi tidak diperbolehkan. Tidak ada yang bis ia kerjakan di rumah besar suaminya selain melamun dan memandangi dua insan yang terlelap dengan sangat nyenyak.Bep! Bep!Ponselnya berdering, tanda pesan WhatsApp masuk. Keningnya berkerut saat menatap layar ponsel yang kontak peng
"Ini, silakan diminum langsung, bonus dari saya, jadi begitu sampai di rumah, permennya sudah bekerja dengan baik dan bis langsung berjuang hingga titik darah penghabisan, ha ha ha ...." Bari ikut tergelak mendengar gurauan si pemilik toko herbal. Dengan memantapkan hatinya, Bari meraih gelas yang berisi air cukup banyak. Segera dimasukkannya permen itu ke dalam mulut, lalu ia minum air sebanyak-banyaknya hingga gelas kosong."Terima kasih, Mas. Kalau cocok nanti saya langganan," ujar Bari yang sudah siap berpamitan."Ditunggu, Mas, pokoknya sering-sering aja main kemari. Dijamin tidak mengecewakan. Oh, iya, satu pesan saya, jika sedang mengonsumsi obat herbal jenis apapun untuk vitalitas pria, sebaiknya banyak minum air putih ya, agar pinggang tidak sakit," terang lelaki itu dengan senyuman terkembang.Bagaimana ia tidak senang? Bari bukan hanya membeli satu strip permen, melainkan satu dua yang berisi 20 strip permen kua
Pria bertubuh tinggi dan tidak terlalu gemuk itu melangkah santai masuk ke dalam kamar. Ia melihat Tiara tengah memberikan asi milik Helena yang memang sudah disiapkan sepuluh botol untuk Nara. Semalaman hingga pagi lagi Helena menampungnya dan hasilnya cukup mengejutkan.Sepuluh botol ukuran 110 ml dan itu bisa dikonsumsi Nara kurang lebih sepuluh hari. Tiara memberikan asi pada Nara sambil berbaring miring memunggungi pintu kamar. Terlalu asik dengan bayinya, Tiara tidak menyadari bahwa Bari sudah mengunci pintu dan berjalan perlahan menuju ranjang."Apa Nara banyak menyusu?" tanya Bari yang tiba-tiba sudah duduk di belakang tubuh Tiara. Wanita itu menoleh ke belakang, lalu tersenyum sambil mengangguk."Banyak sekali. Lihatlah, satu botol ini habis. Sekarang Nara sepertinya sangat mengantuk," jawab Tiara antusias."Saya pun sama, he he ...." Tiara merasakan perasaan yang tidak enak."Mak
Helena sudah berdandan sangat rapi. Hari ini ia boleh keluar dari rumah sakit karena kondisinya cukup baik. Melahirkan dalam keadaan normal ternyata sangat membantu seorang ibu untuk cepat pulih dan dapat beraktifitas seperti biasa, walau Helena sendiri belum berani untuk jongkok saat di kamar mandi.Polesan lipstik warna nude dan rambut yang sudah diikat tinggi, membuat wajah cantik Helena yang baru saja melahirkan bayi cantik, semakin nampak bersinar.Di dalam ruangannya sudah ada Tiara yang menimang sayang Nara. Ada juga Bulan dan suaminya, serta Bari yang tengah merapikan tas pakaian yang akan dibawa Helena pergi."Jadi mau ke bank dulu, Oma?" tanya Bari pada Bulan."Iya, kami ke Bank dulu. Tiara akan pulang bersama kamu dan Nara. Bukan begitu Helena? Kamu yakin baik-baik saja?" Bulan bertanya pada Helena yang kini tengah menunduk memakai sepatu barunya."Ya ampun, sepatu ini manis sek
"Kenapa kamu masih di sini? Pergilah ke kamar Helena, Nara pasti ingin sering ditimang oleh ayahnya," kata Tiara pada suaminya. Saat itu Bari baru saja mengirimkan pesan pada salah seorang designer interior yang ia mintakan tolong untuk mendekorasi ulang rumahnya.Lelaki itu tersenyum, lalu meletakkan ponselnya ke dalam saku. Ia berjalan mendekat pada Tiara, lalu menggenggam tangan wanita itu."Aku tidak mau kamu marah atau cemburu," kata Bari beralasan."Aku bisa sangat marah bila kamu melupakan Nara yang masih merah dan sangat membutuhkan dekapanmu. Helena juga baru saja melahirkan dan sudah memberikan anaknya pada kita. Akan sangat egois bila kita tidak memperhatikannya. Pergilah ke kamar Helena. Bermalam di sana bersama Nara. Kamu akan tahu sensasinya begadang dengan seorang bayi cantik. Jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja." Bari menghela napas berat. Garis lengkung bibirnya ter
Lafaz ijab baru saja diucapkan Bari dengan lantang, hanya dengan satu kali tarikan napas. Seluruh yang hadir di sana, termasuk beberapa orang perawat dan seorang dokter yang bersedia menjadi saksi pernikahan siri Bari dan Tiara.Sah!Ketika satu kata itu terucap dari bibir penghulu yang menikahkan, maka semua orang menarik napas dengan penuh kelegaan. Tak terkecuali Tiara dan juga Bari.Lelaki itu bahkan tak sabar memajukan sedikit tubuhnya untuk mencium kening Tiara, tetapi sayang, tangan Tiara lebih cepat menghadang adegan mesum tidak tahu diri seorang Bari Pradipta."Nanti!" sinis Tiara membuat seluruh yang hadir di sana tertawa terpingkal-pingkal. Telapak tangan Tiara tepat berada di bibir Bari, menghadang salah satu anggota tubuh lelaki itu agar tidak salah arah."Pengantin wanita masih malu, Mas Bari. Mungkin nanti