Share

SHOCK

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-23 23:20:35

"Enak jadi orang kaya. Lulus kuliah nggak perlu pusing cari kerja di mana, tujuannya sudah jelas. Kalau nggak kerja di perusahaan orang tua ya dapat modal buat usaha sendiri. Tapi, untuk yang berasal dari keluarga sederhana nggak boleh putus asa atau rendah diri juga. Karena apa? Kesuksesan seseorang itu pasti juga diawali dengan jatuh bangun, perjuangan, doa dan kerja keras. Percuma dikasih modal besar, kalau nggak bisa mengelola juga bakal habis. Percuma dikasih jabatan tinggi, kalau cuma modal absen, nggak ada perjuangan untuk mengembangkan diri lama-lama juga tersisih. Banyak di luar sana yang hanya lulus sekolah dasar tapi sukses. Semua itu karena perjuangannya yang luar biasa. Jadi, intinya selagi kita bisa harus berjuang sekuat yang kita bisa." Pak Anwar memberikan wejangan yang begitu dalam soal kehidupan. Lagi, gemuruh tepuk tangan terdengar.

"Betul itu, Pak. Kadang orang-orang yang nggak terlalu pintar soal akademik saat sekolah, ternyata justru sukses di luar sekolah. Seme
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   DIKIRA PENJUAL NASI KUNING

    Aku kembali menyikut Ike yang keceplosan bicara. Namun, yang kusikut justru tak menghentikan ceritanya. "Apa kamu nggak puas selalu bully dia saat sekolah dulu, Ri? Mentang-mentang anak orang kaya, nggak seharusnya kamu semena-mena. Sekalipun Lana nggak pernah balas kamu loh. Padahal jika dia mau, dia bisa saja kasih balasan telak. Empat tahun tak ikut reuni, kamu pikir--"Ke, sudahlah, please." Aku merajuk agar Ike menghentikan ceritanya yang kupastikan akan kemana-mana. "Lana mungkin akan diam saja dan tak peduli dengan semua cacian dan sikapmu yang selalu meremehkannya. Sayangnya aku sebagai sahabat nggak bisa secuek itu. Asal kamu tahu ya, Ri. Tiap bulan gajiannya bisa buat beli motor baru!" Cerita Ike dengan menggebu, sukses membuat banyak mulut ternganga dengan mata membola. Tak hanya mantan teman-teman sekolahku yang kaget, tapi juga Pak Anwar. Mantan wali kelas dan guru terbaik yang kukenal. "Benar, Lan? Kamu kerja apa?" tanya Pak Anwar antusias. Beliau sepertinya benar-be

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-24
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   PANTI ASUHAN

    "Kalau aku bilang rumah itu memang rumahku, kamu tentu nggak percaya kan, Ri? Kalau aku bilang sebenarnya tak jualan nasi kuning, hanya sekadar berbagi pada sesama, tentu kamu juga nggak akan percaya kan? Lantas buat apa aku menjelaskan jika memang tak ada yang percaya. Lagipula aku tak butuh pengakuan kalian jika aku bukanlah produk gagal. Aku cukup bangga dengan diriku sendiri dan apa yang kumiliki. Jadi, tak perlu terus meremehkan atau menyudutkanku karena semua itu tak akan terlalu berpengaruh untuk jalan hidupku. Aku sudah punya planing sendiri dan aku yakin bisa menggapai mimpi-mimpi itu, satu persatu." Hanya Ike dan Dikta yang memberi tepuk tangan untukku. Tak apa, aku pun tak butuh tepuk tangan ataupun pujian dari mereka. Pak Anwar yang tadi mendadak izin keluar karena ada panggilan telepon, kini kembali ke aula di saat wajah-wajah mantan muridnya menegang dan tak baik-baik saja. "Kali ini aku setuju dengan Riana, Dik. Sorry." Yang lain pun ikut menyahut dengan sikap yang sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-24
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   CINTA DALAM DIAM

    "Sepuluh juta? Nggak salah kamu, Lan? Seratus ribu kali?" Suara Ratna terdengar begitu keras, membuat teman-teman lain ikut ternganga, tak terkecuali Riana. "Aku nggak salah tulis nol kok. Memang segitu yang aku mau." Gegas kutransfer nominal yang kutulis itu ke rekening yang tertera di sana dengan mobile banking. Rekening atas nama Dikta Prayoga. "Sudah masuk belum, Dik?" tanyaku saat melihat beberapa teman masih saling tatap tak percaya. "Oh, bentar aku cek dulu, Lan." Laki-laki itu pun mengambil handphonenya lalu memeriksa transferan dariku. "MasyaAllah, sudah masuk, Lan. Thanks ya, kamu membungkam keangkuhan mereka dengan cara berbeda. Minggu depan ikut ke pantinya ya, Lan." "InsyaAllah, diusahakan ya, Dik." Aku pun tersenyum tipis lalu kembali duduk bersama Ike yang mengacungkan jempolnya untukku. "Lihat ya teman-teman, nominalnya sama dengan yang ditulis Lana di daftar nama kita. Kalian boleh percaya boleh tidak, tapi memang itulah kenyataannya. Ini sebagai salah satu bukt

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-25
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   LARANGAN IBU

    Rasanya nggak mungkin Dikta cemburu. Setelah sekian lama tak bertemu dan dia sibuk di kota lain, apa iya dia tak pernah pacaran atau sekadar jatuh hati dengan perempuan di sana? Tiap kali aku berharap dia masih menyimpan namaku di hatinya seperti saat putih abu-abu dulu, tiap itu pula aku sadar jika aku bukan siapa-siapa. Aku tak sepesial itu untuk ditunggu dan dicari sampai ketemu. Boleh jadi saat ini dia sudah menikah diam-diam. Iya kan? Siapa tahu, lagipula nggak pernah tahu kabarnya sejak lulus sekolah. "Kenapa diam?" Pertanyaannya membuatku tersedak seketika. "Eh, nggak. Mau ngomong apa, nggak ada yang mau diomongin juga kan? Makanya diam. Sejak dulu aku kan memang pendiam." Aku tertawa kecil untuk mencairkan suasana yang mendadak beku dan dingin. Perlahan kembali menata debar dada yang kian tak menentu apalagi jarak dudukku dengannya cukup dekat, cuma dua jengkal saja jaraknya. "Wei, Lan, Dikta! Sini dulu. Pacaran mulu!" Terima Ike tiba-tiba sembari melambaikan tangannya ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-25
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   BUKAN UNTUKMU

    "Fix ya, Minggu depan yang ikut ke panti aku, Ratna, Dikta, Lana sama Rizal." Riana mengakhiri obrolannya. "Aku ikut, Ri. Gimana sih!" Ike kembali protes untuk ketiga kalinya. Dia nggak mungkin membiarkanku sendiri ke acara itu tanpanya. Seolah tahu banget apa yang bakal dilakukan perempuan itu jika tak ada Ike di sisiku. "Kamu mau ikut? Ngapain? Nggak penting. Yang ada berisik dan bikin ulah," sahut Riana dengan tatapan jengah. "Kalau kamu nggak mulai, aku nggak mungkin berisik. Pokoknya aku ikut." "Dih maksa!" "Nggak ada namamu di sini," timpal Ratna tak kalah sinisnya. "Kenapa sih? Aku juga ikut andil dalam acara itu. Kenapa dilarang?" Ike tak mau kalah."Cuma nyumbang lima ratus ribu saja belagu!" sahut Riana kembali mengejek. Wajah Ike merah padam seketika, antara malu dan marah pastinya karena menyangkut nominal lagi dan lagi."Kalau Ike nggak ikut, aku juga nggak ikut deh." Aku menoleh ke arah Ike yang masih bersungut kesal. Dia pun menoleh lalu tersenyum tipis saat berta

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   RENCANA TERSELUBUNG?

    "Kalau bukan buat aku, memangnya kado itu buat siapa sih, Dik? Jangan bilang buat Lana!" balas Riana dengan ketusnya. "Kalau memang buat Lana kenapa, Ri?" Riana tergagap lalu menoleh ke arahku cepat. "Bukannya Tante Delima ngelarang kalian berdua berhubungan? Lagian si Lana genit banget jadi perempuan. Sudah tahu dilarang masih aja keganjenan!" "Bukannya yang genit itu kamu, Ri. Bisa-bisanya nuduh Lana yang diam saja. Baru kali ini juga loh dia ikut reuni." Ike kembali menyahut membuat wajah Riana merah padam. Beberapa teman ikut cekikikan melihat ekspresinya yang berubah drastis. Antara kesal, malu dan marah, pokoknya campur aduk. "Nggak perlu ikut campur urusan orang, Ri. Aku tahu apa yang terbaik untuk hidupku." Dikta berbisik, tapi cukup keras terdengar di telingaku yang memang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri. "Semua kado memang kusiapkan untuk Lana, termasuk kado ini." Dikta memberikan kado berwarna merah jambu itu untukku. "Bu-- buatku, Dik?" tanyaku sedikit gugup.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   DOA YANG TAK INGIN TERWUJUD

    Aku kembali mengeja apa yang dikatakan Pak Anwar barusan. Sebenarnya aku paham maksud Pak Anwar, hanya saja aku tak mengerti mengapa Mas Radit bisa bicara seperti itu pada ayahnya. "Maksud bapak?" Aku pura-pura tak mengerti agar Pak Anwar menjelaskannya sekali lagi. Mungkin tadi salah bicara atau apa dan kini masih ada waktu untuk memperbaikinya. "Radit cuma mau nikah sama kamu, Lan. Nggak mau sama yang lain. Bapak sudah berusaha mencarikan perempuan lain untuk dia, tapi tetap saja ditolak. Makanya, bapak ikut reuni ini barang kali ketemu kamu. Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga. Bapak tak memaksa kamu, hanya saja kalau kalian cocok, bapak ikut senang. Siapa yang nggak senang punya menantu seperti kamu kan? Pintar, cantik dan rendah hati." Pak Anwar kembali memuji. Selalu begitu sedari dulu, hanya beliau lah yang sering memujiku banyak hal. Pak Anwar seolah menjadi bapak pengganti untukku. Meski dulu masih honorer, tapi jiwa sosialnya cukup tinggi. Hanya beliau yang sering membant

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   TAWARAN YANG SAMA

    "Kenapa, Lan? Penasaran aku, sebenarnya apa sih yang kamu bicarakan sama Pak Anwar barusan." Ike mulai penasaran. Dia duduk di sebelahku, sementara Dikta masih berdiri di depan kami. "Kenapa?" "Ah nggak ada yang aneh kok. Cuma nanya kabar gitu-gitu doang lah. Ayo pulang. Kasihan Ryan sendirian nanti kalau kelamaan di sini," ajakku pada Ike yang masih bergeming. "Biar aku yang antar, Ke. Bukannya kamu mau ada acara lain?" Keduanya saling tatap lalu tersenyum tipis ke arahku. "Bener, Lan. Mau ada acara dadakan, jadi kamu pulang sama Dikta ya?" "Tapi, Ke. Aku mau ikut kamu sajalah. Acara apa sih memangnya?" "Eh, pokoknya adalah nanti aku cerita di WhatsApp ya? Tenang saja. Sono pulang diantar Mas Dikta," ujar Ike dengan senyum lebarnya. "Ayo, Lana." Dikta menatapku lekat. "Riana gimana?" Perempuan itu masih berdiri di samping Ratna sembari menatapku tajam, seolah tak rela jika Dikta akan mengantarku pulang. "Dia datang sama Ratna kan? Pulangnya juga bisa sama dia. Kalau Ratna ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27

Bab terbaru

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KEJUTAN SPESIAL [END]

    "Cantik." Suara itu terdengar di ambang pintu kamar saat Mbak Agnes fokus merapikan kebaya berwarna salem dengan taburan swarovski yang membuatnya semakin terlihat elegan.Mbak Agnes ikut menoleh lalu tersenyum lebar."Siapa dulu calon suaminya," ujarnya memuji. Kulihat sosok itu dari cermin yang kini memantulkan bayanganku dengan balutan kebaya yang kupilih, senada dengan jas dan celana panjangnya. Dikta, lelaki itu terlihat semakin tampan dengan penampilannya sekarang. Dia masih bersedekap sembari menatapku lekat."Ngapain ke sini, Dikta? Harusnya kamu di luar menyambut tamu, sebentar lagi penghulu juga datang," ujarku sedikit gugup. Aku mendadak salah tingkah saat ditatap begitu lekat olehnya. Mbak Agnes pun tak henti menggodaku, membuat wajah ini mulai memerah seperti tomat matang."Nggak apa-apa, Lana. Calon suami mau lihat calon istrinya masa nggak boleh. Takut diculik mungkin." Mbak Agnes kembali terkekeh."Jangan digoda lagi, Mbak. Calon istriku itu memang pemalu. Takutnya ng

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   WILL YOU MARRY ME?

    Aku dan Dikta berjalan beriringan keluar bioskop, sementara Denada dan teman-teman yang lain sepertinya sudah pulang sejak beberapa menit lalu. Kulihat jarum jam menunjuk angka setengah sembilan malam. Weekend begini jalanan masih ramai bahkan padat di beberapa tempat. "Kita ke taman Bianglala dulu, Lan. Mau?" tanya Dikta tiba-tiba setelah menghentikan mobilnya perlahan karena terjebak lampu merah. "Jadi kangen taman itu ya setelah nonton film kita." Aku dan Dikta bersitatap lalu sama-sama tersenyum. "Ternyata kamu seromantis itu, Lan. Mengingat semua momen kebersamaan kita dulu. Novelmu cukup detail menceritakan kisah kita dan ternyata ending yang kamu tulis nyaris sama dengan kejadian aslinya. Hanya saja kita belum menikah, sementara dalam novelmu Dikta dan Lana sudah menikah dan hidup bahagia." Dikta menatapku sekilas lalu kembali fokus dengan stirnya. "Iya, Dik. Kita sudah lamaran dan sebentar lagi kamu akan menikahiku bukan? Itu artinya imajinasiku dulu akan menjadi kenyataan

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KADO YANG MANIS

    "Mbak Lana!" Aku dan Dikta yang masih duduk santai di lantai atas menoleh seketika. Di samping tangga kulihat gadis cantik dengan hijab cokelatnya tersenyum lebar ke arahku. Aku menatap Dikta beberapa saat lalu kembali pada perempuan modis itu."Denada," ujar Dikta membuatku kembali tersenyum. Baru kali ini aku melihat adik Dikta yang cantik itu. Usianya menginjak dua puluh satu tahun. Beda empat tahun dibandingkan kakaknya. Meski jarak usia mereka tak terlalu dekat, tapi kulihat keduanya cukup akrab. Denada datang dengan wajah cerianya lalu menyalamiku dan Dikta. "Buat calon kakak iparku yang cantik sekaligus penulis favoritku." Denada sedikit berteriak sembari memberikan sebuah kado untukku. Dikta tersentak melihatku yang sudah akrab dan terlihat cocok dengan adiknya. Dia pasti bingung dan tak menyangka kami seakrab ini. "Kalian akrab banget kaya sudah kenal lama." Dikta mulai curiga. Dia menatapku dan Denada bergantian. "Memang sudah kenal lama kakakku sayang." Denada merangkul

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   YOU ARE MINE

    "You are mine." Lagi kudengar kalimat spesial darinya, membuatku semakin berbunga. "Iya, iya. Semoga saja prosesnya tak membutuhkan waktu yang lama. Nanti kamu ikut aku buat urus ini itu kan?" Aku menoleh ke arahnya yang masih menyandarkan punggung ke sofa sembari menatapku lekat. Senyum tulusnya kembali terukir di bibir. Dia mengangguk lalu mengedipkan kedua matanya yang bening itu. "Tentu aku akan selalu dampingi kamu, Lana. Aku benar-benar bangga memiliki kamu. Perempuan hebat, mandiri dan istimewa." Lagi, pujiannya membuat hidungku kembang kempis. Gegas mengalihkan pandangan sebab tak ingin dia tahu jika wajahku kali ini pasti sudah memerah seperti tomat karena pujiannya yang berlebihan. "Kita nonton bareng saat gala premiere." Dikta berucap yakin sembari mengangguk pelan saat aku menoleh. "Makasih banyak ya, Dik. Kamu selalu menjadi pendukung pertama selain Ryan di setiap hal yang kulakukan." Aku berkaca. Tiap kali mengingat momen-momen membahagiakan kami di masa lalu maupun

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   BANGGA

    Kebahagiaan mulai datang silih berganti. Setelah Dikta kembali dan restu dari mamanya kugenggam, muncul kabar lain yang tak kalah membahagiakan. Novel berjudul Bianglala yang mengisahkan tentang perjalanan cintaku sendiri dengan Dikta ternyata dipinang sebuah rumah produksi ternama. Production House yang biasa meminang novel-novel terbaik menurutnya. Kulihat ekspresi bangga di wajah Dikta saat aku menjelaskan kabar bahagia yang kudengar dari Pak Abdullah. Tante Delima dan Om Erwin pun terlihat bangga sembari mengucapkan selamat untukku. Akhirnya kini aku bisa membuktikan pada mereka jika aku bisa mandiri dan sukses dengan caraku sendiri. Setidaknya sekarang aku merasa lebih layak bersanding dengan Dikta dan tak merasa terus rendah diri saat bersamanya. Meski Dikta tetap menerimaku apa adanya dan tak pernah memandang dari segi karir yang kupunya, tapi aku ingin membuatnya bangga dan merasa lebih bersyukur memilikiku sebagai calon pendamping hidupnya. "Tante bangga sama kamu, Lana. I

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   SEGENGGAM RESTU

    "Aku bawa nampannya. Kamu pasti masih shock dengan kabar bahagia ini." Dikta mengambil alih tugasku membawa nampan berisi empat cangkir teh hangat dan camilan itu. Aku pun mengikutinya kembali ke ruang tamu. "Maaf menunggu lama, Om, Tante." Aku kembali tersenyum lalu menata cangkir dan piring berisi camilan itu ke atas meja dan menyimpan nampan di bawah mejanya. "Nggak apa-apa, Lana. Justru kami yang minta maaf karena sudah mengganggumu pagi-pagi begini." Om Erwin tersenyum tipis lalu menoleh ke arah istrinya yang ikut mengangguk pelan."Nggak masalah kok, Om, Tante. Lagipula saya nggak ada kerjaan. Saya merasa beruntung sekali pagi ini karena mendapatkan tamu spesial." Aku tersenyum tipis lalu melirik Dikta yang ikut manggut-manggut dengan senyumnya yang menawan. "Langsung saja ya, Lana. Kedatangan Om dan Tante ke sini selian untuk silaturahmi, Tante juga mau minta maaf sama kamu atas sikap buruk Tante selama ini. Kepergian Dikta lima hari belakangan karena penculikan itu membuat

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KABAR BAIK

    POV : LANA "Assalamualaikum, Lana!" Salam terdengar dari luar gerbang. Aku buru-buru menyambar hijab dan membuka pintu utama. Kulihat sosok yang selama lima hari ini kurindukan. Dikta. Dia benar-benar datang dengan begitu bersemangat dan senyum lebarnya. "Wa'alaikumsalam, Dikta. Akhirnya ketemu kamu juga." Aku ikut semringah saat membuka gerbang. Namun, senyumku tiba-tiba padam dan mendadak salah tingkah saat melihat Tante Delima dan Om Erwin sudah ada di belakang Dikta. Mereka saling tatap lalu tersenyum tipis ke arahku. "Eh, Om dan Tante ikut juga. Maaf sudah menunggu lama, silakan masuk." Aku mendadak kikuk saat mempersilakan orang tua Dikta untuk duduk di ruang tamu. Saat pamit ke belakang untuk menyiapkan minuman, aku sempat melotot ke arah Dikta yang hanya senyum-senyum tipis. Sengaja banget dia tak memberi tahuku lebih dulu jika akan datang ke sini dengan kedua orang tuanya. "Aku bantu, Lan." Dikta beranjak dari sofa lalu mengikutiku ke dapur, meninggalkan kedua orang tuany

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   TERBONGKAR

    Lima hari Dikta tak ada kabar. Entah mengapa kini di grup alumni ramai dengan foto-foto Riana dan mamanya yang digelandang polisi. Aku benar-benar tak tahu berita apapun karena sengaja jaga jarak dengan teman-teman yang lain. Aku nggak mau terlalu membuka diri di depan mereka semua. Apalagi sejak fotoku bersama Mas Radit tersebar, aku cukup berhati-hati untuk berteman dengan siapapun. [Riana jualan daster sama jadi rentenir, Gaes. Ternyata selama ini kita tertipu! Dia dan keluarganya sudah bangkrut sejak lama, tapi selalu berlagak hedon. Kasihan Lana, selalu dijadikan bahan ejekan. Padahal Lana sekarang sukses loh. Rizal yang cerita kalau Lana nggak seperti yang diceritakan Riana] Pesan pertama yang membuatku membulatkan mata seketika. Entah siapa, aku tak menyimpan nomornya. Sempat aku intip foto profil di WhatsAppnya, tapi tetap tak bisa kutebak. Dia tak memamerkan foto asli melainkan hanya foto kucing yang mungkin dia ambil dari media sosial. Keterkejutanku bertambah saat meliha

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   PENCULIKAN

    POV : DIKTA Kedua kakiku diikat kuat sementara kedua tangan juga diikat ke belakang. Tak hanya itu saja bahkan mulutku dilakban hingga tak mampu berteriak keras. Mereka benar-benar keterlaluan. Rasa haus membuatku mencoba berteriak dan menyenggol kursi di sampingku hingga terjatuh.Dua lelaki membuka pintu. Lagi-lagi aku tak bisa menebak siapa mereka sebenarnya karena tertutup masker. Meskipun bisa, kemungkinan besar aku tak mengenalnya. Kuyakin jika mereka bukan pelaku utama. Apa mungkin Riana lagi pelakunya? Dia tak berhasil menjauhkanku dengan Lana karena foto-foto itu, lantas sekarang berusaha menculikku balik agar Lana mengira aku membencinya? Jika memang iya, Riana benar-benar kelewat batas. Dia memang pantas mendekam ke penjara atas semua yang dia lakukan. "Jangan ribut! Mau ngapain kamu?!" sentak salah seorang penjaga itu dengan suara garangnya. Aku mencoba mengucap minum meski suaranya tak terlalu ketara. "Dia minta minum, Bang." Laki-laki lain tahu apa yang kuinginkan.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status