Share

DIKIRA PEMBANTU

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2024-05-16 23:46:44

"Nanti aku izinin sama bosmu ya, Lan. Semoga saja dia mengizinkan kamu pergi. Biar aku yang jemput kamu ke sini. Kan nggak tiap hari juga kita ketemuan. Hanya sesekali, nggak apa kan libur sehari?" Rizal kembali menoleh ke arahku yang masih bergeming.

"Nanti aku pikirkan lagi, Riz. Baiknya kamu pulang dulu soalnya aku harus beberes rumah. Lagipula sebentar lagi adikku pulang sekolah. Aku mau siapin makan siangnya." Aku mulai nggak nyaman dengan kedatangan tiga teman SMAku itu. Apalagi Riana dan Ratna yang terus menyudutkanku sesuka hati mereka.

"Okelah kalau begitu, Lan. Aku save nomor kamu ya, kita lanjut di WhatsApp!" Rizal mengulurkan tangannya ke arahku, tapi hanya kujawab dengan senyum dan anggukan kepala. Dia pun terkekeh saat mendapatkan balasanku. Tangan kanannya yang terulur seketika untuk menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Lupa kalau sudah jadi ukhti-ukhti." Rizal kembali meringis kecil.

"Nggak juga, Riz. Sudahlah, kamu pulang dulu ya. Maaf bukan maksud mengusir,
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   RODA TERUS BERPUTAR

    "Siapa sih mereka, Mbak? Rese banget tingkahnya." Ryan yang baru datang dengan sepedanya menyeletuk saat melihat Ratna dan Riana pergi dengan kendaraan roda empatnya. "Teman Mbak saat SMA itu loh, Yan. Kamu ingat nggak sama Riana. Dulu Mbak sering cerita sama kamu dan ibu soal dia." Aku mengajak adik lelakiku masuk setelah menutup gerbang kembali. "Oh, yang dulu sering bully Mbak Lana itu kan?" Dia masih ingat rupanya. Dulu aku memang sering menceritakan Riana pada ibu saat kami duduk santai di teras kontrakan atau sama-sama sibuk di dapur. Ryan kadang ikut mendengarkan di sela-sela belajarnya. "Betul. Kamu masih ingat saja sama nama itu, Yan," ujarku pendek sembari mengambilkan air putih untuknya. "Masihlah, Mbak. Dari dulu aku penasaran banget kan sama si Riana Riana itu. Eh nggak nyangka sekarang benar-benar dipertemukan. Mau ngapain perempuan itu ke sini? Apa mau bully Mbak Lana lagi?" Ryan terlihat sedikit emosi. Dia menatapku tajam minta penjelasan. "Nggak kok. Santai saja.

    Last Updated : 2024-05-17
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   TRAGEDI

    "Siapa yang kecelakaan, Yan?" Aku melangkah ke teras dengan tergesa. Ryan sudah berdiri di garasi bersama dua orang tetangga. Entah apa yang mereka bicarakan."Siapa yang kecelakaan?" tanyaku lagi sembari menepuk lengan Ryan. Adik lelakiku itu pun menoleh. "Rina, Mbak. Anak sulungnya Bi Marni itu kecelakaan saat pulang sekolah." "Innalillahi ... sekarang di mana dia, Bu?" Aku beralih menatap kedua tetanggaku yang mengabarkan soal kecelakaan itu. "Dibawa ke klinik Amal Sehat, Mbak. Maaf tadi Bi Marni minta tolong saya buat sampaikan kabar ini sama Mbak Lana. Sepertinya Bi Marni bingung soal biaya soalnya tadi sempat mau pinjam uang ke saya, tapi tahu sendiri kalau suami saya juga belum gajian, Mbak." Bu Ambarr menunduk lesu sembari memilin ujung hijabnya. Aku tahu keadaan Bu Ambar tak jauh beda dengan Bi Marni. Mereka tetanggaan, hanya saja suami Bu Ambar bekerja sebagai tukang serabutan di pasar. Berbeda dengan suami Bi Marni yang sekarang terpaksa menjadi pengangguran setelah kec

    Last Updated : 2024-05-17
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   WANITA ITU

    "Mbak." Colekan Ryan membuatku sedikit tersentak. Entah apa yang diobrolkannya dengan Bi Marni tadi, jujur aku tak mendengarnya sama sekali. Sibuk dengan lamunanku sendiri. "Gimana, Mbak?" tanyanya kemudian. Aku mengernyit sembari meringis kecil. Jelas aku tak paham apa yang dia tanyakan. "Kebiasaan. Pasti ngelamun makanya nggak paham sama pertanyaanku. Iya kan?" tebak Ryan yang memang benar adanya. Tak banyak kata, aku hanya mengangguk pelan masih dengan senyum yang sama. "Mbak Lana itu apa-apa selalu ingat masa lalu. Sudahlah, Mbak. Masa lalu cukup dikenang, tak harus diingat terus apalagi yang sedih-sedih dan menyakitkan. Sekarang waktunya Mbak menikmati perjuangan yang Mbak Lana lakukan selama ini. Jangan terus disesaki dengan kenangan pahit masa lalu. Mbak jangan minder terus. Kehidupan kita sudah tak seperti dulu yang penuh air mata, Mbak. Jangan terus tenggelam pada kesakitan masa lalu hingga tak merasakan kebahagiaan yang sepantasnya kita rasakan. Sekarang waktunya kita ber

    Last Updated : 2024-05-17
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   BIAR KUBALAS, MBAK!

    "Kamu! Ternyata masih kere juga ya!" Hinaannya membuatku mendongak seketika. "Tan-- Tante Lisa?!" ucapku bergetar. Tak menyangka akan kembali dipertemukan dengan perempuan yang kini berkacak pinggang di depanku. "Oh, kamu masih ingat saya?!" ketusnya sembari menunjuk dada. Ibu dan anak memang tak jauh beda. Sepertinya kata pepatah soal buah jatuh tak jauh dari pohonnya itu memang benar. Buktinya wanita di depanku ini, sama persis angkuhnya dengan Riana. Iya, mereka memang ibu dan anak yang sejak dulu selalu menghinaku. Berawal saat aku pulang sekolah dengan buru-buru dan tak sengaja bertabrakan dengan Riana di pintu gerbang hingga dia terjatuh ke belakang, tas dan seragamnya kotor bekas air hujan. Saat itulah mamanya memakiku tak karuan, begitu pula anaknya. Sumpah serapah mereka lontarkan sampai akhirnya malaikat tak bersayap itu datang. Dia yang menengahi bahkan berjanji akan mengganti seragam dan tas itu jika memang nggak mau Riana memakainya lagi. Laki-laki itu, bagaimana mu

    Last Updated : 2024-05-19
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   BERTEMU CINTA PERTAMA

    Sejak dulu Ryan memang menjadi yang terdepan untuk membelaku. Semoga saja Tante Lisa sudah pulang, supaya Ryan mengurungkan niatnya untuk berdebat dengannya. Ryan kembali dengan kecewa. Dia pun melangkah tergesa ke arahku yang masih melangkah perlahan untuk menyusulnya. "Sudah nggak ada di sana, Mbak," ucap ya lemas. "Lagian ngapain sih buang-buang waktu dan tenaga buat meladeni orang seperti itu, Yan. Ingat pesan ibu, jangan buat masalah sama orang. Kalau masih terkesan biasa, ya maafkan saja. Nggak perlu balas dendam segala. Minum nih!" Kuberikan botol air mineral yang dibelinya dari mini market tadi. Ryan meneguk hingga setengah botol lalu memasukkannya kembali ke dalam kresek putih. "Sesekali mau aku balas gitu, Mbak. Biar mereka nggak semena-mena lagi sama Mbak Lana. Tadi Mbak nggak balas apapun kan? Diam saja meski dicaci maki?" Ryan kembali menatapku dengan kesal. Seperti biasanya saat aku mendapatkan berbagai hinaan, diam saja memang senjata terampuhku. Namun, berbeda deng

    Last Updated : 2024-05-19
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   RASA ITU TETAP SAMA

    "Ohya, gimana kabar kamu, Lan? Dengar-dengar ibu sudah meninggal, benar?""Alhamdulillah kabarku dan Ryan baik, Dik. Seperti yang kamu lihat sekarang. Soal ibu ... memang benar ibu telah berpulang tiga tahun lalu," ujarku dengan senyum tipis, berusaha menghalau kedua mata yang mulai hangat. "Maaf nggak bisa ikut takziah ya, Lan. Kebetulan aku ada ujian tengah semester saat itu jadi nggak bisa pulang. Maaf juga kalau pertanyaanku ini membuatmu dan Ryan kembali mengingat duka itu." Aku mengangguk pelan sementara Ryan terlihat lebih rileks. Mungkin karena dia laki-laki, jadi tak terlalu dibawa perasaan tiap kali ada pertanyaan tentang ibu ataupun masa lalu kami yang pahit dulu. "Nggak apa-apa kok, Dik. Lagian juga sudah berlalu dan ibu InsyaAllah sudah tenang di sana," balasku. Kuhela napas panjang untuk menetralkan rasa. Dikta tampak manggut-manggut setelah mendengar jawabanku. "Ke sini sendirian, Mas?" tanya Ryan kemudian. Dia sengaja mengalihkan obrolan saat menatapku. Mungkin ta

    Last Updated : 2024-05-19
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   PERMINTAAN

    "Aku antar pulang gimana?" tawar Dikta lagi membuatku dan Ryan saling tatap."Makasih deh, Mas. Kami jalan kaki saja, kebetulan mau mampir ke klinik dulu. Setelah itu baru pulang." "Siapa yang sakit, Yan?" Pertanyaan Dikta membuat Ryan menoleh ke arahku. "Tetangga, Mas. Anaknya kecelakaan, jadi aku sama Mbak Lana mau jenguk dulu sebelum pulang." "Oh gitu." Dikta kembali manggut-manggut."Eh, Lan. Jangan lupa minggu depan ikut reuni ya? Kalau kamu nggak ikut, aku juga nggaklah." "Kok gitu, Dik? Kamu ikut aja, bukannya tiap tahun kamu juga ikut ya?" tanyaku. Aku tahu soal itu dari Ike, siapa lagi. "Iya aku ikut dengan harapan ketemu kamu, tapi kamu absen terus. Nah, tahun ini aku ikut juga dengan harapan yang sama. Cuma sekarang sudah ketemu kamu, jadi nggak perlu berharap saat reuni kan?" Lagi-lagi aku menelan saliva. Hatiku mendadak berbunga mendengar ucapannya, tapi berusaha mengontrol gejolak rasa dalam dada. Aku pun menyembunyikan senyum yang muncul tiba-tiba. "Cieeee, kemba

    Last Updated : 2024-05-20
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   BENARKAH RENCANANYA?

    Tak membuang waktu, kuserahkan semua uang hasil penjualan dagangan bibi malam ini. Berulang kali bibi menyelipkan beberapa lembar uang untukku. Namun, kutolak. Aku terus meyakinkan bibi jika aku dan Ryan ikhlas membantunya. "Uangnya disimpan saja, Bi. InsyaAllah bibi jauh lebih membutuhkan uang itu." Akhirnya Ryan menyahut setelah bibi bersikeras memberi kami upah. Katanya tak enak kalau cuma merepotkan saja. "Beneran, Mas Ryan?" Adik lelakiku itu pun mengangguk lagi. Senyum tipisnya tersinggung. Lagi-lagi aku bangga memiliki seorang adik yang peka sepertinya. "Alhamdulillah kalau begitu, Mas Ryan, Mbak Lana. Tadinya bibi mau pinjam uang lagi buat pegangan di sini, tapi setelah dapat uang ini bibi nggak jadi pinjam. Ini sudah cukup untuk pegangan bibi sama kebutuhan lain. Besok bibi nggak jualan dulu, fokus urus Rina. Mungkin cuma nyuci sama nyetrika saja paginya." Aku mengangguk pelan lalu memeluk bibi lagi. Kurasakan hembusan napasnya yang panjang. Setelah mendoakan kesembuhan R

    Last Updated : 2024-05-20

Latest chapter

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KEJUTAN SPESIAL [END]

    "Cantik." Suara itu terdengar di ambang pintu kamar saat Mbak Agnes fokus merapikan kebaya berwarna salem dengan taburan swarovski yang membuatnya semakin terlihat elegan.Mbak Agnes ikut menoleh lalu tersenyum lebar."Siapa dulu calon suaminya," ujarnya memuji. Kulihat sosok itu dari cermin yang kini memantulkan bayanganku dengan balutan kebaya yang kupilih, senada dengan jas dan celana panjangnya. Dikta, lelaki itu terlihat semakin tampan dengan penampilannya sekarang. Dia masih bersedekap sembari menatapku lekat."Ngapain ke sini, Dikta? Harusnya kamu di luar menyambut tamu, sebentar lagi penghulu juga datang," ujarku sedikit gugup. Aku mendadak salah tingkah saat ditatap begitu lekat olehnya. Mbak Agnes pun tak henti menggodaku, membuat wajah ini mulai memerah seperti tomat matang."Nggak apa-apa, Lana. Calon suami mau lihat calon istrinya masa nggak boleh. Takut diculik mungkin." Mbak Agnes kembali terkekeh."Jangan digoda lagi, Mbak. Calon istriku itu memang pemalu. Takutnya ng

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   WILL YOU MARRY ME?

    Aku dan Dikta berjalan beriringan keluar bioskop, sementara Denada dan teman-teman yang lain sepertinya sudah pulang sejak beberapa menit lalu. Kulihat jarum jam menunjuk angka setengah sembilan malam. Weekend begini jalanan masih ramai bahkan padat di beberapa tempat. "Kita ke taman Bianglala dulu, Lan. Mau?" tanya Dikta tiba-tiba setelah menghentikan mobilnya perlahan karena terjebak lampu merah. "Jadi kangen taman itu ya setelah nonton film kita." Aku dan Dikta bersitatap lalu sama-sama tersenyum. "Ternyata kamu seromantis itu, Lan. Mengingat semua momen kebersamaan kita dulu. Novelmu cukup detail menceritakan kisah kita dan ternyata ending yang kamu tulis nyaris sama dengan kejadian aslinya. Hanya saja kita belum menikah, sementara dalam novelmu Dikta dan Lana sudah menikah dan hidup bahagia." Dikta menatapku sekilas lalu kembali fokus dengan stirnya. "Iya, Dik. Kita sudah lamaran dan sebentar lagi kamu akan menikahiku bukan? Itu artinya imajinasiku dulu akan menjadi kenyataan

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KADO YANG MANIS

    "Mbak Lana!" Aku dan Dikta yang masih duduk santai di lantai atas menoleh seketika. Di samping tangga kulihat gadis cantik dengan hijab cokelatnya tersenyum lebar ke arahku. Aku menatap Dikta beberapa saat lalu kembali pada perempuan modis itu."Denada," ujar Dikta membuatku kembali tersenyum. Baru kali ini aku melihat adik Dikta yang cantik itu. Usianya menginjak dua puluh satu tahun. Beda empat tahun dibandingkan kakaknya. Meski jarak usia mereka tak terlalu dekat, tapi kulihat keduanya cukup akrab. Denada datang dengan wajah cerianya lalu menyalamiku dan Dikta. "Buat calon kakak iparku yang cantik sekaligus penulis favoritku." Denada sedikit berteriak sembari memberikan sebuah kado untukku. Dikta tersentak melihatku yang sudah akrab dan terlihat cocok dengan adiknya. Dia pasti bingung dan tak menyangka kami seakrab ini. "Kalian akrab banget kaya sudah kenal lama." Dikta mulai curiga. Dia menatapku dan Denada bergantian. "Memang sudah kenal lama kakakku sayang." Denada merangkul

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   YOU ARE MINE

    "You are mine." Lagi kudengar kalimat spesial darinya, membuatku semakin berbunga. "Iya, iya. Semoga saja prosesnya tak membutuhkan waktu yang lama. Nanti kamu ikut aku buat urus ini itu kan?" Aku menoleh ke arahnya yang masih menyandarkan punggung ke sofa sembari menatapku lekat. Senyum tulusnya kembali terukir di bibir. Dia mengangguk lalu mengedipkan kedua matanya yang bening itu. "Tentu aku akan selalu dampingi kamu, Lana. Aku benar-benar bangga memiliki kamu. Perempuan hebat, mandiri dan istimewa." Lagi, pujiannya membuat hidungku kembang kempis. Gegas mengalihkan pandangan sebab tak ingin dia tahu jika wajahku kali ini pasti sudah memerah seperti tomat karena pujiannya yang berlebihan. "Kita nonton bareng saat gala premiere." Dikta berucap yakin sembari mengangguk pelan saat aku menoleh. "Makasih banyak ya, Dik. Kamu selalu menjadi pendukung pertama selain Ryan di setiap hal yang kulakukan." Aku berkaca. Tiap kali mengingat momen-momen membahagiakan kami di masa lalu maupun

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   BANGGA

    Kebahagiaan mulai datang silih berganti. Setelah Dikta kembali dan restu dari mamanya kugenggam, muncul kabar lain yang tak kalah membahagiakan. Novel berjudul Bianglala yang mengisahkan tentang perjalanan cintaku sendiri dengan Dikta ternyata dipinang sebuah rumah produksi ternama. Production House yang biasa meminang novel-novel terbaik menurutnya. Kulihat ekspresi bangga di wajah Dikta saat aku menjelaskan kabar bahagia yang kudengar dari Pak Abdullah. Tante Delima dan Om Erwin pun terlihat bangga sembari mengucapkan selamat untukku. Akhirnya kini aku bisa membuktikan pada mereka jika aku bisa mandiri dan sukses dengan caraku sendiri. Setidaknya sekarang aku merasa lebih layak bersanding dengan Dikta dan tak merasa terus rendah diri saat bersamanya. Meski Dikta tetap menerimaku apa adanya dan tak pernah memandang dari segi karir yang kupunya, tapi aku ingin membuatnya bangga dan merasa lebih bersyukur memilikiku sebagai calon pendamping hidupnya. "Tante bangga sama kamu, Lana. I

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   SEGENGGAM RESTU

    "Aku bawa nampannya. Kamu pasti masih shock dengan kabar bahagia ini." Dikta mengambil alih tugasku membawa nampan berisi empat cangkir teh hangat dan camilan itu. Aku pun mengikutinya kembali ke ruang tamu. "Maaf menunggu lama, Om, Tante." Aku kembali tersenyum lalu menata cangkir dan piring berisi camilan itu ke atas meja dan menyimpan nampan di bawah mejanya. "Nggak apa-apa, Lana. Justru kami yang minta maaf karena sudah mengganggumu pagi-pagi begini." Om Erwin tersenyum tipis lalu menoleh ke arah istrinya yang ikut mengangguk pelan."Nggak masalah kok, Om, Tante. Lagipula saya nggak ada kerjaan. Saya merasa beruntung sekali pagi ini karena mendapatkan tamu spesial." Aku tersenyum tipis lalu melirik Dikta yang ikut manggut-manggut dengan senyumnya yang menawan. "Langsung saja ya, Lana. Kedatangan Om dan Tante ke sini selian untuk silaturahmi, Tante juga mau minta maaf sama kamu atas sikap buruk Tante selama ini. Kepergian Dikta lima hari belakangan karena penculikan itu membuat

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KABAR BAIK

    POV : LANA "Assalamualaikum, Lana!" Salam terdengar dari luar gerbang. Aku buru-buru menyambar hijab dan membuka pintu utama. Kulihat sosok yang selama lima hari ini kurindukan. Dikta. Dia benar-benar datang dengan begitu bersemangat dan senyum lebarnya. "Wa'alaikumsalam, Dikta. Akhirnya ketemu kamu juga." Aku ikut semringah saat membuka gerbang. Namun, senyumku tiba-tiba padam dan mendadak salah tingkah saat melihat Tante Delima dan Om Erwin sudah ada di belakang Dikta. Mereka saling tatap lalu tersenyum tipis ke arahku. "Eh, Om dan Tante ikut juga. Maaf sudah menunggu lama, silakan masuk." Aku mendadak kikuk saat mempersilakan orang tua Dikta untuk duduk di ruang tamu. Saat pamit ke belakang untuk menyiapkan minuman, aku sempat melotot ke arah Dikta yang hanya senyum-senyum tipis. Sengaja banget dia tak memberi tahuku lebih dulu jika akan datang ke sini dengan kedua orang tuanya. "Aku bantu, Lan." Dikta beranjak dari sofa lalu mengikutiku ke dapur, meninggalkan kedua orang tuany

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   TERBONGKAR

    Lima hari Dikta tak ada kabar. Entah mengapa kini di grup alumni ramai dengan foto-foto Riana dan mamanya yang digelandang polisi. Aku benar-benar tak tahu berita apapun karena sengaja jaga jarak dengan teman-teman yang lain. Aku nggak mau terlalu membuka diri di depan mereka semua. Apalagi sejak fotoku bersama Mas Radit tersebar, aku cukup berhati-hati untuk berteman dengan siapapun. [Riana jualan daster sama jadi rentenir, Gaes. Ternyata selama ini kita tertipu! Dia dan keluarganya sudah bangkrut sejak lama, tapi selalu berlagak hedon. Kasihan Lana, selalu dijadikan bahan ejekan. Padahal Lana sekarang sukses loh. Rizal yang cerita kalau Lana nggak seperti yang diceritakan Riana] Pesan pertama yang membuatku membulatkan mata seketika. Entah siapa, aku tak menyimpan nomornya. Sempat aku intip foto profil di WhatsAppnya, tapi tetap tak bisa kutebak. Dia tak memamerkan foto asli melainkan hanya foto kucing yang mungkin dia ambil dari media sosial. Keterkejutanku bertambah saat meliha

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   PENCULIKAN

    POV : DIKTA Kedua kakiku diikat kuat sementara kedua tangan juga diikat ke belakang. Tak hanya itu saja bahkan mulutku dilakban hingga tak mampu berteriak keras. Mereka benar-benar keterlaluan. Rasa haus membuatku mencoba berteriak dan menyenggol kursi di sampingku hingga terjatuh.Dua lelaki membuka pintu. Lagi-lagi aku tak bisa menebak siapa mereka sebenarnya karena tertutup masker. Meskipun bisa, kemungkinan besar aku tak mengenalnya. Kuyakin jika mereka bukan pelaku utama. Apa mungkin Riana lagi pelakunya? Dia tak berhasil menjauhkanku dengan Lana karena foto-foto itu, lantas sekarang berusaha menculikku balik agar Lana mengira aku membencinya? Jika memang iya, Riana benar-benar kelewat batas. Dia memang pantas mendekam ke penjara atas semua yang dia lakukan. "Jangan ribut! Mau ngapain kamu?!" sentak salah seorang penjaga itu dengan suara garangnya. Aku mencoba mengucap minum meski suaranya tak terlalu ketara. "Dia minta minum, Bang." Laki-laki lain tahu apa yang kuinginkan.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status