Share

Bab 37

Penulis: Evie Yuzuma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-07 09:17:28

Pov Dewi

“Iy--Iya, Yon! Makasih sudah nolong kami, tapi jangan bunuh dia. Aku gak mau kamu dipenjara!” tukasku seraya menelan saliva.

Senyuman miring terukir pada wajah Dion, lalu dia menatapku tajam. Jujur, debaran dalam dada berdentuman tak karuan.

“Hanya saja, gue justru sebaliknya! Gue ingin, lo dan dia dipenjara!” Ucapan itu berubah menjadi bentakan. Dan satu dorongan kasar kembali kurasakan, bersamaan dengan menjauhnya tubuh Dion dan dia tampak menelpon seseorang.

Mendengar kata-kata yang terucap dari mulut Dion, sontak aku terkesiap. Apakah aktingku kurang meyakinkan?

“K--Kok gitu s--sih ngomongnya, Yon?” Aku terbata.

Dia hanya melirik sinis seraya mematikan panggilan telepon. Entah siapa yang dia hubungi. Dia pun melirik Indra yang masih sempoyongan. Lelaki itu baru saja hendak bangun ketika tanpa dia duga, Dion melangkah cepat memburunya dan menghadiahi tendangan kencang yang mengenai alat vitalnya. Lengkingan penuh kesakitan terdengar bersama tubuh Indra yang kembali a
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 38

    Pov Dion “Hallo, Bos! Baru saja polisi keluar dari rumah Non Dewi. Sepertinya Beliau sudah digiring ke mobil polisi!” Suara Panji---orang yang sudah lama menjadi tangan kananku melaporkan dengan jelas. “Oke, makasih ya, Bang!” Begitulah sebutanku pada lelaki asal Palembang tersebut. Aku menutup panggilan. Lantas kusandarkan tubuh pada dinding apartemen milik Papa di mana Ayu masih terlelap. Harum yang tadi kuminta panji jemput tak bisa datang. Bingung, canggung, itulah yang aku rasakan sekarang. Dia masih terbungkus seprai seperti ketika tadi aku menolongnya. Sementara itu, pakaiannya kutumpuk di tepi tempat tidurnya. Gak ada keberanian untukku memakaikan set pakaian itu pada badannya. Yuu, please cepetan bangun! Duh, kok tidurnya pules banget, sih!Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Beberapa kali aku mencoba bangunkan, tetapi dia hanya menggeliat, lalu kembali terlelap. Seolah tak kuat menahan kantuk yang menggelayut begitu hebat. Semakin aku mencoba membangunkannya, sema

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-07
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 39

    “Yu, kaki kamu kenapa? Sakit?” Dion tampak kaget dan memburu ke arahku. Tak menyangka, wajahnya tampak cemas. Namun sayang tak tampak sedikitpun menunjukkan rasa bersalah setelah apa yang dia lakukan padaku. “Gak usah sok peduli! Luka yang kamu torehkan di sini jauh lebih menyakitkan! Buka pintunya! Aku mau pulang!” teriakku. Sesak, sesak sekali di dalam dada. Kulihat dia hanya menghela napas kasar. Dion seolah tak acuh akan teriakanaku. Tatapannya beralih pada darah yang tercecer. Lalu tanpa kata, dia lekas membuka lemari pakaian yang ada di ruangan ini. Lalu dia kembali dengan membawa kotak P3K. “Kaki kamu luka, Yu. Aku obatin dulu, nanti infeksi.” “Aku mau pulang! Buka pintunya sekarang!” Aku tak peduli lagi atas sikapnya yang masih sok baik. Rupanya selama ini aku sudah salah menilai Dion. Kukira dia adalah lelaki baik, lelaki yang pantas mendiami relung hatiku hingga tujuh tahun lamanya aku tak bisa berpaling dari sosoknya. Namun, kenyataan hari ini benar-benar membuatku sho

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-08
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 40

    “Susah kalau aku harus percaya semudah itu dengan apa yang kamu katakan, Yon! Sedangkan mata kepalaku melihat sendiri kamu tengah melakukan hal tak senonoh itu padaku. Bahkan kemejaku masih ada dalam tanganmu. Lalu apa bisa aku percaya dengan serangkaian cerita tadi?” Kuhela napas panjang setelahnya. Hatiku masih carut marut dan dilemma. “Otakku masih belum bisa mengurai semuanya, Yon. Dalam benakku, kamu tetap sudah menyentuhku! Kamu hendak mengambil kesempatan dariku ….” lirihku. “Aku tak tahu lagi harus buat kamu percaya seperti apa, Yu! Kalau kamu gak rela karena berpikir jika aku sudah menyentuhmu, maka tak ada cara lain, aku akan secepatnya bertanggung jawab. Kita akan menikah.” “Antarkan aku pulang! Aku mau pulang.” Aku bicara tanpa menatap wajahnya. Hati masih bergemuruh hebat. Otak, sedang tak bisa mencerna semuanya dengan baik. Namun aku yakin, diri ini masih suci. “Kita makan dulu, Yu.” Kudengar suaranya yang tetap lembut. “Aku gak lapar. Aku mau pulang.” Dia menghe

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-08
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 41

    “Tadi Bi Ais ke sini dan nunjukkin ini, Yu!” Ibu mengangsurkan gawai miliknya dan menunjukkan foto-foto dalam pesan whatsapp. “Astaghfirulloh, Bu!” Aku tercekat. Rasanya wajah ini langsung memanas. Aku menggeleng perlahan dan menggigit bibir bawah. Ribuan godam terasa menghantam ulu hati bergantian. Menimbulkan nyeri dan sakit yang luar biasa. Aku luruh ke lantai seraya menatap ulang satu persatu gambar yang Ibu tunjukkan. “G--gak m--mungkin … I--ini g--gak mungkin.” Ibu meraihku dan memapahku untuk bangun. “Kenapa kamu bisa berbuat seperti itu dengan lelaki tersebut? Siapa dia?” Suara Ibu pun tak kalah bergetar. Aku menggeleng pelan. Rasanya tak pernah terekam dalam memoriku kalau aku melewati momen menjijikkan itu. Hanya saja malam tadi aku memang bersama Dion, tetapi lelaki dalam foto ini sepertinya bukan dia, meskipun yang terlihat hanya bagian belakang tubuhnya saja, tetapi aku bisa membedakannya. “Ayu gak tahu, Bu. I--ibu dapat dari mana foto itu?” Gelengan kepala perlaha

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-08
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 42

    Harapanku terlalu melambung tinggi sepertinya. Kedua tangan ini dengan ringan membuka pintu. Berharap sosok tinggi tegap itu tengah tersenyum dan menungguku. Setidaknya, aku memiliki kekuatan ketika Dion di sisiku. Namun, aku harus menelan kecewa. Mematung sejenak ketika melihat sosok yang disambut Ibu dengan hangat. “Sehat?” tuturnya. “Alhamdulilah, sehat, Pak Faqih. Mari duduk!” Wajah sumringah Ibu ketika mempersilakan lelaki yang datang dengan kemeja abu-abu lengan pendek dan celana bahan itu pun begitu kentara. Seolah tengah menemukan jarum yang terselip di antara tumpukkan jerami. Aku lekas mundur lagi ke belakang beberapa langkah, berniat hendak bersembunyi kembali ke dalam kamar. Namun, sepertinya Ibu sudah berdiri di ambang pintu. Kudengar titahnya memanggil.“Ayu, buatin minum dulu buat Pak Faqih,” tuturnya. “Iya, Bu.” Akhirnya itu yang aku ucapkan. Lekas beranjak ke dapur dan membuatkannya teh manis hangat dalam cangkir keramik bermotif bunga. Kubuka tudung saji, rupan

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-09
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 43

    Ah, bahkan security itu tampak tak bisa menyembunyikan rasa bahagia atas kabar pernikahan ini, apalagi Tante Lani---ibunya Dion yang jelas menentang hubungan kami. Apakah aku harus menerobos ke dalam untuk memastikan atau pulang dan menerima jika semua ini sudah berakhir, dan perjuangan kami hanya sampai di tengah jalan? “Mbak, maaf. Sebaiknya Mbak lain kali saja ke sininya. Nanti saya dimarahi kalau ketahuan ada orang berlama-lama depan gerbang, Mbak. Di dalam sedang ada acara penting. Keluarga Non Viona juga gak suka kalau ada orang yang membocorkan acara ini ke publik, sebelum dia mengumumkannya resmi.”Aku tersenyum kecut, tetapi pastinya hanya aku saja yang bisa melihatnya karena senyumanku tertutup masker. “Apa boleh saya bertemu dengan Dion, Pak. Saya mohon.” Pada akhirnya aku sudah menggadaikan rasa malu dan takut ini. Security itu terdiam dan menatap heran. “Katanya tadi dipanggil Bu Lani buat bersih-bersih? Sekarang dipanggil Mas Dion.” Dia tampak heran. “S--saya … hmmm

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-09
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 44

    Pov Faqih Aku baru saja masuk ke halaman rumah yang luas ini. Bu Lani menelpon meminta bertemu. Menerima ajakan kerja sama darinya bukan tanpa alasan. Melihat betapa dia tak suka dengan keberadaan Ayu, membuatku yang awalnya sudah ikhlas akan desas-desus kedekatan mereka, merasa gamang untuk melepasnya pada Dion. Ya, memang sepertinya gak fair. Aku bersaing dengan Dion---muridku sendiri, tetapi kelambanan sikapnya membuat Ayu benar-benar ada di dalam masalah. Bagaimana bisa dia pergi ke luar negeri ketika Ayu, jelas-jelas tengah membutuhkan kehadiran dia. “Silakan duduk, Pak Faqih. Senang rasanya berkenalan dengan Anda.” Bu Lani tersenyum dan mempersilakanku duduk.“Terima kasih, Bu Lani.” Aku mengambil tempat dan duduk pada sofa single yang ada di sana. “Gimana perkembangan hubungan Pak Faqih dengan Ayu, apakah sudah sampai pada tahap yang signifikan?” “Bu Lani gak perlu ikut campur terlalu jauh. Yang penting, Bu Lani janji untuk tak membuat Ayu kembali di dalam masalah. Saya mi

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-10
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 45

    “Hmmm, saya mau bertanya satu hal, boleh, Pak?” Setelah mengumpulkan keberanian, aku mencoba mengutarakan pertanyaan. Dari pada semua itu hanya menjadi prasangka tak berujung. Sebaiknya aku tanyakan saja. Ya, walaupun misalkan memang antara Pak Faqih dengan Tante Lani ada apa-apa. Dia pastinya akan mencari alasan lain untuk mematahkannya. “Jangankan satu, mau sepuluh juga boleh, kok.” Kulihat seulas senyum menghias bibirnya. “Pagi ini saya lihat mobil Bapak di halaman rumah Dion. A--apa saya boleh tahu, ada urusan apa Bapak dengan keluarga Pak Subekti?” Akhirnya rasa penasaran yang sejak tadi kupendam, tertuntaskan sudah. Aku menunggu jawaban Pak Faqih dengan hati berdebar. Dia terdiam sejenak, lalu menggaruk kepala. Aku masih menunggu jawabannya ketika tampak dia tengah menunduk sebentar. Namun tak lama, dia sudah kembali mengangkat wajah dan mengulas senyuman. “Oh itu, tadi ada urusan pengadaan fasilitas sekolah, kebetulan ‘kan Pak Subekti anggota dewan. Jadi berharapnya, sih, d

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-10

Bab terbaru

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 73 (end)

    Suara tangisan bayi terdengar nyaring ketika aku dan Bang Zayd baru saja menginjakkan kakinya di rumah sakit. Senyum pada bibirku terkembang sempurna. Akhirnya adik yang kutunggu-tunggu sejak dulu, kini sudah ada. Meskipun, jaraknya teramat jauh. Dia akan menjadi paman kecil putriku. “Tuh, tadi kelamaan wara-wiri, pas datang sudah lahiran!” tukas Bang Zayd. “Ya, kan beli-beli dulu, Bang. Kalau gak aku, siapa? Ibu kan punya anaknya satu saja.” Aku mendelik ke arahnya. Namun baru saja aku mengatupkan bibir. Dari arah berlawanan tampak anak-anak Pak Hakim muncul sambil menenteng paper bag juga. Tak kalah banyak pula dariku. “Hay, Syfa!” “Hay!” Aku melambaikan tangan juga ketika Bang Zayd menyenggol lenganku sambil berbisik, “Kamu gak sendiri, Syfa. Tuh, sekarang ada mereka.”“Iya, Bang. Keknya gegara kemarin makan mie instan, kecerdasanku langsung berkurang.” “Eh, kamu makan mie lagi?” “Duh, keceplosan. Sekali lagi doang, Abang … kan waktu itu malah Abang habisin.” Lalu obrolan i

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 72

    “Oh, ya? Ibu serius?” Aku terkejut senang. Ibu baru saja mengabarkan jika Bapak, Mama Renita dan Mbak Merina datang ke rumah. “Ya seriuslah, Syfa. Ibu juga sampai kaget. Gak nyangka.” Kudengar Ibu menjawab disertai kekehan. Duh senang rasanya mendengar nada bicara Ibu yang riang dan ringan. Hidupnya kini tampak lebih menyenangkan. “Tulus gak tuh minta maafnya? Tumben?” tanyaku lagi. Jujurly, aku tak percaya. Kok semudah itu mereka meminta maaf. Apakah insiden kemarin benar-benar membuatnya tobat? Aku memiringkan kepala untuk menjepit ponsel yang kuletakkan di antara bahu dan telinga. Sementara itu, satu tanganku sibuk mengaduk mie instan. Rasanya aku sudah tak tahan lagi mencium wangi yang menguar ini. Mumpung Bang Zayd gak ada. Akhir-akhir ini, aku berasa di penjara. Bang Zayd protektif banget. Mau ini, gak boleh, itu gak boleh. Padahal dokter juga bilang kalau sesekali gak apa-apa. “Semoga saja tulus, Fa. Alhamdulilah kalau mereka sudah sadar. Mungkin kejadian kemarin yang membu

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Sesion 2 - Bab 71

    Merina duduk tepekur di ruang tengah. Sudah dua hari berlalu dari kejadian memalukan di hotel itu, Merina sama sekali tak mau keluar. Dia terus-terusan mengurung diri di dalam rumah. Mentalnya tak kuat menghadapi ocehan dan cemoohan para tetangga.“Gak nyangka, ya! Ayahnya dokter, tapi anaknya mau-maunya jadi pelakor! Untung gagal nikah, ya!” “Iya, kasihan sekali istri pertamanya. Kemarin katanya pas datang ke acara itu lagi hamil besar, ya? Saya gak dateng kemarin soalnya.” “Iya Mbak e. Ya ampuun. Kita saja kaget dan shock. Apalagi pas tahu, itu duit yang dipake buat pesta, ternyata duit mertuanya si cowok!”“Masa, sih, Mbak? Gila, ya! Bener-bener itu janda bodong. Gak punya hati banget. Pasti dia goda habis-habisan itu cowok biar nempel! Gak nyangka, ya! Si Merina itu padahal anak dokter, ya!”Kalimat-kalimat cemoohan. Baik yang tak sengaja dia dengar, maupun tanpa sengaja dibacanya dari status WA dan sosial media, benar-benar merusak mood Merina. Semua menyalahkannya. Semua menyu

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 70

    “Kami datang, sekalian mau sebar undangan, besan!” Mama Renita berbasa-basi pada Mami Ayu. “Oh, ya? Selamat kalau begitu! Kapan acaranya?” Mami Ayu menatap Mama Renita dengan penuh senyuman. “Semingguan lagi dari hari ini. Besan wajib dateng, ya. Kami merayakannya lebih mewah dari pada yang dulu-dulu.”“Inysa Allah.” Aku hanya mendengarkan obrolan Mama Renita dengan Mami Ayu. Tetiba saja Mama Renita bilang besan, padahal kan yang besanan sama Mami Ayu, cuma Ibu. Kenapa pula dia ikutan ngaku-ngaku. Dia pun sama sekali tak menyapa Ibu, malah sibuk terus dengan Mami Ayu dan keluarganya. Ibu datang menyambut hanya bersalaman saja. Dia terus ngajak ngobrol lagi dengan Mami Ayu dan mengabaikan Ibu, aneh.“Alhamdulilah, calon suaminya sekarang itu dokter. Memang kalau keluarga dokter, coocknya sama dokter,” tukas Mama Renita sambil tertawa sumbang. Kulihat Mami Ayu merangkulnya penuh rasa persahabatan lalu mengajak Mami Renita menjauh. Ah, sayang … padahal aku tengah turut serta mendengar

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 69

    “Aish, gak akan bisa! We!” Aku makin senang menggodanya. Namun, aku yang lengah menubruk tubuh orang lain sehingga akhirnya Bang Zayd yang menang. Tanpa kusangka dia membopongku dan langsung membawa lari menuju cottage. “Siap-siap, Sayang!” bisik Bang Zayd yang membuat aku merinding. Suaranya berebutan dengan desau angin. Senyum pada bibirku mengembang bersama wajah yang terasa memanas. Mungkin sudah merona merah ketika langkah demi langkah akhirnya membawa kami ke cottage. Derit pijakkan lantai kayu terdengar. Bang Zayd membuka pintu dengan sikunya, lalu menjatuhkan tubuh kami sama-sama ke pembaringan. “Masih mau lari?” bisiknya. Sangat dekat sehingga degup jantungku berpacu sangat-sangat cepat. Meskipun bukan pertama kali, tapi berdekatan dengannya selalu seperti ini.*** “Ehm, Asyfa?!”Tangan Bang Zayd menguyel-uyel ujung hidungku, membuat bayangan romantis yang sedang kukenang berhamburan. “Ish, Abang!” Aku mendelik ke arahnya, sebal. Bisa-bisanya dia memanggilku di saat aku s

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 68

    Sebuah surat undangan kudapatkan. Arlia, gadis yang pernah membuatku cemburu pada Bang Zayd itu, ternyata berjodoh dengan Bang Irfan. Aku menggeleng sambil tersenyum sendirian menatap sepasang nama mempelai pada kartu undangan. Arlia dan Irfan. “Kenapa senyum-senyum sendiri, hmm?” “Eh, Abang. Ini … hanya pernah ingat dulu.” Aku menyimpan surat undang yang Bang Zayd bawa. Dia tak menyahut dan berlalu begitu saja, meninggalkanku dari sofa bed yang ada di ruang keluarga dan ngeloyor ke kamar. “Eh, kok kayak gak suka, ya?” Aku mengedik saja, lalu merebahkan tubuh. Syukurlah Bang Zayd ke kamar, jadinya aku bisa bebas tiduran. Tontonan yang tadi dia pindahkan pun, aku kembalikan pada tayangan semula, acara kartun yang sesekali membuatku tertawa. Cukup lama, Bang Zayd tidak kembali. Perlahan aku menguap karena rasa nyaman ini. Lalu tiba-tiba aku berada di suatu tempat yang indah. Aku sedang berada di sebuah kapal pesiar dan menikmati hembusan angin pantai ketika tiba-tiba ada seorang l

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 67

    “Apa? Zayd mau menikahi Karina?” Kali ini Mami Ayu yang terkejut. “Kalau gak salah dengar sih, iya, Mami. Syfa ke sini mau minta pendapat Mami. Baiknya kami gimana?” Mami Ayu tak menjawab pendapat Asyfa, tapi dia langsung menoleh pada Ainina sambil bicara, “Ai, telepon Abang kamu sekarang! Panggil ke sini! Biar semua masalah bisa jelas ujung pangkalnya!” Ainina sigap mengambil ponsel lalu menelpon Zayd. Sementara itu, Tante Harum dan Azriel berpamitan. “Jangan lupa, ya, datang nanti ke pernikahan Arlia, Syfa!” Tante Harum menepuk pundak Asyfa. Dia dan Azriel sudah berdiri untuk berpamitan. “Inysa Allah, Tante!” Asyfa tersenyum dan mengangguk sopan. Dia bukan tipe pendendam. Yang dulu-dulu dan sudah berlalu, ya, sudahlah. “Semoga segera dapat momongan, ya! Doakan juga Arlia agar bisa memiliki keturunan,” tukasnya dengan senyuman getir. Tiba-tiba ada perasaan aneh di hati Asyfa. Entah kenapa, dia merasa bersalah karena dulu tak berempati ketika mendengar jika Arlia akan sulit men

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 66

    Pov 3Asyfa menatap kartu debit yang dipegangnya. Reza melarangnya membayar. Lelaki itu sudah beranjak setengah jam yang lalu, tapi dirinya masih duduk termenung di saung lesehan itu. Entah kenapa, tiba-tiba Asyfa merasa malas untuk beranjak. Dunianya terasa asing, sunyi dan senyap. Rasa takut sendirian kembali datang. Memori waktu kecil terasingkan berlarian. Gegas dia beranjak pulang. Rupanya di rumah sudah ada Ainina dan Caca yang menunggunya. Kedua gadis itu tampak sumringah ketika kakak iparnya datang. “Mbak habis dari mana, si?” oceh Ainina sambil memeluk Asyfa singkat. Begitupun dengan Caca. “Habis dari rumah Ibu.” Asyfa menjawab datar lalu mengajak dua adik iparnya masuk. “Bang Zayd panik tahu, Mbak. Dia telepon Ibu, katanya Mbak Syfa sudah pulang, telepon si BIbi, belum sampe. Kamilah jadi diutus kemari.”Aku terkekeh, lalu menyuguhkan minuman dari lemari es untuk dua adik iparku, lalu duduk pada sofa dan mengambil satu biji softdrink. “Tumbenan juga sekhawatir itu.” Aku

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 65

    Pov 3Reza sedikit panik ketika mendengar kabar kecelakaan itu. Kemarin malam tepatnya, tapi dia sedang di Jakarta, masih ada pemotretan. Akhirnya baru pagi tadi dia sempat menjenguk gadis kecil di ruang ICU itu. Ketika dia berkunjung tadi, tampak kondisi gadis kecil itu sudah membaik. Reza pun tak lama di sana, dia gegas beranjak pergi lagi. Reza belum bisa show up tentang hubungan yang sudah dirancang oleh dua keluarga besarnya dengan perempuan pilihan Mama Pinah itu sekarang. Bagiamanapun, Reza belum resmi bercerai. Dia masih menjadi suami sah dari Merina. Pikiran Reza yang semrawut karena perseteruan Merina dan mamanya yang terjadi hampir di setiap detik, membuatnya enggan pulang. Apalagi ketika tiba di rumah, yang ada hanya rumah semrawut, dan pakaian kotor berserakan. Reza yang lelah butuh ketenangan. Dia pun akhirnya mampir dulu ke sebuah rumah makan. Letaknya yang strategis membuat rumah makan tersebut selalu ramai. Namun, ketika Reza hendak mencari tempat duduk ketika tiba-

DMCA.com Protection Status