Share

Bab 33

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2022-12-06 09:11:02

Pov Dewi

Seharian ini aku menghabiskan sisa waktuku di rumah Mirna. Malas sekali pulang, Mama itu orang yang tipe orang yang suka ngungkit. Walau tadi pagi sudah lolos dari amukannya, tetapi hal ini bisa saja dia ungkit setiap kali bertemu denganku dan ada kesempatan.

Sore menjelang. Nomor tersebut sudah mengirimi pesan.

[Hotel Citra, langsung naik ke kamar 606.]

Kalimat itu terkesan memerintah, bukan memberitahu.

Aku lekas mandi dan berganti pakaian, beberapa pakaian milikku memang ada di rumah Mirna. Kadang ketika menginap, ganti baju di sini dan tak kuambil.

Sekitar pukul tujuh malam, aku sudah tiba di depan hotel Citra, tempat yang dijanjikan oleh orang tersebut yang entah siapa. Bahkan aku tak tahu, apakah dia lelaki atau perempuan.

Mobil kuparkir di area yang kurasa nyaman. Lekas turun dengan melenggang. Hati ini aku memakai minidress di atas lutut yang pastinya mengeksploitasi kaki jenjangku. Apalagi bagian depannya membentuk huruf V dengan potongan sedikit rendah, membu
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 34

    Pov Ayu“Ehm, langsung pulang?” Suara Dion mengagetkanku. Kebetulan pikiranku tengah melayang ke mana-mana. Aku menoleh, sejenek bersirobok dengan manik hitam yang ternyata tengah memandangku lekat. Rupanya dia asik memandangku ketika semua makanan yang dipesan sudah habis tak bersisa. Memang tak memesan banyak, hanya secukupnya. “Iya, emang mau ke mana lagi?” Aku menunduk lagi, menyembunyikan semu. Gak mau kalau terlalu tampak hati berbunga-bunga. Selama makan, semua ucapan yang tadi di tengah perjalanan itu terekam ulang. “Hmmm, mungkin mau kuantar ke mana dulu?” tukasnya, kedua bibir itu tak luput dari lengkung senyuman. “Nanti ada yang lapor sama Mama kamu,” tukasku seraya meringis. Tanpa aba-aba dia mengacak pucuk kepalaku.“Maaf, ya! Maaf kalau bikin kamu gak nyaman.” “Gak apa, Yon!” Hanya itu jawabanku. Lantas hening, hanya sesekali aku melirik ke ruang sebelah yang terhalang anyaman bambu. Ingin rasanya mengetahui siapa lelaki yang tengah menelpon itu. Dari feelingku,

    Last Updated : 2022-12-06
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 35

    “Aku lihat dulu tamunya, ya, Bu!” tukasku pada Ibu.Ibu yang tengah mengiris wortel hanya mengiyakan. Lekas aku mengambil kerudung instan dan membuka pintu. Sedikit tersentak ketika aku melihat siapa yang datang. Lebih kaget lagi ketika aku melihat penampilannya yang berubah. Dia datang dengan memakai gamis dan kerudung yang menutup kepalanya.“Assalamu’alaikum, Yu!” Belum lagi rasa terkejutku habis, kali ini ditimpa untuk kedua kalinya. Dewi mengucap salam dengan santunnya. Wajahnya kini tampak cantik tanpa riasan make up yang biasanya tebal dan menurutku membuat tampak gerah. “Wa’alaikumsalam, Wi! Hmmm, duduk.” Meskipun bergama pertanyaan berlarian. Aku tetap memintanya untuk duduk. Lekas bangkit dan segera membuatkan dia minum. “Silakan, Wi! Ada apa, ya, tumben?” Aku menatap wajah Dewi. Dia tertawa, tampak hambar. Tawa itu kurasa tak tulus dari dalam, tetapi entahlah. “Ada perlu sama kamu, Yu!” tukasnya. “Eh, tumbenan banget, sih. Perlu apa?” Aku menatapnya. “Gini, Yu! Wakt

    Last Updated : 2022-12-06
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 36

    Pov Dewi Senyumku terukir sempurna. Akhirnya obat tidur yang diam-diam kumasukkan ke dalam minumannya bekerja cepat. Gak sia-sia aku bolak-balik untuk meyakinkan dia kalau aku sudah berubah. Aku tak mau hancur sendirian. Jika aku tak bisa mendapatkan Dion, maka dia pun tidak. Mau seperti apapun kehidupannya sekarang, Dia tetap hanyalah seorang anak dari tukang nasi uduk dan juga penjaga sekolah. Semua statusnya sekarang tak akan merubah apapun juga. Lekas aku menelpon Indra---teman nongkrong yang dulunya kakak kelas di SMA, usianya terpaut dua tahun di atasku. Beberapa hari lalu tak sengaja dipertemukan ketika dia sedang menggalau karena ditinggal selingkuh oleh pacarnya. Dia bukan orang bajingan, hanya saja dia butuh teman di atas ranjang untuk membalas sakit hati pada perempuan yang sudah membuat dia terluka itu, itu katanya. Aku yakin, jika pada akhirnya Ayu minta dinikahi, maka Indra pun akan bersedia. Kurang baik apa aku? Bahkan sampai memikirkan siapa yang akan bertanggung ja

    Last Updated : 2022-12-07
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 37

    Pov Dewi “Iy--Iya, Yon! Makasih sudah nolong kami, tapi jangan bunuh dia. Aku gak mau kamu dipenjara!” tukasku seraya menelan saliva. Senyuman miring terukir pada wajah Dion, lalu dia menatapku tajam. Jujur, debaran dalam dada berdentuman tak karuan. “Hanya saja, gue justru sebaliknya! Gue ingin, lo dan dia dipenjara!” Ucapan itu berubah menjadi bentakan. Dan satu dorongan kasar kembali kurasakan, bersamaan dengan menjauhnya tubuh Dion dan dia tampak menelpon seseorang. Mendengar kata-kata yang terucap dari mulut Dion, sontak aku terkesiap. Apakah aktingku kurang meyakinkan? “K--Kok gitu s--sih ngomongnya, Yon?” Aku terbata. Dia hanya melirik sinis seraya mematikan panggilan telepon. Entah siapa yang dia hubungi. Dia pun melirik Indra yang masih sempoyongan. Lelaki itu baru saja hendak bangun ketika tanpa dia duga, Dion melangkah cepat memburunya dan menghadiahi tendangan kencang yang mengenai alat vitalnya. Lengkingan penuh kesakitan terdengar bersama tubuh Indra yang kembali a

    Last Updated : 2022-12-07
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 38

    Pov Dion “Hallo, Bos! Baru saja polisi keluar dari rumah Non Dewi. Sepertinya Beliau sudah digiring ke mobil polisi!” Suara Panji---orang yang sudah lama menjadi tangan kananku melaporkan dengan jelas. “Oke, makasih ya, Bang!” Begitulah sebutanku pada lelaki asal Palembang tersebut. Aku menutup panggilan. Lantas kusandarkan tubuh pada dinding apartemen milik Papa di mana Ayu masih terlelap. Harum yang tadi kuminta panji jemput tak bisa datang. Bingung, canggung, itulah yang aku rasakan sekarang. Dia masih terbungkus seprai seperti ketika tadi aku menolongnya. Sementara itu, pakaiannya kutumpuk di tepi tempat tidurnya. Gak ada keberanian untukku memakaikan set pakaian itu pada badannya. Yuu, please cepetan bangun! Duh, kok tidurnya pules banget, sih!Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Beberapa kali aku mencoba bangunkan, tetapi dia hanya menggeliat, lalu kembali terlelap. Seolah tak kuat menahan kantuk yang menggelayut begitu hebat. Semakin aku mencoba membangunkannya, sema

    Last Updated : 2022-12-07
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 39

    “Yu, kaki kamu kenapa? Sakit?” Dion tampak kaget dan memburu ke arahku. Tak menyangka, wajahnya tampak cemas. Namun sayang tak tampak sedikitpun menunjukkan rasa bersalah setelah apa yang dia lakukan padaku. “Gak usah sok peduli! Luka yang kamu torehkan di sini jauh lebih menyakitkan! Buka pintunya! Aku mau pulang!” teriakku. Sesak, sesak sekali di dalam dada. Kulihat dia hanya menghela napas kasar. Dion seolah tak acuh akan teriakanaku. Tatapannya beralih pada darah yang tercecer. Lalu tanpa kata, dia lekas membuka lemari pakaian yang ada di ruangan ini. Lalu dia kembali dengan membawa kotak P3K. “Kaki kamu luka, Yu. Aku obatin dulu, nanti infeksi.” “Aku mau pulang! Buka pintunya sekarang!” Aku tak peduli lagi atas sikapnya yang masih sok baik. Rupanya selama ini aku sudah salah menilai Dion. Kukira dia adalah lelaki baik, lelaki yang pantas mendiami relung hatiku hingga tujuh tahun lamanya aku tak bisa berpaling dari sosoknya. Namun, kenyataan hari ini benar-benar membuatku sho

    Last Updated : 2022-12-08
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 40

    “Susah kalau aku harus percaya semudah itu dengan apa yang kamu katakan, Yon! Sedangkan mata kepalaku melihat sendiri kamu tengah melakukan hal tak senonoh itu padaku. Bahkan kemejaku masih ada dalam tanganmu. Lalu apa bisa aku percaya dengan serangkaian cerita tadi?” Kuhela napas panjang setelahnya. Hatiku masih carut marut dan dilemma. “Otakku masih belum bisa mengurai semuanya, Yon. Dalam benakku, kamu tetap sudah menyentuhku! Kamu hendak mengambil kesempatan dariku ….” lirihku. “Aku tak tahu lagi harus buat kamu percaya seperti apa, Yu! Kalau kamu gak rela karena berpikir jika aku sudah menyentuhmu, maka tak ada cara lain, aku akan secepatnya bertanggung jawab. Kita akan menikah.” “Antarkan aku pulang! Aku mau pulang.” Aku bicara tanpa menatap wajahnya. Hati masih bergemuruh hebat. Otak, sedang tak bisa mencerna semuanya dengan baik. Namun aku yakin, diri ini masih suci. “Kita makan dulu, Yu.” Kudengar suaranya yang tetap lembut. “Aku gak lapar. Aku mau pulang.” Dia menghe

    Last Updated : 2022-12-08
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Bab 41

    “Tadi Bi Ais ke sini dan nunjukkin ini, Yu!” Ibu mengangsurkan gawai miliknya dan menunjukkan foto-foto dalam pesan whatsapp. “Astaghfirulloh, Bu!” Aku tercekat. Rasanya wajah ini langsung memanas. Aku menggeleng perlahan dan menggigit bibir bawah. Ribuan godam terasa menghantam ulu hati bergantian. Menimbulkan nyeri dan sakit yang luar biasa. Aku luruh ke lantai seraya menatap ulang satu persatu gambar yang Ibu tunjukkan. “G--gak m--mungkin … I--ini g--gak mungkin.” Ibu meraihku dan memapahku untuk bangun. “Kenapa kamu bisa berbuat seperti itu dengan lelaki tersebut? Siapa dia?” Suara Ibu pun tak kalah bergetar. Aku menggeleng pelan. Rasanya tak pernah terekam dalam memoriku kalau aku melewati momen menjijikkan itu. Hanya saja malam tadi aku memang bersama Dion, tetapi lelaki dalam foto ini sepertinya bukan dia, meskipun yang terlihat hanya bagian belakang tubuhnya saja, tetapi aku bisa membedakannya. “Ayu gak tahu, Bu. I--ibu dapat dari mana foto itu?” Gelengan kepala perlaha

    Last Updated : 2022-12-08

Latest chapter

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 73 (end)

    Suara tangisan bayi terdengar nyaring ketika aku dan Bang Zayd baru saja menginjakkan kakinya di rumah sakit. Senyum pada bibirku terkembang sempurna. Akhirnya adik yang kutunggu-tunggu sejak dulu, kini sudah ada. Meskipun, jaraknya teramat jauh. Dia akan menjadi paman kecil putriku. “Tuh, tadi kelamaan wara-wiri, pas datang sudah lahiran!” tukas Bang Zayd. “Ya, kan beli-beli dulu, Bang. Kalau gak aku, siapa? Ibu kan punya anaknya satu saja.” Aku mendelik ke arahnya. Namun baru saja aku mengatupkan bibir. Dari arah berlawanan tampak anak-anak Pak Hakim muncul sambil menenteng paper bag juga. Tak kalah banyak pula dariku. “Hay, Syfa!” “Hay!” Aku melambaikan tangan juga ketika Bang Zayd menyenggol lenganku sambil berbisik, “Kamu gak sendiri, Syfa. Tuh, sekarang ada mereka.”“Iya, Bang. Keknya gegara kemarin makan mie instan, kecerdasanku langsung berkurang.” “Eh, kamu makan mie lagi?” “Duh, keceplosan. Sekali lagi doang, Abang … kan waktu itu malah Abang habisin.” Lalu obrolan i

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 72

    “Oh, ya? Ibu serius?” Aku terkejut senang. Ibu baru saja mengabarkan jika Bapak, Mama Renita dan Mbak Merina datang ke rumah. “Ya seriuslah, Syfa. Ibu juga sampai kaget. Gak nyangka.” Kudengar Ibu menjawab disertai kekehan. Duh senang rasanya mendengar nada bicara Ibu yang riang dan ringan. Hidupnya kini tampak lebih menyenangkan. “Tulus gak tuh minta maafnya? Tumben?” tanyaku lagi. Jujurly, aku tak percaya. Kok semudah itu mereka meminta maaf. Apakah insiden kemarin benar-benar membuatnya tobat? Aku memiringkan kepala untuk menjepit ponsel yang kuletakkan di antara bahu dan telinga. Sementara itu, satu tanganku sibuk mengaduk mie instan. Rasanya aku sudah tak tahan lagi mencium wangi yang menguar ini. Mumpung Bang Zayd gak ada. Akhir-akhir ini, aku berasa di penjara. Bang Zayd protektif banget. Mau ini, gak boleh, itu gak boleh. Padahal dokter juga bilang kalau sesekali gak apa-apa. “Semoga saja tulus, Fa. Alhamdulilah kalau mereka sudah sadar. Mungkin kejadian kemarin yang membu

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Sesion 2 - Bab 71

    Merina duduk tepekur di ruang tengah. Sudah dua hari berlalu dari kejadian memalukan di hotel itu, Merina sama sekali tak mau keluar. Dia terus-terusan mengurung diri di dalam rumah. Mentalnya tak kuat menghadapi ocehan dan cemoohan para tetangga.“Gak nyangka, ya! Ayahnya dokter, tapi anaknya mau-maunya jadi pelakor! Untung gagal nikah, ya!” “Iya, kasihan sekali istri pertamanya. Kemarin katanya pas datang ke acara itu lagi hamil besar, ya? Saya gak dateng kemarin soalnya.” “Iya Mbak e. Ya ampuun. Kita saja kaget dan shock. Apalagi pas tahu, itu duit yang dipake buat pesta, ternyata duit mertuanya si cowok!”“Masa, sih, Mbak? Gila, ya! Bener-bener itu janda bodong. Gak punya hati banget. Pasti dia goda habis-habisan itu cowok biar nempel! Gak nyangka, ya! Si Merina itu padahal anak dokter, ya!”Kalimat-kalimat cemoohan. Baik yang tak sengaja dia dengar, maupun tanpa sengaja dibacanya dari status WA dan sosial media, benar-benar merusak mood Merina. Semua menyalahkannya. Semua menyu

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 70

    “Kami datang, sekalian mau sebar undangan, besan!” Mama Renita berbasa-basi pada Mami Ayu. “Oh, ya? Selamat kalau begitu! Kapan acaranya?” Mami Ayu menatap Mama Renita dengan penuh senyuman. “Semingguan lagi dari hari ini. Besan wajib dateng, ya. Kami merayakannya lebih mewah dari pada yang dulu-dulu.”“Inysa Allah.” Aku hanya mendengarkan obrolan Mama Renita dengan Mami Ayu. Tetiba saja Mama Renita bilang besan, padahal kan yang besanan sama Mami Ayu, cuma Ibu. Kenapa pula dia ikutan ngaku-ngaku. Dia pun sama sekali tak menyapa Ibu, malah sibuk terus dengan Mami Ayu dan keluarganya. Ibu datang menyambut hanya bersalaman saja. Dia terus ngajak ngobrol lagi dengan Mami Ayu dan mengabaikan Ibu, aneh.“Alhamdulilah, calon suaminya sekarang itu dokter. Memang kalau keluarga dokter, coocknya sama dokter,” tukas Mama Renita sambil tertawa sumbang. Kulihat Mami Ayu merangkulnya penuh rasa persahabatan lalu mengajak Mami Renita menjauh. Ah, sayang … padahal aku tengah turut serta mendengar

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 69

    “Aish, gak akan bisa! We!” Aku makin senang menggodanya. Namun, aku yang lengah menubruk tubuh orang lain sehingga akhirnya Bang Zayd yang menang. Tanpa kusangka dia membopongku dan langsung membawa lari menuju cottage. “Siap-siap, Sayang!” bisik Bang Zayd yang membuat aku merinding. Suaranya berebutan dengan desau angin. Senyum pada bibirku mengembang bersama wajah yang terasa memanas. Mungkin sudah merona merah ketika langkah demi langkah akhirnya membawa kami ke cottage. Derit pijakkan lantai kayu terdengar. Bang Zayd membuka pintu dengan sikunya, lalu menjatuhkan tubuh kami sama-sama ke pembaringan. “Masih mau lari?” bisiknya. Sangat dekat sehingga degup jantungku berpacu sangat-sangat cepat. Meskipun bukan pertama kali, tapi berdekatan dengannya selalu seperti ini.*** “Ehm, Asyfa?!”Tangan Bang Zayd menguyel-uyel ujung hidungku, membuat bayangan romantis yang sedang kukenang berhamburan. “Ish, Abang!” Aku mendelik ke arahnya, sebal. Bisa-bisanya dia memanggilku di saat aku s

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 68

    Sebuah surat undangan kudapatkan. Arlia, gadis yang pernah membuatku cemburu pada Bang Zayd itu, ternyata berjodoh dengan Bang Irfan. Aku menggeleng sambil tersenyum sendirian menatap sepasang nama mempelai pada kartu undangan. Arlia dan Irfan. “Kenapa senyum-senyum sendiri, hmm?” “Eh, Abang. Ini … hanya pernah ingat dulu.” Aku menyimpan surat undang yang Bang Zayd bawa. Dia tak menyahut dan berlalu begitu saja, meninggalkanku dari sofa bed yang ada di ruang keluarga dan ngeloyor ke kamar. “Eh, kok kayak gak suka, ya?” Aku mengedik saja, lalu merebahkan tubuh. Syukurlah Bang Zayd ke kamar, jadinya aku bisa bebas tiduran. Tontonan yang tadi dia pindahkan pun, aku kembalikan pada tayangan semula, acara kartun yang sesekali membuatku tertawa. Cukup lama, Bang Zayd tidak kembali. Perlahan aku menguap karena rasa nyaman ini. Lalu tiba-tiba aku berada di suatu tempat yang indah. Aku sedang berada di sebuah kapal pesiar dan menikmati hembusan angin pantai ketika tiba-tiba ada seorang l

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 67

    “Apa? Zayd mau menikahi Karina?” Kali ini Mami Ayu yang terkejut. “Kalau gak salah dengar sih, iya, Mami. Syfa ke sini mau minta pendapat Mami. Baiknya kami gimana?” Mami Ayu tak menjawab pendapat Asyfa, tapi dia langsung menoleh pada Ainina sambil bicara, “Ai, telepon Abang kamu sekarang! Panggil ke sini! Biar semua masalah bisa jelas ujung pangkalnya!” Ainina sigap mengambil ponsel lalu menelpon Zayd. Sementara itu, Tante Harum dan Azriel berpamitan. “Jangan lupa, ya, datang nanti ke pernikahan Arlia, Syfa!” Tante Harum menepuk pundak Asyfa. Dia dan Azriel sudah berdiri untuk berpamitan. “Inysa Allah, Tante!” Asyfa tersenyum dan mengangguk sopan. Dia bukan tipe pendendam. Yang dulu-dulu dan sudah berlalu, ya, sudahlah. “Semoga segera dapat momongan, ya! Doakan juga Arlia agar bisa memiliki keturunan,” tukasnya dengan senyuman getir. Tiba-tiba ada perasaan aneh di hati Asyfa. Entah kenapa, dia merasa bersalah karena dulu tak berempati ketika mendengar jika Arlia akan sulit men

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 66

    Pov 3Asyfa menatap kartu debit yang dipegangnya. Reza melarangnya membayar. Lelaki itu sudah beranjak setengah jam yang lalu, tapi dirinya masih duduk termenung di saung lesehan itu. Entah kenapa, tiba-tiba Asyfa merasa malas untuk beranjak. Dunianya terasa asing, sunyi dan senyap. Rasa takut sendirian kembali datang. Memori waktu kecil terasingkan berlarian. Gegas dia beranjak pulang. Rupanya di rumah sudah ada Ainina dan Caca yang menunggunya. Kedua gadis itu tampak sumringah ketika kakak iparnya datang. “Mbak habis dari mana, si?” oceh Ainina sambil memeluk Asyfa singkat. Begitupun dengan Caca. “Habis dari rumah Ibu.” Asyfa menjawab datar lalu mengajak dua adik iparnya masuk. “Bang Zayd panik tahu, Mbak. Dia telepon Ibu, katanya Mbak Syfa sudah pulang, telepon si BIbi, belum sampe. Kamilah jadi diutus kemari.”Aku terkekeh, lalu menyuguhkan minuman dari lemari es untuk dua adik iparku, lalu duduk pada sofa dan mengambil satu biji softdrink. “Tumbenan juga sekhawatir itu.” Aku

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 65

    Pov 3Reza sedikit panik ketika mendengar kabar kecelakaan itu. Kemarin malam tepatnya, tapi dia sedang di Jakarta, masih ada pemotretan. Akhirnya baru pagi tadi dia sempat menjenguk gadis kecil di ruang ICU itu. Ketika dia berkunjung tadi, tampak kondisi gadis kecil itu sudah membaik. Reza pun tak lama di sana, dia gegas beranjak pergi lagi. Reza belum bisa show up tentang hubungan yang sudah dirancang oleh dua keluarga besarnya dengan perempuan pilihan Mama Pinah itu sekarang. Bagiamanapun, Reza belum resmi bercerai. Dia masih menjadi suami sah dari Merina. Pikiran Reza yang semrawut karena perseteruan Merina dan mamanya yang terjadi hampir di setiap detik, membuatnya enggan pulang. Apalagi ketika tiba di rumah, yang ada hanya rumah semrawut, dan pakaian kotor berserakan. Reza yang lelah butuh ketenangan. Dia pun akhirnya mampir dulu ke sebuah rumah makan. Letaknya yang strategis membuat rumah makan tersebut selalu ramai. Namun, ketika Reza hendak mencari tempat duduk ketika tiba-

DMCA.com Protection Status