"Kamu belum tahu? Seseorang telah membeli perusahaan ini dari Pak Hadrian," ucap Hanifah menjelaskan kebingunganku.
"Kamu serius, Fah? Kenapa terdengar begitu mendadak?" tanyaku terkejut.
"Sebenarnya sudah lama aku mendengar kabar ini. Sudah lama perusahaan ini akan dijual, Na."
Penjelasan Hanifah masih menyisakan pertanyaan di hatiku. Apa alasan perusahaan ini dijual? Namun apa pun alasannya, aku senang mendengar kabar ini. Artinya aku tidak perlu resign, karena alasanku resign adalah untuk menghindari Pak Hadrian.
Setelah ini aku akan membakar surat pengunduran diriku hingga hangus tak bersisa. Aku tersenyum lebar, nasib baik masih ada padaku. Aku tidak perlu susah-susah mencari pekerjaan baru, karena aku akan tetap bekerja di sini.
Diam-diam kulangkahkan kakiku mengikuti Hyuga. Aku berhasil mengikutinya sampai depan ruangan Pak Hadrian, tetapi tiba-tiba seseorang menghentikanku dengan menepuk punggungku dari belakang. Aku menoleh untuk mengetahui siapa orang itu. Saat aku kembali menoleh ke arah Hyuga, dia sudah tidak ada di sana.Aku mendengkus kesal sembari melotot memandang Hanifah. Dialah orang yang menggagalkan rencanaku barusan. Aku jadi kehilangan jejak Hyuga."Mau ke mana, Na? Ini sudah jam kerja," ucapnya sembari menarik lenganku."Saat sedang tidak ada Pak Hadrian, haruskah kamu bersikap seakan-akan kamulah atasanku?" Aku bersungut-sungut kesal. Dengan berat hati aku berjalan mengikuti langkahnya."Seharusnya kamu berterima kasih. Apa kamu tidak tahu kalau bos baru kita lebih galak dari p
Hari ini rasanya berbeda. Aku merasa lebih bersemangat. Mungkin karena ini adalah hari terakhir masa iddahku. Akhirnya ikatanku dengan Mas Bayu benar-benar terlepas. Aku merasa, lembaran baru dalam hidupku akan segera dimulai. Mas Bayu tidak akan bisa menggangguku lagi. Aku bangun lebih pagi dan membantu ibu memasak sebelum berangkat ke kantor. Seorang pemilik nama berinisial H masih saja terus mengirimiku bunga. Aku tidak peduli lagi siapa dia. Bunga pemberiannya selalu aku berikan lagi kepada orang lain. Terkadang kuberikan untuk Hanifah, terkadang untuk ibu, atau bahkan untuk Laelia. "Kamu kenapa, Fah?" tanyaku ketika melihat Hanifah seperti sedang gelisah. Sebentar-sebentar dia selalu menengok jam dinding di atas pintu, lalu pandangannya turun ke daun pintu. "Aku
Saat masuk ke dalam rumah, netraku menangkap sosok Hyuga sedang duduk di sofa ruang tamu."Kamu sudah pulang, Na? Mandilah terlebih dulu, setelah itu cepatlah ke sini," titah Ibu kepadaku sambil menyuguhkan teh hangat untuk Hyuga.Aku tidak pernah menyangka Hyuga datang ke rumah ini. Hatiku bertanya-tanya, apa yang dilakukan Hyuga di sini. Secepat kilat aku mandi, berdandan, lalu ke ruang tamu untuk mengobati rasa penasaranku."Kedatanganku ke sini untuk meminta putri ibu untuk menjadi istriku," ucap Hyuga.Jantungku tiba-tiba berdetak kencang sekali, sampai-sampai serasa mau keluar dari tubuhku. Aku tidak bisa mempercayai ini. Hyuga melamarku hari ini."Ibu mengucapkan banyak terimakasih atas niat baik Nak Hyuga, tapi Ibu ti
"Akhirnya dia kena karma juga," ujar Hanifah sembari terkekeh.Dalam hati, aku bertanya, "Bukankah Mas Bayu di bagian produksi? Mengapa dia ada di sini dengan memakai baju Office Boy?""Apa kamu tidak merasa aneh, Na? Mengapa tiba-tiba dia menjadi Office Boy? Apa ini ulah Hyuga?" tanya Hanifah seakan bisa membaca pikiranku.Aku mencerna pertanyaan Hanifah. Bisa jadi apa yang diperkirakan Hanifah benar. Kemarin Mas Bayu membuat ulah di depan Hyuga, dan sekarang Mas Bayu tiba-tiba turun jabatan. Bukankah semua itu bisa saja menjadi sebab dan akibat?Aku menggelengkan kepala, cepat-cepat kutepis pikiran konyol itu. Hyuga hanya pegawai baru di sini. Tidak mungkin dia punya wewenang menurunkan jabatan pegawai di sini.Aku sedang mengisi botol kosong dengan air mineral dari dispenser saat mendengar Hanifah berkata kepada Mas Bayu, "Tolong buatkan dua gelas kopi dan antarkan di ruang kerjaku ya."Hanifah tertawa puas setelah keluar dari ruang pantr
Aku teringat dengan perkataan Mas Bayu. "Hyuga akan berubah pikiran jika mengetahui wajahmu yang sebenarnya." Aku jadi bertanya-tanya dalam hati, bagaimana seandainya nanti Hyuga membatalkan lamarannya, atau menceraikan aku sama seperti apa yang dilakukan Mas Bayu."Tenangkan dirimu, Nak. Sholatlah untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT," ucap Ibu setelah merasakan kegundahan hatiku. Tidak biasanya aku di kamar jam segini, jadi ibu menyusulku beberapa menit yang lalu.Pagi harinya, di kantor, aku mendapatkan kabar mengejutkan."Kudengar Bayu kecelakaan kemarin malam. Sekarang dia dirawat di rumah sakit. Apa kamu tidak ingin menjenguknya?" tanya Laelia kepadaku.Aku menatap ke arah Hanifah, meminta penjelasan darinya. Sorot mataku menatap tajam ke arahnya, seakan berkata, "Apa benar yang dikatakan Laelia?"Hanifah hanya diam, seakan tidak mengerti maksud dari tatapan mataku."Kudengar Bayu kecelakaan setelah dari rumah mantan istrinya. Bukan
"Kamu harus bertanggung jawab! Bayu kecelakaan setelah pulang dari sini. Jujurlah, apa yang kalian bicarakan saat itu? Apa yang kamu katakan pada Bayu? Kamu yang sudah membuatnya kecelakaan. Kamu harus bertanggung jawab, Naina." Sinta tiba-tiba berkata panjang lebar setelah aku membuka pintu. Dia bahkan tidak memberiku kesempatan untuk berbicara."Aku tidak mengatakan apa-apa kepada Mas Bayu. Apa yang harus aku pertanggung jawabkan? Aku bahkan tidak tahu apa-apa," ucapku sembari mendorong gagang pintu, ingin menutupnya agar Sinta tidak menggangguku lagi. Namun, Sinta lebih cepat menahan daun pintu sehingga usahaku sia-sia."Kamu harus bertanggung jawab! Pasti kamu sudah mengatakan sesuatu kepada suamiku, hingga dia tidak konsentrasi saat mengemudi," ucap Sinta sembari menarik lenganku dan menyeret tubuhku hingga keluar rumah. Entah dia akan membawaku ke mana."Lepaskan dia! Aku yang akan menanggung semua pengobatan Bayu. Jadi, aku perintahkan kepadamu untuk mele
"Masih ada satu hari lagi. Aku akan menjawabnya besok." Aku menjawab pesan darinya dengan singkat, padat, dan tidak jelas.Saat kami datang ke rumah sakit, Mas Bayu sudah berada di ruang rawat inap. Dia masih memakai perban di kepala dan juga di sebagian wajahnya. Kakinya juga masih dipasang gips."Untuk apa kalian ke sini? Apa kalian mau menertawakan aku?" ucap Bayu setelah melihat kedatangan kami.Kami hanya diam dan menatapnya dengan iba."Jangan menatapku seperti itu. Ini adalah kesalahan kalian. Kalian harus bertanggung jawab." Mas Bayu berteriak tidak terkendali."Perusahaan sudah melunasi semua biaya rumah sakit," ucap Hyuga tanpa ekspresi."Memang seharusnya mereka bertanggung jawab. Kalau aku tidak dipindahkan dari staf produksi menjadi OB, hidupku tidak akan hancur seperti ini. Namun, itu semua tidak cukup," ujar Mas Bayu belum puas.Aku hanya diam, tidak menghiraukan ucapan Mas Bayu. Menurutku Mas Bayu terlalu ber
Buru-buru kutepis keraguan itu. Aku tidak boleh berpikir negatif. Hyuga berbeda dengan Mas Bayu. Dia tidak akan bertindak kekanak-kanakan seperti Mas Bayu.Hari istimewa itu akhirnya tiba. Hari ini, Hyuga akan datang bersama dengan keluarganya untuk melamarku. Betapa bahagianya aku.Selain acara lamaran, rencananya kami juga akan bertukar cincin. Karena ini hari yang istimewa, beberapa sahabatku tidak ingin melewatkan ini. Mereka berjanji akan hadir dan membantu untuk mempersiapkan segala keperluan untuk menyambut tamu.Thalia yang datang paling awal. Aku terkesiap melihat dia datang bersama si jabrik. Bukankah laki-laki itu yang dipecat Pak Hadrian karena telah kurang ajar kepadaku?Si jabrik menunggu di ruang tamu, sementara Thalia pergi ke dapur untuk membantu ibu menyiapkan hidangan. Aku menarik Thalia menjauh dari ibu."Kenapa kamu datang bersama dia?" tanyaku dengan suara yang nyaris tidak terdengar. Aku tidak ingin ibu mendengar percak
Acara pernikahanku dan Hyuga akan segera dilaksanakan. Pasti saat ini orang-orang sedsng sibuk mendekorasi gedung pernikahan, sementara aku masih berada di rumah bersama beberapa perias. Seorang perias sedang serius merias wajahku, dan beberapa perias lainnya mempersiapkan pakaian untukku. Setelah selesai berhias, aku berdiri di depan kaca rias. Memandang wajah cantik yang terpantul di kaca rias. Aku yakin, wajah ini pasti membuat semua orang pangling. Aku sendiri tidak mengenali wajah ini saat pertama melihatnya di kaca. Sebuah mobil putih berhias pita dan bunga mengantarku ke gedung pernikahan. Aku berangkat bersama ibu, sementara Hyugo sudah menunggu di gedung. Rencananya, akad nikah akan dilaksanakan di gedung pernikahan yang berada di aula masjid besar kota kami. Betapa terkejutnya aku ketika melihat Sinta juga berdandan cantik dengan mengenakan baju pengantin. Dia turun dari mobil yang berhenti tepat di depan gedung pernikahan. "Ibu duluan saja. Aku akan menyusul nanti," uca
Aku mengendap-endap mendekati mobil Sinta. Kubuka pintu mobil yang ternyata tidak terkunci. Dengan cepat aku masuk ke dalam mobil dan bersembunyi di jok kursi belakang. Malam ini, aku harus sampai rumah, karena esok hari adalah acara pernikahanku. Aku tidak ingin pernikahanku dengan Hyuga gagal karena calon pengantin wanita yang menghilang.Aku mengambil ponsel dari tas. Kunyalakan ponsel untuk menghubungi Hyuga. Sialnya, ponselku mati dan aku tidak membawa charger.Kulihat Sinta ke luar dari bangunan. Gegas aku berjongkok di bawah kursi dan merundukkan kepala agar tidak ketahuan oleh Sinta. Jika tertangkap olehnya, aku takut dia tidak akan melepaskanku kali ini."Pernah itu sudah berhasil menyekap Naina, Ma. Rencana kita berhasil. Aku tidak perlu meneror wanita itu lagi. Sekarang kita siapkan rencana selanjutnya." Sinta berbicara ditelepon dengan seseorang.Untung saja, Sinta tidak mengetahui jika aku sudah meninggalkan bangunan kosong itu. Mungkin lelak
"Makanlah, Nona. Aku akan menyuapimu." Lelaki gempal itu kembali masuk ke ruangan dengan sebungkus makanan. Dia membuka bungkusan berisi nasi dengan lauk seadanya dan menyuapkannya kepadaku."Tidak! Lepaskan tanganku. Aku akan makan sendiri," elakku sembari memalingkan muka darinya. Mengacuhkan suapan nasi di depanku."Ayolah cepat makan. Aku tidak ingin kamu mati kelaparan di sini," bujuknya."Siapa yang menyuruhmu melakukan semua ini? Siapa yang memerintahkanmu untuk menculikku?" tanyaku penasaran. Aku menatap tajam pria itu. Menunggu jawaban keluar dari mulutnya."Apa aku perlu menjawab pertanyaanmu? Cepatlah makan agar tugasku cepat selesai," paksanya."Kenapa memberiku makan? Kenapa kamu tidak membiarkan aku mati saja di sini?" protesku."Kalau aku mau, aku bisa saja membunuhmu sejak tadi." Lelaki gempal itu mendekatkan wajah dan melotot menakutiku."Bunuh saja. Aku tidak takut." Aku mendongakkan kepala menantangnya.
"Hallo!" Meski agak kesal, kuberanikan diri menjawab telepon dari nomer yang belakangan ini menerorku. Aku sangat penasaran siapa dia sebenarnya. Namun, lagi-lagi telepon dimatikan."Coba aku lihat nomernya, Na. Mungkin saja aku mengetahui itu nomer siapa," cetus Thalia.Aku memberikan ponselku pada Thalia. Dia bergegas mencari nomer peneror itu di ponselnya. Kosong. Thalia tidak menemukan nomer yang dimaksud di kontak ponselnya."Enggak mungkin juga dia memakai nomer asli, Thalia. Mungkin dia sengaja menyembunyikan identitasnya biar aku tidak mengetahuinya." Aku mengambil ponselku dari Thalia dan memasukkannya ke dalam tas.Saat hari mulai sore, aku berpamitan pada Thalia untuk pulang. Mobil warna hitam berhenti tepat di depan rumah Thalia dan aku segera berlari masuk ke dalam mobil itu.Mobil hitam itu melaju kencang membelah jalanan kota. Aku sengaja memesan mobil itu lewat applikasi online. Namun, entah mengapa aku merasakan gelagat aneh dari d
Aku dalam perjalanan untuk menemui Thalia. Setelah sekian lama, akhirnya dia memberitahuku tempat tinggalnya yang baru. Semalam aku sudah berjanji untuk mengunjunginya sepulang bekerja."Pergi! Jangan pernah datang lagi. Selama ini hubungan kita hanya pura-pura. Jadi jangan pernah kamu bermimpi untuk mendapatkan hatiku!" Aku mendengar suara Thalia berteriak saat aku baru saja turun dari mobil. Hyuga meminjamiku mobil sekaligus sopir pribadinya saat aku berpamitan hendak menemui Thalia. Dia sendiri tidak bisa menemaniku karena masih ada yang harus dikerjakannya di kantor.Aku berjalan cepat memasuki sebuah teras rumah. Kudapati si jabrik ke luar dari rumah disusul dengan suara pintu yang ditutup dengan keras.Aku mengerutkan kening memandang si jabrik. Dia tidak menghiraukan kehadiranku dan langsung berjalan menjauh."Thalia! Apa kamu di dalam?" Segera kuketuk pintu setelah kupastikan si jabrik telah pergi dengan mengendarai motor sport warna merah.
Hari ini aku ada janji untuk pergi bersama Hyuga. Kami akan memilih gaun pengantin. Kami tidak sendiri karena ibuku dan ibu Mas Hyuga juga ikut."Apa kebaya ini tidak terlalu mahal?" tanya ibu setelah seorang penjaga butik menyebutkan harga dari kebaya pengantin yang dipilih oleh Bu Hanin."Apa kita pindah ke butik lain saja? Atau kita bisa membeli kainnya saja biar aku menjahitnya sendiri," kata ibu lagi, ragu-ragu.Bu Hanin tersenyum, membentangkan kebaya brukat lengan panjang yang dia pilih di depanku, lalu berkata, "Kebaya ini sangat cocok dipakai Naina. Soal harga tidak jadi masalah bagi keluarga Al-Barra. Pesta pernikahan Hyuga nanti akan mengundang orang-orang penting. Aku ingin mempelai wanita terlihat paling cantik di sana."Bu Hanin mempersilakan agar aku mencoba kebaya yang dia pilih. Aku mengangguk sambil menerima kebaya itu dan membawanya ke ruang ganti.Kebaya warna merah dengan bawahan yang terjuntai hingga lantai. Seorang wani
Hari ini aku pulang bekerja dengan perasaan yang tidak tenang. Meski aku tidak takut dengan pesan teror dan ancaman itu, tetap saja hatiku was-was karena ada orang yang tidak menyukai hubunganku dengan Hyuga.Di teras rumah, kulihat Mas Bayu duduk bersama Bu Sara dan juga ibu. Aku segera berlari kecil menghampiri mereka untuk mengetahui maksud kedatangan mereka."Kau sudah pulang, Duduklah!" titah ibu sambil menepuk kursi kosong di sebelahnya."Ada apa ini?" tanyaku tanpa basa-basi setelah aku duduk. Aku melirik ke arah Mas Bayu dan Bu Sara."Kedatangan kami ke sini karena ada hal yang ingin kami bicarakan kepadamu," ujar Bu Sara sambil menyentuh tangan yang kuletakkan do atas meja."Naina, sekali lagi aku mohon kepadamu. Kembalilah kepadaku. Aku minta maaf dengan apa yang terjadi pada kita dahulu. Sekarang aku sadar, kecantikan bukanlah segalanya. Aku mencintaimu apa adanya, Naina," kata Mas Bayu panjang lebar."Sudah terlambat,
"Ayo cepat buka saja amplop itu, Na. Siapa tahu surat cinta dari Pak Bos," ucap Hanifah sambil terkikik.Aku kembali menutup mulut Hanifah dengan telapak tanganku dan menyuruhnya diam. Hanifah menangkis telapak tanganku. Dia tersenyum jail lalu kembali ke kursinya.Aku kembali menatap amplop coklat itu, pelan-pelan kusobek ujungnya. Terlihat beberapa kertas di dalamnya. Sepertinya memang sebuah surat.Aku keluarkan isi amplop itu. Sebuah surat dan beberapa foto membuat netraku terbuka lebar. Kuletakkan beberapa foto itu di atas meja dan aku mulai membaca sebuah surat."Batalkan pertunanganmu dengan Hyuga, atau aku akan mengirimkan foto-foto ini kepadanya!" Sebuah kertas berisi kalimat singkat membuat mataku tidak berkedip saat membacanya."Apa ini? Dia mengancamku? Siapa yang mengirimkan surat ancaman ini kepadaku?" Aku bertanya dalam hati. Kemudian kulihat satu per satu foto yang berserakan di atas meja.Mataku kembali terbelalak meli
"Pipimu merah sekali," ujar Hanifah sambil terkekeh. Matanya menyipit memandangku. Dia tidak berhenti tersenyum jail."Apa lihat-lihat," jawabku sambil memanyunkan bibir. Berpura-pura merajuk."Ups, maaf boss!" serunya sambil memasang sikap hormat."Ciye, yang sebentar lagi menjadi istri bos," lanjutnya sambil mengedipkan mata.Aku mengedarkan pandangan kemudian memberikan kode pada Hanifah agar diam. Berharap semoga tidak ada yang mendengarkan ucapan Hanifah barusan.Para rekan kerjaku di kantor belum mengetahui tentang pertunanganku dengan Hyuga. Bahkan mereka juga belum mengetahui bahwa boss baru mereka adalah Hyuga.Aku dan Mas Hyuga sengaja merahasiakan ini. Hanya keluarga dan teman dekat yang menghadiri acara pertunangan kemarin. Biarlah mereka semua nanti akan mengetahui saat acara pernikahan kami."Apa? Siapa yang akan menjadi istri bos? Jangan mimpi!" seru Laelia sambil berjalan dan melirikku sinis.Aku berusaha menaha