"Masih ada satu hari lagi. Aku akan menjawabnya besok." Aku menjawab pesan darinya dengan singkat, padat, dan tidak jelas.
Saat kami datang ke rumah sakit, Mas Bayu sudah berada di ruang rawat inap. Dia masih memakai perban di kepala dan juga di sebagian wajahnya. Kakinya juga masih dipasang gips.
"Untuk apa kalian ke sini? Apa kalian mau menertawakan aku?" ucap Bayu setelah melihat kedatangan kami.
Kami hanya diam dan menatapnya dengan iba.
"Jangan menatapku seperti itu. Ini adalah kesalahan kalian. Kalian harus bertanggung jawab." Mas Bayu berteriak tidak terkendali.
"Perusahaan sudah melunasi semua biaya rumah sakit," ucap Hyuga tanpa ekspresi.
"Memang seharusnya mereka bertanggung jawab. Kalau aku tidak dipindahkan dari staf produksi menjadi OB, hidupku tidak akan hancur seperti ini. Namun, itu semua tidak cukup," ujar Mas Bayu belum puas.
Aku hanya diam, tidak menghiraukan ucapan Mas Bayu. Menurutku Mas Bayu terlalu berBuru-buru kutepis keraguan itu. Aku tidak boleh berpikir negatif. Hyuga berbeda dengan Mas Bayu. Dia tidak akan bertindak kekanak-kanakan seperti Mas Bayu.Hari istimewa itu akhirnya tiba. Hari ini, Hyuga akan datang bersama dengan keluarganya untuk melamarku. Betapa bahagianya aku.Selain acara lamaran, rencananya kami juga akan bertukar cincin. Karena ini hari yang istimewa, beberapa sahabatku tidak ingin melewatkan ini. Mereka berjanji akan hadir dan membantu untuk mempersiapkan segala keperluan untuk menyambut tamu.Thalia yang datang paling awal. Aku terkesiap melihat dia datang bersama si jabrik. Bukankah laki-laki itu yang dipecat Pak Hadrian karena telah kurang ajar kepadaku?Si jabrik menunggu di ruang tamu, sementara Thalia pergi ke dapur untuk membantu ibu menyiapkan hidangan. Aku menarik Thalia menjauh dari ibu."Kenapa kamu datang bersama dia?" tanyaku dengan suara yang nyaris tidak terdengar. Aku tidak ingin ibu mendengar percak
"Kenapa, Ma? Bukankah kemarin Mama sudah setuju ketika Hyuga meminta restu pada Mama?" Hyuga berdiri dan menghampiri Bu Hanin. Dia bertanya-tanya sembari terus memandang ke arah ibunya itu. Sorot matanya dipenuhi harapan agar Bu Hanin segera menjawab pertanyaanya."Aku kira Naina wanita baik-baik, tapi ternyata aku salah. Aku tidak akan sudi menikahkanmu dengannya," jawab Bu Hanin kepada Hyuga. Wanita paruh baya itu menatapku dengan nyalang, membuatku bergidik takut."Apa maksud Mama? Naina memang wanita baik-baik, Ma," ujar Hyuga membelaku."Baik darimana? Wanita yang mau tidur dengan laki-laki yang bukan suaminya, kamu bilang baik?" Pertanyaan Bu Hanin membuat semua mata tertuju kepadaku.Aku hanya diam, tidak menyangka semua ini akan terjadi. Susah payah kutahan air mata agar tidak menetes ke pipi. Bibirku bergetar, tetapi tidak bisa berkata-kata. Ingin sekali rasanya menyangkal semua perkataan Bu Hanin, tetapi entah mengapa bibir ini seperti terkunci
"Kenapa kamu malah curhat?" tanya Bu Hanin dengan mata mendelik."Apakah kami semua harus mendengarkan bualanmu?" tanya Bu Hanin lagi."Maaf, aku terbawa suasana hati. Intinya aku ingin menebus kesalahanku kepada Naina dengan cara membersihkan nama baiknya. Selama ini mungkin orang-orang mengira bahwa dia bukan wanita baik-baik. Semua anggapan itu keliru," ujar Mas Bayu sembari menatap satu-persatu orang yang ada di sana."Malam itu, Sinta ke rumah Naina untuk mengancamnya agar mengundurkan diri dari pekerjaannya. Pak Hadrian kebetulan lewat dan membela Naina sebagai karyawannya. Ibu menyuruh Pak Hadrian untuk singgah sebentar dan meminum teh di teras rumah. Hanya itu yang terjadi. Sedangkan semua keterangan dalam video itu adalah rekayasa." Mas Bayu menjelaskan dengan sabar.Kulihat orang-orang tertarik mendengarkan cerita Mas Bayu, tidak terkecuali Bu Hanin."Sedangkan video Naina yang sedang membeli test pack bukan berarti Naina adal
"Aku tidak tahu apa-apa, Tante. Percayalah padaku," ucap Sinta."Lalu dari mana kamu mendapatkan video itu? Bukankah video itu hanya tersebar di antara rekan kerja Naina?" tanya Bu Hanin menginterogasi."Aku dapat dari temanku. Percayalah, Bu. Aku tidak berbohong," ucap Sinta berkilah."Aku akan percaya setelah melihat isi dari ponselmu," ucap Bu Hanin yang tiba-tiba merebut ponsel dari tangan Sinta.Bu Hanin berusaha membuka ponsel Sinta, tetapi selalu gagal. Sinta memberi proteksi pada ponselnya dengan sebuah password."Katakan padaku, apa passwordnya?" tanya Bu Hanin pada Sinta."Maaf, aku tidak bisa memberitahukannya, Tante," jawab Sinta."Kalau kamu tidak salah, kamu tidak akan takut jika aku memeriksa ponselmu," cetus Bu Hanin."Aku juga butuh privasi, Tante," kilah Sinta."Aku tidak mau mendengarkan alasanmu lagi. Sekarang ambil ponselmu. Kesepakatan kita batal!" ucap Bu Hanin kepada Sinta.Aku dan Hyuga sa
"Pipimu merah sekali," ujar Hanifah sambil terkekeh. Matanya menyipit memandangku. Dia tidak berhenti tersenyum jail."Apa lihat-lihat," jawabku sambil memanyunkan bibir. Berpura-pura merajuk."Ups, maaf boss!" serunya sambil memasang sikap hormat."Ciye, yang sebentar lagi menjadi istri bos," lanjutnya sambil mengedipkan mata.Aku mengedarkan pandangan kemudian memberikan kode pada Hanifah agar diam. Berharap semoga tidak ada yang mendengarkan ucapan Hanifah barusan.Para rekan kerjaku di kantor belum mengetahui tentang pertunanganku dengan Hyuga. Bahkan mereka juga belum mengetahui bahwa boss baru mereka adalah Hyuga.Aku dan Mas Hyuga sengaja merahasiakan ini. Hanya keluarga dan teman dekat yang menghadiri acara pertunangan kemarin. Biarlah mereka semua nanti akan mengetahui saat acara pernikahan kami."Apa? Siapa yang akan menjadi istri bos? Jangan mimpi!" seru Laelia sambil berjalan dan melirikku sinis.Aku berusaha menaha
"Ayo cepat buka saja amplop itu, Na. Siapa tahu surat cinta dari Pak Bos," ucap Hanifah sambil terkikik.Aku kembali menutup mulut Hanifah dengan telapak tanganku dan menyuruhnya diam. Hanifah menangkis telapak tanganku. Dia tersenyum jail lalu kembali ke kursinya.Aku kembali menatap amplop coklat itu, pelan-pelan kusobek ujungnya. Terlihat beberapa kertas di dalamnya. Sepertinya memang sebuah surat.Aku keluarkan isi amplop itu. Sebuah surat dan beberapa foto membuat netraku terbuka lebar. Kuletakkan beberapa foto itu di atas meja dan aku mulai membaca sebuah surat."Batalkan pertunanganmu dengan Hyuga, atau aku akan mengirimkan foto-foto ini kepadanya!" Sebuah kertas berisi kalimat singkat membuat mataku tidak berkedip saat membacanya."Apa ini? Dia mengancamku? Siapa yang mengirimkan surat ancaman ini kepadaku?" Aku bertanya dalam hati. Kemudian kulihat satu per satu foto yang berserakan di atas meja.Mataku kembali terbelalak meli
Hari ini aku pulang bekerja dengan perasaan yang tidak tenang. Meski aku tidak takut dengan pesan teror dan ancaman itu, tetap saja hatiku was-was karena ada orang yang tidak menyukai hubunganku dengan Hyuga.Di teras rumah, kulihat Mas Bayu duduk bersama Bu Sara dan juga ibu. Aku segera berlari kecil menghampiri mereka untuk mengetahui maksud kedatangan mereka."Kau sudah pulang, Duduklah!" titah ibu sambil menepuk kursi kosong di sebelahnya."Ada apa ini?" tanyaku tanpa basa-basi setelah aku duduk. Aku melirik ke arah Mas Bayu dan Bu Sara."Kedatangan kami ke sini karena ada hal yang ingin kami bicarakan kepadamu," ujar Bu Sara sambil menyentuh tangan yang kuletakkan do atas meja."Naina, sekali lagi aku mohon kepadamu. Kembalilah kepadaku. Aku minta maaf dengan apa yang terjadi pada kita dahulu. Sekarang aku sadar, kecantikan bukanlah segalanya. Aku mencintaimu apa adanya, Naina," kata Mas Bayu panjang lebar."Sudah terlambat,
Hari ini aku ada janji untuk pergi bersama Hyuga. Kami akan memilih gaun pengantin. Kami tidak sendiri karena ibuku dan ibu Mas Hyuga juga ikut."Apa kebaya ini tidak terlalu mahal?" tanya ibu setelah seorang penjaga butik menyebutkan harga dari kebaya pengantin yang dipilih oleh Bu Hanin."Apa kita pindah ke butik lain saja? Atau kita bisa membeli kainnya saja biar aku menjahitnya sendiri," kata ibu lagi, ragu-ragu.Bu Hanin tersenyum, membentangkan kebaya brukat lengan panjang yang dia pilih di depanku, lalu berkata, "Kebaya ini sangat cocok dipakai Naina. Soal harga tidak jadi masalah bagi keluarga Al-Barra. Pesta pernikahan Hyuga nanti akan mengundang orang-orang penting. Aku ingin mempelai wanita terlihat paling cantik di sana."Bu Hanin mempersilakan agar aku mencoba kebaya yang dia pilih. Aku mengangguk sambil menerima kebaya itu dan membawanya ke ruang ganti.Kebaya warna merah dengan bawahan yang terjuntai hingga lantai. Seorang wani
Acara pernikahanku dan Hyuga akan segera dilaksanakan. Pasti saat ini orang-orang sedsng sibuk mendekorasi gedung pernikahan, sementara aku masih berada di rumah bersama beberapa perias. Seorang perias sedang serius merias wajahku, dan beberapa perias lainnya mempersiapkan pakaian untukku. Setelah selesai berhias, aku berdiri di depan kaca rias. Memandang wajah cantik yang terpantul di kaca rias. Aku yakin, wajah ini pasti membuat semua orang pangling. Aku sendiri tidak mengenali wajah ini saat pertama melihatnya di kaca. Sebuah mobil putih berhias pita dan bunga mengantarku ke gedung pernikahan. Aku berangkat bersama ibu, sementara Hyugo sudah menunggu di gedung. Rencananya, akad nikah akan dilaksanakan di gedung pernikahan yang berada di aula masjid besar kota kami. Betapa terkejutnya aku ketika melihat Sinta juga berdandan cantik dengan mengenakan baju pengantin. Dia turun dari mobil yang berhenti tepat di depan gedung pernikahan. "Ibu duluan saja. Aku akan menyusul nanti," uca
Aku mengendap-endap mendekati mobil Sinta. Kubuka pintu mobil yang ternyata tidak terkunci. Dengan cepat aku masuk ke dalam mobil dan bersembunyi di jok kursi belakang. Malam ini, aku harus sampai rumah, karena esok hari adalah acara pernikahanku. Aku tidak ingin pernikahanku dengan Hyuga gagal karena calon pengantin wanita yang menghilang.Aku mengambil ponsel dari tas. Kunyalakan ponsel untuk menghubungi Hyuga. Sialnya, ponselku mati dan aku tidak membawa charger.Kulihat Sinta ke luar dari bangunan. Gegas aku berjongkok di bawah kursi dan merundukkan kepala agar tidak ketahuan oleh Sinta. Jika tertangkap olehnya, aku takut dia tidak akan melepaskanku kali ini."Pernah itu sudah berhasil menyekap Naina, Ma. Rencana kita berhasil. Aku tidak perlu meneror wanita itu lagi. Sekarang kita siapkan rencana selanjutnya." Sinta berbicara ditelepon dengan seseorang.Untung saja, Sinta tidak mengetahui jika aku sudah meninggalkan bangunan kosong itu. Mungkin lelak
"Makanlah, Nona. Aku akan menyuapimu." Lelaki gempal itu kembali masuk ke ruangan dengan sebungkus makanan. Dia membuka bungkusan berisi nasi dengan lauk seadanya dan menyuapkannya kepadaku."Tidak! Lepaskan tanganku. Aku akan makan sendiri," elakku sembari memalingkan muka darinya. Mengacuhkan suapan nasi di depanku."Ayolah cepat makan. Aku tidak ingin kamu mati kelaparan di sini," bujuknya."Siapa yang menyuruhmu melakukan semua ini? Siapa yang memerintahkanmu untuk menculikku?" tanyaku penasaran. Aku menatap tajam pria itu. Menunggu jawaban keluar dari mulutnya."Apa aku perlu menjawab pertanyaanmu? Cepatlah makan agar tugasku cepat selesai," paksanya."Kenapa memberiku makan? Kenapa kamu tidak membiarkan aku mati saja di sini?" protesku."Kalau aku mau, aku bisa saja membunuhmu sejak tadi." Lelaki gempal itu mendekatkan wajah dan melotot menakutiku."Bunuh saja. Aku tidak takut." Aku mendongakkan kepala menantangnya.
"Hallo!" Meski agak kesal, kuberanikan diri menjawab telepon dari nomer yang belakangan ini menerorku. Aku sangat penasaran siapa dia sebenarnya. Namun, lagi-lagi telepon dimatikan."Coba aku lihat nomernya, Na. Mungkin saja aku mengetahui itu nomer siapa," cetus Thalia.Aku memberikan ponselku pada Thalia. Dia bergegas mencari nomer peneror itu di ponselnya. Kosong. Thalia tidak menemukan nomer yang dimaksud di kontak ponselnya."Enggak mungkin juga dia memakai nomer asli, Thalia. Mungkin dia sengaja menyembunyikan identitasnya biar aku tidak mengetahuinya." Aku mengambil ponselku dari Thalia dan memasukkannya ke dalam tas.Saat hari mulai sore, aku berpamitan pada Thalia untuk pulang. Mobil warna hitam berhenti tepat di depan rumah Thalia dan aku segera berlari masuk ke dalam mobil itu.Mobil hitam itu melaju kencang membelah jalanan kota. Aku sengaja memesan mobil itu lewat applikasi online. Namun, entah mengapa aku merasakan gelagat aneh dari d
Aku dalam perjalanan untuk menemui Thalia. Setelah sekian lama, akhirnya dia memberitahuku tempat tinggalnya yang baru. Semalam aku sudah berjanji untuk mengunjunginya sepulang bekerja."Pergi! Jangan pernah datang lagi. Selama ini hubungan kita hanya pura-pura. Jadi jangan pernah kamu bermimpi untuk mendapatkan hatiku!" Aku mendengar suara Thalia berteriak saat aku baru saja turun dari mobil. Hyuga meminjamiku mobil sekaligus sopir pribadinya saat aku berpamitan hendak menemui Thalia. Dia sendiri tidak bisa menemaniku karena masih ada yang harus dikerjakannya di kantor.Aku berjalan cepat memasuki sebuah teras rumah. Kudapati si jabrik ke luar dari rumah disusul dengan suara pintu yang ditutup dengan keras.Aku mengerutkan kening memandang si jabrik. Dia tidak menghiraukan kehadiranku dan langsung berjalan menjauh."Thalia! Apa kamu di dalam?" Segera kuketuk pintu setelah kupastikan si jabrik telah pergi dengan mengendarai motor sport warna merah.
Hari ini aku ada janji untuk pergi bersama Hyuga. Kami akan memilih gaun pengantin. Kami tidak sendiri karena ibuku dan ibu Mas Hyuga juga ikut."Apa kebaya ini tidak terlalu mahal?" tanya ibu setelah seorang penjaga butik menyebutkan harga dari kebaya pengantin yang dipilih oleh Bu Hanin."Apa kita pindah ke butik lain saja? Atau kita bisa membeli kainnya saja biar aku menjahitnya sendiri," kata ibu lagi, ragu-ragu.Bu Hanin tersenyum, membentangkan kebaya brukat lengan panjang yang dia pilih di depanku, lalu berkata, "Kebaya ini sangat cocok dipakai Naina. Soal harga tidak jadi masalah bagi keluarga Al-Barra. Pesta pernikahan Hyuga nanti akan mengundang orang-orang penting. Aku ingin mempelai wanita terlihat paling cantik di sana."Bu Hanin mempersilakan agar aku mencoba kebaya yang dia pilih. Aku mengangguk sambil menerima kebaya itu dan membawanya ke ruang ganti.Kebaya warna merah dengan bawahan yang terjuntai hingga lantai. Seorang wani
Hari ini aku pulang bekerja dengan perasaan yang tidak tenang. Meski aku tidak takut dengan pesan teror dan ancaman itu, tetap saja hatiku was-was karena ada orang yang tidak menyukai hubunganku dengan Hyuga.Di teras rumah, kulihat Mas Bayu duduk bersama Bu Sara dan juga ibu. Aku segera berlari kecil menghampiri mereka untuk mengetahui maksud kedatangan mereka."Kau sudah pulang, Duduklah!" titah ibu sambil menepuk kursi kosong di sebelahnya."Ada apa ini?" tanyaku tanpa basa-basi setelah aku duduk. Aku melirik ke arah Mas Bayu dan Bu Sara."Kedatangan kami ke sini karena ada hal yang ingin kami bicarakan kepadamu," ujar Bu Sara sambil menyentuh tangan yang kuletakkan do atas meja."Naina, sekali lagi aku mohon kepadamu. Kembalilah kepadaku. Aku minta maaf dengan apa yang terjadi pada kita dahulu. Sekarang aku sadar, kecantikan bukanlah segalanya. Aku mencintaimu apa adanya, Naina," kata Mas Bayu panjang lebar."Sudah terlambat,
"Ayo cepat buka saja amplop itu, Na. Siapa tahu surat cinta dari Pak Bos," ucap Hanifah sambil terkikik.Aku kembali menutup mulut Hanifah dengan telapak tanganku dan menyuruhnya diam. Hanifah menangkis telapak tanganku. Dia tersenyum jail lalu kembali ke kursinya.Aku kembali menatap amplop coklat itu, pelan-pelan kusobek ujungnya. Terlihat beberapa kertas di dalamnya. Sepertinya memang sebuah surat.Aku keluarkan isi amplop itu. Sebuah surat dan beberapa foto membuat netraku terbuka lebar. Kuletakkan beberapa foto itu di atas meja dan aku mulai membaca sebuah surat."Batalkan pertunanganmu dengan Hyuga, atau aku akan mengirimkan foto-foto ini kepadanya!" Sebuah kertas berisi kalimat singkat membuat mataku tidak berkedip saat membacanya."Apa ini? Dia mengancamku? Siapa yang mengirimkan surat ancaman ini kepadaku?" Aku bertanya dalam hati. Kemudian kulihat satu per satu foto yang berserakan di atas meja.Mataku kembali terbelalak meli
"Pipimu merah sekali," ujar Hanifah sambil terkekeh. Matanya menyipit memandangku. Dia tidak berhenti tersenyum jail."Apa lihat-lihat," jawabku sambil memanyunkan bibir. Berpura-pura merajuk."Ups, maaf boss!" serunya sambil memasang sikap hormat."Ciye, yang sebentar lagi menjadi istri bos," lanjutnya sambil mengedipkan mata.Aku mengedarkan pandangan kemudian memberikan kode pada Hanifah agar diam. Berharap semoga tidak ada yang mendengarkan ucapan Hanifah barusan.Para rekan kerjaku di kantor belum mengetahui tentang pertunanganku dengan Hyuga. Bahkan mereka juga belum mengetahui bahwa boss baru mereka adalah Hyuga.Aku dan Mas Hyuga sengaja merahasiakan ini. Hanya keluarga dan teman dekat yang menghadiri acara pertunangan kemarin. Biarlah mereka semua nanti akan mengetahui saat acara pernikahan kami."Apa? Siapa yang akan menjadi istri bos? Jangan mimpi!" seru Laelia sambil berjalan dan melirikku sinis.Aku berusaha menaha