Human Papillomavirus atau HPV adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi di permukaan kulit, dan berpotensi menyebabkan kanker serviks. Infeksi itu sering tidak menimbulkan gejala. Namun, virus ini dapat bertahan hingga menimbulkan gejala berupa tumbuhnya kutil di permukaan kulit atau bisa saja tidak tumbuh di kulit.Dalam kasus Marta, setelah diperiksa lebih mendalam, dia memiliki kutil di area kelamin, dan mungkin saja penyebabnya adalah suka berganti pasangan seks.Marta masih belum paham dengan penyakit yang menyerangnya, tapi dia terlalu shock untuk bertanya.Dokter menghela napas panjang dan bertanya kepada Marta. "Apakah suami anda suka berganti pasangan?"Marta tertawa muram. "Saya-""Saya sudah mendengar langsung dari gosip bahwa suami anda suka berganti pasangan, dan sekarang kekasihnya adalah seorang pria. Saya khawatir anda tertular penyakit ini dari suami." Potong dokter dengan tidak sabar. "Sebaiknya anda istirahat terlebih dahulu da
"Ba... bagaimana bisa..." Burhan tergagap dan masih berusaha mencerna semua perkataan Nina. "Tidak...""Tidak?" Vivi tertawa geli. "Bagaimana bisa tidak?""Kamu hanya anak yatim piatu biasa dan tidak punya keluarga, aku sudah mencari latar belakang keluarga kamu. Bahkan semua orang di sini juga sudah mencarinya, kamu tidak punya apa pun dan bangkrut setelah kedua orang tua meninggal.""Oh, ya. Tentu saja. Saya hanya anak miskin dan tidak berbudaya lalu tidak pantas menikah dengan seorang Reza. Tapi, apakah kalian sudah berusaha mencari latar belakang suami aku?"Tatapan orang-orang beralih ke pemandangan gelap di dekat Vivianne, mereka semua tidak bisa melihat sosok Reza, namun mereka bisa merasakan hawa menakutkan di sekitar Vivi. Jika mendekat, bisa saja mereka mati cepat."Memeriksa latar belakang suami? Hah! Sudah jelas dia keturunan keluarga Aditama yang hebat, saking hebatnya- dia tidak pantas bersanding dengan kamu," ejek Burhan dengan nada
"Mata-mata! Kamu pasti mata-mata Vivi!" Tuduh Burhan ke sekretaris. "Kamu hanya ingin menghancurkan hidupku! Lihat, kalian semua! Lihatlah manusia tidak tahu balas budi ini, aku memberikan dia pekerjaan, sementara dia menuduh dan membuat aku melakukan hal konyol itu!"Sekretaris menghela napas panjang lalu tersenyum ke arah Burhan. "Tuan besar, anda membuat saya tertulat penyakit menular.""Apa?!" Burhan terkejut."Saya tertular penyakit dari anda.""AKU SEHAT! AKU SELALU MELAKUKANNYA DENGAN ORANG SEHAT! SEMUA PASANGAN AKU SUDAH DIPASTIKAN KESEHATANNYA!" Teriak Burhan yang tidak terima dituduh seperti itu."Oh, berarti saya yang sudah menularkan anda." Senyum sekretaris, tanpa merasa bersalah sama sekali sambil menyalakan rekaman lain."Kita akan menikah, di luar negeri. Kamu tidak perlu khawatir dengan kehidupan istri dan anak-anak."Hendra yang mendengar itu, tanpa sadar mengeluarkan komentar. "Menjijikan."Sekretari
Marta duduk di taman dan melihat pemandangan keluarga yang bahagia, dulu dirinya pernah bermimpi ingin menjadi istri yang baik dan juga bisa merawat anak-anak hingga dewasa, namun kenyataannya justru jauh lebih menyakitkan- dia harus menghadapi suami yang tidak pernah mencintai dirinya dan juga anak yang hanya menganggap dia sebuah alat.Masih segar di ingatan Marta, bagaimana putranya berusaha membunuh ibu yang sudah melahirkan anak itu.Air mata Marta mengalir, masa lalu yang terlihat bahagia sudah tidak ada, dia harus menghadapi kenyataan yang menyakitkan."Kenapa kamu menangis?"Marta mengangkat kepala dan melihat Tommy berdiri di hadapannya, dia terkejut. "Kamu-"Tommy duduk di samping Marta dan menatap langit, dia mulai bersikap tidak formal ke Marta, karena sudah tahu wanita yang duduk di sampingnya, sudah jatuh. "Aku hanya ingin pamit sekaligus mengucapkan terima kasih."Marta mengusap hidungnya dengan sapu tangan rumah sakit. "Apaka
"Terima kasih sudah membantu kami, saya tidak menyangka- kamu akan membantu saya, meskipun niatnya hanya memanfaatkan kami," ucap Cefrilizia pada Vivi di bandara, sehari setelah Cefrilizia dan Tommy mengacaukan keluarga Burhan.Vivi tidak mengatakan apa pun, dia melirik Tommy yang duduk tidak jauh dari tempat mereka berdiri. "Jaga baik-baik Papa kamu, jangan sampai jatuh di tempat yang sama."Cefrilizia mengangguk paham, lalu tiba-tiba teringat dengan Maria dan Burhan, lalu anak mereka. "Mereka bertiga, bagaimana kondisinya? Mau diapakan?""Kamu tidak perlu tahu, ini sudah bukan masalah kamu lagi, Cefrilizia," kata Vivi sambil tersenyum.Senyuman Vivi mengingatkan Cefrilizia pada Reza, memang mereka berdua pantas menjadi jodoh. "Ya.""Aku bisa pastikan Burhan tidak akan menyentuh kamu lagi.""Terima kasih banyak.""Kamu..." Vivi menghela napas lalu bertanya. "Pastikan menjalankan semua perjanjian kita."Cefrilizia menatap tidak
Marta semakin menggila di rumah sakit dan mulai menyerang siapa pun yang berusaha mendekat. "Kalian semua yang menjadikan aku seperti ini, PERGI! JANGAN DEKATI AKU!" teriaknya dengan putus asa.HPV lebih parah dari HIV dan bisa menimbulkan penyakit kanker jika tidak diobati dengan cepat dan tepat, namun masalahnya- Marta sudah tertular lama, kemungkinan besar akan sulit sembuh."PERGI! TOMMY SIALAN! KAMU BAHAGIA DI ATAS PENDERITAANKU! BURHAN SIALAN! KAMU MENULARKAN AKU KARENA MELAKUKAN SEKS DENGAN PRIA!" teriak Marta sepanjang waktu dan tempat. Sehingga membuat banyak orang tahu, bagaimana bejatnya Burhan. Lebih parah dari keadaan sebelumnya.Orang-orang yang tadinya memiliki simpati terhadap Burhan, istri dan anaknya, mulai menjauh.Burhan duduk di kantor, tempat kerjanya yang dulu bergengsi dan ramai, sekarang menjadi bayangan dari dirinya yang dulu. Dinding bergema dengan kehampaan, dan meja-meja tetap ditinggalkan. Surat pengunduran diri yang ditumpuk
Putra duduk di mejanya sambil mengernyitkan dahi saat menganalisis kondisi keuangan perusahaan Burhan. Dia telah meminta bantuan temannya yang berpengetahuan luas, Rizal, berpengalaman dalam menyelidiki keuangan perusahaan.Ruangan itu dipenuhi aroma kopi yang baru diseduh, dan kertas-kertas berserakan di atas meja berisi laporan keuangan, catatan bank, dan kuitansi. Putra dan Rizal telah menghabiskan beberapa jam dengan cermat memeriksa transaksi keuangan perusahaan Burhan. Mulai dari hal kecil sampai yang besar."Lihat ini," seru Rizal sambil menunjuk salah satu laporan bank ke Putra. "Ada sejumlah besar uang yang ditransfer dari rekening pribadi Burhan ke Offshore company. Sepertinya dia berusaha menyembunyikan asetnya."Putra mencondongkan tubuh ke depan, mempelajari dokumen itu dengan cermat. Offshore company biasa digunakan para pengusaha y
Setelah menghabiskan malam menyenangkan bersama kekasih barunya. Di pagi hari yang menyegarkan, Burhan menghubungi pengacara dan memberikan beberapa bukti.Pengacara yang memberikan biaya murah, membutuhkan status dan nama. Pengacara bernama Rizal itu segera datang ke rumah Burhan secepatnya."Saya ingin menceraikan Marta, kamu sudah tahu beritanya di luar, bukan?" tanya Burhan lalu mengangkat tangan ketika lawan bicaranya hendak mengatakan sesuatu. "Tidak perlu dijelaskan, aku sudah paham garis besarnya."Rizal terdiam lalu melihat tumpukan dokumen yang dimasukkan ke dalam amplop cokelat. "Anda yakin akan menceraikannya? Pernikahan sudah lama dilalui, kenapa tidak bertahan saja? Mungkin, bisa memperbaiki citra Anda dan istri yang sudah dirusak di luar sana."Burhan menyemburkan tawanya, perut besar bergetar mengimbangi sambil menatap cemooh Rizal. "Orang biasa seperti kamu, tidak akan pernah paham situasi orang kaya seperti kami."Rizal menaikkan
Marta yang sudah mulai tenang di rumah sakit jiwa dan tidak ada yang mengganggunya lagi, mulai merencanakan kabur dari rumah sakit jiwa di dalam kepalanya. Dia bersumpah akan membuat semua orang menyesali keputusan mereka, tidak terkecuali keluarga kandungnya sendiri. Namun, tidak lama, dia dikejutkan dengan kedatangan Vivi.Vivi yang masih terlihat cantik dan segar, dilindungi dua bodyguard di belakang, berbanding terbalik dengan dirinya yang berpenampilan lusuh dan kurang terawat."Mau apa kamu ke sini?" tanya Marta setelah duduk berhadapan dengan Vivi."Tadinya, aku tidak mau bertemu dengan kamu... tapi, sepertinya aku harus berubah pikiran sekarang."Marta menaikkan sudut bibir. "Kamu... berubah pikiran? Bukankah sekarang kamu berubah pikiran? Melemparku ke rumah sakit jiwa atas permintaan Burhan, kamu kira aku tidak tahu semuanya?"Vivi duduk berhadapan dengan Marta dan tersenyum. "Takut?"Dada Marta naik turun karena menahan emosi, dia tidak bisa memukul wanita mungil itu sembar
Rida duduk dengan mata terpejam, mempertimbangkan perkataan temannya, Cinta, yang sudah lama menjadi rekan kerja. Di dalam benak, Rida merenungkan semua yang telah terjadi sejak awal.Cinta yang tahu kelemahan temannya, mulai merayu untuk mendapatkan simpati. "Dengar, kita tidak bisa diam begitu saja jika ada korban muncul. Kamu tahu kan, kalau mereka itu sangat berbahaya, jika ada korban lagi... siapa yang akan bertanggung jawab? Sementara tempat kerja kita saja saling melepas tanggung jawab.""Mereka pasti mencari nara sumber, dan aku tidak mau terlibat.""Dulu saja yang menjadi korban adalah anak-anak orang kaya, dan kamu lihat sendiri bukan... mereka justru memanfaatkan moment ini dengan menjatuhkan orang lain sekaligus mencari konsumen baru."Rida mengangguk paham. "Ya, kita semua sudah tahu mengenai hal itu.""Makanya, kita harus speak up tentang hal ini. Kamu tidak kasihan dengan orang tua kembar yang dituduhkan mereka? Padahal mereka yang salah, bukan orang tua kembar."Rida m
Reza menghela napas panjang saat Putra keluar dari ruangan, menatap dokumen yang ada di atas mejanya. Dokumen itu adalah laporan keuangan perusahaan yang baru saja selesai diperiksa.Reza tahu bahwa perusahaan sedang dalam kondisi yang tidak baik. Pendapatan perusahaan terus menurun, sedangkan pengeluaran semakin membengkak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah manajemen yang buruk.Reza menduga bahwa Burhan, penyebab utama dari masalah ini. Burhan seorang pengusaha yang licik dan tamak, tidak mau merugi terus menerus, juga ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun, kondisi perusahaan terbatas, sehingga Burhan terpaksa melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.Reza tahu bahwa Burhan tidak akan pernah mau mengakui kesalahan, selalu menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Reza harus mencari cara untuk membuktikan kesalahan Burhan dan menjual perusahaan yang sebelumnya milik pria berlemak itu. Melihat raut wajah pucat lemaknya ketika tahu bah
Agung sangat puas dengan hasil yang didapatkannya, semua hal diterabas dia meskipun terlihat menjual kesedihan untuk keponakannya. Bahkan, dia menggratiskan Sandy untuk main ke tempat bermainnya.Tentu saja Sandy bisa bermain sepuas hati dan semakin merajalela, merasa keluarganya memiliki banyak hak sebagai pemilik."Kamu tidak boleh main ini kalau tidak minta izin ke aku.""Memangnya kenapa aku harus minta izin?""Karena keluarga aku yang punya tempat ini."Anak perempuan yang berusia enam tahun, mengerutkan kening tidak mengerti. "Katanya kakak, aku boleh main sepuasnya. Kakak sudah bayar mahal lho.""Memangnya kenapa dengan bayar? Itukan hanya tiket masuk, semua mainan di sini harus izin dariku.""Bagaimana caranya aku minta izin?"Sandy tersenyum lalu menunjuk bros yang dipakai anak perempuan itu. "Berikan itu kepadaku."Anak perempuan itu terkejut lalu menutup brosnya dengan tangan mungil. "Tidak! Ini dikasih kakak tadi!"Sandy cemberut lalu menyembunyikan mainan kayu yang diambi
Vivi masih bisa melihat raut wajah sedih Erika. "Kenapa kamu tidak bekerja saja demi masa depan? Bukankah kamu belum masuk kuliah?"Erika menggelengkan kepala. "Lebih baik aku bekerja, menghidupi diri sendiri, aku masih tidak mau berhadapan dengan orang lain."Vivi bisa melihat trauma di dalam diri Erika. "Mereka sudah minta maaf ke kamu?""Minta maaf?""Bukankah Erika yang menjebak kamu sampai memberikan tubuh ke om-om?" tanya Vivi tanpa merasa bersalah. "Aku tahu, semuanya adalah pilihan kamu... tapi, jika dia tidak membuka jalan... mungkin kamu tidak akan seperti ini sekarang."Erika tersenyum sambil membersihkan bibir kecil si sulung yang belepotan bubur bayi. "Sudah menjadi masa lalu, sebaiknya tidak perlu dibahas, Dia juga sudah meninggal.""Kamu juga bisa menuntut keluarga Almira," ucap Vivi sambil menatap lurus televisi yang menayangkan seorang artis. "Bukankah mereka sekarang hidup jauh lebih tenang daripada hidup kalian? Mungkin memang itu salah satu karma dari ibu kandung k
Burhan sudah membeli data Vivi, dan dia sudah tidak sabar untuk menggunakannya. Dia segera menghubungi tim internet untuk meminta bantuan. Namun, ketika tim internet mendengar bahwa Burhan ingin menggunakan data Vivi, mereka langsung meminta harga mahal."Kenapa kamu minta harga mahal?" tanya Burhan dengan geram di telepon. Dulu dia mengeluarkan uang tanpa perlu banyak berpikir, sekarang dia harus berpikir dua kali untuk pertahankan rumahnya. "Bukankah selama ini aku menjadi pelanggan tetap kalian?""Yang kita hadapi ini keluarga Aditama, saya tidak bodoh dan tidak akan melawan tanpa persiapan matang. Saya juga harus memakai identitas yang tidak bisa dilacak oleh tim mereka.""Tidak bisakah diturunkan harganya? Kalian kan hanya duduk dan melihat komputer.""Kalau hanya duduk dan melihat komputer, kenapa tidak Anda saja yang melakukannya sendiri?""Kamu menghina aku sekarang?" tanya Burhan sambil meninggikan suaranya."Saya hanya memberikan masukan, karena kelihatannya mudah sekali jik
Dalam kafe yang tenang dan nyaman, Burhan dan Tifa duduk berhadapan di meja. Udara dipenuhi oleh harapan dan ketegangan, seolah-olah dunia di sekitar mereka berhenti berputar untuk sementara.Setelah diskusi yang panjang, Burhan akhirnya memberikan persetujuan. Dia menyodorkan amplop kecil berisi sejumlah uang kepada Tifa, dan dengan gerakan yang cermat, diletakkan di atas meja.Tifa mengangguk dengan serius, mengambil amplop itu dan dimasukkan di dalam tasnya. "Dengan ini, kita memiliki kesepakatan," kata Tifa dengan nada tegas.Burhan mengangguk, tatapannya fokus pada Tifa. "Ya, kita punya kesepakatan."Tifa melanjutkan, "Sekarang, saya akan memberikan informasi yang Anda inginkan. Nama-nama terkait dan fakta-fakta yang mungkin Anda perlukan ada dalam berkas ini." Dia mengeluarkan selembar kertas dari tasnya dan diletakkan di depan Burhan.Burhan meraih kertas itu dengan hati-hati, mata menyapu setiap detail yang tertulis di sana. Dia membaca dengan tekun, mengesampingkan segala gan
Burhan tertawa bahagia, dia bisa membayangkan akan memenangkan pertarungan serta mampu merebut bisnis keluarga Hutama. Tidak hanya itu, dia juga bisa membuat pasangan suami istri yang sudah bertindak sombong itu, dengan bertekuk lutut di kakinya. "Haa, akhirnya... Tuhan memang berikan takdir yang bagus untukku."Burhan kembali membaca pesan yang diberikan informan dan tertawa, malam ini dia bisa tidur dengan nyenyak. Tapi..Burhan tiba-tiba memiliki ide dan menghubungi seseorang yang sedang membutuhkan uang, orang itu pandai di media sosial dan bisa menjadi netizen bayaran. Jika Vivi dan Reza membuat skandal yang tidak bisa diterima oleh masyarakat Indonesia, bukankah sahamnya akan menurun dan bisnis akan hancur?Burhan tidak sabar memakai rencana indahnya.Sementara kondisi di internet semakin memanas, orang-orang mulai mengeluarkan pendapat masing-masing setelah melihat video yang diedit. Vivi mengomel ke ibu korban, ada lagi rekaman cctv saat salah satu anak Vivi melempar mainan ke
Agung merenungkan kembali perkataan istrinya dan setuju dengan pendapat kedua adiknya.Ana diserahkan tanggung jawab perihal media sosial.Istri Agung tidak setuju dan berupaya merubah pikiran sang suami. "Mereka orang kaya, lebih kaya dari kita, koneksinya pasti tidak main-main. Kita akan kalah."Agung menepis kekhawatiran istrinya. "Tenang saja, netizen bisa membantu kita. Mereka tidak mungkin bisa melawan netizen. Selain itu, kita bisa mendapatkan kompensasi sekaligus marketing gratis.""A- apa?" Istri Agung terkejut dengan jalan pikiran suaminya. "Kamu... sampai ke sana? Bagaimana kalau mereka menuntut?""Tidak akan, semua orang pasti lebih percaya pada kita daripada orang yang sudah menjadi public enemy," jawab Ana dengan santai. "Mereka orang kaya yang sombong, sudah sewajarnya mendapat hukuman sosial."Istri Agung menggigit bibir ketika melihat tekad di mata suaminya, dia berdiri dan mengeluarkan peringatan. "Ini untuk terakhir kalinya, aku tidak akan ikut campur masalah kalian.