Marta semakin menggila di rumah sakit dan mulai menyerang siapa pun yang berusaha mendekat. "Kalian semua yang menjadikan aku seperti ini, PERGI! JANGAN DEKATI AKU!" teriaknya dengan putus asa.
HPV lebih parah dari HIV dan bisa menimbulkan penyakit kanker jika tidak diobati dengan cepat dan tepat, namun masalahnya- Marta sudah tertular lama, kemungkinan besar akan sulit sembuh.
"PERGI! TOMMY SIALAN! KAMU BAHAGIA DI ATAS PENDERITAANKU! BURHAN SIALAN! KAMU MENULARKAN AKU KARENA MELAKUKAN SEKS DENGAN PRIA!" teriak Marta sepanjang waktu dan tempat. Sehingga membuat banyak orang tahu, bagaimana bejatnya Burhan. Lebih parah dari keadaan sebelumnya.
Orang-orang yang tadinya memiliki simpati terhadap Burhan, istri dan anaknya, mulai menjauh.
Burhan duduk di kantor, tempat kerjanya yang dulu bergengsi dan ramai, sekarang menjadi bayangan dari dirinya yang dulu. Dinding bergema dengan kehampaan, dan meja-meja tetap ditinggalkan. Surat pengunduran diri yang ditumpuk
Putra duduk di mejanya sambil mengernyitkan dahi saat menganalisis kondisi keuangan perusahaan Burhan. Dia telah meminta bantuan temannya yang berpengetahuan luas, Rizal, berpengalaman dalam menyelidiki keuangan perusahaan.Ruangan itu dipenuhi aroma kopi yang baru diseduh, dan kertas-kertas berserakan di atas meja berisi laporan keuangan, catatan bank, dan kuitansi. Putra dan Rizal telah menghabiskan beberapa jam dengan cermat memeriksa transaksi keuangan perusahaan Burhan. Mulai dari hal kecil sampai yang besar."Lihat ini," seru Rizal sambil menunjuk salah satu laporan bank ke Putra. "Ada sejumlah besar uang yang ditransfer dari rekening pribadi Burhan ke Offshore company. Sepertinya dia berusaha menyembunyikan asetnya."Putra mencondongkan tubuh ke depan, mempelajari dokumen itu dengan cermat. Offshore company biasa digunakan para pengusaha y
Setelah menghabiskan malam menyenangkan bersama kekasih barunya. Di pagi hari yang menyegarkan, Burhan menghubungi pengacara dan memberikan beberapa bukti.Pengacara yang memberikan biaya murah, membutuhkan status dan nama. Pengacara bernama Rizal itu segera datang ke rumah Burhan secepatnya."Saya ingin menceraikan Marta, kamu sudah tahu beritanya di luar, bukan?" tanya Burhan lalu mengangkat tangan ketika lawan bicaranya hendak mengatakan sesuatu. "Tidak perlu dijelaskan, aku sudah paham garis besarnya."Rizal terdiam lalu melihat tumpukan dokumen yang dimasukkan ke dalam amplop cokelat. "Anda yakin akan menceraikannya? Pernikahan sudah lama dilalui, kenapa tidak bertahan saja? Mungkin, bisa memperbaiki citra Anda dan istri yang sudah dirusak di luar sana."Burhan menyemburkan tawanya, perut besar bergetar mengimbangi sambil menatap cemooh Rizal. "Orang biasa seperti kamu, tidak akan pernah paham situasi orang kaya seperti kami."Rizal menaikkan
"Marta mengirim surat lagi." "Bagaimana bisa dia mengirim surat? Bukankah otaknya sedang terganggu sekarang?" tanya ibu Marta yang semakin kesal mendengar laporan putri bungsunya. "Biarkan saja anak itu, kita tidak ada sangkut pautnya. Suami selingkuh bukannya disadarkan, malah dia ikut selingkuh. Istri macam apa dia?" Adik Marta duduk di samping ibunya dan bertanya dengan nada bingung. "Bukankah selama ini keluarga kita berhubungan baik dengan Kakak Ipar? Kenapa sekarang jadi merenggang begini? Kakak Ipar sendiri juga salah kan?" Ibu Marta memukul anak perempuannya dengan keras. "Kamu mau jadi seperti dia? Tidak bisa diberitahu dan membalas semuanya dengan perselingkuhan? Aku tidak suka melihat anak-anakku melakukan hal kotor meskipun pasangannya lebih kotor! Lagipula Burhan seorang suami, wajar mencari wanita di luar sana." "Ibu..." adik Marta merintih kesakitan sambil mengusap lengan atasnya yang dipukul. "Ngapain sih sampai mukul segala?"
"Marta menolaknya?" tanya Vivi yang tidak percaya. "Dia tidak ingin bantuan dari siapa pun? Bukankah waktu itu, dia menerima bantuan kita? Aku bahkan bantu menyembuhkan dia."Reza hanya minum teh dengan tenang sambil mendengar laporan dari Putra.Putra berdehem sambil membaca laporan kembali. "Yah, memang. Sepertinya wanita itu berubah pikiran setelah mendapat perilaku yang tidak menyenangkan di rumah sakit jiwa."Reza meletakkan cangkir teh di atas tatakan lalu menatap Putra dengan serius. "Kamu sudah periksa dia mendapat perilaku tidak menyenangkan? Jangan-jangan dia hanya berbohong untuk mengambil simpati.""Marta hanya pasrah mendapat perlakuan kasar, sepertinya tidak satu atau dua kali saja pegawai rumah sakit melakukan itu. Ah, sebagai tambahan... kepala rumah sakit jiwa memiliki hubungan kerabat dengan Burhan, hanya saja kepala rumah sakit itu berusaha masuk ke dalam lingkaran sosial Burhan." Putra menjelaskan dengan hati-hati. "Apakah saya juga pe
Putra berdiri diam di depan meja Reza yang dulunya adalah tempat Burhan. Ada cerita menarik di sini, Reza menyuruh Burhan membawa semua meja dan kursi dengan alasan dia tidak membutuhkannya, padahal Reza sangat tidak suka dengan bekas Burhan yang menjijikan. Ruangan yang terlihat mewah dan mentereng pun dipoles ulang sehingga Reza bersedia menunggu waktu. Tentu saja, para desainer harus mengerjakan semuanya secepat mungkin.Putra melirik atasannya yang menatap serius dokumen dengan tegang, dia tahu perasaan atasannya sekarang."Jadi, intinya yang bermain bukan hanya satu orang? Burhan juga tidak mau repot-repot menyelidikinya karena sibuk bersama kekasih?" tanya Reza tanpa menatap Putra, matanya masih fokus pada dokumen.Putra menarik napas panjang. "Banyak yang meremehkan kita juga. Mereka berpikir basic kita dari bidang hospitality, sehingga tidak akan bisa membaca laporan yang mereka buat."Reza melempar dokumen di atas meja dengan ma
Setelah malam menyesatkan itu, Vivi mulai mengambil alih peran. Dia tidak ingin suaminya terjerumus karena ulah pria tua di hadapannya itu. Vivi terpaksa membuat janji ulang dua hari kemudian dengan Burhan dan mulai bersikap tegas. Namun, Burhan malah menatap rendah dirinya dan berkali-kali mengejek ketika tengah diskusi. Suasana terasa tegang saat Vivi dan Burhan duduk berhadapan. Vivi mencoba menenangkan dirinya, berusaha keras untuk tidak memperlihatkan kekesalan atas sikap Burhan yang merendahkan dirinya dan suami. "Aku tidak tahu apa anak muda seperti kamu, paham tentang alur manajemen ini." "Bukankah kamu hanya paham manajemen hotel dibanding perusahaan?" "Kita sedang berbisnis, bukan bermain, Vivi." Kedua mata Vivi menyipit ketika Burhan menyebut namanya. "Anda lebih tua dari saya, tidak bisakah kita saling menghargai sebagai partner bisnis?" "Saya hanya menghargai orang yang kompeten dalam bidangnya," kelit Burhan, tanp
Reza memutuskan pulang ke rumah dengan perasaan kesal, terlalu muak melihat tatapan mata Burhan yang memprovokasi dirinya untuk tidur bersama. Dia bukan gay, tapi memang sempat mencintai ayah kandung Vivi, tidak lebih dari itu. Dia tidak mau memiliki hubungan dengan pria, sangat mual membayangkannya setelah mendengar dan melihat sosok menyedihkan kakek kandung dan ayah kandungnya.Kakek kandung yang dibunuh putrinya sendiri karena melakukan perselingkuhan dengan menantu sementara ayah kandung Reza juga berakhir dibunuh di tangan orang yang sama.Reza tidak ingin mati cepat, dia tidak sebodoh itu meskipun sudah muak melihat berbagai kelakuan orang busuk di sekitarnya."Kamu sudah pulang? Cepat sekali, ini kan masih pag-" Vivi hampir jatuh ketika Reza mengangkat istrinya seperti karung beras.Choky dengan sigap, menangkap mangkok di tangan Vivi yang tergelincir di tangannya karena terkejut, sementara dua anak kembar mereka yang sedang disuapi tidak peduli d
Setelah malam menyesatkan itu, Vivi mulai mengambil alih peran. Dia tidak ingin suaminya terjerumus karena ulah pria tua di hadapannya itu.Vivi terpaksa membuat janji ulang dua hari kemudian dengan Burhan dan mulai bersikap tegas. Namun, Burhan malah menatap rendah dirinya dan berkali-kali mengejek ketika tengah diskusi.Suasana terasa tegang saat Vivi dan Burhan duduk berhadapan. Vivi mencoba menenangkan dirinya, berusaha keras untuk tidak memperlihatkan kekesalan atas sikap Burhan yang merendahkan dirinya dan suami."Aku tidak tahu apa anak muda seperti kamu, paham tentang alur manajemen ini.""Bukankah kamu hanya paham manajemen hotel dibanding perusahaan?""Kita sedang berbisnis, bukan bermain, Vivi."Kedua mata Vivi menyipit ketika Burhan menyebut namanya. "Anda lebih tua dari saya, tidak bisakah kita saling menghargai sebagai partner bisnis?""Saya hanya menghargai orang yang kompeten dalam bidangnya," kelit Burhan, tanpa meras
Marta yang sudah mulai tenang di rumah sakit jiwa dan tidak ada yang mengganggunya lagi, mulai merencanakan kabur dari rumah sakit jiwa di dalam kepalanya. Dia bersumpah akan membuat semua orang menyesali keputusan mereka, tidak terkecuali keluarga kandungnya sendiri. Namun, tidak lama, dia dikejutkan dengan kedatangan Vivi.Vivi yang masih terlihat cantik dan segar, dilindungi dua bodyguard di belakang, berbanding terbalik dengan dirinya yang berpenampilan lusuh dan kurang terawat."Mau apa kamu ke sini?" tanya Marta setelah duduk berhadapan dengan Vivi."Tadinya, aku tidak mau bertemu dengan kamu... tapi, sepertinya aku harus berubah pikiran sekarang."Marta menaikkan sudut bibir. "Kamu... berubah pikiran? Bukankah sekarang kamu berubah pikiran? Melemparku ke rumah sakit jiwa atas permintaan Burhan, kamu kira aku tidak tahu semuanya?"Vivi duduk berhadapan dengan Marta dan tersenyum. "Takut?"Dada Marta naik turun karena menahan emosi, dia tidak bisa memukul wanita mungil itu sembar
Rida duduk dengan mata terpejam, mempertimbangkan perkataan temannya, Cinta, yang sudah lama menjadi rekan kerja. Di dalam benak, Rida merenungkan semua yang telah terjadi sejak awal.Cinta yang tahu kelemahan temannya, mulai merayu untuk mendapatkan simpati. "Dengar, kita tidak bisa diam begitu saja jika ada korban muncul. Kamu tahu kan, kalau mereka itu sangat berbahaya, jika ada korban lagi... siapa yang akan bertanggung jawab? Sementara tempat kerja kita saja saling melepas tanggung jawab.""Mereka pasti mencari nara sumber, dan aku tidak mau terlibat.""Dulu saja yang menjadi korban adalah anak-anak orang kaya, dan kamu lihat sendiri bukan... mereka justru memanfaatkan moment ini dengan menjatuhkan orang lain sekaligus mencari konsumen baru."Rida mengangguk paham. "Ya, kita semua sudah tahu mengenai hal itu.""Makanya, kita harus speak up tentang hal ini. Kamu tidak kasihan dengan orang tua kembar yang dituduhkan mereka? Padahal mereka yang salah, bukan orang tua kembar."Rida m
Reza menghela napas panjang saat Putra keluar dari ruangan, menatap dokumen yang ada di atas mejanya. Dokumen itu adalah laporan keuangan perusahaan yang baru saja selesai diperiksa.Reza tahu bahwa perusahaan sedang dalam kondisi yang tidak baik. Pendapatan perusahaan terus menurun, sedangkan pengeluaran semakin membengkak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah manajemen yang buruk.Reza menduga bahwa Burhan, penyebab utama dari masalah ini. Burhan seorang pengusaha yang licik dan tamak, tidak mau merugi terus menerus, juga ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun, kondisi perusahaan terbatas, sehingga Burhan terpaksa melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.Reza tahu bahwa Burhan tidak akan pernah mau mengakui kesalahan, selalu menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Reza harus mencari cara untuk membuktikan kesalahan Burhan dan menjual perusahaan yang sebelumnya milik pria berlemak itu. Melihat raut wajah pucat lemaknya ketika tahu bah
Agung sangat puas dengan hasil yang didapatkannya, semua hal diterabas dia meskipun terlihat menjual kesedihan untuk keponakannya. Bahkan, dia menggratiskan Sandy untuk main ke tempat bermainnya.Tentu saja Sandy bisa bermain sepuas hati dan semakin merajalela, merasa keluarganya memiliki banyak hak sebagai pemilik."Kamu tidak boleh main ini kalau tidak minta izin ke aku.""Memangnya kenapa aku harus minta izin?""Karena keluarga aku yang punya tempat ini."Anak perempuan yang berusia enam tahun, mengerutkan kening tidak mengerti. "Katanya kakak, aku boleh main sepuasnya. Kakak sudah bayar mahal lho.""Memangnya kenapa dengan bayar? Itukan hanya tiket masuk, semua mainan di sini harus izin dariku.""Bagaimana caranya aku minta izin?"Sandy tersenyum lalu menunjuk bros yang dipakai anak perempuan itu. "Berikan itu kepadaku."Anak perempuan itu terkejut lalu menutup brosnya dengan tangan mungil. "Tidak! Ini dikasih kakak tadi!"Sandy cemberut lalu menyembunyikan mainan kayu yang diambi
Vivi masih bisa melihat raut wajah sedih Erika. "Kenapa kamu tidak bekerja saja demi masa depan? Bukankah kamu belum masuk kuliah?"Erika menggelengkan kepala. "Lebih baik aku bekerja, menghidupi diri sendiri, aku masih tidak mau berhadapan dengan orang lain."Vivi bisa melihat trauma di dalam diri Erika. "Mereka sudah minta maaf ke kamu?""Minta maaf?""Bukankah Erika yang menjebak kamu sampai memberikan tubuh ke om-om?" tanya Vivi tanpa merasa bersalah. "Aku tahu, semuanya adalah pilihan kamu... tapi, jika dia tidak membuka jalan... mungkin kamu tidak akan seperti ini sekarang."Erika tersenyum sambil membersihkan bibir kecil si sulung yang belepotan bubur bayi. "Sudah menjadi masa lalu, sebaiknya tidak perlu dibahas, Dia juga sudah meninggal.""Kamu juga bisa menuntut keluarga Almira," ucap Vivi sambil menatap lurus televisi yang menayangkan seorang artis. "Bukankah mereka sekarang hidup jauh lebih tenang daripada hidup kalian? Mungkin memang itu salah satu karma dari ibu kandung k
Burhan sudah membeli data Vivi, dan dia sudah tidak sabar untuk menggunakannya. Dia segera menghubungi tim internet untuk meminta bantuan. Namun, ketika tim internet mendengar bahwa Burhan ingin menggunakan data Vivi, mereka langsung meminta harga mahal."Kenapa kamu minta harga mahal?" tanya Burhan dengan geram di telepon. Dulu dia mengeluarkan uang tanpa perlu banyak berpikir, sekarang dia harus berpikir dua kali untuk pertahankan rumahnya. "Bukankah selama ini aku menjadi pelanggan tetap kalian?""Yang kita hadapi ini keluarga Aditama, saya tidak bodoh dan tidak akan melawan tanpa persiapan matang. Saya juga harus memakai identitas yang tidak bisa dilacak oleh tim mereka.""Tidak bisakah diturunkan harganya? Kalian kan hanya duduk dan melihat komputer.""Kalau hanya duduk dan melihat komputer, kenapa tidak Anda saja yang melakukannya sendiri?""Kamu menghina aku sekarang?" tanya Burhan sambil meninggikan suaranya."Saya hanya memberikan masukan, karena kelihatannya mudah sekali jik
Dalam kafe yang tenang dan nyaman, Burhan dan Tifa duduk berhadapan di meja. Udara dipenuhi oleh harapan dan ketegangan, seolah-olah dunia di sekitar mereka berhenti berputar untuk sementara.Setelah diskusi yang panjang, Burhan akhirnya memberikan persetujuan. Dia menyodorkan amplop kecil berisi sejumlah uang kepada Tifa, dan dengan gerakan yang cermat, diletakkan di atas meja.Tifa mengangguk dengan serius, mengambil amplop itu dan dimasukkan di dalam tasnya. "Dengan ini, kita memiliki kesepakatan," kata Tifa dengan nada tegas.Burhan mengangguk, tatapannya fokus pada Tifa. "Ya, kita punya kesepakatan."Tifa melanjutkan, "Sekarang, saya akan memberikan informasi yang Anda inginkan. Nama-nama terkait dan fakta-fakta yang mungkin Anda perlukan ada dalam berkas ini." Dia mengeluarkan selembar kertas dari tasnya dan diletakkan di depan Burhan.Burhan meraih kertas itu dengan hati-hati, mata menyapu setiap detail yang tertulis di sana. Dia membaca dengan tekun, mengesampingkan segala gan
Burhan tertawa bahagia, dia bisa membayangkan akan memenangkan pertarungan serta mampu merebut bisnis keluarga Hutama. Tidak hanya itu, dia juga bisa membuat pasangan suami istri yang sudah bertindak sombong itu, dengan bertekuk lutut di kakinya. "Haa, akhirnya... Tuhan memang berikan takdir yang bagus untukku."Burhan kembali membaca pesan yang diberikan informan dan tertawa, malam ini dia bisa tidur dengan nyenyak. Tapi..Burhan tiba-tiba memiliki ide dan menghubungi seseorang yang sedang membutuhkan uang, orang itu pandai di media sosial dan bisa menjadi netizen bayaran. Jika Vivi dan Reza membuat skandal yang tidak bisa diterima oleh masyarakat Indonesia, bukankah sahamnya akan menurun dan bisnis akan hancur?Burhan tidak sabar memakai rencana indahnya.Sementara kondisi di internet semakin memanas, orang-orang mulai mengeluarkan pendapat masing-masing setelah melihat video yang diedit. Vivi mengomel ke ibu korban, ada lagi rekaman cctv saat salah satu anak Vivi melempar mainan ke
Agung merenungkan kembali perkataan istrinya dan setuju dengan pendapat kedua adiknya.Ana diserahkan tanggung jawab perihal media sosial.Istri Agung tidak setuju dan berupaya merubah pikiran sang suami. "Mereka orang kaya, lebih kaya dari kita, koneksinya pasti tidak main-main. Kita akan kalah."Agung menepis kekhawatiran istrinya. "Tenang saja, netizen bisa membantu kita. Mereka tidak mungkin bisa melawan netizen. Selain itu, kita bisa mendapatkan kompensasi sekaligus marketing gratis.""A- apa?" Istri Agung terkejut dengan jalan pikiran suaminya. "Kamu... sampai ke sana? Bagaimana kalau mereka menuntut?""Tidak akan, semua orang pasti lebih percaya pada kita daripada orang yang sudah menjadi public enemy," jawab Ana dengan santai. "Mereka orang kaya yang sombong, sudah sewajarnya mendapat hukuman sosial."Istri Agung menggigit bibir ketika melihat tekad di mata suaminya, dia berdiri dan mengeluarkan peringatan. "Ini untuk terakhir kalinya, aku tidak akan ikut campur masalah kalian.