Setelah istirahat siang, para peserta meditasi mulai belajar materi dasar Meditasi yaitu merasakan akar rambut, rambut, gigi, kuku dan tulang. Nana dengan cukup mudah mampu merasakan semua bagian itu kecuali tulang. Aneh! Sangat aneh! Jika mampu merasakan akar rambut, semestinya merasakan tulang jauh lebih mudah karena objeknya paling BESAR! Jadi sangat super duper aneh ketika dia tidak bisa merasakan tulang. Namun, Nana pasrah saja. Sebisa mungkin menghindari kemarahan. Nana mencobanya lagi pada sesi meditasi malam hari. Tapi, tetap tidak bisa! Walau sedikit frustrasi, dia bertekad untuk mencoba coba lagi keesokan harinya.
Hari ke-tiga, pelajaran untuk merasakan bagian-bagian tubuh yang lain dilanjutkan. Seperti merasakan otot, semua organ tubuh yang masuk dalam sistem pencernaan dan juga sistem pernapasan hingga ke pembuluh darah. Seperti biasa, semua tahapan itu bisa di ikuti dan dilaluinya dengan lancar. Namun Nana tetap TIDAK BISA merasakan tulang.
Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Bagaimana mungkin dia masih tidak bisa merasakan tulang yang super besar? Bahkan merasakan tulang tengkorak-pun tidak bisa. Jika hingga hari ke-empat Nana masih tidak bisa merasakan tulang, dia memutuskan untuk berkonsultasi dengan salah satu Asisten.
Hari ke-empat_ Seperti biasa, dia menggunakan istirahat siang untuk melakukan meditasi mandiri dan berdoa dalam kesendirian. Airmatanya sempat mengalir perlahan.
“Ya Allah, tuntunlah hamba agar bisa merasakan tulang. Hamba mohon, Ya Allah,” desahnya lirih dengan kepasrahan total. Nana lantas pergi ke Bale Bengong di samping Rumah Joglo tempat meditasi. Dia beristirahat di sana. Meluruskan punggungnya. Desiran lembut angin dari pepohonan hutan di sekitar Forest Island membuatnya sempat tertidur sejenak.
Sesi meditasi sore di mulai. Kini Nana sangat pasrah dan santai, tidak berusaha keras merasakan tulang. Anehnya, begitu akan memulai merasakan bagian tubuhnya, tiba-tiba Nana “mendapati” dirinya hanya berupa tengkorak! Aaach bahagianya! Jika sedang tidak melakukan meditasi, Nana pasti sudah menjerit kegirangan. Jadi dia hanya senyum-senyum saja sambil menikmati merasakan tulang dengan sangat mudah! Inci demi inci. Rasanya seperti mendapatkan mainan baru yang sudah berabad-abad diimpikannya.
Jadwal kegiatan sebelum istirahat maghrib adalah olah raga. Nana memilih untuk senam meredian di dalam Pendopo, karena hujan mulai turun. Di tengah-tengah mengikuti gerakan-gerakan senam, tiba-tiba tubuh Nana terjengkang. Nana jatuh terduduk dengan memegangi kedua matanya. Dia merangsek ke pojok Pendopo agar tidak menghalangi peserta lain dalam berolah raga. Ingin rasanya dia menjerit sekuat tenaga. Tapi digigitnya bibirnya kuat-kuat. Kali ini tidak saja palu godam menghantam kepalanya, tapi kedua matanya seperti mau dicongkel paksa!
Nana berjuang sekuat tenaga untuk bertahan sambil memegangi kedua matanya dan membenamkan kepalanya di antara kedua lututnya. Rasa sakitnya tak tertahankan.
“Ya Tuhan, tolonglah hamba!” pekiknya dalam hati! Kadang-kadang tubuhnya menggeliat menahan rasa sakit yang luar biasa. Tapi tidak seorangpun berani menolongnya. Nana meringkuk di pojok ruangan menahan segala kesakitan.
Berbarengan dengan berakhirnya sesi olah raga, serangan itupun mereda. Tenaganya terkuras habis hanya untuk bertahan melawan serangan ghaib. Seorang Asisten mendekatinya dan menawarkan bantuan menuntun Nana kembali ke kamar tidurnya. Sepertinya beliau tahu apa yang terjadi pada Nana.
“Sabar ya, besok giliran Mba Nana konsultasi dengan Bapak,” ujarnya lembut ketika sudah sampai di depan kamar Nana.
“Malam ini mba Nana istirahat saja, tidak usah ikut sesi meditasi malam,” sarannya. Nana mengangguk dan masuk ke dalam kamar tidurnya.
⸙⸙⸙
Hari ke-lima_ sekitar menjelang makan siang Nana mendapat giliran terakhir untuk konsultasi dengan Guru Utama, Pak Marta. Setelah menanyakan kabar dan beberapa hal, Nana memberanikan diri menceritakan tentang si judes.
“Coba, Nana duduk diam santai dan pejamkan mata, “ pinta Pak Marta sebelum melakukan ‘scanning’ dengan mata batinnya yang tajam. Tak berapa lama beliau berkata;
“Oh iya, ada. Mahluk ini dikirim oleh seseorang. Sudah lama sekali. Tapi aneh …” beliau berhenti sebentar dan merenung. “Sebenarnya orang yang mengirim mahluk ini sudah tidak lagi membenci Nana dan sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi dengan Nana. Tapi kenapa mahluk ini masih mengikuti Nana ya?” guman Pak Marta heran dan kembali tercenung.
“Terus, apa yang bisa saya lakukan, Pak?! Saya ingin sekali terlepas dari mahluk itu,” dengan pasrah Nana minta petunjuk Gurunya. Bapak Marta menghela napas panjang, sebelum memberi saran.
“Selama meditasi selanjutnya, rasakan tulang seluruh badan.”
Jantung Nana langsung berdegup kencang! Antara bahagia dan ngeri! Jadi selama ini dia dihalangi untuk bisa merasakan tulang, dan baru mulai kemarin sore bisa merasakannya.
“Sepertinya mantranya ditanam di tulangmu.” Gurunya yang berwajah teduh dan bertutur kata tenang menjelaskan bahwa mantra itu ditanam di tulangnya! Seluruh badan! Pantas powerful sekali.
“Jadi di meditasi berikutnya rasakan seluruh tulang dengan kepasrahan total,” ulang Pak Marta mewanti-wanti. “Kepasrahan yang absolut kepada Tuhan.”
“Kalau boleh tahu, siapa yang telah berbuat ini kepada saya?” Nana bertanya hati-hati.
“Sudaaah … untuk apa kamu tahu? Nanti malah kepikiran dan memunculkan emosi negatif.” Pak Marta mengingatkan. Nana menjadi malu.
“Kamu maafkan saja siapapun dia. Kirimkan saja energi cinta kasih. Energi rendah jadi jangan dilawan dengan energi rendah. Kamu harus tetap berada di vibrasi tinggi dan benar-benar ikhlas memaafkannya,” lanjutnya dengan penuh kebapakan.
“Pokoknya Nana pasrah saja. Sepasrah-pasrahnya kepada Tuhan. Mahluk itu akan hilang sendiri. Tentu nanti saya bantu.” Kata-kata Pak Marta selalu meneduhkan dan membuatnya tentram.
Nana hanya bisa menggangguk takzim. Menuruti permintaan Gurunya. Sempat terlintas wajah orang itu beberapa detik yang membuat Nana tercenung.
“Kalau Nana ingin terbebas dari pengaruh mahluk itu, kamu harus MELEPASKAN emosi kebencian, kemarahan, iri hati dan emosi buruk apapun yang ada di batin dan memorimu. Itu syaratnya. Lakukan meditasi cinta kasih lebih lama. Emosi kemarahan dan kebencianmu itu hanya akan membuat mahluk tersebut lebih lekat kepadamu. Dia senang kalau kamu marah-marah,” beliau berpesan panjang lebar. Nana langsung paham.
“Jangan khawatir, roh leluhurmu melindungimu. Cahayanya bagus, berwarna putih cemerlang,” tambah Pak Marta. “Tapi beliau sedih, karena kamu masih sulit mengendalikan emosi kemarahan atau kebencian terhadap sesuatu atau seseorang!”
Waduh! Pipinya langsung memanas, saking malunya. Tapi Nana tetap terbuka untuk menerima semua informasi disampaikan. Bahkan bersyukur dapat mengetahuinya sehingga bisa cepat memperbaiki diri.
“Lakukan meditasi cinta kasih untuk diri sendiri selama 15 menit setiap hari,” pesan beliau. “Selepas program meditasi ini, tetap rajin dan disiplin bermeditasi ya,” pungkasnya menyudahi sesi konsultasi.
“Njih, Pak.“ Nana memberi hormat dan mengucapkan banyak terima kasih sebelum meninggalkan pondok gurunya.
(bersambung)
⸙⸙⸙
Jadwal sesi meditasi selanjutnya akan dimulai satu jam lagi. Sekitar jam 14.00. Namun, Nana ingin buru-buru memulainya. Hal pertama yang dilakukannya adalah meminta maaf pada Tuhan karena telah berbuat buruk terhadap seseorang sehingga orang tersebut tega menyantetnya.Kedua, dia meminta maaf kepada orang yang membencinya tersebut dan telah membuatnya sakit hati. Sekaligus memaafkan atas apa yang dilakukannya kepadanya. Dengan kesadaran penuh, Nana membebaskan dirinya dari energi kemarahan dan kebencian.Secara khusus, Nana berkata dalam hati kepada si judes. “Aku sudah tidak marah kepadamu. Kamu dikirim seseorang dan memberimu tugas. Orang itu sekarang sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi denganku dan bahkan sudah tidak membenciku lagi. Ja
“Sudah cukup lama,” kata Yuli. “Bahkan tadi malam dia datang ke dalam mimpiku.”Nana terkesiap. Ngeri sekaligus takjub dengan apa yang dialami oleh Yuli.“Ngapain dia datangin kamu?” Nana bertanya dengan suara lirih terbata-bata. Masih belum hilang rasa kagetnya.“Si mahluk itu menggertakku agar tidak membantumu. Sosoknya hitam, tinggi besar dan bermata merah. Energi mahluk ini besar sekali. Aku ga mampu melawannya atau membuatnya pergi.”Waktu itu Nana memang berencana untuk minta bantuan Yuli melakukan past life regression, yaitu sebuah teknik yang dilakukan denganhipnosisuntuk mengembalikan apa yang dipercayai sebagai ingatan masa lampau darikehidupan-kehidupan sebelumnya.“Jadi sebaiknya kamu minta pertolongan pada seseorang yang memiliki kekuatan energi yang lebih tinggi,” saran Yuli.“Maksudnya?” Nana masih tak mengerti.“Jad
Tujuh tahun berselang, awal Februari 2020. Gara-garanya Nana bertemu teman baru di medsos. Dia seorang Indigo, namanya Intan. Usianya beberapa tahun lebih muda dari Nana. Mereka berdua sama-sama menyukai film Dilan. Jadi obrolan mereka ya seputar film remaja tersebut dan tentu saja tentang para pemainnya dan gosip seputar Sasha dan Iqbaal. Kalau ngegosip, bisa sampai berjam-jam!!Namun, ntah mengapa sore itu pembicaraan lain. Mereka berbincang melalui sambungan seluler. Karena Intan di Semarang sedangkan Nana di Bali. Ternyata di salah satu kehidupan sebelumnya, Nana adalah teman seperjuangan Intan saat di jaman penjajahan Jepang. Jadi, ketika ngobrol mereka layaknya teman lama yang tidak ketemu. Kebetulan Intan dapat karunia mampu melihat dan berkomunikasi dengan mahluk halus. Tiba-tiba Nana teringat perihal mahluk hitam yang mengikutinya.“Dek … boleh minta tolong, ga? Coba kamu lihat apa ada mahluk yang mengikutiku,” pinta Nana. Lantas Intan minta
“Office Boy di tempat kantor saya juga seorang Indigo. Dia santri keluaran Pondok Gontor!” kata Dimas yang menikah dengan keponakan tertua Nana. Kebetulan Nana pulang ke Jogja untuk beberapa hari. Sehari sebelum balik ke Bali, tanpa sengaja Nana berbincang dengan Dimas."Almarhum Papa juga mengalami peristiwa ghaib," kata Dimas ketika Nana menceritakan tentang si judes. "Beruntung Office Boy di tempat saya kerja bisa membantunya.""Peristiwa ghaibnya seperti apa?" Nana penasaran."Waktu itu kan Papa sedang merenovasi rumah yang di luar Jogja. Jadi rumah itu bersebelahan dengan rumah Pakde. Ada pintu penghubung diantara rumah Pakde dan rumah Papa. Ketika semua tukang sudah selesai, pintu penghubung dan pintu depan otomatis dikunci." Dimas mennceritakan panjang lebar. Nana hanya diam mendengarkan."Tiba-tiba pintu depan dan pintu penghubung terbuka. Padahal selain dikunci juga dipalang. Tidak ada seorangpun yang ada di rumah selain Papa
Jadwal sesi meditasi selanjutnya akan dimulai satu jam lagi. Sekitar jam 14.00. Namun, Nana ingin buru-buru memulainya. Hal pertama yang dilakukannya adalah meminta maaf pada Tuhan karena telah berbuat buruk terhadap seseorang sehingga orang tersebut tega menyantetnya.Kedua, dia meminta maaf kepada orang yang membencinya tersebut dan telah membuatnya sakit hati. Sekaligus memaafkan atas apa yang dilakukannya kepadanya. Dengan kesadaran penuh, Nana membebaskan dirinya dari energi kemarahan dan kebencian.Secara khusus, Nana berkata dalam hati kepada si judes. “Aku sudah tidak marah kepadamu. Kamu dikirim seseorang dan memberimu tugas. Orang itu sekarang sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi denganku dan bahkan sudah tidak membenciku lagi. Ja
Setelah istirahat siang, para peserta meditasi mulai belajar materi dasar Meditasi yaitu merasakan akar rambut, rambut, gigi, kuku dan tulang. Nana dengan cukup mudah mampu merasakan semua bagian itu kecuali tulang. Aneh! Sangat aneh!Jika mampu merasakan akar rambut, semestinya merasakan tulang jauh lebih mudah karena objeknya paling BESAR! Jadi sangat super duper aneh ketika dia tidak bisa merasakan tulang. Namun, Nana pasrah saja. Sebisa mungkin menghindari kemarahan. Nana mencobanya lagi pada sesi meditasi malam hari. Tapi, tetap tidak bisa! Walau sedikit frustrasi, dia bertekad untuk mencoba coba lagi keesokan harinya. Hari ke-tiga, pelajaran untuk merasakan bagian-bagian tubuh yang lain dilanjutkan. Seperti merasakan otot, semua organ tubuh yang masuk dalam sistem pencernaan dan juga sistem pernapasan hingga ke pembuluh darah. Seperti bias
“Office Boy di tempat kantor saya juga seorang Indigo. Dia santri keluaran Pondok Gontor!” kata Dimas yang menikah dengan keponakan tertua Nana. Kebetulan Nana pulang ke Jogja untuk beberapa hari. Sehari sebelum balik ke Bali, tanpa sengaja Nana berbincang dengan Dimas."Almarhum Papa juga mengalami peristiwa ghaib," kata Dimas ketika Nana menceritakan tentang si judes. "Beruntung Office Boy di tempat saya kerja bisa membantunya.""Peristiwa ghaibnya seperti apa?" Nana penasaran."Waktu itu kan Papa sedang merenovasi rumah yang di luar Jogja. Jadi rumah itu bersebelahan dengan rumah Pakde. Ada pintu penghubung diantara rumah Pakde dan rumah Papa. Ketika semua tukang sudah selesai, pintu penghubung dan pintu depan otomatis dikunci." Dimas mennceritakan panjang lebar. Nana hanya diam mendengarkan."Tiba-tiba pintu depan dan pintu penghubung terbuka. Padahal selain dikunci juga dipalang. Tidak ada seorangpun yang ada di rumah selain Papa
Tujuh tahun berselang, awal Februari 2020. Gara-garanya Nana bertemu teman baru di medsos. Dia seorang Indigo, namanya Intan. Usianya beberapa tahun lebih muda dari Nana. Mereka berdua sama-sama menyukai film Dilan. Jadi obrolan mereka ya seputar film remaja tersebut dan tentu saja tentang para pemainnya dan gosip seputar Sasha dan Iqbaal. Kalau ngegosip, bisa sampai berjam-jam!!Namun, ntah mengapa sore itu pembicaraan lain. Mereka berbincang melalui sambungan seluler. Karena Intan di Semarang sedangkan Nana di Bali. Ternyata di salah satu kehidupan sebelumnya, Nana adalah teman seperjuangan Intan saat di jaman penjajahan Jepang. Jadi, ketika ngobrol mereka layaknya teman lama yang tidak ketemu. Kebetulan Intan dapat karunia mampu melihat dan berkomunikasi dengan mahluk halus. Tiba-tiba Nana teringat perihal mahluk hitam yang mengikutinya.“Dek … boleh minta tolong, ga? Coba kamu lihat apa ada mahluk yang mengikutiku,” pinta Nana. Lantas Intan minta
“Sudah cukup lama,” kata Yuli. “Bahkan tadi malam dia datang ke dalam mimpiku.”Nana terkesiap. Ngeri sekaligus takjub dengan apa yang dialami oleh Yuli.“Ngapain dia datangin kamu?” Nana bertanya dengan suara lirih terbata-bata. Masih belum hilang rasa kagetnya.“Si mahluk itu menggertakku agar tidak membantumu. Sosoknya hitam, tinggi besar dan bermata merah. Energi mahluk ini besar sekali. Aku ga mampu melawannya atau membuatnya pergi.”Waktu itu Nana memang berencana untuk minta bantuan Yuli melakukan past life regression, yaitu sebuah teknik yang dilakukan denganhipnosisuntuk mengembalikan apa yang dipercayai sebagai ingatan masa lampau darikehidupan-kehidupan sebelumnya.“Jadi sebaiknya kamu minta pertolongan pada seseorang yang memiliki kekuatan energi yang lebih tinggi,” saran Yuli.“Maksudnya?” Nana masih tak mengerti.“Jad