“Aku tadi sudah pergi ke grosir kopi, kamu tak perlu kesana lagi, aku senang bisa ketemu kamu disini..” dia menggandeng tanganku berjalan menuju keluar pasar. Sial!***Sepanjang perjalanan, Elena terus bergelayut manja di lenganku, padahal aku sedang menyetir, tapi aku tidak berani protes, aku benar-benar dibuat takut olehnya. Dia terus tersenyum, entah apa yang membuatnya begitu bahagia, atau karena sudah bertemu Denis, atau karena uang? Ah.. uang itu.. bagaimana aku bisa merampasnya dari Denis.“Kita sudah lama tidak seperti ini ya, aku merasa kembali seperti dulu, kita berjalan berdua berpacaran,” Elena terkekeh.“Kamu lebih baik pulang ke rumah, aku akan mengantarmu,” ucapku.“Bersama denganmu sama dengan istirahat untukku..” jawabnya manja, membuat bibirku meringis.Sepanjang jalan Elena terus mengoceh, dia memintaku untuk mengajarinya mengolah kopi, padahal bisa dipelajari di pusat budaya. Aku memandang malas ke luar jendela. Dengan berat hati aku akhirnya menyetujuinya ikut ke
“Akhirnya kamu kembali Bastian-ku sayang..” Jessica tersenyum senang sambil membingkai wajahku.“Berkatmu aku bisa bernapas,” ucapku sambil tersenyum.“Bernapaslah sayang, kita harus mendapatkan uang 10 milliar itu untuk membalas dendam pada istrimu,” sahut Jessica.“Tapi.. aku kehilangan jejak Denis, aku gak tau kemana dia membawa uang itu,” ucapku.“Tenang sayang, aku sudah memikirkannya..” jawab Jessica dengan seringai licik di bibirnya.Setelah selesai mengatur rencana, Jessica bergegas menjalankan misinya, dia pergi ke ruang ganti karyawan. Sementara aku kembali ke dapur untuk meracik kopi.“Kopi sudah siap..” teriakku agar Elena datang mengambilnya.Elena kemudian menyuguhkan kopi itu untuk para karyawan yang sedang beristirahat, sementara Jessica mengirim pesan ke aplikasi chat, [misi selesai, semuanya akan berjalan sesuai rencana, segera hapus pesan ini] tulisnya. Entah apa yang dia lakukan aku belum tahu.Segera kuhapus pesan dari Jessica, bersamaan dengan itu Elena kembali k
“Aku lah yang lebih takut.. aku!!” teriakku kesal, lalu kumatikan telepon.Akhirnya kuputuskan untuk pulang dari pada Elena terus mengadu pada Kak Vira yang terus mengomeliku.Saat berada di parkiran, aku merasa sedikit ragu untuk menyalakan mesin mobil, rasa takut pada istriku kian menjadi, dia bukan istri biasa, dia itu monster.“Ah, sudahlah, kalau aku tidak cepat pulang, masalah akan bertambah,” gumamku.Kunyalakan mesin mobil, tiba-tiba pintu penumpang dibuka.“Aaaaa…” aku berteriak histeris.Ternyata Jessica, dia berdiri mematung melihatku ketakutan sebelum akhirnya masuk dan duduk disebelahku dengan wajah heran.“Apa kamu menungguku menyalakan mobil sebagai kode?” tanyaku sambil mengurut dada.“Bukannya kamu yang sedang menungguku?” Jessica bertanya balik.Aku menarik napas berkali-kali untuk menetralkan keterkejutanku.Jessica tertawa melihatku ketakutan, “apa aku turun aja, gitu?” ucapnya.“Setiap hari pulang kerja pada waktu yang sama, bosku dan istrinya begitu sempurna. Bah
POV ElenaAku tahu Mas Bastian mengikutiku ke pasar grosi kopi, saat aku bertemu Denis, kami sengaja melakukan sandiwara seolah tak ada yang menginti, ku buka bungkusan uang 10 M yang ada di dalam termos es besar yang dibawa Denis, di tempat sepi. Suamiku pasti melihat uang ini.Saat Denis membawa pergi uang itu, suamiku mengikutinya, aku segera menghalanginya dan pura-pura terkejut saat bertemu dengannya disana. Dia tampak kesal saat kehilangan jejak Denis.‘Kamu masih belum berubah dan masih tidak mempercayaiku, hanya uang itu yang kamu incar, bukan aku yang akan kamu pertahankan, baiklah! Ikuti permainanku,’ ucapku dalam hati.“Oh, aku datang untuk membeli biji kopi,” ucap Mas Bastian saat aku bertanya kenapa dia berada disini sambil celingukan.“Aku tadi sudah pergi ke grosir kopi, kamu tak perlu kesana lagi, aku senang bisa ketemu kamu disini..” aku menggandeng tangan mas Bastian berjalan menuju keluar pasar.Di dalam mobil, mas Bastian terlihat sangat kikuk, dia masih takut deng
“Denis..! kenapa kamu melakukan ini?” aku mendekatinya perlahan lalu membuang benda yang kupegang untuk memukulnya tadi.“Untuk membebaskanmu, kak. Setidaknya bisa membiarkanmu mencari kebebasan..” ucap Denis dengan suara lirih.“Lagi pula aku sudah tamat, aku gak mau pergi sendirian. Tapi sebelum itu, aku harus menyingkirkan bajingan ini dulu..” Denis bergerak mendekati Mas Bastian lagi, aku pun menghalanginya dengan sigap.Darahku seakan mendidih, meskipun Bastian memang bajingan, aku harus tetap melindunginya, karna yang kubutuhkan adalah seorang suami.“Bukannya sudah kukatakan, jangan bertindak sesukamu, Denis!” aku menghardik, meluapkan emosiku.Kalau sampai suamiku kenapa-napa, tujuan utamaku bisa gagal.“Kak Elena… sadar!” ucap Denis bersikeras.“Denis, aku sudah bilang, aku gak peduli kalau harus tertangkap! Kamu hanya perlu membantuku sesuai yang kuperintahkan saja!”“Tidak, kak. Aku melakukan ini karena kehendakku sendiri!” bentak Denis padaku.Dia merasa putus asa dengan k
“Selamat keluar dari rumah sakit, Tante..” ucap Sheza sambil menyerahkan buket bunga padaku.“Terima kasih, Sheza..” aku mengambil buket bunga yang diberikannya sambil tersenyum manis dan bersikap lembut.Mantan suami Kak Vira juga datang, padahal selama ini yang kutahu dia tak pernah lagi peduli pada keluarganya semenjak dipecat dari kepolisian.Mereka bersorak kembali menyambutku, aku tersipu malu dan ikut senang. Lebih tepatnya menghargai kebaikan mereka.“Cukup..!! cukup..!! apa-apaan ini?” teriak Bastian.Aku menoleh pada suamiku yang berdiri di sampingku, “apakah kamu takut dan terkejut, suamiku?”Aku memberi kode lewat mata pada suamiku, untuk bersikap biasa dan anggap tidak pernah terjadi apa-apa pada kami berdua sebelumnya. Lalu suamiku itu naik ke lantai dua, sementara yang lainnya mengucapkan selamat, termasuk Bang Rozi, mantan suami Kak Vira.“Selamat ya, Elena.. akhirnya kamu bisa melewati semuanya,” ucap Bang Rozi.Aku tersenyum, lantas mengucapkan terima kasih.“Ah, beg
Setelah semua orang pulang, aku pun sudah berberes rumah dan membersihkan dapur. Kemudian ke lantai dua untuk memastikan suamiku sudah tertidur.Saat sudah memastikan Bastian terlelap, aku mengambil tas dan kunci mobil lalu menuju garasi. Kucabut kartu memori dari kamera dashboard mobil suamiku agar tidak ada yang terekam. Aku juga me-nonaktifkan GPS pada mobil ini.Kulajukan mobil dengan kecepatan sedang menuju suatu tempat yang sudah lama ingin kukunjungi. Sekitar setengah jam aku mengemudi, akhirnya sampai pada tempat yang kutuju, aku memarkirkan mobil di tepi jalan, karena tempat itu ada di dalam gang yang tidak bisa di masuki mobil.Saat aku berjalan kaki memasuki gang, aku sadar ada seseorang yang sedang mengikutiku, tapi aku tetap bersikap santai dan terus berjalan.Bar REA, tempat yang banyak menyimpan cerita. Sudah lama aku tidak kesini. Langsung saja aku masuk ke dalam bar untuk menemui seseorang yang selama hidupku sudah banyak berjasa. Namanya Raffi, pria tampan bertubuh
POV BastianSetelah menyaksikan drama antara Elena dan Denis, aku lanjut berdebat dengan istriku itu. Aku mengajaknya untuk mengakhiri pernikahan kami, tapi dia bilang tak ingin menyerah. Aku lelas hidup dengan monster dengannya.Saat masuk ke dalam rumah, aku dibuat terkejut oleh ulah keluargaku, jika jantung ini bukan ciptaan Tuhan, sudah pasti akan copot dari tempatnya.Bang Rozi juga hadir. Kak Vira bilang, karena Sheza memaksanya untuk ikut. Aku yakin dia sangat senang mengambil kesempatan ini.Mereka membuat kejutan untuk merayakan kembalinya Elena dari rumah sakit sekaligus terlepas dari kasus penculikan yang menggemparkan seluruh negeri.Mereka terus bersorak, sementara istriku tampak sangat senang.“Cukup..!! cukup..!! apa-apaan ini?” teriakku kesal.Elena menatapku horor, dia memberi kode lewat matanya agar aku bersikap biasa dan jangan mengacaukan acara yang sudah dibuat oleh keluargaku untuknya.Saat bel rumah berbunyi, Elena segera melihat monitor, membuat semua orang yan
POV Bastian.“Aku pulang..” Elena masuk ke dalam toko ayam goreng sekaligus rumah yang selama ini Ibuku dan Kak Vira tinggali. Setelah kejadian itu, dan rumah kami terbakar, aku dan Elena pun menumpang tinggal disini.Hari ini jadwal terapi Elena, syaraf kirinya yang tertusuk mengakibat kaki kirinya lumpuh dan harus menjalani terapi agar bisa berjalan normal kembali. Dia selalu pergi ke rumah sakit sendiri, karena aku sibuk membantu Ibu dan Kak Vira mengurus toko. Istriku itu memang keras kepala, tidak mau merepotkan siapa pun dan merasa bisa menanganinya sendiri.“Kamu sudah berusaha keras, Elena. Bagaimana hasilnya hari ini?” tanya Kak Vira.“Kata dokter sudah mulai bisa berjalan tanpa kruk, apalagi jika aku rajin melakukan pengobatan beberapa hari lagi.” Elena menjawab sambil berjalan susah payah menggunakan kruk. Ibu dan Kak Vira yang sedang meracik bumbu untuk ayam goreng tersenyum senang.“Aku akan ikut membantu,” ujar Elena menghampiri.“Jangan!”“Tidak usah!”Bruk!Elena menab
Toni menyadari bahwa istrinya tengah melamun. Sejak tadi dia menatap bola baseball itu sambil memutar-mutarnya di tangan.“Novelmu itu…” Toni menggantung kalimatnya, membuat Mita mendongak. Pandangannya beralih dari bola kepada suaminya yang sedang berdiri memperhatikannya sambil bersandar di pilar dekat pintu masuk. “Cukup bagus..” sambung Toni sambil menyunggingkan senyum.Senyum yang selama ini tak pernah dilihat oleh Mita. Dia merindukannya sejak lama, dan hari ini suaminya berhasil membuatnya tersenyum juga atas pujiannya itu.Toni masih mempertahankan senyumnya, apalagi melihat Mita tersipu malu. Dia tulus, dia sadar selama ini dia terlalu keras pada Mita. Terlalu pelit dengan perhatian dan setitik senyum dari bibirnya.“Tapi.. bisakah kau mengubah nama penanya? Bukan ibu rumah tangga yang ingin menjadi penulis, tapi ibu rumah tangga yang telah menjadi penulis.”Mendengar itu, bibir Mita yang tadinya melengkung keatas membentuk senyum, mendadak melengkung ke bawah. Dia terharu
"Bukankah kamu pernah bilang, pacarmu membutuhkan uang untuk operasi?"Elena masih memaksa dan bersikeras atas kehendaknya. Sedangkan Raffi terhenyak, dia maaih bingung."Aku ingin membantumu," sambung Elena, dengan tatapan mata yang lebih serius. Dia tidak bercanda. Dia ingin dirinya diculik dan Raffi harus membantunya.Atas tawaran yang diberikan Elena, Raffi pun tergiur. Dia mengambil kesempatan ini untuk membantu membiayai pengobatan sang pacar.Aksi pun dimulai. Dengan ragu, Raffi menuruti Elena membawakan kain berwarna putih. Tangannya gemetar, dia tidak bisa melakukannya."Berikan padaku! Biar aku yang melakukannya sendiri!" Elena merebut kain itu lalu menutupkan matanya. Tangannya beralih ke belakang, lalu mengisyaratkan pasa Raffi untuk segera mengikatnya. Sebuah senyuman terbentuk dari bibir Elena remaja. Dia puas, merasa sandiwara ini nantinya akan berhasil mewujudkan keinginannya untuk pergi jauh dari hubungan rumit kedua orang tuanya.'Aku akan mengingatnya, hari ini seb
Elena Valencia Adiyatma..!" Detektif Toni memanggi nama lengkap wanita yang tengah susah payah berjalan menggunakan alat bantu. Elena, semenjak kejadian penculikan dan kebakaran rumah tiga bulan lalu, dia mengalami trauma dan cacat sementara pada kaki kirinya yang menyebabkan dirinya tak mampu berjalan sempurna.Detektif Toni berjalan mendekat, Elena tersenyum menyambut kedatangan pria yang terus berhubungan dengannya, mengamatinya sejak awal pertama kasus sandiwara penculikan dirinya."Detektif Toni..." Elena menyapa.Lalu merea duduk di taman rumah sakit. Elana tak banyak bicara, dia hanya akan menjawab jika ditanya. Beberapa menit suasana hening tanpa adanya pembicaraan."Ada satu pikiran yang selalu ada di otakku," ucap Pak Toni membuka pembicaraan.Elena mengalihkan pandangan pada pria yang berbicara di sebelahnya. "Kamu yang membantu Melisa dan Andre melarikan diri, kan?" Terus terang Toni. Dia memang bukan tipe orang yang suka basa basi.Elena tertawa. "Masalah ini lagi?" Ele
"Aku ingin membakar rumah ini.." Elena membakar kain gorden rumahnya untuk mengalihkan perhatian sang Ibu pada waktu itu, namun Kak Raffi, guru les privatnya, mencegah dan segera mematikan api sebelum menyebar terlalu besar.Mulai saat itu, Elena merencanakan sandiwara penculikan bersama Raffi dengan imbalan uang untuk berobat pacarnya yang sedang menderita kanker."Apakah kamu bisa melihat kupu-kupu berusaha keras demi bisa terbang?" Elena bertanya sambil melihag kupu-kupu yang hinggap di jendela bus yang mereka tumpangi.Mereka berdua pergi tanpa tujuan, asalkan pergi saja dari rumah dan menghilang."Tapi menurutku, dia berusaha untuk tidak terbang dan kembali pulang.." Elena melihat hewan itu mirip dengannya.Kebebasan tak pernah dia rasakan. Semua tentang hidupnya diatur oleh orang tuanya. Cita-cita, cinta, dan apapun itu. Sehingga saat itu Elena menberontak, terutama dia melihat Ibunya berselingkuh. Hidupnya ibarat terombang ambing diatas ombak lautan."Tidak ada yang tau sebera
"Suamiku... akhirnya kamu datang.." Elena tersenyum dengan sisa tenaganya."Aku... aku datang dengan otak bodohku ini.." Bastian menunjuk dirinya sendiri sambil memberikan sebuah kode melalui tangannya.Bastian menunjukkan jari manisnya kemudian mengacungkan ibu jarinya. Memberitahu Elena bahwa dia tersadar keberadaan istrinya ketika melihat cincin pernikahan yang dikenakan Elena.Elena tersenyum puas. Wajahnya semakin pucat tak berdaya."Akhirnya aku yang memenangkan taruhan ini, kan?" Elena menatap Melisa dengan senyuman mengejek.Wanuta berambut sebahu itu masih bertahan dengan korek yang menyala di tangannya."Aku rasa.. kalian berdua sangat ingin saling membunuh. Tidak bisakag menjadi lebib jujur? Kalian hanya takut melukai harga diri kalian, kan?" Melisa menyeringai."Maka tidak berani mengakui jika salah pilih. Makanya kalian seperti ini.." sambungnya sambil terus bergantian menatap Elena dan Bastian."Tapi... memangnya kenapa?" Bastian menyela. "Bukankah semua orang seperti
Elena memindai sekitar rumahnya. Matanya menyapu seluruh sudut, mengingat kenangan di tempat ini sebelum Melisa menjatuhkan korek apinya.'Sebenarnya kesalahannya mulai dari mana? Akhirnya, janji di depan A31 tetap tidak bisa ditepati. Aku berharap suamiku masih ingat dengan A31. Janji kita bersama A31, tidak terpenuhi.' Elena bergumam dalam hati.Hatinya hancur. Terutama ketika mengingat pertama kali menjalankan misi sandiwara penculikan, saat itu Bastian menelepon polisi setelah membaca pesan ancaman dari sang penculik A31.Bagaimana bisa dia langsung menelepon polisi dan tersenyum saat mengetahui jika hal itu dilakukan akan membuat nyawa Elena terancam. Kecewa dan marah Elena rasakan, namun tak bisa dilampiaskan pada Bastian. Dia memilih memaafkan karena dia membutuhkan seorang suami."Aku berharap suamiku tidak tersesat, dan segera melihat petunjuk yang kuberikan," ujar Elena saat bersembunyi di suatu tempat dan pura-pura diculik.A31 adalah petunjuk, namun Bastian sama sekali tid
"Pintunya tidak terkunci," gumam Toni saat masuk ke dalam restoran."Apakah ada orang di dalam?!" Toni berteriak sambil terus berjalan masuk ke dalam."Apa ini?" Rian melihat bercak darah di lantai."Cepat!" Toni berseru, berlari naik ke lantai dua."Apa yang terjadi?" Toni menemukan Jessica tergeletak bersimbah darah sambil memegang lengannya yang terluka."Apa yang terjadi?" Rian menghampiri Jessica."Sepuluh miliar sudah dirampas, penjahatnya adalah Andre, pria tetangga Bastian," jelas Jessica sambil meringis kesakitan."Andre? Cepat kejar!" perintah Toni pada juniornya."Sepuluh miliar... uang yang digunakan untuk penebusan kasus penculikan Elena?" desis Toni, matanya menyorot tajam pada Jessica.Wanita itu tak peduli, dia terus meringis sambil nenekan luka di lengannya."Aku pikir uang itu jatuh ke tangan siapa, ternyata kamu orangnya.." kembali Toni mendesis.Jessica tak berani membalas tatapan Toni. Dia terus menunduk."Aww.. sakit banget!" Pekik Jessica saat Toni memberikan sa
“Katanya mereka berkenalan saat bekerja di bar anggur merah. Istrinya itu sangat menyukai anggur merah terutama merek Cinta Abadi.” Rozi bercerita sambil menunjukkan foto Raffi bersama wanita penjaga bar, yaitu mendiang istrinya.Saat Jessica tengah memperhatikan foto tersebut, Rozi mengetuk-ngetuk koper milik Jessica.“Bukankah kamu bilang tidak tertarik?” dengan cepat Jessica menggeser kopernya itu, dan mengalihkan pandangan dari foto ke Rozi dengan tatapan tajamnya.“Toko gue gak akan mengurus barang kotor dan haram seperti ini,”ujarnya.“Tapi aku rasa kamu hanya mengurus barang kotor,” balas Jessica meremehkan.“Sudah gue bilang enggak!” tegasnya.“Kamu tau, diantara barang kotor dalam toko ini, kita lah yang paling punya aroma kotor itu.” Jessica menyeringai. “Lalu, bagaimana istrinya Raffi itu meninggal?” sambung Jessica melanjutkan ke topik pembicaraan.“Karena sudah lama sakit,” jawab Rozi sambil menyilangkan kakinya ke kaki satunya.“Jadi istrinya meninggal karena sakit?”“Ya