Bel pulang sekolah Fia sudah menunggu adiknya di depan seperti hari-hari yang lalu, tapi saat ini perasaannya sangat kacau. Dia tak bisa fokus atau pun tenang barang sedetik. Fia terus menatap ke arah seberang jalan berharap melihat sosok adiknya. Dengan gerakan pelan Fia bangkit dari duduknya dan berjalan ke sana ke sini dengan perasaan cemas. Entah mengapa dia merasa tak tenang dan ingin cepat-cepat melihat sosok adiknya.
“Fiko” gumam Fia dengan raut wajah khawatir.
Fia masih cemas hingga matanya menangkap sosok Fiko di seberang jalan. Dengan senyum cerah Fia menatap ke arah Fiko. Sedangkan Fiko masih fokus menatap ke arah kanan dan kiri memastikan jalan senggang.
Fia terus menatap ke arah adiknya dengan harap-harap cemas. Bagaimana tak cemas, jalanan siang ini cukup ramai dia takut terjadi sesuatu pada adiknya.
Fiko masih berdiam diri di tempatnya hingga dia sudah merasa jalanan cukup renggang untung bisa dia menyeberang. Dia mulai menarik
Di sinilah Fia, dengan baju berlumuran darah dan sorot mata hampa. Dia duduk termenung di koridor rumah sakit. Pikirannya kosong tapi hatinya sakit, air mata yang jatuh tanpa permisi. Membuat penampilannya cukup mengenaskan. Satu alasan yang membuatnya begini, keadaan adiknya yang sedang di tangani sang dokter. Ada rasa penyesalan dalam lubuk hatinya, ada rasa menyalahkan dirinya sendiri saat mengingat kondisi adiknya. Saat ini mentalnya benar-benar down. Dia membutuh ‘kan dukungan dan sanggahan untuk berdiri.Sekelebet gambar yang kemarin dia lihat menjadi kenyataan, sosok adiknya di lumuri oleh darah di depan matanya. Adiknya terbaring tak berdaya dan mengalami luka parah. Ingin rasanya dia tak percaya tapi semua ini nyata, semua itu terjadi di depan matanya.“Harusnya bukan elu dek, kenapa elu dek?” racau Fia dengan sorot mata yang masih kosong.“Bertahan dek, jangan tinggalin kakak oke?” gumam Fia lagi dengan sorot mata hampa da
Fia sampai di sekolahannya saat langit sudah malam. Dengan langkah pelan ia berjalan memasuki gerbang sekolah. Entah karena kedatangannya di sambut atau bagaimana. Fia merasa tubuhnya di terpa angin cukup sejuk membuat rambutnya yang sudah acak-acak ‘kan beterbangan tertiup angin.Tanpa memedulikan sekelilingnya Fia mulai berjalan ke arah anak tangga. Dia memilih anak tangga yang dekat dengan ruang guru karena hanya tangga itu yang tak di kunci pada saat malam hari. Di belakangnya ada sosok Arsin dan Diana yang sibuk mengikutinya.Fia terus melangkah hingga, karena tak fokus atau yang lainnya, kaki yang baru menampak di anak tangga tergelincir membuatnya jatuh ke bawah. Arsin yang melihat itu segera menghampiri Fia.‘Lu gak apa-apa?’ tanya Arsin dengan cemas.“Enggak” balas Fia sambil mencoba berdiri dengan bantuan pegangan anak tangga. Dengan perlahan Fia mulai berjalan menaiki anak tangga kembali walau kakinya sedikit teras
Fia terus berjalan hingga di koridor lantai dua, dia tak peduli dengan kakinya yang mulai membengkak. Pikirannya kacau dan tak memedulikan akan kondisinya kali ini. Dia seperti gadis hilang arah. Yah, walau memang dia sudah hilang arah sejak adiknya kecelakaan tadi.Fia terus berjalan hingga dia akan sampai di depan gudang dekat lap komputer. Sebenarnya jaraknya masih cukup jauh tapi Fia sudah bisa merasakan hawa yang mengancam dari arah depannya.Fia menghentikan langkahnya sebentar dan menatap ke arah depan. Saat Fia menatap tepat ke arah pintu, aura di sekelilingnya bertambah mencengkeram. Bulu kuduknya sedikit meremang merasakan aura tak enak dari gudang, perasaannya sedikit tak nyaman, tapi dia tepis semua itu.Fia kembali melangkahkan kakinya ke arah depan, langkahnya terasa sangat berat. Seperti ada beban yang mengikat di kedua kakinya.Dengan susah payah Fia berjalan ke arah depan dan sampailah dia di depan pintu gudang. Tanpa memedulikan aura yan
Di sinilah Ayah Fia sekarang, di ruang kerja sang dokter dengan raut wajah serius.“Bagaimana keadaan anak saya dok?” tanya Ayah Fia dengan datar.“Begini pak, anak bapak mengalami benturan yang cukup hebat. Ada beberapa tulang yang retak dan tulang kaki yang patah. Bukan hanya itu, benturan yang di alami pasien di bagian kepala cukup mengkhawatirkan, saya khawatir benturan itu bisa mengganggu kinerja otak korban atau menghilangkan ingatan pasien entah itu sebagian atau sepenuhnya dan ada kemungkinan ada beberapa syaraf yang terganggu atas benturan itu" ucap sang dokter dengan raut wajah serius.Ayah Fia yang mendengar penjelasan dokter sedikit menegang. Dalam benaknya bertanya ‘Separah ini kah kondisi anaknya?’“Tapi anak saya masih bisa jalan bukan?” tanya Ayah Fia memastikan.“Kemungkinan besar masih bisa, walau membutuhkan waktu yang cukup lama” ucap sang dokter dengan raut wajah tanpa emosi
Fia melanjutkan langkahnya ke arah anak tangga yang menghubungkan dengan lantai tiga. Dengan sosok Arsin yang masih setia mengikutinya, sedangkan Diana sudah hilang entah ke mana.Fia berjalan dengan tangan memegang tembok kelas untuk menjaga keseimbangannya dan menopang tubuhnya yang tak sanggup di topang oleh kedua kakinya.Arsin hanya diam sambil memerhatikan sosok Fia dari belakang.‘Perasaan gue gak enak’ gumam Arsin sambil menatap sosok Fia dengan raut wajah rumit.Fia melangkah dengan sangat pelan, dia berhenti sejenak untuk mengistirahatkan kakinya yang semakin sakit dan terlihat membengkak.Fia kembali melangkahkan kakinya tapi tak lama, suara jendela yang tertutup dengan kasar mengejutkannya.Brak!Fia menatap ke sumber suara dan di sana terlihat sosok putih dengan rambut acak-acak ‘kan. Sosok itu menundukkan kepalanya dengan rambut yang menutupi wajah.Satu yang menarik perhatian Fia, yaitu warna as
Lama Fia berdiam diri, hingga kakinya kembali melangkah menyusuri koridor sekolah dan sampailah dia di depan anak tangga.Perlahan dia mulai berjalan menaiki anak tangga. Saat dia sedang berusaha menaiki anak tangga satu demi satu, tiba-tiba tubuhnya kehilangan keseimbangan dan akan jatuh dari pijakannya.Fia yang sadar akan hal itu hanya bisa menutup mata dan bersiap menerima rasa sakit. Dengan rapat Fia menutup mata dan bersiap terjatuh dari anak tangga tapi bukannya sakit yang dia rasa melainkan pelukan hangat dari seseorang.“Ceroboh” ucap orang tadi dengan raut wajah datar.Mendengar suara yang tak asing baginya Fia mulai membuka mata dan terpampanglah wajah datar Yuan di depannya.“Loh?” kaget Fia sambil menatap ke arah Yuan dengan raut wajah terkejut.“Apa?” balas Yuan dan membantu Fia untuk berdiri.“Kalau kakinya sakit duduk, istirahat jangan memaksa diri” ucap Yuan sambil menat
Fia mulai berjalan menuju kelas bagian pojok, yang mendapat rumor ada penunggu siluman harimaunya. Di belakang Fia ada sosok Yuan yang dengan senantiasa mengikuti langkahnya. Sedangkan Arsin mengawasi dari gedung seberang. Jujur saja, dia merasa sadar diri jika Yuan bersama dengan Fia. Sebab itu tanpa berpamitan Arsin menghilang dan muncul di gedung seberang untuk mengawasi dari jauh.Sampailah mereka di depan pintu yang di maksud sebagian orang, pintu itu tertutup dengan sangat rapat, bahkan pintu di kunci dengan rantai dan gembok.Fia menatap ke arah Yuan dan Yuan menganggukkan kepala untuk membalas pertanyaan yang ada di kepal Fia.“Cara bukanya gimana?” tanya Fia dengan raut wajah heran.Mendengar pertanyaan Fia barusan membuat Yuan putar otak, dengan teliti matanya menelisik di sekelilingnya hingga berhenti di tumpukkan kayu yang tak jauh dari jaraknya. Dengan langkah pelan Yuan mulai berjalan ke arah tumpukkan kayu tadi dan mengambil ben
‘Ya! Mau apa kau mencariku manusia?’ tanya sang manusia harimau dengan sorot mata menilai.‘Ternyata kau’ ucap manusia harimau dengan senyum sinis.“Apa maksudmu?” tanya Fia yang tak tahu maksud dari ucapan sosok di depannya.‘Apa kau ingin tahu alasan sosok itu membenci keluargamu?’ tanya manusia harimau dengan senyum sombong dan raut wajah congkah.‘Atau alasan kenapa adikmu kecelakaan?’ lanjutnya dengan senyum sinis.“Bagaimana kau tahu?” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi sedikit pun.‘Aku penjaga lingkungan di sini, aku tahu semuanya bahkan kejadian 16 tahun yang lalu’ ucap sang manusia harimau dengan senyum sinisnya.“Kejadian 16 tahu yang lalu? Apa maksudmu?” tanya Fia dengan raut wajah heran.Yuan yang mendengar perkataan sosok di depannya juga merasa heran. Pasalnya dia tak tahu akan kejadian 16 tahun yang lalu. Dia tak
Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b
Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia den
Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya
Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara
“Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya
Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d
Mereka masih di posisinya, dengan pemikiran masing-masing. Sedangkan Ridwan sedikit menjauh untuk memberi kabar orang tua Yara akan kondisi anaknya. Setelah memberi kabar orang tua Yara , Ridwan mulai memberi kabar keluarganya tentang keberhasilan Fia. Kabar yang di beri tahukan Ridwan membawa kebahagiaan di keluarganya.Beberapa menit kemudian pintu UGD mulai terbuka, terlihat sosok berjas putih keluar dari ruangan dengan raut wajah penuh penyesalan.“Bagaimana keadaan teman saya dok?” tanya Disa sambil berjalan mendekat ke arah sang dokter. Dalam diam Fia berjalan mengikuti langkah Disa.“Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan mempunyai jalan yang lebih baik. Maaf, Tuhan berkehendak lain, teman adik dinyatakan meninggal karena telat akan penanganan yang seharusnya dia terima. Teman adik terlalu banyak kehilangan darah” ucap sang dokter dengan raut wajah lesu, karena pasiennya gagal untuk dia selamatkan.“Gak, dokter pasti salah” ucap Disa dengan raut wajah tak percaya dan memu
Fia mulai membuka matanya dan menatap ke arah Disa dengan raut wajah serius.“Dis” panggil Fia tanpa emosi.“Iya?” balas Disa dengan raut wajah heran.“Pegang batu ini dan baca mantra yang tertulis di sini” ucap Fia sambil menatap ke arah Disa dengan raut wajah masih sama.“Kenapa?” tanya Disa dengan raut wajah heran.“Ini kunci keluar dari sini” balas Fia apa adanya.“Oke” balas Disa dan mulai berjalan mendekat ke arah Fia. Tanpa membutuhkan waktu lama Disa mulai membaca mantra yang ada di batu tadi. Mantra tadi tertulis dengan aksara Jawa, dan entah kenapa Disa dengan lancar mengucapkannya, setiap kata terdengar sangat jelas.Tak lama cahaya di batu tadi semakin terang, cahaya yang tadinya putih berubah menjadi abu-abu. Tak lupa ada juga beberapa kunang-kunang yang hadir mengelilingi mereka.Fia yang melihat pemandangan di depannya sedikit menatap dengan sorot mata memuja. Tak lama, cahaya tadi mulai redup dan mereka sudah berada di luar gerbang sekolah.“Kondisinya semakin memburuk
Fia yang mendengar jeritan Sasa hanya menatapnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Fia tolongin gue” ucap Sasa dengan raut wajah memohon ke arah Fia.“Gue gak bisa” balas Fia dengan acuh tak acuh.“Gue minta maaf, gue ngaku gue salah. Gue mohon bantu gue, lepasin gue dari rantai ini” ucap Sasa dengan air mata yang menetes melewati pipinya.“Gue gak bisa, itu bukan kemampuan gue” balas Fia apa adanya.Tak lama dari itu Fia mulai mendengar jeritan tak jauh darinya.“Yara!” ucap Disa saat baru saja bangun dari pingsannya, dan saat dia membuka mata pandangan pertamanya adalah sosok Yara dengan darah di tubuhnya. Dengan raut wajah panik Disa menatap ke arah Yara.“Yar, aku minta maaf jangan kayak gini” ucap Disa sambil menepuk pipi Yara beberapa kali.“Dia akan mati kalau gak ambil tindakan dengan cepat” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi.“Yuan, boleh minta tolong? Tolong gendong Yara, karena gak mungkin kalau gue atau Disa yang gendong” ucap Fia sambil menatap ke arah Yuan dan di anggu