24 Agustus, Tahun 2030Malam hari di sebuah rumah yang berada tepat di persimpangan jalan.“Alya! Mengapa kamu selingkuh dariku? Mengapa?!” bentak seorang pria dengan raut wajah yang sangat marah.Hari itu sangat gelap dan hening. Namun, suara teriakkan pria itu menjadi sorotan hanya dalam beberapa detik saja.“Selingkuh? Aku hanya mencintai lelaki yang jauh lebih pantas untukku daripada kamu!” bantah Alya dengan tegas tanpa malu sambil terus mengemas barang-barangnya.Bang!“Tidak tahu diuntung! Inikah balasanmu kepadaku yang sudah berkorban untukmu selama ini, hah?!” Pria itu semakin menyentak dengan ganasnya hingga memukul lemari yang ada di dekatnya.“Bara! Tutup mulutmu! Kamu sendiri yang memang melakukan semua itu untukku dengan senang hati. Jangan kau ungkit tindakanmu sendiri yang tidak pernah aku minta sama sekali!”Alya dengan gigih membantah semakin ganas. Dia mempercepat mengemas beberapa barang-barangnya dan langsung memasukkan semuanya ke dalam kopernya.Bara yang meliha
“Oh ya? Tampaknya kita akan mendapatkan keluarga baru lagi!” sahut Bara kecil yang masih berusia 12 tahun.“Hmm…, kira-kira dia cantik atau gak ya? He-he-he!” ungkap pemuda sebelumnya dengan jahil.“Hadeh! Kamu ini selalu aja ngomong aneh seperti itu,” ungkap Bara berjalan dengan santai di taman bermain itu.“Anak-anak! Ayo pulang, sudah waktunya mandi sore!” tegas seorang pengurus panti asuhan itu.Semua anak-anak termasuk Bara dengan cepat pergi dari taman bermain itu meski tampak tak rela.Mereka sudah biasa bermain di tempat itu sesuai dengan jam yang sudah ditentukan. Jelas semua anak-anak itu tidak bisa menolak sistem yang berlaku di panti asuhan itu.Bara dan teman-temannya lekas pulang dan pergi mandi sore. Beberapa canda dan tawa masih saja terjadi di kala mereka mandi bersama.Tak butuh waktu lama, mereka semua sudah segar semua dengan aroma wangi terpancar dari atas rambut hingga ujung kaki.“Hmm? Itu siapa?” tanya seseorang yang tampak melihat sosok yang baru dikenalnya.“
Sikap Alya yang begitu dewasa dan pengertian itu membuat Bara semakin begitu mencintai istrinya itu karena sangat menghargai dirinya.***27 Juni, Tahun 2030Dua bulan yang lalu!Tepat di sebuah gedung bangunan di dalam wilayah Universitas Danoa. Terdapat banyak orang berkumpul dengan pakaian wisuda.Hari itu adalah acara wisuda para sarjana jenjang S2. Bara sudah berpakaian rapi dengan ponsel yang siap digunakan untuk mengabadikan momen indah itu.“Istriku memang luar biasa. Sudah cantik, pintar lagi!” batin Bara dengan begitu emosional menghadapi situasi yang mendebarkan itu.Sang istri tercinta pun akhirnya dipanggil namanya hingga naik ke atas podium. Bara sontak maju dan berada di garda paling depan siap untuk memotret wajah bahagia sang istri.“Alya! Lihat kamera!” tegas Bara sedikit lantang.Alya dengan senyuman manisnya menghadap ke arah kamera itu. Bara langsung memotret wajah cantik itu entah berapa kali dia lakukan.Setelah sesi itu selesai, acara wisuda berlanjut sebagai m
Kriek!Pintu kamar perlahan dibuka dengan lembut dan hati-hati. Keringat dingin mulai muncul keluar dari pori-pori di dahinya. Bara melihat lampu kamar yang sudah gelap itu.Sang istri sudah tertidur hingga suara ngorok mengguncang langit dan bumi. Bara tetap waspada meski tidak ada tanda-tanda kesadaran dari Alya yang tergeletak di atas kasur itu.“Di mana tasnya?” batin Bara melirik ke seluruh seluk beluk kamar itu.Aha!Bara langsung melihat tas yang sangat tidak asing itu. Dia mendekat dengan perlahan seperti tupai yang sedang ingin mencuri kacang milik tetangganya.Dia kembali tenang melihat sang istri tidak kunjung sadar. Bara membuka resleting tas itu dengan begitu hati-hati tak ingin ada kesalahan sedikit pun.Glek!Seteguk air ludah dia telan perlahan. Tas yang begitu biasa itu menjadi sumber ketegangan bagi Bara.“Huh…, sudah waktunya!” Bara tampak lega dan langsung mengambil CCTV mini yang canggih dari dalam kantong sakunya.Dia mengambil dan meletakkan CCTV itu ke dalam ta
“Alya! Kapan kita bertemu lagi?” tanya seorang pria dengan lembut.Bara yang sudah bosan dan mengantuk seakan terkena petir dan langsung tersadar seratus persen mendengarkan percakapan itu.“Nanti sore, bagaimana?” tanya balik gadis itu.“Baiklah! Nanti saya tunggu di ruang perpustakaan!” tegas pria itu pergi menjauh.Percakapan yang begitu singkat mengandung segerobak pesan dan arti yang begitu mendalam bagi Bara.“Me-mereka ingin berselingkuh di perpustakaan? Apakah ini berarti selingkuhan Alya adalah sesama rekan kerjanya?” gumam Bara semakin tak tenang.“A-apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya pria itu bingung menyikapi situasi yang tidak menentu itu.“Se-sebentar! Aku belum tahu sama sekali kalau mereka berselingkuh. Ini hanya sebatas dugaanku sejauh ini!” tegas Bara yang sudah berdiri bolak-balik seperti orang yang memikirkan hutang yang begitu banyak.“Tidak perlu terburu-buru. Aku harus mengumpulkan lebih banyak bukti untuk menguatkan tuduhanku.” Bara langsung menarik na
“Bertahanlah! Tinggal sedikit lagi!” tegas Bara mengelus-elus laptop kesayangannya itu.“Baiklah! Rapat pada hari ini selesai sampai sini saja. Saya berharap hasil rapat kali ini segera dilaksanakan secepatnya. Terima kasih!” tegas seorang pria tua.“Baik, Pak!” sahut semua orang termasuk Alya.Pria tua itu kembali terdengar berbicara dengan begitu jelas. Semua orang langsung membalas dengan begitu cepat dan sopan. Tampaknya pria tua itu adalah atasan semua orang.“Hmm? Tampaknya sudah berakhir!” gumam Bara yang tampak tak tenang.Dia menunggu momen ini hingga hampir dua belas jam lebih lamanya. Meski begitu, perasaan yang tidak bisa dijelaskan kian mencuat dari lubuk hati terdalam.Alya yang sudah menyelesaikan rapatnya sempat mengobrol dengan rekan-rekannya. Canda dan tawa terdengar semakin jelas.“Hmm, Alya! Boleh gak aku tanya sesuatu yang agak sensitif?” tanya rekan Alya seorang wanita.“Hmm? Tanya apa?” Alya tampak terkejut dan penasaran.“Ini soal suamimu itu, dengar-dengar dia
“Apa? Jadi kamu selama ini sudah selingkuh dengan lelaki lain tanpa suamimu ketahui?” tanya wanita itu sedikit meninggikan suaranya.“Hush! Jangan keras-keras! Ini rahasia kita berdua, oke!” tegas Alya tampak tidak menyangkalnya sama sekali.“Ha-ha-ha! Luar biasa sekali Alya. Aku tidak menyangka kalau kamu yang selama ini tampak santun ternyata hanya wanita rendahan. Mulai hari ini kita bukan teman lagi!” tegas wanita tiba-tiba langsung marah begitu saja.Bara yang sudah pasrah dibuatnya itu hanya semakin bingung dan terkejut. Mengapa wanita yang tampak kurang ajar sebelumnya malah berubah menjadi sok suci?Bara tidak mampu menjawabnya dan terus mendengarkan percakapan antara keduanya.“Apa maksud perkataanmu? Siapa yang kau sebut wanita rendahan, hah?” tanya Alya dengan begitu marah disindir menggunakan kata-kata pedas seperti itu.“Siapa lagi kalau bukan kamu? Sebenarnya aku hanya ingin tahu bagaimana kamu bisa begitu tulus menikahi sosok pria yang secara status sosial lebih rendah
Bara langsung meradang ketika kata-kata yang tidak bisa dia cerna itu memasuki hatinya dengan begitu gesitnya.Istri yang tercinta itu mengaku kalau selama ini dia tersenyum hanya untuk menipu dirinya yang begitu tulus mencintainya.“Senyum indah itu ternyata hanya sebatas tipuan semata. Betapa bodohnya diriku ini! Ha-ha-ha!” tegas Bara mengutuk dirinya sendiri sambil tertawa dengan paksa.“Baiklah, sayangku! Aku akan segera pergi. Jangan dikunci ya pintu rumahmu! He-he-he!” sahut Diano dengan nada menggoda sekali lagi.“Iya, sayangku tercinta! Cepat kemari, pintu rumahku selalu terbuka untukmu!” tegas Alya dengan suara yang begitu lembut.Pasangan haram itu saling bermesraan dan berbasa-basi tanpa rasa malu sedikit pun. Bara semakin meradang dibuatnya dan hanya bisa meneteskan air mata.Tangis seorang pria yang setia itu mewakili perasaan semua suami yang selama ini telah dikhianati istri tercinta mereka.Bara bukanlah kasus pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir pula. Ini adal
Tak berselang lama, Alya akhirnya berada tepat di depan pintu masuk ruangan pengawas CCTV. Wajahnya tenang, tapi sekilas mengandung keseriusan.“Bara pasti aku temukan di sini!” batin Alya tak ragu lagi hendak membuka pintu masuk tersebut.Petugas medis yang menemaninya hanya bisa terdiam dan akhirnya mengangguk dengan sopan.“Nyonya Alya, saya undur diri dahulu. Pengawas di dalam yang akan memberikan arahan nantinya,” ujar petugas medis tersebut dengan sopan menunggu balasan Alya.Alya terdiam sejenak sebelum menjawab, “Baiklah, terima kasih atas bantuannya!”Petugas medis tak ragu lagi akhirnya memutuskan pergi setelah memastikan Alya membuka pintu dan siap untuk masuk kapan saja.“Hmm…, mengapa juga Nyonya Alya ada di tempat ini? Apakah ada orang yang dikenalnya sedang dirawat di sini?” batin petugas medis sebelumnya masih merasa heran sebelum memutuskan segera mengabaikan pikirannya sendiri.Sosok Alya mulai masuk ke dalam ruangan dengan tenang menunjukkan rupanya yang begitu mena
“Berhenti dan silahkan duduk kembali apabila kamu masih ingin tahu rahasia keluarga Harko!” ucap pria tua itu dengan tenang bahkan tak menatap ke arah Bara sama sekali.Bara akhirnya terhenti sejenak sebelum berbalik dan menatap dengan serius ke arah pria tua yang saat ini masih saja mengabaikan sosok Bara dengan cara membaca buku medis miliknya.“Pria tua aneh ini benar-benar ingin memberitahu rahasia keluarga Harko atau tidak sebenarnya, hah?!” batin Bara masih tak begitu yakin.Dia memperhatikan dengan seksama sosok pria tua yang tidak ada perubahan fokus bahkan setelah mengatakan perkataan sebelumnya yang menghentikan Bara untuk pergi.Pria tua aneh itu masih saja fokus dengan kesibukan membaca bukunya. Bara masih tak habis pikir dengan sikap pria tua yang tenang dan sekaligus abai terhadap dirinya itu.“Hmph! Anda kalau berjanji harus mampu menepatinya! Jangan coba-coba mempermainkan saya lagi!” tegas Bara menatap tajam ke arah pria tua itu.Pria tua itu lagi-lagi tak merespon dan
Glek!Bara tanpa sadar menelan air ludahnya sendiri beberapa kali karena terlalu gugup menghadapi situasi yang tidak terprediksi ini. Dia duduk dengan canggung di kursi yang terlihat lumayan mewah dengan tubuh yang perlahan menggigil seperti orang kedinginan.Sorot matanya tidak fokus melihat sekelilingnya seakan-akan berusaha meminta lingkungan sekitarnya itu membantu dirinya untuk tetap tenang.“A–aku seharusnya tidak ke tempat ini! Andaikan saja aku tidak terlalu terburu-buru, situasi aneh ini tidak akan menimpaku!”Bara mengutuk keras dirinya sendiri dalam hatinya karena masuk ke dalam jurang tanpa dasar yang disiapkan oleh orang lain yang mana dalam hal ini berasal dari pria tua itu selaku kepala rumah sakit elit.“Aku tidak bisa terus gugup seperti ini! Semua sudah terlanjur begini, aku hanya perlu tetap tenang dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi terkait keluarga Harko!” batin Bara sudah memutuskan sesuatu.Dia yang merasa tidak ada jalan kembali hanya bisa berusaha untu
Menyadari kesalahannya sendiri adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia tidak peduli siapa pun itu. Banyak di antara manusia yang masih merasa benar meskipun sudah terbukti salah.Ini adalah fakta dan sekaligus sebuah realita kehidupan yang tak akan pernah memudar tak peduli zaman apa yang akan berlalu.Kondisi serupa inilah yang sedang terjadi kepada Alya. Dia masih tidak merasa bersalah meski jelas sekali dia telah menipu dan mengkhianati cinta seorang suami yang begitu tulus.Belum lagi berbagai cacian penuh kebencian dan hinaan yang merendahkan kehormatan seseorang sudah tak terhitung jumlahnya ia lontarkan kepada Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun.Sikap arogansi yang tidak berujung inilah yang membuat Alya tak mengerti alasan perubahan sikap Bara yang saat ini begitu membencinya hingga sulit untuk dihilangkan lagi.Bara juga tak akan pernah membutuhkan rasa simpati atau rasa bersalah sedikit pun dari Alya. Dia sudah memutuskan untuk membalas dendam tidak peduli seber
Pimpinan masih tak menemukan kemungkinan lainnya dan hanya bisa kembali terdiam seolah-olah tidak ada yang terjadi di dekatnya selama ini.Di sisi lainnya, Alya sendiri sudah pergi jauh dan mulai dekat dengan pintu keluar rumah sakit elit ini. Tanpa menunggu lama, Alya langsung keluar dengan cepat dan tidak ragu sama sekali.“Huuh…, akhirnya keluar juga dari rumah sakit ini!” gumam Alya begitu lega dan langsung bergegas menuju ke tempat mobilnya terparkir.Langkah kakinya tak terhentikan meski sejenak saja dan dengan lincah mempercepat langkahnya hingga sampai tepat di dekat mobilnya terparkir dengan rapi di sana.“Sudah waktunya pulang!” gumam Alya sambil membuka mobilnya dan masuk ke dalamnya.Dia duduk dengan tenang di kursi sopir sambil memegang erat setir mobilnya. Alya tetap saja terdiam di sana seperti orang aneh dan tidak bergegas pergi sedikit pun.“Mengapa aku terus memikirkannya, hah?!” Alya tak begitu senang dengan pikirannya sendiri yang saat ini kembali teringat percakapa
Bara keluar dari kamar rawat inap dengan hatinya yang terasa campur aduk tak menentu. Ada rasa syukur ketika melihat kondisi pimpinan yang sudah sadar.Namun, dia juga merasa semakin waspada dan marah besar kepada keluarga Harko yang sudah sulit diredakan lagi.“Keluarga Harko! Jika bukti sudah kudapatkan, kalian pasti akan hancur!” batin Bara dengan tekad kuat menyala.“Anda sudah keluar rupanya! Apakah masih ingin berkeliling lagi atau tidak?” tanya seorang pria yang sudah menunggu lama di sana.Bara meredakan amarahnya dan melirik pria aneh itu. Dia hanya mengangguk sejenak sebelum berjalan dengan santai lagi.“Hei! Kamu mau ke mana lagi sekarang?” tanya pria itu mengejar Bara.“Aku mau menjenguk yang lainnya dulu. Apa itu tidak boleh?” tanya Bara sebelum menghentikan langkahnya.Dia menoleh ke belakang dan sekilas melihat pria itu dengan tenang. Tatapan Bara membuat pria merasa tak nyaman sebelum akhirnya mendengus dingin.“Terserah kamu!” sahut pria itu tak lagi sopan.Dia sudah t
“Orang ini…. Apakah dia begitu khawatirnya dengan kondisi Panti Asuhan Daniar? Semuanya sudah hancur sekarang, kan? Seharusnya aku menjualnya waktu masih ada tawaran itu,” batin pimpinan tampak menyesali keputusannya menolak untuk menjual Panti Asuhan Daniar.Dia tidak tahu kalau keputusannya kala itu mengundang berbagai masalah yang menimpanya saat ini.Bara tetap menunggu dengan sabar seakan dirinya tahu kalau pimpinan berusaha untuk menghindari pertanyaannya.“Apakah pimpinan berusaha untuk merahasiakannya? Jika seperti ini, aku akan kesulitan mendapatkan informasi lebih lanjut!” batin Bara merasa khawatir.Keduanya berpikiran yang saling bertolak belakang. Bara tidak tahu kalau pimpinan saat ini sedang merasa menyesal karena tidak menjual Panti Asuhan Daniar waktu keluarga Harko memberikan penawarannya.Pimpinan juga tidak sadar kalau Bara sebenarnya merasa bahwa keputusan pimpinan begitu mulia sekali. Hanya saja, dia tidak mengetahui seberapa mengerikannya keluarga Harko.“Tidak!”
Bara terdiam dan terpaksa untuk tersenyum, lalu sedikit menganggukkan kepalanya. Pria itu tampak gerak di hatinya meski hanya untuk berpura-pura senang.“Mengingatkan wanita rendahan seperti Alya hanya buang-buang energi dan waktu berhargaku saja!” batin Bara merasa sangat tidak setuju dengan perkataan pimpinan.“Oh, iya! Bagaimana dengan keturunanmu saat ini? Apakah Alya memang benar-benar masih tidak bisa mempunyai keturunan?” tanya pimpinan sekali lagi.Meski terdengar lancang, tapi Bara sudah terbiasa mendengar pertanyaan pimpinan ini hampir puluhan kali.Bara sangat tahu betul kalau pimpinan hanya ingin mengetahui saja dan tidak punya niat buruk sedikit pun. Bahkan ketika Bara menceritakan kondisi tubuh Alya yang sebenarnya, pimpinan seringkali memberinya beberapa obat herbal untuk mantan istrinya itu.Meski tidak ada pengaruh atau perubahan kepada kondisi Alya, Bara tetap merasa tersentuh dengan kepedulian yang ditunjukkan oleh pimpinan Panti Asuhan Daniar kepadanya seakan-akan
Bara bergumam sendiri dengan ekspresi wajah serius. Meski begitu, hatinya sangat lega memikirkan akan segera bertemu pimpinan Panti Asuhan Daniar.“Semoga pimpinan Panti Asuhan Daniar baik-baik saja!” gumam Bara sebelum berbalik melihat kondisi kamar.Kamarnya sekilas tampak nyaman untuk para korban. Bara melihat ada salah satu tempat tidur dengan seseorang terbaring di sana.Bara mendekat dan melihat sosok pria tua dengan wajah pucat terbaring lemas di atas kasur. Dia terlihat setengah sadar, lebih seperti sedang berusaha untuk sadar saat itu juga.“Pimpinan!” seru Bara tiba-tiba terkejut melihat kondisi orang itu.Meski wajahnya sangat pucat, Bara tentu saja masih mengenalinya karena baru beberapa waktu yang lalu, dia berkunjung ke Panti Asuhan Daniar.Bertemu dengan pimpinan Panti Asuhan Daniar sudah seperti sebuah keharusan yang tak mungkin dia abaikan begitu saja.Namun, kondisi wajah dan tubuhnya benar-benar sulit dibayangkan oleh Bara. Sorot matanya akhirnya bergetar dan tanpa s