Beli dan bayar nanti? Maksudnya apa mbak Alya? He-he-he!
“Saya akan bayar satunya nanti ketika Anda menyerahkan laptop tersebut kepada pria yang servis laptop ini sebelumnya. Katakan saja kalau dia dapat hadiah laptop baru sebagai promosi tempat servis ini. Nanti ambil fotonya saja sebagai bukti pemberian laptop barunya ke nomor saya ini dan pasti akan segera saya bayar.”Alya sedikit melirik laptop lamanya milik Bara sebelum menatap wajah pekerja di hadapannya.Pekerja yang paham dengan maksud Alya akhirnya menganggukkan kepala. Dia tahu kalau Nyonya Alya tidak mungkin menipu tempat servis mereka.Lagi pula, dia juga sudah bayar salah satu laptopnya. Menenangkan hatinya yang gembira karena mendapatkan penjualan dua laptop, pekerja itu segera memproses transaksi dan menyerahkan kwitansi.“Terima kasih, Nyonya! Semoga dapat belanja di tempat kami lagi!” seru pekerja dengan takjub.“Baik!” Alya mengangguk dan perlahan pergi begitu saja di tengah tatapan beberapa orang yang masih memperhatikan sosoknya dari tadi.“Orang kaya memang beda, ya? Se
Alya memelankan mobilnya seakan tak ingin sampai tujuan lebih cepat. Namun, jarak yang memang sudah cukup dekat tidak membutuhkan waktu terlalu lama baginya untuk tiba di sana.Tin, tin!Alya membunyikan klakson dan perlahan gerbang rumah mewah itu terbuka lebar. Ada penjaga yang memang selalu siap di sana.“Selamat siang, Nyonya! Silahkan masuk!” Penjaga itu menyapa kedatangan Alya.Alya tak begitu menghiraukannya, dia langsung menancap gas untuk masuk ke dalam rumah mewah.Ada halaman yang cukup luas untuk parkir tiga hingga lima mobil. Alya yang sudah terbiasa dengan cepat memarkirkan mobilnya.“Haah! Semoga tidak ada masalah lagi!” gumam Alya menguatkan dirinya keluar dari mobilnya dengan wajah senyum.Dia melirik ke arah penjaga sebelum tersenyum tipis dan langsung pergi masuk ke dalam rumah.“Nyonya Alya memang terbaik!” batin penjaga melihat Alya menyapanya dengan senyuman manis.Alya masuk ke dalam rumah beberapa langkah sebelum melihat sosok Diano menatapnya dengan mengerutkan
“Hmm? Kayaknya alur ceritaku kurang konfliknya. Harus diperbaiki segera!” Bara mengoreksi hasil tulisannya sendiri.Sudah menjadi kebiasaannya untuk tetap menjaga intensitas setiap babnya dalam novel hasil karyanya.Meski tidak yakin dengan kualitas tulisannya, Bara merasa tetap harus fokus menyajikan cerita yang dramatis dengan intensitas tinggi.Dampaknya tentu saja membuat beberapa novelnya sering kali terasa sangat ekstrim karena fokusnya akan penekanan konflik yang terlalu berlebihan rasanya.Bara tetap puas dengan tulisannya sendiri. Beberapa pembaca setianya juga memuji penyajian babnya yang begitu lugas.Tik, tik, tik!Suara memburu hasil ketikannya secara bertahap semakin intens. Beberapa orang di sekitarnya tidak terlalu peduli dengan itu.Mereka merasa kalau Bara pasti sedang bermain game yang memang sudah menjadi ciri khas tempat warnet pada umumnya.Jika saja mereka tahu kalau Bara tidak bermain game, bola mata mereka semua pasti menggelinding seperti telur yang baru kelua
Berlebihan? Tentu saja tidak! Bara sudah berulang kali merasa kedatangan mobil itu benar-benar menjadi sumber membawa malapetaka dalam kehidupannya.Sebagai contoh terjadi kemarin malam. Mobil mewah yang sama juga datang dan keesokan harinya laptopnya bermasalah hingga harus bertemu dengan mantan istrinya.Sampai sini sudah jelas dampaknya. Entah sekadar kebetulan atau memang sudah takdirnya. Satu hal yang pasti, semua masalah akan bergiliran menyapanya ketika mobil mewah itu ada didekatnya.Bara juga tahu betul kalau sosok Citra adalah orang yang berada di dalam mobil mewah terkutuk itu di mana dia dengan tenang menunggu kedatangan Bara.Meski kesal sekali melihat kedatangan Citra, sebenarnya dalam hatinya ada secuil kebahagiaan karena ada orang yang mau mendatanginya.Bagi Bara yang memang sudah kesepian sejak diceraikan oleh istrinya itu, kehadiran Citra seakan seperti cahaya lilin yang menyala dan menyinari hatinya yang gelap gulita.Namun, hatinya yang memang sudah tertutup rapat
Perkataan Citra seperti jarum yang begitu cepat menusuk ke dalam hatinya. Topik ini adalah batas garis bawah yang tidak boleh dilewati oleh siapa pun.Bara yang tidak ingin masalah itu diungkit kembali akhirnya meledak dengan kobaran amarah terlihat jelas dari sorot matanya.“Tutup mulutmu! Aku sudah bilang tidak akan pernah berhubungan denganmu! Apa telingamu tuli, hah?!” teriak Bara dengan lantang tanpa ragu.Citra tersentak dan ekspresi wajah semakin rumit untuk dijelaskan. “M–mengapa?”Pertanyaan yang singkat itu sangat terasa begitu berat dan sangat sulit untuk diucapkan olehnya.“Ha-ha-ha! Mengapa? Apa itu pertanyaanmu? Jawaban jelas kalau kamu berasal dari keluarga Harko! Keluarga yang sama dari berandal biadab itu yang sudah menghancurkan rumah tanggaku! Apa jelas sampai sini, hah?!”Jawaban Bara diutarakan dengan lantang membuat tubuh Citra bergetar dengan hebat. Tidak sulit membayangkan betapa terguncangnya dia yang mana terlihat jelas dari raut wajahnya yang semakin pucat.“
Meski hatinya penuh dendam dan amarah, Bara masih sadar akan kenangan indah masa lalu bersama keluarga besar Panti Asuhan Daniar.Pimpinan Panti Asuhan Daniar sudah dianggapnya sebagai ayahnya sendiri. Beberapa tahun ini, Bara seringkali berkunjung setidaknya sekali setiap bulannya.Sebenarnya, beberapa hari yang lalu adalah hari di mana dia kembali berkunjung ke tempat itu. Tak disangka, bencana yang begitu hebat itu terjadi setelah dirinya pergi berkunjung.“T–tidak mungkin!” seru Bara merasa sulit untuk percaya dengan postingan tersebut.“Terdapat beberapa korban jiwa akibat insiden kebakaran hebat ini. Setidaknya, sudah ada 15 orang yang dilaporkan meninggal dengan beberapa puluh orang luka-luka.”Deng!Bara semakin tak tahan membaca setiap isi postingan tersebut. Jarinya bergetar tak menentu, kakinya juga secara bertahap mulai kesemutan.Raut wajah secara bertahap menjadi semakin pucat tak sedap dipandang. Keningnya mengerut seperti orang tua.“T–tidak! Seharusnya tidak ada masala
Bara terpaksa harus menepi di sekitar area terdekat yang cukup teduh dan tertutup dari hujan. Untungnya, dia selalu sedia jas hujan setiap saat.“Hyuuh! Deras sekali hujannya. Apa benar ini kebetulan saja?” Bara berbicara sendiri dan tetap tak menemukan jawabannya.Langit tak berubah cerah malah semakin gelap dengan awan hitam terjalin erat satu dengan yang lainnya bekerja sama menghalangi cahaya matahari.Hal itu memicu curah air hujan semakin deras dan sulit untuk dihilangkan. Tak cukup membendungnya, genangan air mulai bermunculan secara bertahap di atas permukaan tanah.“Urgh! Apa aku tetap lanjut pergi atau menunggu langit cerah dahulu?” gumam Bara tak terlalu yakin.Duar!Suara petir yang menyambar tanpa henti mulai tersebar dengan cepat hingga radius beberapa kilometer jauhnya. Bara yang ragu-ragu langsung terdiam lesu.Kejutan dan tekad semakin mengisi hatinya. “Biarlah hujan berlalu, aku tetap harus pergi sekarang. Lagi pula, cuaca cerah mungkin masih lama untuk ditunggu!”Bar
Bara beberapa kali bergumam dengan penuh harapan seraya menghela napas panjang. Dia kembali teringat masa-masa yang dahulu terjadi waktu dia masih di Panti Asuhan Daniar.Di ingatannya, dia bertemu dengan banyak orang dan berkumpul bersama menikmati suasana malam yang indah.“Hmm…, waktu itu aku biasanya akan masak mie hangat bersama teman-teman ketika hujan deras seperti. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku melakukan itu lagi.”Bara bergumam tak berdaya menggelengkan kepalanya ketika momen yang terjadi di masa lalu kembali teringat dengan jelas.Tak seindah sekarang di mana harinya semakin kacau dan tak menentu. Bara hanya bisa terdiam lesu duduk di atas sepeda motornya. Waktu perlahan berlalu dengan cepat.Bara sudah tidak bisa mengenali waktu lagi dan terpaksa mulai mencoba mendorong sepeda motornya yang masih mati, tidak bisa dinyalakan sama sekali.Secara bertahap, Bara dengan tatapan mata penuh tekad terus menggerakkan tubuhnya tak peduli seberapa berat setiap langk
Meski sudah berada dalam situasi rumit dan membingungkan, Bara tak mau terburu-buru karena fokus utamanya adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin.“Ini bukan urusanku entah Alya keturunan dari keluarga Harko atau tidak. Poin penting adalah mengumpulkan informasi dan bukti sebanyak mungkin!” batin Bara memegang kantong sakunya yang berisi ponselnya.Tanpa diketahui oleh siapa pun, Bara sebenarnya sudah merekam seluruh perkataan pria tua lewat ponselnya sehingga tak ada satu pun yang terlewatkan.Tentu saja Bara juga sudah menonaktifkan suara notifikasi sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan olehnya sama sekali.Di sisi lain, pria tua masih tenang menyikapi sikap Alya yang tampak sudah kehilangan kendali karena keterkejutannya.“Anda mengatakan kalau saya kemungkinan besar adalah keturunan pewaris keluarga Harko, begitu?! Bagaimana bisa hal seperti itu baru saya ketahui? Mengapa saya harus hidup di Panti Asuhan Daniar kalau memang saya keturunan keluarga Harko?”Alya terus b
“Anda tidak perlu mengingatkan dan berbicara omong kosong lagi untuk membantah! Semua orang dari keluarga Harko adalah manusia rendahan yang lebih hina daripada binatang!”Perkataan Bara kembali terdengar begitu pedas di telinga. Baik pria tua dan Alya cukup tersinggung mendengar perkataan Bara.“Hah?! Apa maksud perkataanmu, Bara?! Kamu kalau berbicara jangan asal mencaci maki seperti itu!” tegas Alya yang langsung meninggikan nada suaranya sambil menatap ke arah Bara.Bara tampak diam dan masa bodoh mendengar perkataan Alya. Baginya, keberadaan Alya tidak ada artinya sehingga tidak penting baginya untuk repot-repot memperhatikannya.Merasa diabaikan begitu saja, Alya langsung tersulut emosi dan berdiri dari kursinya, lalu menatap tajam ke arah Bara.“Dengar baik-baik! Aku sekarang bagian dari keluarga Harko dan kamu hanyalah pria rendahan yang tidak layak menghina kehormatan status anggota keluarga Harko! Belum lagi, perkataan pria tua itu tidak ada buktinya dan kamu asal saja mengh
Perkataan Alya membuat Bara tertegun dan diam-diam merenung dalam keheningan. Dia melirik ke arah pria tua yang saat ini menatap ke arah Alya.“Apakah ini benar-benar pertemuan pertama keduanya? Jika benar demikian, apa yang sebenarnya coba direncanakan oleh pria tua aneh ini?” batin Bara begitu heran dan sedikit gelisah.Dia memutuskan untuk tetap diam mengamati arah pembicaraan antara Alya dan pria tua itu. Bara terus menekan amarahnya dan berusaha tenang semaksimal mungkin.“Tenang dan duduklah terlebih dahulu. Saya akan memberikan informasi rahasia terkait keluarga Harko yang mungkin saja akan menarik perhatian kalian berdua,” jawab pria tua dengan santainya.Kali ini, pria tua itu tidak lagi fokus membaca bukunya seperti sebelumnya. Dia menatap ke arah Alya dan Bara secara bergantian secara acak dan perlahan-lahan.Alya dan Bara yang mendengar perkataan pria tua itu langsung menatapnya dengan serius. Terutama Alya yang tidak tahu menahu terkait informasi rahasia keluarga Harko y
Hanya saja, Alya tidak tahu alasan Bara mengikuti pria tua itu. Tidak butuh beberapa waktu, keduanya akhirnya berhenti tepat di depan pintu sebuah ruangan.Alya terdiam dan membuka matanya lebar-lebar menatap ruangan yang dituju keduanya. Pria tua itu langsung masuk ke dalam diikuti Bara yang sempat ragu-ragu sebelumnya.“Hmm? Saya mau tanya, itu ruangan siapa?” tanya Alya dengan suara yang jelas kepada pengawas disampingnya.Pengawas tersebut masih terdiam dan tertegun dalam kesunyian yang begitu dalam. Dia masih tak menyangka kalau dua sosok yang diperhatikan oleh Alya akan memasuki ruangan itu.Alya yang tidak mendapatkan jawaban akhirnya menoleh ke arah pengawas itu. Dia menatap pengawas dengan seksama.“Apakah Anda tahu ruangan apa dan milik siapa itu?” tanya Alya sekali lagi.Gelagat pengawas membuat Alya mempunyai beberapa dugaan acak terkait apa yang baru saja dilihatnya.Meski begitu, Alya tetap bersabar dan memastikan kembali kebenarannya. Pengawas tersebut akhirnya segera te
Tak berselang lama, Alya akhirnya berada tepat di depan pintu masuk ruangan pengawas CCTV. Wajahnya tenang, tapi sekilas mengandung keseriusan.“Bara pasti aku temukan di sini!” batin Alya tak ragu lagi hendak membuka pintu masuk tersebut.Petugas medis yang menemaninya hanya bisa terdiam dan akhirnya mengangguk dengan sopan.“Nyonya Alya, saya undur diri dahulu. Pengawas di dalam yang akan memberikan arahan nantinya,” ujar petugas medis tersebut dengan sopan menunggu balasan Alya.Alya terdiam sejenak sebelum menjawab, “Baiklah, terima kasih atas bantuannya!”Petugas medis tak ragu lagi akhirnya memutuskan pergi setelah memastikan Alya membuka pintu dan siap untuk masuk kapan saja.“Hmm…, mengapa juga Nyonya Alya ada di tempat ini? Apakah ada orang yang dikenalnya sedang dirawat di sini?” batin petugas medis sebelumnya masih merasa heran sebelum memutuskan segera mengabaikan pikirannya sendiri.Sosok Alya mulai masuk ke dalam ruangan dengan tenang menunjukkan rupanya yang begitu mena
“Berhenti dan silahkan duduk kembali apabila kamu masih ingin tahu rahasia keluarga Harko!” ucap pria tua itu dengan tenang bahkan tak menatap ke arah Bara sama sekali.Bara akhirnya terhenti sejenak sebelum berbalik dan menatap dengan serius ke arah pria tua yang saat ini masih saja mengabaikan sosok Bara dengan cara membaca buku medis miliknya.“Pria tua aneh ini benar-benar ingin memberitahu rahasia keluarga Harko atau tidak sebenarnya, hah?!” batin Bara masih tak begitu yakin.Dia memperhatikan dengan seksama sosok pria tua yang tidak ada perubahan fokus bahkan setelah mengatakan perkataan sebelumnya yang menghentikan Bara untuk pergi.Pria tua aneh itu masih saja fokus dengan kesibukan membaca bukunya. Bara masih tak habis pikir dengan sikap pria tua yang tenang dan sekaligus abai terhadap dirinya itu.“Hmph! Anda kalau berjanji harus mampu menepatinya! Jangan coba-coba mempermainkan saya lagi!” tegas Bara menatap tajam ke arah pria tua itu.Pria tua itu lagi-lagi tak merespon dan
Glek!Bara tanpa sadar menelan air ludahnya sendiri beberapa kali karena terlalu gugup menghadapi situasi yang tidak terprediksi ini. Dia duduk dengan canggung di kursi yang terlihat lumayan mewah dengan tubuh yang perlahan menggigil seperti orang kedinginan.Sorot matanya tidak fokus melihat sekelilingnya seakan-akan berusaha meminta lingkungan sekitarnya itu membantu dirinya untuk tetap tenang.“A–aku seharusnya tidak ke tempat ini! Andaikan saja aku tidak terlalu terburu-buru, situasi aneh ini tidak akan menimpaku!”Bara mengutuk keras dirinya sendiri dalam hatinya karena masuk ke dalam jurang tanpa dasar yang disiapkan oleh orang lain yang mana dalam hal ini berasal dari pria tua itu selaku kepala rumah sakit elit.“Aku tidak bisa terus gugup seperti ini! Semua sudah terlanjur begini, aku hanya perlu tetap tenang dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi terkait keluarga Harko!” batin Bara sudah memutuskan sesuatu.Dia yang merasa tidak ada jalan kembali hanya bisa berusaha untu
Menyadari kesalahannya sendiri adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia tidak peduli siapa pun itu. Banyak di antara manusia yang masih merasa benar meskipun sudah terbukti salah.Ini adalah fakta dan sekaligus sebuah realita kehidupan yang tak akan pernah memudar tak peduli zaman apa yang akan berlalu.Kondisi serupa inilah yang sedang terjadi kepada Alya. Dia masih tidak merasa bersalah meski jelas sekali dia telah menipu dan mengkhianati cinta seorang suami yang begitu tulus.Belum lagi berbagai cacian penuh kebencian dan hinaan yang merendahkan kehormatan seseorang sudah tak terhitung jumlahnya ia lontarkan kepada Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun.Sikap arogansi yang tidak berujung inilah yang membuat Alya tak mengerti alasan perubahan sikap Bara yang saat ini begitu membencinya hingga sulit untuk dihilangkan lagi.Bara juga tak akan pernah membutuhkan rasa simpati atau rasa bersalah sedikit pun dari Alya. Dia sudah memutuskan untuk membalas dendam tidak peduli seber
Pimpinan masih tak menemukan kemungkinan lainnya dan hanya bisa kembali terdiam seolah-olah tidak ada yang terjadi di dekatnya selama ini.Di sisi lainnya, Alya sendiri sudah pergi jauh dan mulai dekat dengan pintu keluar rumah sakit elit ini. Tanpa menunggu lama, Alya langsung keluar dengan cepat dan tidak ragu sama sekali.“Huuh…, akhirnya keluar juga dari rumah sakit ini!” gumam Alya begitu lega dan langsung bergegas menuju ke tempat mobilnya terparkir.Langkah kakinya tak terhentikan meski sejenak saja dan dengan lincah mempercepat langkahnya hingga sampai tepat di dekat mobilnya terparkir dengan rapi di sana.“Sudah waktunya pulang!” gumam Alya sambil membuka mobilnya dan masuk ke dalamnya.Dia duduk dengan tenang di kursi sopir sambil memegang erat setir mobilnya. Alya tetap saja terdiam di sana seperti orang aneh dan tidak bergegas pergi sedikit pun.“Mengapa aku terus memikirkannya, hah?!” Alya tak begitu senang dengan pikirannya sendiri yang saat ini kembali teringat percakapa