Hujan semalam menyisakan basah. Aroma petrikor pekat terhirup di hidung Meyra yang peka.Di pagi yang baru saja awal terurai, Meyra memutuskan untuk meninggalkan rumah bundanya. Ada sebuah misi yang hendak ia jalankan.Walau separuh hatinya tak menghendaki tapi Meyra merasa tak memiliki pilihan lain.Mobil yang sekarang dipacunya dengan kecepatan sedang pada akhirnya mulai memasuki sebuah rumah berhalaman luas yang selama empat tahun ini hanya menorehkan kenangan buruk untuk wanita yang sedang berusaha memperjuangkan kebahagiaannya sendiri di masa depan itu.Dengan sedikit gamang Meyra terpaksa melangkahkan kakinya memasuki rumah yang entah sudah untuk ke sekian kalinya seringkali ia tinggalkan, rumah yang belasan tahun silam pernah menjadi istananya yang selalu dilingkupi kebahagiaan dengan lelaki yang sekarang masih bergelar suami itu.Ketika Meyra berada di dalam sana, ia mendapati kesunyian. Tapi ia tetap memaksa untuk melanjutkan langkahnya, menuju ke sebuah ruangan yang pernah m
Saat mendengar kalimat ramah yang terlontar dari bibir mertuanya, Meyra tercenung untuk beberapa saat.Meski kemudian Meyra mulai bisa memahami alasan sang mertua merubah sikap padanya.Segera Meyra melirik pada sosok lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya.Sosok Nehan yang kacau dengan wajahnya yang pias segera bisa membesut prasangka di hati Meyra.Tentu saja sikap wanita yang biasanya mengunggah sikap frontal padanya itu, didasari demi alasan sang putra yang kini keadaannya menjadi mengkhawatirkan seperti sekarang.Meyra menduga mertuanya tetap menginginkan dirinya bertahan demi Nehan yang masih tak mau untuk melepaskan Meyra.“Maaf, aku hanya mampir sebentar aku tak akan lama,” ucap Meyra pelan, mulai membuka suara setelah beberapa saat tadi ia memilih diam tanpa kata.Nehan sontak menyergap Meyra dengan sorot mata mendamba.“Kenapa kamu hanya sebentar? Bukankah ini rumahmu juga?” Nehan mulai mengutarakan keinginan hatinya.“Tidak bisakah kamu tinggal di sini selama beberapa
Nehan kian mencecar Meyra dengan ketegasan yang semakin terunggah.Meyra bergeming enggan menanggapi dan berniat melepaskan dirinya dari tangan suaminya yang sekarang sedang mencengkeram kedua bahunya dengan sangat kuat.Meyra mulai berpikir untuk mengambil surat-surat yang dibutuhkannya di lain waktu dan ia akan meminta seseorang untuk mendampinginya.Untuk saat ini Meyra akan mencari cara dulu untuk melepaskan diri dari Nehan yang mulai terlihat tak bisa mengendalikan dirinya.“Jawab, pertanyaan Meyra, apa kamu memang berniat meninggalkan aku untuk bisa bersama Kenrich?!”Nehan mulai membentak dengan suaranya yang menggelegar.Meyra ikut terpancing amarah. Merasa terlalu kecewa mendapati sikap sang suami yang sudah begitu berubah, menjadi sangat kasar dan temperamental.Dengan sekuat tenaga Meyra kembali mendorong Nehan agar
Nehan segera mendekati Meyra yang sekarang sudah membuka mata dan bersiap untuk bangkit dari ranjang.Meyra merasakan sekujur tubuhnya remuk, karena amuk gairah yang sudah tak terkendali dari suaminya.Kini lelaki yang baru saja memaksanya itu, berdiri di depan Meyra dengan memberikan tatapan cemas yang malah membuat hatinya muak.“Biar aku membantumu,” ucap Nehan yang segera berusaha memapah tubuh Meyra untuk ia bantu melangkah.Dengan tegas masih dalam aura bekunya Meyra menghempaskan tangan lelaki yang sudah memperkosanya itu meski pria berkumis tipis itu masih bergelar suami baginya.Nehan semakin resah, bergelut dalam rasa bersalah juga rasa takut.Lelaki berambut acak-acakan itu tetap berusaha untuk mendekati istri pertamanya yang sekarang tampak terluka dan memancarkan kilat benci terhadapnya.Meyra masih bergerak menjauh ingin membersihkan tubuhnya yang dipenuhi tanda kepemilikan karena ulah Nehan dan saat ini bersusah payah menutupi badan indahnya dengan sehelai selimut.Ne
“Kenapa kamu mendadak ingin ke apartemenku?” tanya Kenrich menjadi sangat ingin tahu.Meyra terdiam, masih membisu tak menjelaskan.Sampai kemudian matanya menangkap mobil Nehan mulai memasuki parkiran klinik, yang membuat Meyra sontak dilanda kepanikan.“Ayo cepat jalankan mobil kamu Ken, jangan sampai Nehan menyadari keberadaan kita.”Mata Meyra terus saja memandang dengan cemas pada mobil Nehan yang kini sudah mulai berhenti.Kenrich sedikit mulai paham apa yang membuat Meyra sedemikian cemas.“Apa yang membuatmu menghindari Nehan sampai seperti itu?”Meyra bergeming aura wajahnya kian mengunggah kesedihan bahkan tanpa sadar genangan bening mulai tampak di kedua mata indahnya.Kenrich kian dirajam cemas melihat kesedihan Meyra yang terlalu nyata itu.“A
“Apa saja yang sudah dikatakan Mas Nehan pada Bunda?” tanya Meyra tegas sembari menautkan alisnya hatinya bisa memastikan jika lelaki yang sudah menyakitinya itu telah menemui sang bunda dan menyajikan cerita dengan versinya sendiri.Rida memandang luruh pada putrinya yang terdengar jelas memendam bara amarah pada sosok lelaki yang masih berstatus sebagai suami itu.“Dia mengeluhkan kamu yang dianggapnya selalu menghindar dan sulit untuk diajak bicara, kamu juga sudah memblok nomornya dan sangat susah untuk ditemui meski dia sudah berulangkali menyusul kamu di klinik.”Rida mulai mengatakan apa yang sudah dikeluhkan oleh Nehan padanya.Meyra menanggapi dengan helaan nafas panjang.“Kalau aku mengatakan dengan jujur apa yang sudah diperbuat Mas Nehan padaku, apa Bunda akan mempercayaiku?”Rida segera meraih tangan putrinya.
Meyra melirik resah kepada Lingga yang malah mengunggah ketenangannya.Bahkan yang tidak dimengerti oleh Meyra, pria berahang tegas di sampingnya itu malah membiarkan mobil yang mengikuti di belakang mereka memasuki halaman rumah.Dengan isyarat matanya Lingga memerintahkan pada penjaga rumahnya untuk tetap membukakan pintu gerbang, untuk mobil mewah yang sedang mengikuti mereka saat ini.“Tenanglah tak ada yang perlu dikhawatirkan, bukankah itu mobil Nehan, lelaki yang masih menjadi suami Dokter?”Meyra mengernyit gusar, aura ketakutannya tak bisa disembunyikan. Semenjak peristiwa itu Meyra malah merasa takut bila bertemu dengan suaminya. Segala rasa cintanya sudah pupus yang membuat Meyra kini justru ingin selalu menjauhi sosok yang masih saja mengklaim dirinya.Lingga kemudian malah menatap penuh arti pada gurat gusar yang ditampakkan Meyra saat ini.“Kamu tak usah cemas, aku tahu jika telah terjadi sesuatu pada hubungan kalian berdua, tapi aku akan pastikan jika aku akan selalu me
Ketika mendengar ucapan Lingga yang terkesan ambigu, Meyra sontak mengernyitkan dahi, memandang gusar pada sosok lelaki yang sekarang memindainya dengan tatapan penuh arti.“Kurasa sudah saatnya kamu tahu tentang perasaanku, bahwa aku mencintai kamu.”Lingga lalu melirik sekilas pada Acha, yang masih saja memeluknya dengan erat saat ia mulai menggendong putri tunggalnya itu.“Aku berharap kamu bersedia untuk menjadi mamanya Acha. Apa kamu bersedia Mey?”Lingga berucap dengan terus terang, malah menghadirkan kegusaran pelik di hati Meyra saat ini.Cukup lama Meyra tercenung hanya bisa menatap nanar pada Lingga yang sedang menelisiknya dengan penuh harap.Tak satu pun kata yang sanggup untuk Meyra ucapkan.Wanita itu akhirnya menunduk dan menghela nafas dalam lalu memalingkan wajah menjadi sangat enggan untuk menentang sorot mata Lingga beserta sang putri yang masih dalam gendongannya, yang menampakkan sebuah pengharapan.***Meyra tergolek resah di atas ranjang. Sepasang matanya menger
Meyra sungguh tak menduga Kenrich akan mempersiapkan pesta pernikahan yang begitu luar biasa seperti saat ini. Walau sebenarnya Meyra agak enggan menyetujui nyatanya ia tak bisa mengabaikan keinginan semua orang jika pernikahannya yang kedua ini digelar dengan meriah di salah satu hotel terbaik di Ibukota. Pesta pernikahan yang mengundang banyak orang bahkan juga mengundang anak-anak yatim dari beberapa panti asuhan itu berlangsung dengan sangat meriah. Semua orang memasang aura bahagianya, bahkan Meyra terus menerus mengumbar senyumnya. Namun ketika melihat sosok yang tak diundangnya ikut datang pada pesta pernikahannya ini, wajah Meyra segera berubah tegang. Saat melihat gurat kecewanya Meyra mendadak merasa resah. Kenrich yang berada di sisinya langsung mendekat meraih tangan Meyra dan menggenggamnya erat seakan menegaskan keberadaan dirinya yang akan selalu mendampingi. “Aku tahu cepat atau lambat kalian pasti akan melakukan ini,” tukas Nehan dengan terus mengunggah raut kecew
“Jangan sampai kamu menyesal jika Kenrich memilih yang lain karena ia sudah terlampau lelah menunggumu.”Rida kembali memberi peringatan kepada putrinya.Meyra termangu semakin galau dengan apa yang sudah ia dengar.Meski kemudian Meyra memilih untuk menyunggingkan segaris senyum walau tampak samar dan ragu.“Sudahlah Bun, aku sudah memasrahkan semuanya pada kehendakNya, jika memang Tuhan menakdirkan aku kembali menikah dan orang itu adalah Kenrich, aku akan menerimanya.”Rida menggeleng tampak sangat tak puas dengan jawaban Meyra.“Tapi jika kamu tak memberikan isyarat bahwa kamu mau menerima Kenrich, aku yakin dia tetap akan berpaling. Ingat Mey, takdir manusia meski sudah ditetapkan tapi Tuhan juga mengharuskan hambaNya untuk berusaha. Kamu seharusnya berusaha untuk menunjukkan penerimaanmu terhadap cinta Kenrich, bukan terus menerus menolaknya.”Rida kemudian menegaskan tatapannya pada Meyra yang kini tampak mulai gamang..“Aku sudah memperingatkan kamu, jangan salahkan aku kalau
“Sekar,” gumam Meyra ketika mendapati seorang wanita hamil mulai mendekat ke arah dirinya.Meyra melihat perubahan dari wanita yang sekarang sedang menghampirinya itu tampak begitu luruh dengan tubuh yang lebih kurus terlihat kontras dengan perutnya yang membuncit.Meyra menyusut sejenak bening di matanya dan memusatkan perhatian pada wanita yang pernah menjadi madu di dalam rumah tangganya bersama sang mantan suami dulu, sesuatu yang sebenarnya sudah tak ingin Meyra ingat lagi.“Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya Tante Lia,” gumam Sekar yang memang selalu memanggil ibu Meyra dengan sebutan Tante Lia.Meyra menganggukkan kepalanya dan merasa gamang dengan kesedihan yang terunggah di wajah wanita yang pernah menjadi seteru juga sahabatnya itu.Kesedihan yang ditampakkan Sekar saat ini memancing tanya di dalam Meyra atas kehidupan wanita itu yang s
Meyra benar-benar mengikuti kemauan Kenrich tanpa berkata apapun lagi.Kenrich segera membantu Meyra berkemas.Bahkan lelaki itu tampak sangat sibuk tak membiarkan Meyra melakukan apapun.Dalam diam Meyra menyaksikan bagaimana lelaki itu menyiapkan segala keperluannya.Dalam hatinya Meyra memendam kekaguman meski selalu saja ada rasa takut menggayuti setiap kali Kenrich mengulik tentang pernikahan.Meyra masih terlalu takut untuk memulai hubungan baru dengan keadaan dirinya yang selalu dikatakan sebagai wanita yang tidak sempurna.Meyra selalu tak bisa mempercayai Kenrich bisa menerima dirinya. Karena nyatanya dulu Nehan juga pernah mengucapkan hal yang sama tapi segalanya tetap tak berjalan dengan benar.Meyra terus saja menolak meski hatinya diliputi rasa bersalah juga pada Kenrich yang bahkan pernah hampir mengorbankan nyawanya ketika
Suara yang terdengar tegas dengan nada sarkas yang terunggah itu segera membuyarkan pelukan Meyra dan Nehan.Mereka sontak memandang ke arah Sekar yang sedang mendekat dengan menyajikan gurat sinis di wajahnya.“Kumohon jangan salah paham dulu, Sekar,” gumam Nehan yang seketika gelisah ketika mendapati kedatangan Sekar yang tak terduga.Bahkan wanita yang berstatus sebagai istri keduanya itu tadi belum ada mendampingi saat sidang awal tadi.Sekar masih memberikan tatapan sarkas bahkan menyergap Meyra dengan kesinisan.“Apa kamu masih belum bisa merelakan Mas Nehan? Bukankah sebentar lagi sidang putusan perceraian kalian akan ditetapkan lalu kenapa kamu masih sengaja menggoda Mas Nehan?”Sekar mencecar dengan tuduhan yang picik.Meyra membalasnya dengan tatapan yang sama nyalangnya.Dirinya suda
“Mey kita harus bicara sebentar!”Nehan mengutarakan keinginannya tanpa ragu.“Apa yang mesti dibicarakan?” Meyra menanggapi dengan datar ajakan Nehan.Nehan memandang lurus pada sosok yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu. Tapi lelaki itu sekarang menampakkan kesabarannya yang besar.“Mey, maafkan aku sebelumnya, tolong beri aku kesempatan untuk berbicara.”Nehan mulai memohon.Meyra melirik dengan memendam kebimbangan.Meski kemudian ia mengiyakan dengan memberi isyarat anggukan kepala yang ringan.Pada akhirnya mereka menepi di sebuah tempat yang lebih sepi, di dekat sebuah taman.“Katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan Mas,” ungkap Meyra ketika mendapati Nehan masih saja diam dan hanya memandanginya dengan lekat.
“Ayah Hilman!” seru Kenrich spontan sembari segera mempersilakan pria paruh baya itu segera masuk ke dalam apartemennya.Kenrich sempat terlupa jika ia memiliki janji dengan Hilman, ayah tiri Meyra yang memang sudah ia ijinkan untuk membantunya saat ia usai menjalani proses khitan.Bahkan seharusnya pria itu juga ikut mendampinginya saat masih di klinik tadi.“Maaf tadi mendadak aku ada urusan yang tak bisa ditunda jadi aku tak bisa memenuhi janjiku untuk menemani kamu di klinik.”Hilman kemudian mulai memindai seluruh detail diri Kenrich dengan lebih lekat.“Bagaimana keadaan kamu?” tanya Hilman mengunggah rasa khawatirnya.“Aku baik-baik saja.”Kenrich menjawab dengan sedikit canggung, karena ia ragu dengan respon yang akan ditunjukkan Hilman saat lelaki itu tahu jika saat ini ia sedang be
“Menurutmu dokter itu melarang kita melakukan apa?”Mendengar pertanyaan Kenrich yang ambigu segera membuat wajah Meyra bersemu merah.“Aku tak perlu menerjemahkannya untukmu,” sergah Meyra kesal sembari memalingkan mukanya yang sudah seperti kepiting rebus.“Untuk sementara, selama satu hari ini sebaiknya Anda beristirahat di rumah, jangan terlalu banyak bergerak dulu.”Dokter paruh baya yang menangani Kenrich kembali memberikan pengarahan.“Tolong diperhatikan kesehatan suaminya dengan baik, saya akan resepkan obat-obatan untuk mempercepat kesembuhan lukanya.”Setelah menerima resep obat itu, Meyra kemudian segera membantu Kenrich untuk melangkah keluar dari ruang praktek dokter.Langkah Kenrich agak tertatih yang membuat mereka segera menjadi pusat perhatian pada pasien yang sedang menung
Pagi-pagi sekali ketika Meyra sedang asyik berkebun di taman depan, mendadak ia melihat mobil Kenrich memasuki halaman rumah.Meyra meletakkan sejenak pekerjaannya dan mengarahkan tatapannya pada sosok tampan yang kini sudah keluar dari dalam mobil dengan melemparkan pandangan pada dirinya.Ketika akhirnya Kenrich mulai melangkah mendekat, Meyra perlahan mulai berdiri sembari menarik sarung tangannya yang kotor penuh tanah.Kenrich melontarkan senyum terbaiknya ketika melihat tatapan Meyra yang terlihat intens.“Kurasa kamu sudah melupakan janji kamu semalam.”Meyra mengernyit tak paham sembari menautkan kedua alis indahnya.“Janji apa?”Kenrich tersenyum santai sembari ia melepaskan kacamata hitamnya hingga menampakkan dengan lugas gurat ketampanan dari sepasang matanya bercahaya.“Aku d