Dengan menimang kalung mahal pemberian keluarga Kenrich, Meyra mulai menimbang beberapa hal.Ada begitu banyak masalah yang kini membebani pikirannya. Seperti juga keputusannya yang tak menampik pemberian kalung itu, yang nyatanya sekarang malah mengejutkan dirinya sendiri.Kepungan bimbang melanda hingga menyeret Meyra pada satu titik, yang membuat Meyra enggan untuk memutuskan apapun saat ini.Di dalam kamarnya Meyra memikirkan semuanya dalam kesendirian yang pekat. Sampai akhirnya ia merasa lelah dan memutuskan untuk menghentikan kontemplasinya lalu segera turun untuk sekedar mengisi perutnya yang mulai terasa lapar.Saat berada di bawah, Meyra mendapati suasana rumah yang sangat sepi, bahkan ia tak melihat keberadaan Nana yang biasanya menghabiskan waktu di dapur untuk menyiapkan makanan atau sekedar bersantai di ruang tengah sembari menonton televisi.Hati Meyra menjadi bertanya-tanya ke mana perginya semua orang sekarang. Padahal semalam ia masih mendapati rumah ini begitu ramai
Meyra terpekur diam, ketika mendengar suara serak itu memanggil namanya.Bersamaan dengan itu, Rida mulai menggeser tubuhnya, hingga Meyra bisa melihat dengan jelas sosok yang sekarang sedang terbaring lemah di atas ranjang perawatan.Meyra mulai melirik pada sosok itu saat namanya kembali disebut.“Meyra ....”“Mey, mendekatlah Nak,” pinta Rida mulai meminta pada Meyra yang sekarang masih saja menampakkagn keraguannya kala mendapati ibu kandungnya sedang terbaring sakit.Meyra menarik nafas panjang, kegusarannya mulai tersaji nyata. Walau kemudian ia sama sekali tak bisa memberikan sebuah penolakan dengan nyata.Sampai saat ini Meyra masih saja menyimpan dendam pada sosok yang sudah melahirkannya itu atas segala yang sudah menimpanya di masa lalu.Segala trauma juga ketidaksempurnaannya sebagai wanita yang menimpa
“Aku sungguh tak menyangka ternyata selama ini aku sudah membesarkan seorang pendendam,” sergah Rida kecewa ketika mendapati Meyra masih diam tak memberikan reaksi apapun atas permohonannya.“Bahkan Tuhan saja selalu memberikan kesempatan pada hambaNya yang sudah berbuat dosa. Tapi kamu hanya karena kamu kehilangan kesempatan untuk bisa melahirkan seorang anak, kamu terus menyudutkan wanita yang sudah melahirkan kamu, yang begitu bahagia saat rahimnya diisi oleh kehadiran dirimu, bahkan yang sudah mengorbankan diri untuk keselamatan kamu saat kamu tak berdaya dan berada di ambang kematian.”Meyra mengernyitkan dahi berusaha memahami setiap kalimat bundanya yang terdengar sangat jelas begitu mencecar dan menyudutkan dirinya.Tapi Meyra yang sudah merasa sangat tersakiti dengan keadaan yang tercipta dalam hidupnya saat ini, bersikeras menggeleng menolak segala argumen yang jelas mulai menyudutkan di
Untuk beberapa lama Meyra bisa merasakan dengan sangat jelas rengkuhan hangat dari seorang wanita yang pernah ia panggil dengan sebutan ibu dengan sepenuh damba.Pelukan itu terasa begitu nyata, secuil fragmen dari masa silam tentang kebersamaan mereka yang pernah terangkai hangat, kini hadir kembali.Dalam kesendiriannya di sepertiga malam yang kini Meyra sedang bersujud bermunajad memohon untuk sebuah ketenangan, bayangan wajah teduh sang ibu malah hadir sedemikian nyata. Bukan wajah bengis dan penuh pengabaian yang selama ini selalu Meyra simpan dalam ceruk ingatannya, ketika sang ibu berada dalam titik nadir, semenjak kepergian ayah kandungnya yang tanpa kejelasan.Meyra yang belum pernah memahami apa yang sebenarnya terjadi di antara kedua orang tuanya kini mulai tergedor sisi hatinya oleh rasa penasaran.“Ya Allah, apakah aku salah terlalu memperturutkan dendam ini?”Meyra bergumam dengan kesedihan yang sedemikian besar terunggah.Batinnya merasa terketuk meski gusar dan bimbang
“Aku senang mendengar hubungan kamu dengan ibu kamu sudah membaik,” ucap Kenrich ketika dirinya mengajak Meyra untuk makan malam di luar, di sebuah restoran milik temannya.Meyra yang sedang menikmati semangkuk sup jagung pesanannya melirik ke arah pria yang selama ini selalu memberikan perhatian istimewa terlepas bagaimana status dirinya yang masih istri dari seorang lelaki bernama Nehan yang sudah sekian waktu mengabaikannya semenjak Meyra ikut menunggui Sekar di rumah sakit menjelang persalinan.Meyra sudah merasa kebas hati mendapati Nehan telah berhari-hari tak menghubungi.Bahkan Meyra tak berniat sekalipun untuk membuka komunikasi dengan menghubungi sang suami terlebih dahulu.Nyatanya sekarang Meyra malah menikmati kebersamaan dengan Kenrich meski di sudut hatinya yang lain tak bisa membenarkan tindakan yang sedang dilakukannya sekarang.“Aku tahu kamu wanita yang selalu mampu membuka hatimu untuk memaafkan.”Meyra terdiam ketika Kenrich kembali mengungkit tentang persoalannya
Meyra mengunggah senyumnya kala melihat gadis kecil berjilbab merah muda berlari ke arahnya, menyongsongnya dengan sangat antusias. Setiap kali Meyra selesai melakukan tugasnya di klinik, Meyra akan selalu mendatangi Acha, mantan pasiennya yang memang hanya mau pulang jika bersama Meyra. Karena kebetulan letak sekolah Acha berdekatan dengan kliniknya, maka Meyra tak pernah keberatan untuk melakukannya. “Bu Dokter, lihat ini tadi Acha yang menggambar,” ungkap Acha sembari menunjukkan gambar buatannya sendiri pada Meyra setelah Meyra berada di dekat gadis kecil nan cantik itu. Meyra bersimpuh di depan Acha demi bisa menyejajarkan tinggi badannya dengan gadis kecil yang selalu mendamba kedekatan dengan dirinya itu. Meyra mulai mengamati gambar yang ditunjukkan Acha dan tersenyum semakin lebar. “Ini gambar siapa saja sayang?” tanya Meyra. Acha menggambar dua orang dewasa yang sedang menggandeng seorang gadis kecil yang sedang tersenyum bahagia. “Kalau yang ini pasti Acha, iya kan sa
[“Katakan apa mau kamu?”] tegas Meyra menahan geram.[“Kamu kenapa? Aku seperti tidak mengenal kamu. Kamu bukan hanya sudah tak peduli lagi padaku, tapi kamu malah berucap dingin seperti ini padaku.”]Nehan mengunggah kekecewaannya, mengacuhkan perasaan Meyra yang nyatanya jauh lebih kecewa.[“Kapan kamu bisa bersikap dewasa dan mau menunjukkan perhatian dan pengertian yang besar padaku?”] Nehan masih tak berhenti untuk menyalahkan Meyra.Meyra sudah terdorong pada titik jengah menghadapi sikap sang suami yang kian hari semakin kehilangan kedewasaannya.[“Apa kamu juga melakukan hal yang sama? Apa kamu memberikan perhatian padaku juga? Bahkan setelah satu bulan kamu baru menelponku? Rumah tangga seperti apa ini Mas? Kamu memaksaku untuk bertahan, tapi kamu malah mengabaikan aku.”][“Kenapa kamu tidak mengerti juga? Aku bukan hanya harus mengurusi Sekar dan bayi kami, tapi juga aku harus menghandle perusahaan. Ada beberapa proyek besar yang sedang ditangani oleh perusahaanku dan itu me
“Kenapa suasana rumah begitu ramai? Kalian sedang menggelar acara apa?” tanya Meyra mencecar sembari perlahan mulai keluar dari dalam mobil.Nehan tercenung sejenak malah memandang wajah cantik istri pertamanya penuh arti.“Mami memintaku untuk mengajakmu menghadiri acara aqiqahan putra ketigaku. Aku mengundang semua kolega perusahaan dan kenalanku serta mami dan Sekar.”Meyra segera mendesah jengah, bola matanya memutar malas, menampakkan keengganannya untuk terlibat dalam acara itu.“Sebaiknya aku pulang saja,” tegas Meyra sembari menghempaskan genggaman tangan Nehan yang seperti memaksanya untuk segera masuk ke dalam rumah.“Mey, aku mohon bersikaplah yang dewasa sedikit, jangan seperti ini.”Meyra kembali mendesah jengah sembari menampakkan tatapan geram ke arah Nehan yang terus saja memaksa dirinya.“Aku tak percaya kamu memaksaku seperti ini. Meski aku masih berstatus sebagai istri kamu, tapi aku berniat untuk menggugat cerai. Aku merasa tak berkewajiban untuk melakukan semua tu
Meyra sungguh tak menduga Kenrich akan mempersiapkan pesta pernikahan yang begitu luar biasa seperti saat ini. Walau sebenarnya Meyra agak enggan menyetujui nyatanya ia tak bisa mengabaikan keinginan semua orang jika pernikahannya yang kedua ini digelar dengan meriah di salah satu hotel terbaik di Ibukota. Pesta pernikahan yang mengundang banyak orang bahkan juga mengundang anak-anak yatim dari beberapa panti asuhan itu berlangsung dengan sangat meriah. Semua orang memasang aura bahagianya, bahkan Meyra terus menerus mengumbar senyumnya. Namun ketika melihat sosok yang tak diundangnya ikut datang pada pesta pernikahannya ini, wajah Meyra segera berubah tegang. Saat melihat gurat kecewanya Meyra mendadak merasa resah. Kenrich yang berada di sisinya langsung mendekat meraih tangan Meyra dan menggenggamnya erat seakan menegaskan keberadaan dirinya yang akan selalu mendampingi. “Aku tahu cepat atau lambat kalian pasti akan melakukan ini,” tukas Nehan dengan terus mengunggah raut kecew
“Jangan sampai kamu menyesal jika Kenrich memilih yang lain karena ia sudah terlampau lelah menunggumu.”Rida kembali memberi peringatan kepada putrinya.Meyra termangu semakin galau dengan apa yang sudah ia dengar.Meski kemudian Meyra memilih untuk menyunggingkan segaris senyum walau tampak samar dan ragu.“Sudahlah Bun, aku sudah memasrahkan semuanya pada kehendakNya, jika memang Tuhan menakdirkan aku kembali menikah dan orang itu adalah Kenrich, aku akan menerimanya.”Rida menggeleng tampak sangat tak puas dengan jawaban Meyra.“Tapi jika kamu tak memberikan isyarat bahwa kamu mau menerima Kenrich, aku yakin dia tetap akan berpaling. Ingat Mey, takdir manusia meski sudah ditetapkan tapi Tuhan juga mengharuskan hambaNya untuk berusaha. Kamu seharusnya berusaha untuk menunjukkan penerimaanmu terhadap cinta Kenrich, bukan terus menerus menolaknya.”Rida kemudian menegaskan tatapannya pada Meyra yang kini tampak mulai gamang..“Aku sudah memperingatkan kamu, jangan salahkan aku kalau
“Sekar,” gumam Meyra ketika mendapati seorang wanita hamil mulai mendekat ke arah dirinya.Meyra melihat perubahan dari wanita yang sekarang sedang menghampirinya itu tampak begitu luruh dengan tubuh yang lebih kurus terlihat kontras dengan perutnya yang membuncit.Meyra menyusut sejenak bening di matanya dan memusatkan perhatian pada wanita yang pernah menjadi madu di dalam rumah tangganya bersama sang mantan suami dulu, sesuatu yang sebenarnya sudah tak ingin Meyra ingat lagi.“Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya Tante Lia,” gumam Sekar yang memang selalu memanggil ibu Meyra dengan sebutan Tante Lia.Meyra menganggukkan kepalanya dan merasa gamang dengan kesedihan yang terunggah di wajah wanita yang pernah menjadi seteru juga sahabatnya itu.Kesedihan yang ditampakkan Sekar saat ini memancing tanya di dalam Meyra atas kehidupan wanita itu yang s
Meyra benar-benar mengikuti kemauan Kenrich tanpa berkata apapun lagi.Kenrich segera membantu Meyra berkemas.Bahkan lelaki itu tampak sangat sibuk tak membiarkan Meyra melakukan apapun.Dalam diam Meyra menyaksikan bagaimana lelaki itu menyiapkan segala keperluannya.Dalam hatinya Meyra memendam kekaguman meski selalu saja ada rasa takut menggayuti setiap kali Kenrich mengulik tentang pernikahan.Meyra masih terlalu takut untuk memulai hubungan baru dengan keadaan dirinya yang selalu dikatakan sebagai wanita yang tidak sempurna.Meyra selalu tak bisa mempercayai Kenrich bisa menerima dirinya. Karena nyatanya dulu Nehan juga pernah mengucapkan hal yang sama tapi segalanya tetap tak berjalan dengan benar.Meyra terus saja menolak meski hatinya diliputi rasa bersalah juga pada Kenrich yang bahkan pernah hampir mengorbankan nyawanya ketika
Suara yang terdengar tegas dengan nada sarkas yang terunggah itu segera membuyarkan pelukan Meyra dan Nehan.Mereka sontak memandang ke arah Sekar yang sedang mendekat dengan menyajikan gurat sinis di wajahnya.“Kumohon jangan salah paham dulu, Sekar,” gumam Nehan yang seketika gelisah ketika mendapati kedatangan Sekar yang tak terduga.Bahkan wanita yang berstatus sebagai istri keduanya itu tadi belum ada mendampingi saat sidang awal tadi.Sekar masih memberikan tatapan sarkas bahkan menyergap Meyra dengan kesinisan.“Apa kamu masih belum bisa merelakan Mas Nehan? Bukankah sebentar lagi sidang putusan perceraian kalian akan ditetapkan lalu kenapa kamu masih sengaja menggoda Mas Nehan?”Sekar mencecar dengan tuduhan yang picik.Meyra membalasnya dengan tatapan yang sama nyalangnya.Dirinya suda
“Mey kita harus bicara sebentar!”Nehan mengutarakan keinginannya tanpa ragu.“Apa yang mesti dibicarakan?” Meyra menanggapi dengan datar ajakan Nehan.Nehan memandang lurus pada sosok yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu. Tapi lelaki itu sekarang menampakkan kesabarannya yang besar.“Mey, maafkan aku sebelumnya, tolong beri aku kesempatan untuk berbicara.”Nehan mulai memohon.Meyra melirik dengan memendam kebimbangan.Meski kemudian ia mengiyakan dengan memberi isyarat anggukan kepala yang ringan.Pada akhirnya mereka menepi di sebuah tempat yang lebih sepi, di dekat sebuah taman.“Katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan Mas,” ungkap Meyra ketika mendapati Nehan masih saja diam dan hanya memandanginya dengan lekat.
“Ayah Hilman!” seru Kenrich spontan sembari segera mempersilakan pria paruh baya itu segera masuk ke dalam apartemennya.Kenrich sempat terlupa jika ia memiliki janji dengan Hilman, ayah tiri Meyra yang memang sudah ia ijinkan untuk membantunya saat ia usai menjalani proses khitan.Bahkan seharusnya pria itu juga ikut mendampinginya saat masih di klinik tadi.“Maaf tadi mendadak aku ada urusan yang tak bisa ditunda jadi aku tak bisa memenuhi janjiku untuk menemani kamu di klinik.”Hilman kemudian mulai memindai seluruh detail diri Kenrich dengan lebih lekat.“Bagaimana keadaan kamu?” tanya Hilman mengunggah rasa khawatirnya.“Aku baik-baik saja.”Kenrich menjawab dengan sedikit canggung, karena ia ragu dengan respon yang akan ditunjukkan Hilman saat lelaki itu tahu jika saat ini ia sedang be
“Menurutmu dokter itu melarang kita melakukan apa?”Mendengar pertanyaan Kenrich yang ambigu segera membuat wajah Meyra bersemu merah.“Aku tak perlu menerjemahkannya untukmu,” sergah Meyra kesal sembari memalingkan mukanya yang sudah seperti kepiting rebus.“Untuk sementara, selama satu hari ini sebaiknya Anda beristirahat di rumah, jangan terlalu banyak bergerak dulu.”Dokter paruh baya yang menangani Kenrich kembali memberikan pengarahan.“Tolong diperhatikan kesehatan suaminya dengan baik, saya akan resepkan obat-obatan untuk mempercepat kesembuhan lukanya.”Setelah menerima resep obat itu, Meyra kemudian segera membantu Kenrich untuk melangkah keluar dari ruang praktek dokter.Langkah Kenrich agak tertatih yang membuat mereka segera menjadi pusat perhatian pada pasien yang sedang menung
Pagi-pagi sekali ketika Meyra sedang asyik berkebun di taman depan, mendadak ia melihat mobil Kenrich memasuki halaman rumah.Meyra meletakkan sejenak pekerjaannya dan mengarahkan tatapannya pada sosok tampan yang kini sudah keluar dari dalam mobil dengan melemparkan pandangan pada dirinya.Ketika akhirnya Kenrich mulai melangkah mendekat, Meyra perlahan mulai berdiri sembari menarik sarung tangannya yang kotor penuh tanah.Kenrich melontarkan senyum terbaiknya ketika melihat tatapan Meyra yang terlihat intens.“Kurasa kamu sudah melupakan janji kamu semalam.”Meyra mengernyit tak paham sembari menautkan kedua alis indahnya.“Janji apa?”Kenrich tersenyum santai sembari ia melepaskan kacamata hitamnya hingga menampakkan dengan lugas gurat ketampanan dari sepasang matanya bercahaya.“Aku d