Share

RAHASIA SUAMIKU

Penulis: Jingga Rinjani
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-29 16:37:40

"Mas, kamu di mana? Ibu di mana?" tanyaku.

"I-ibu lagi tidur. Ini Mas lagi di rumah teman, Dek."

"Oh, maksud Mas, Ibu lagi tiduran di sini?"

Kusorot Ibu yang sedang tiduran. Mas Tohir tampak melebarkan matanya. Jelas saja dia terkejut.

"Dek, kok Ibu bisa sama kamu, sih? A-apa kamu sudah pulang?"

"Ya, aku sudah pulang, Mas! Dan aku melihat rumahku masih berbentuk gubuk, Ibuku sakit parah, dan anakku kamu masukkan pesantren gratis, tapi kamu tetap meminta uang padaku. Jahat kamu, Mas!"

Klik. Panggilan video dimatikan oleh Mas Tohir. Benar-benar lelaki itu, ya! Tak ada rasa terima kasihnya.

"Nak, sudah, jangan bertengkar. Yang terpenting sekarang kamu sudah ada di sini."

Aku mengangguk, meski sebenarnya masih ingin sekali marah-marah pada Mas Tohir. Bayangkan saja! Aku di luar negeri selama 3 tahun demi hidup Ibu dan anak-anakku terjamin, tapi ternyata uangnya entah raib ke mana. Dan yang paling membuatku jengkel kenapa harus membangun rumah di samping rumah mertua?

"Pokoknya, nanti pulang dari sini, Sarah akan buat perhitungan Mas Tohir, Bu."

Ibu mengangguk, tak lagi melarang. Sepertinya beliau memang sudah lelah memilili menantu seperti Mas Tohir.

--

Beberapa hari kemudian.

Ibu sudah diperbolehkan pulang. Aku begitu sedih melihat beliau harus tinggal di rumah yang sudah banyak lapuknya. Rumah ini memang peninggalan Bapak, karena itu aku berencana merenovasinya. Toh, nanti aku yang akan menempati rumah ini karena aku adalah anak tunggal.

"Ibu bisa di sini sendirian? Atau mau Sarah panggilkan Bi Minah?" tawarku.

Menurut Ibu, Bik Minah adalah tetangga yang dibayar oleh Mas Tohir untuk memberi makan beliau. Tapi tetap saja, Mas Tohir menelantarkan Ibuku dan tak benar-benar merawatnya.

Memang benar, seharusnya aku yang merawat beliau, tapi dilihat dulu. Aku harus kerja banting tulang ke luar negeri, demi mereka. Mas Tohir pun tak perlu banjir keringat untuk bekerja.

"Ibu di sini saja, Nak, gak usah panggil si Minah. Selesaikan lah masalahmu."

Aku mengangguk, lalu gegas memesan ojek online. Amarah yang sudah di ubun-ubun, akhirnya akan kukeluarkan semua. Setelah tahu aku sudah pulang dan Ibu dirawat di rumah sakit, Mas Tohir sama sekali tak menghubungiku. Entah ke mana saja ia?

Saat sampai di halaman rumah Mama mertua, tampak pintu rumahnya terbuka. Di sebelahnya juga ada sebuah rumah minimalis. Melihatnya membuatku perih. Aku mengirimkan uang sebesar seratus tujuh puluh juta. Hasil dari menabungku selama ini. Tapi, apa yang kudapat? Hanya rumah seperti ini? Sementara jika merenovasi rumah Ibu, hanya perlu mengubah depannya saja, karena bagian dapur masih layak. Astaghfirullah, Mas Tohir!

Aku berjalan pelan menuju rumah Mama. Terdengar gelak tawa beliau dengan Mas Tohir. Bahagia sekali kamu, Mas? Kamu bahkan tak ada niat untuk menghubungiku?

"Kamu pikirkan alasan ketika bertemu dengan Mbak Sarah nanti, Mas." Ini adalah suara Ranti, adik iparku.

"Betul itu. Kamu pura-pura kecopetan, kek. Atau, kerampokan, kek. Biar dia balik lagi ke luar negeri buat cari duit. Rumah itu buat Ranti saja," ucap Ibu.

Mataku membeliak saat mendemgar ucapan Ibu. Apa katanya? Aku disuruh ke luar negeri lagi?

"Gampang itu, Bu. Tohir sudah punya rencana. Dia mana bisa menolak ucapan Tohir."

Aku terkekeh mendengar jawaban Mas Tohir. Iya memang, aku sepenurut itu. Tapi dulu. Sementara sekarang? Aku takkan bertindak seperti itu lagi, Mas. Sementara aku sudah tahu rencana busukmu dan keluargamu.

Lihat apa yang akan kulakukan nanti!

_______

Aku pun kembali ke rumah, dan mengemas pakaian Ibu ke dalam tas. Tadi, aku tak sempat melihat Ibra. Padahal sudah rindu. Tapi tak apa, sebentar lagi aku akan bertemu dengan anak bungsuku.

"Kita mau ke mana, Rah?"

"Sudah, Ibu tenang saja. Kita akan pindah ke rumahku, Bu."

"Rumahmu?"

"Iya. Rumah yang ada di samping rumah mertuaku itu kan rumahku, Bu. Bangunnya aja pakai uang yang Sarah kirim."

"Tapi, apa nggak papa, Nak?"

"Tentu nggak papa, Bu. Lebih berhak kita daripada Ranti. Mereka berencana akan berbohong supaya Sarah kembali bekerja di luar negeri dan rumah itu akan ditempati oleh Ranti. Tidak, Bu. Sarah tidak ridho."

"Sama, Nak. Ya sudah, ayo kita pergi."

Aku mengangguk, dan menuntun Ibu menuju tukang ojek di pangkalan. Beberapa dari mereka adalah temanku dulu.

"Loh, Sarah? Kamu sudah pulang? Apa kabar?" tanya Bowo.

"Alhamdulillah baik, Wo. Kamu juga apa kabar? Tolong antar aku ke rumah mertuaku, Wo."

Bowo langsung memanggil Andi yang sedang rebahan di pos ronda, lalu kami meluncur ke rumah mertuaku. Dalam hati aku berdo'a supaya dikuatkan nantinya.

"Kamu mau pindah ke rumahnya Tohir, Rah?" tanya Bowo yang membawaku.

"Iya, Wo. Biar bagaimana pun, itu uangku yang ia pakai. Aku suruh dia buat renovasi rumahku, malah dipakenya buat bangun di sebelah mertua. Padahal mertuaku itu nggak suka sama aku. Paling dia dihasut."

"Sebenarnya, Rah..."

"Iya, kenapa, Wo?"

"Ah, nggak papa, Rah. Kita udah mau nyampe."

"Oh, iya."

Aku mengerutkan kening, sepertinya ada yang mau Bowo sampaikan padaku, namun ia urungkan. Kenapa, ya?

Kami sampai di depan rumah mertuaku. Kubantu Ibu untuk turun, dan mengetuk rumah bercat biru muda itu. Begitu dibuka, wajah Mas Tohir begitu terkejut.

"Hai, Mas."

"Sarah..."

"Iya, Mas. Kenapa kaget gitu? Bukankah kamu sudah tahho aku pulang dari beberapa hari yang lalu?"

Mas Tohir terlihat salah tingkah. Aku pun mengajak Ibu untuk masuk, tak lupa kuminta Mas Tohir untuk membawakan koperku dan tas milik Ibu.

"Kamu kenapa bawa koper ke sini, Rah?" tanya Mas Tohir.

Apa?

"Maksudmu gimana, Mas?"

"Ya kamu kenapa bawa Ibu ke sini? Kamu juga bawa koper."

"Loh, kok masih nanya? Ya tinggal di rumahku lah, Mas. Apalagi memang alasannya? Oh, iya, Ibra mana, Mas?"

"Tapi, rumah ini kan dibangun di atas tanah orang tuaku. Jadi Ibu nggak boleh numpang di sini."

Deg!

Apa katanya? Numpang? Allahu Rabbi! Kudekati ia, lalu...

Plak!

Kutampar wajahnya untuk pertama kali. Kekuatan anak yang mendengar seorang Ibu dihina, bahkan bisa membuatku menampar suamiku. Dosa? Biarkan.

"Kamu menamparku, Sarah?" teriak Mas Tohir.

Teriakannya mengundang kedatangan Mama dan Ranti. Di belakangnya, menyusul seorang anak kecil dengan pakaiannya yang lusuh. Ya Allah, Ibra!

"Ada apa ini? Sarah?"

"Iya, Ma. Ini Sarah."

"Kenapa kamu menampar Tohir, Rah? Dosa! Besan juga, kenapa biarkan anaknya durhaka pada suami?" hardik Mama.

"Sarah menampar Mas Tohir karena dia sudah kurang aj*r, Ma! Dia, tega menghina dan mengusir ibu kandung Sarah dari rumah ini."

"Lah, memangnya kenapa? Ini rumahnya Tohir. Dia berhak untuk mengatur dengan siapa ia akan tinggal."

Mendengar omongan Mama mertua membuatku terbahak-bahak. Apa katanya? Rumah Mas Tohir? Kini aku tahu, dari mana asalnya ucapan itu.

"Tapi rumah ini dibangun dengan uang Sarah, Bu. Mas Tohir tak ada sepeserpun menggunakan uangnya!"

"Tapi rumah ini dibangun di atas tanah warisan milik Tohir, Sarah. Rumah tak akan bisa berdiri kalau tak ada tanah."

"Itu kesalahan anak Mama, karena jadi orang yang tak amanah. Sarah sudah bilang, untuk merenovasi rumah. Kenapa harus mendirikan rumah di sini? Kamu benar-benar nggak tahu malu, Mas!"

"Apa? S*alan kamu, Rah!"

"Apa? Memang benar, kan? Suami mana yang dengan pedenya dihidupi oleh istri? Dikasih makan oleh istri namun tetap tenang-tenang saja? Sementara, aku ngelunjak dikit, kamu bahas dosa. Heh, Mas! Kamu lalai dari tanggung jawab, memangnya tak dosa?"

Wajah Mas Tohir memerah. Jelas saja, ia pasti merasa sudah terhina. Namun, apa peduliku? Lihat saja, Mas. Kamu memang pantas mendapatkan balasan dariku.

"Pokoknya, aku tak mau Ibumu, tinggal di rumahku!"

"Baik, kalau begitu, aku minta uang seratus lima puluh juta, dan juga uang yang selalu kukirimkan tiap bulan kamu kembalikan!"

"A-apa?"

"Ya, kembalikan semuanya! Cukup tiga ratus juta saja! Atau kalau tidak, akan kurobohkan rumah ini!"

Mas Tohir membeliakkan matanya. Nah, mau apa kamu, Mas?

Bab terkait

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   ANCAMAN

    "A-apa? Robohkan?" Mungkin Mas Tohir pikir, aku akan mengalah begitu saja. Oh, tentu tidak! Aku lebih baik merobohkan rumah ini daripada harus mengikhlasknnya untuk ditempati oleh Ranti. Tidak akan pernah! Jika memang mereka tak mau ibuku tinggal di rumah ini, maka akan kurobohkan saja! "Ya sudah robohkan saja!" ucap Mama sesumbar. "Baik, besok aku akan menelepon agennya dan merobohkan rumah ini!" Mas Tohir sudah kalang kabut saat mendengar aku dan Mama ribut. "Ya sudah, Ibumu boleh tinggal di sini. Asal, jangan bikin aku repot." "Tidak akan! Asal kamu, juga jangan merepotkanku." Mas Tohir tampak diam, tapi juga tak membantah. Bagus lah, aku jadi tak perlu memberi makan mereka. Mama dan Ranti pergi, tanpa berkata apapun. Sementara Mas Tohir masih berdiri di tempatnya. Ibra mendekat ke arah Ayahnya. "Ibra, sini sama Bunda, Nak." Aku mendekat pada anak bungsuku itu. Namun ternyata, ia malah menjauh. Hatiku sakit melihatnya. "Ibra, ini Bunda, Nak. Yang suka video call." Namu

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-29
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   RENOVASI RUMAH

    "F-Farhan?" "Kenapa, Mas? Kamu kaget karena aku bawa pulang Farhan?" "Tapi dia kumasukkan ke pesantren, demi masa depannya, Rah!" sentak Mas Tohir. "Masa depannya atau emang mau menikmati uangku sendirian, Mas?" tanyaku. Wajah Mas Tohir merah padam. Ia menatap tajam ke arah Farhan sehingga anak itu kusuruh masuk ke dalam kamar terlebih dahulu. "Mas bisa jelaskan semuanya, Rah," ucap Mas Tohir. "Apa yang perlu dijelaskan, Mas? Nggak ada! Kamu ini memang mata duitan! Aku nyesel karena sudah menyanggupi kemauanmu ke luar negeri. Kamu lihat sekarang! Ibuku bukannya sembuh malah makin parah sakitnya, belum lagi rumah peninggalan Bapak sudah mau roboh aja!" "Kenapa kamu jadi bahas hal yang udah-udah, sih? Harusnya kamu berterima kasih padaku, karena aku sudah merawat Ibumu. Padahal aku ini hanya menantunya!" Aku membeliakkan mata saat mendengar ucapan Mas Tohir. Apa katanya? Hanya menantunya? "Jadi, selama ini kamu tak pernah menganggap ibuku selayaknya ibu kandung ya, Mas? Berbeda

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-29
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   SURAT RUMAH

    "Mas, motorku!" Aku menoleh saat Mas Tohir hendak maju menghampiriku, seketika ia berhenti dan meminta adiknya untuk bersabar.Aku masuk ke dalam rumah, dan memandikan Ibra, sementara Farhan tengah membuat kerajinan dari batok kelapa, membuat asbak. "Nak, apa kamu merokok?" tanyaku pada Farhan. "Tidak, Bun. Ini karena dulu Farhan pernah belajar sama Aki Umen, yang jadi pengrajin batok itu, loh. Makanya Farhan bisa. Lumayan, Bu, buat dijual," jawab Farhan sambil tersenyum. "Iyakah? Kamu dulu belajar saja, kan?" "Emm, sebenarnya Bapak menyuruh Farhan untuk mencari uang sekedar untuk jajan, Bu."Apa? Dadaku perih bukan main saat mendengar pengakuan anakku. Mas Tohir benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa ia menyuruh anak sulungnya untuk mencari uang? Lalu untuk apa aku mengiriminya uang selama ini?Usai memanikan Ibra, aku menitipkannya pada Ibu. Ibu sudah memperingatiku supaya tidak bertindak terlalu jauh, namun aku tak peduli. Ibu tak merasakan sakitnya jadi aku, seorang Ibu yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-22
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   PINDAH

    [Apa maksudmu membuat status begitu, Kak? Apa kamu berniat mempermalukanku?] [Menurutmu gimana? Kamu aja bisa bikin status nyeleneh tentang aku, kenapa aku nggak bisa? Dengar ya, Ran, aku ini tergantung bagaimana orang bersikap. Kalau kamu aja nggak bisa menghargaiku dan menghormatiku sebagai Kakak ipar, maka jangan harap aku akan menghargaimu juga.] Setelahnya kublokir nomor Ranti. Ibra dan Farhan sedang bermain di halaman, saat Bik Sarni datang membawa minuman. "Ayo, diminum dulu, Mbak. Memangnya Tohir ke mana, Rah?" tanya Bik Sarni. "Ngilang dia, Bik, digondol setan." "Hust, Rah, yang benar ngomongnya." "Lah, iya kan, Bu? Mas Tohir itu udah gak kaya manusia, tapi kaya setan. Heran juga aku sama dia, kenapa makin tua malah gak makin mikir. Aku terima saja saat ia tak kerja karena kupikir ngerawat anak kami. Kalau ujung-ujungnya malah kaya gini, ya Sarah ga mau, Bu." "Sabar, Rah. Apa Tohir berlaku yang gak baik sama kalian?" "Bukan hanya itu, Bik. Dia malah nggak ngurus anak

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-23
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   KETAHUAN

    "Tofik?""Mbak Sarah?"Kami sama-sama terdiam. Pandanganku tertuju pada wanita di samping adik iparku itu. Sementara Tofik salah tingkah karena aku memergokinya tengah bersama wanita hamil."Kalian saling kenal?" tanya wanita itu."Iya, saya-""Mbak, boleh kita bicara dulu? Sayang, sebentar, ya. Nanti aku jelaskan," ucap Tofik.Kini aku mengerti, kenapa lelaki itu tampak salah tingkah. Karena wanita di sampingnya itu, ternyata adalah istri mudanya."Mbak, tolong jangan kasih tahu Ranti, ya? Aku mohon, Mbak," ucap Tofik."Sejak kapan kamu melakukannya, Fik?" tanyaku."Du-dua tahun, Mbak. Aku mohon ya, Mbak? Bisakan, jangan laporkan hal ini sama Ranti? Bisa-bisa aku digeprek sama dia.""Sudah tahu istrimu itu galak, bawel, kenapa kamu nekad?""Ya gimana, Mbak? Aku nggak nyaman di sana. Mama kan selalu ikut campur setiap masalahku.""Jadi, kamu selama ini sebenarnya gak kerja di luar kota?"Tofik menggulung. Tatapannya terlihat sangat memohon. Aku sendiri sampai bingung harus bersikap ba

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-24
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   TOHIR BERULAH

    "Hera, teganya kamu melakukan ini sama aku..." Meski aku kesal setengah mati dan bahkan kehilangan sebagian rasa cintaku pada lelaki yang masih berstatus suamiku itu, tetap saja aku kesal setelah tahu kenyataan bahwa suamiku direbut oleh sahabatku sendiri. Pantas, kemarin Hera terasa aneh. Pantas saja, aku merasakan kejanggalan saat berkirim pesan dengannya. Tunggu, bukankah Hera katanya hendak menikah minggu depan? Aku mengepalkan tangan. Jadi, lelaki yang hendak menikahinya adalah Mas Tohir? Ingin sekali aku melabrak mereka sekarang, namun aku tahan emosiku. Kuambil ponsel dan mengambil potret mereka yang tengah bermesraan. Kepala Hera ada di pundak suamiku. Setelahnya aku tersenyum, kalian tak bisa berkutik lagi nanti, Mas. Kuajak anak-anak untuk ke minimarket saja. Ibra sangat senang saat motor kuparkirkan. *Sama Ayah kita ga pernah ke sini ya, Bang. Tapi sama Bunda kita sering ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-24
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   MENYUSUN RENCANA

    "Apa kamu akan datang, Sar?" tanya Andi. "Harus, Ndi. Meski aku mau menceraikan dia, tapi aku harus datang dan buat kejutan untuk mereka." "Apa kamu baik-baik saja, Sar?" Aku tersenyum kecut. Bohong jika kukatakan aku baik-baik saja. Mana ada istri yang bisa baik-baik saja setelah dikhianati oleh suaminya? "Acaranya lusa, kan? Di rumah Hera?" "Iya, Sar. Mereka nggak tahu kamu pindahan hari ini kayaknya, makanya anteng-anteng aja ngadain acara itu. Aku pas tahu juga kaget, nekad banget Bang Tohir." "Ya sudah, Ndi, makasih infonya, ya." "Sip, kabari kalau butuh bantuan ya, Sar." Aku mengacungkan jempol. Hera, sahabatku. Tega kamu melakukannya? Apa tidak bisa bersabar sedikit sambil menunggu aku mengajukan perceraian ke pengadilan? Apa segitu gatalnya dirimu menjadi wanita? "Nduk? Kenapa?" Aku menoleh seraya tersenyum. Tidak, ibu tak

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   HAMPIR KETAHUAN

    "Ayah?" "F-Farhan. Ya Allah, Nak. Ayah kangen." Farhan membalas pelukan ayahnya. Biar bagaimana pun, Tohir tetap lah ayah kandungnya. Ada rasa rindu yang terselip di rasa sakit hatinya. "Kenapa Ayah nggak langsung masuk aja?" "Ayah takut ganggu, Nak." "Nggak ada yang ganggu, Yah." "Ya sudah, sekarang Ayah mau pulang dulu karena Nenek lagi sakit." Farhan mengangguk. Tohir langsung pulang, setelah memastikan tak ada kecurigaan di kedua mata anak sulungnya itu. Sampai di rumah, Tohir menghela napas panjang. Ia lega seakan baru saja keluar dari medan perang. Dihubunginya seorang rentenir yang bisa membantunya. Karena jika ia masukkan ke pegadaian, maka harus Sarah yang menandatanginya. "Butuh uang berapa?" "Seratus juta," jawab Tohir mantap. "Jangan gila kamu, Hir. Rumah itu kecil, harga jualnya aja mungkin segitu.""Ya sudah, lima puluh juta," ucap Tohir. "Empat puluh juta, kalau mau, saya cairkan hari ini uangnya." Mau tak mau, Tohir pun mengiyakan ucapan rentenir itu. Dari

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29

Bab terbaru

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   ADA APA DI RUMAH SARAH?

    Ranti ikut panik melihat mamanya panik. Segera ia berlari ke luar dan memanggil perawat yang baru saja lewat. "Suster! Kakak saya!" Dua suster itu saling berbagi tugas. Satu ke kamar pasien, satu lagi menuju ruangan dokter. Tak lama kemudian, seorang dokter datang dan mengecek keadaan Tohir. Ia menggeleng, membuat Rita histeris. "Saya turut berduka cita, Bu. Sepertinya ada pembekuan darah di otak Pak Tohir." "Kenapa kalian baru ngasih tahu sekarang, hah! Kalian kan, yang ingin anak saya mati?!" teriak Rita, ia justru menyalahkan pihak rumah sakit. "Ibu sendiri yang tak mau menyetujui tindakan operasi Pak Tohir, bahkan sampai tak mau melakukan serangkaian pemeriksaan. Jadi, begini lah akhirnya. Kami mohon maaf, Bu. Pasien Tohir, telah tiada." Rita meraung. Ia menggenggam tangan sang putra, masih tak menyangka jika ia bisa kehilangannya. "Bu, sudah. Mayat Mas To

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   BERPULANG

    Ranti yang tengah tertidur, terbangun karena dering ponselnya. "Hm?" ucap Ranti begitu panggilan ia angkat. "Dengan saudari Ranti, adik dari saudara Tohir?" Ranti membuka matanya sedikit, lalu melihat layar. Nomor tak dikenal. Ia letakkan lagi di dekat telinganya. "Iya, benar. Siapa ya? Kalau cari Mas Tohir, dia nggak ada." "Kami dari kepolisian. Saudara Tohir mengalami kecelakaan dan sekarang tengah dilarikan ke rumah sakit Citra Kusuma. Silakan untuk datang dengan membawa surat-surat guna registrasi perawatan nantinya." Ranti langsung terbangun. Ia masih sulit menangkap ucapan dari seberang sana. "Mau nipu, ya?" tanya Ranti, mengingat beberapa hari terakhir ini marak sekali kasus penipuan model begini. "Mohon maaf, kami dari kepolisian. Silakan anda langsung datang ke rumah sakit Citra Kusuma demi membuktikannya." Ranti termangu sesaat, l

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   TOHIR SEMAKIN MENJADI

    Sarah tersenyum. Memang ia akui Zakki sungguh menawan. Parasnya yang tampan, kumis tipis dan matanya bak mata elang. Tajam. Tapi, untuk membangun rumah tangga kembali nantinya, ia masih belum tahu. "Jalan hidup nggak ada yang tahu, Zak. Siapa tahu, kamu setelah ini malah nemu jodoh, kan?" "Iya, jodohnya kamu." "Masih lama, Zak. Aku masih mau lihat Farhan kuliah dulu dan Ibra sekolah. Belum ada terpikir buat bangun komitmen lagi dengan seseorang. Anak sulungku sekarang tujuh belas tahun, aku sendiri sudah tiga puluh enam. Kayaknya fokus ke anak-anak dulu." Zakki mengangguk. Meski sedikit kecewa, ia bisa memaklumi keinginan Sarah itu. Keluar dari lubang kesakitan butuh waktu lama. Ditambah bukan hanya ia yang tersakiti, melainkan ibunya pun juga. Sarah tersenyum melihat Ibra dan Farhan yang sibuk melihat hewan-hewan. Beruntung Zakki membawanya ke kebun binatang Ragunan sehingga mereka bisa sambil jala

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   FINAL!

    Tanpa disangka, Hera justru mendekat ke arah Sarah dan memeluk erat mantan sahabatnya itu. Sarah yang terkejut berusaha melepaskan pelukan namun, Hera justru semakin erat mendekapnya. "Her, lepaskan! Kamu itu kenapa sih?""Maafkan aku, Sar. Aku salah, mungkin sekarang aku lagi menuai Karma atas perbuatanku padamu. Maafin aku, Sar. Aku khilaf." Sarah melepaskan tangan Hera, dengan sedikit mengurutkan kening Ia pun bertanya tentang maksud dari ucapannya barusan."Aku sudah ditalak oleh Mas Tohir, karena kami menikah secara siri otomatis hubungan kami pun sudah terputus seiring dengan kata talak yang terucap dari mulutnya. Mungkin ini peringatan dari Allah, karena aku sudah menghancurkan rumah tanggamu. Maafkan aku, Sar." Hera menangis tersedu di depan rumah Sarah. Beberapa tetangga mulai berdatangan karena suara tangis Hera yang semakin kencang. "Ayo masuk. Kita omongin di dalam." 

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   KEPUTUSAN SARAH

    Rita yang mendengar teriakan Hera pada Tohir itu pun langsung berjalan menuju kamar anaknya. "Cuma gara-gara anggur, kamu suruh anakku ngusir aku? Heh, Hera, sadar! Aku ini mertuamu. Ranti itu adik iparmu. Melek matamu itu!" Hera terkesiap, tak menyangka jika mertuanya sekasar itu. "Apa, Ma? Cuma? Ma, dia itu banyak utang, belum utang ke si Sarah, belum utang yang lain. Malu aku!" "Kalau gitu, bantu lah dia bayarin utang-utangnya itu." Hera terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Benar kata Bu RT tempo hari, mereka hanya ingin memeras uang Hera saja. "Nggak, ya! Kalian yang nikmati kok aku yang suruh bayar. Di mana letak harga dirimu, Mas? Pantas saja Sarah gampang banget nyerahin kamu ke aku. Taunya, rumah tangga kalian banyak parasitnya dulu!" ketus Hera. "Hera!" Plak! Hera mendelik saat menerima tamparan dari Tohir. "Mas? Kamu

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   NGUTANG KOK BANGGA!

    "Maksudnya, kamu nyindir aku, Sar?" tanya Riska sinis. "Oh, kesinggung, ya? Maaf, deh. Aku cuma kasih peringatan aja, nggak semua orang itu suka sama kita. Jadi jaga sikap dan ucapan. Pantas dulu kamu dibully, ternyata begini kelakuanmu?" Riska melengos. Ia jadi teringat kembali kejadian beberapa puluh tahun silam. Saat ia baru saja mencela Adel dan datang anak lain membullynya, bahkan sampai merobek bajunya. "Sudah lah, maaf ya kalau aku ngerusak acara. Udah malam, aku pamit dulu," ucap Sarah. "Sama aku, Rah," ucap Adel, ia pun sudah malas di sana. "Kamu sama aku aja, Del." Adel menoleh, terlihat Asrul melambaikan tangannya. Sarah melihatnya dan tersenyum sekilas. Ia paham jika keduanya tengah pendekatan. "Nggak usah, Del. Aku bisa sama Zakki. Kan tadi sama dia berangkatnya," ucap Sarah. "Dih, bisanya ngrepotin orang aja! Zakki mau sama aku. Iya kan, Zak?" tanya Riska sambil tersenyum ke arah Zakki, tangannya mengamit lengan lelaki itu, membuat riuh dari teman-teman yang lain

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   HASUTAN RITA

    "Apa-apaan kamu, Mas? Sembarangan kamu masuk ke dalam rumah orang?!" Tohir hanya melirik ke arah Sarah sebentar, lalu kembali fokus pada ponselnya. "Mas! Aku lagi ngomong sama kamu, loh." "Apa? Kenapa aku masuk rumah ini harus sesuai izinmu? Bukan kah kita pasangan suami istri?" tanya Tohir enteng. "Benar-benar tak tahu malu!" Tohir sampai menoleh ke arah Sarah. Tak menyangka jika wanita yang masih menyandang status sebagai istrinya itu berani mengucapkan hal demikian. "Apa? Memangnya omonganku salah? Kita masih suami istri yang sah secara agama, Sarah! Kamu jangan macam-macam jika tak mau jadi istri durhaka!" Sarah tertawa terbahak-bahak. Merasa lucu dengan sikap sang suami. "Heh, Mas! Makanya kalau ngaji jangan cuma sampai batas suci doang! Kamu sudah tidak menafkahiku selama bertahun-tahun. Bahkan jika tiga bulan berturut-turut saja sudah masuk dalam talak! Ada juga hadist-nya!"Sarah mengatur napasnya. Emosinya sudah tak terbendung melawan Tohir. Bukankah benar apa yang di

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   PERTEMUAN KEMBALI

    Rita menarik lengan Sarah yang hendak masuk ke dalam rumah bersama Zaki. "Heh, mantu kurang ajar! Kembalikan sertifikat rumah itu. Asal kamu tau, rumah itu dibangun di atas tanahku!" ucap Rita. "Kenapa? Apa kamu sudah diteror sama Bu Eni, Mas?" tanya Sarah dengan terkekeh. Melihat sikap Sarah, Tohir mengepalkan tangannya. Ia benar-benar seperti tak mengenali istrinya sendiri. Padahal dulu, ia paling bisa disetir dan dikendalikan. "Kembalikan, Sarah. Atau rumah itu akan kuhancurkan." "Silakan aja, Mas. Aku bisa bawa itu semua ke kantor polisi. Kamu mau, jadi napi? Sudah, pulang sana. Aku nggak menerima kehadiran kalian." Sarah mengajak Zaki kembali masuk. Tohir ingin masuk juga, tapi Rita dan Ranti melarangnya. "Di mana harga dirimu? Sudah, kita pulang saja. Kita pikirkan caranya nanti."Tohir berdecak sebal, namun akhirnya menuruti keinginan Rita dan juga Ranti. _______"Sudah pergi, Nak?" tanya Sumi. "Sudah, Bu." "Untung saja kamu datang. Tadi Ibu sudah takut saja mereka ak

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   TERJEBAK

    Murni langsung berdiri. Sudah cukup ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Kini, setelah ia disuruh untuk meminta maaf, ada lagi keinginan Tohir untuk ngontrak. "Hera, sebaiknya kita pulang." "Kamu mau pulang, Her? Silakan aja. Aku akan tetap di sini kalau Ibu gak izinin kita buat ngontrak."Hera menatap ibunya lama. Seberani-beraninya ia pada sang Ibu, tetap saja ia takut. Terlebih, ia takut akan dicoret dari ahli waris ketika Murni telah tiada nantinya. Tanah dan kontrakan sepuluh pintu, membuat Hera mengabaikan suami dan mengekori Murni pulang. Rita berdecak sebal, melihat anaknya tak ada harga dirinya di hadapan istrinya itu. "Kok kamu diam saja istrimu dibawa pulang sama ibunya? Kejar!" Tohir seakan tersentak, ia kemudian berdiri dan berlari ke depan. Sayangnya, Hera dan Murni sudah pulang lebih dulu. Tohir menggeram. Tak menyangka jika istri barunya itu akan pergi tanpa dirinya. "Sebaiknya kamu pulang saja dulu sana, Hir. Mama takut kalau dia macam-macam sama Hera." Tohi

DMCA.com Protection Status