Share

SURAT RUMAH

Penulis: Jingga Rinjani
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-22 10:47:35

"Mas, motorku!"

Aku menoleh saat Mas Tohir hendak maju menghampiriku, seketika ia berhenti dan meminta adiknya untuk bersabar.

Aku masuk ke dalam rumah, dan memandikan Ibra, sementara Farhan tengah membuat kerajinan dari batok kelapa, membuat asbak.

"Nak, apa kamu merokok?" tanyaku pada Farhan.

"Tidak, Bun. Ini karena dulu Farhan pernah belajar sama Aki Umen, yang jadi pengrajin batok itu, loh. Makanya Farhan bisa. Lumayan, Bu, buat dijual," jawab Farhan sambil tersenyum.

"Iyakah? Kamu dulu belajar saja, kan?"

"Emm, sebenarnya Bapak menyuruh Farhan untuk mencari uang sekedar untuk jajan, Bu."

Apa? Dadaku perih bukan main saat mendengar pengakuan anakku. Mas Tohir benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa ia menyuruh anak sulungnya untuk mencari uang? Lalu untuk apa aku mengiriminya uang selama ini?

Usai memanikan Ibra, aku menitipkannya pada Ibu. Ibu sudah memperingatiku supaya tidak bertindak terlalu jauh, namun aku tak peduli. Ibu tak merasakan sakitnya jadi aku, seorang Ibu yang tahu anaknya disuruh mencari uang oleh ayahnya sendiri.

Brak!

Aku membuka pintu rumah Mama, tanpa permisi aku masuk dan melewati Mas Tohir yang tengah menonton televisi. Tak kulihat adanya Mama ataupun Ranti.

Aku masuk ke kamar Mas Tohir sewaktu bujang. Aku yakin, bisa menemukan sisa-sisa uang yang kukirimkan. Bahkan, terakhir kali aku mengirimkan uang sebanyak tiga belas juta.

"Sarah, kamu ngapain?" tanya Mas Tohir, terlebih ketika melihatku membuka laci.

Tak kuindahkan pertanyaan lelaki berstatus suamiku itu, lalu mulai mencari di lemari pakaiannya karena tak kulihat ada sesuatu di bawah bajunya. Saat kutarik, ternyata itu adalah sebuah amplop cokelat.

"Kembalikan! Itu punyaku!"

Aku memasukkan map itu ke dalam bajuku, Mas Tohir pikir aku akan takut saat ia melotot padaku seperti itu? Ia yang sudah mengambil hak ibu dan anak-anakku, seharusnya ia yang takut karena sudah berbuat dosa!

Plak!

Aku terhuyung saat Mas Tohir benar-benar menamparku. Ini kali kedua Mas Tohir menamparku setelah kejadian waktu itu.

"Keterlaluan kamu, Mas! Ini punyaku! Kamu tak pernah kerja, mana ada kamu punya harta? Semuanya itu milikku! Dan bahkan sofa di ruang tamu itu dibeli menggunakan uangku, kan?"

"Jangan ngaweur kamu, Rah! Itu dibeli pake uangnya Tofan!"

"Alah, bininya mau beli motor aja harus pake uangku, masa iya beliin sofa Mama dengan cuma-cuma?"

Aku keluar dari kamar dan masuk ke dalam rumahku. Bahaya jika map ini disimpan di sini. Bisa-bisa, sedikit aku lengah, Mas Tohir malah membawa ini semua.

"Sarah! Buka pintunya!" teriak Mas Tohir di luar sana.

"Jangan kamu buka pintunya, Han. Kalau tidak, Ibu tinggal kamu di sini nanti," ucapku.

"Iya, Bu."

Aku membuka map itu. Berisi stnk dan bpkb motor, serta uang yang berjumlah lima juta. Apa ini sisa dari semua yang kukirimkan?

"Kamu benar-benar kurang ajar, Mas!"

Lalu, apakah Mas Tohir belum mengurus surat rumah itu? Bagus, akan lebih baik begitu jadi aku gampang untuk menjualnya suatu hari nanti.

Sore hari, setelah memastikan Mas Tohir tak ada di rumah Mama, aku bersama Farhan menuju rumah Bik Sarni, adik Ibu. Di sana, aku meminta izin untuk menginap sampai rumahku selesai dibangun.

"Kamu pulang kok nggak kasih kabar, Rah? Tinggal aja di sini dulu sementara. Nggak usah repot bayar segala."

"Nggak papa, Bik. Sarah nggak mau sekedar numpang di sini. Tapi tolong, jika Mas Tohir mencari Sarah atau anak-anak dan Ibu, jangan Bik Sarni kasih tahu, ya?"

"Siap itu."

Aku mengirimkan pesan pada Andi supaya menjemput Ibuku dan juga Ibra. Baju-bajuku dan anak-anak sudah kubawa. Tinggal baji Ibu di tas ransel saja.

"Aman tadi, Ndi?" tanyaku saat Andi sampai.

"Aman, Rah. Pintu rumah mertuamu tertutup. Nggak tau pada ke mana."

Iya, aku heran juga. Kenapa mertuaku, Ranti, dan Mas Tohir sering tak ada di rumah saat siang hari? Ke mana mereka? Kenapa aku baru terpikirkan sekarang?

"Ya sudah, makasih banyak ya, Ndi."

"Sama-sama. Aku akan merahasiakan keberadaan kalian," ucap Andi.

Aku bersyukur memiliki teman sepertinya, bisa diandalkan dan mau membantu. Bik Sarni mengantarkanku ke paviliun belakang. Rumah ini memang memiliki paviliun, dulu keluarga Bik Sarni tinggal di sini, sebelum mertuanya meninggal dan beliau pindah ke dalam.

"Untuk sementara kita tinggal di sini. Maafkan Bunda karena harus membawa kalian," ucapku pada Farhan, sementara Ibra masih asyik bermain kereta-keretaan.

"Nggak papa, Bun. Asal sama Bunda, Farhan bakal ikuti Bunda ke mana pun. Sama Nenek juga," ucap Farhan sambil memeluk Ibu.

Aku beruntung, karena memiliki Ibu dan anak yang sangat mendukungku. Mungkin esok suatu hari aku akan melayangkan surat gugatan cerai pada Mas Tohir. Sudah mati rasa aku padanya, terlebih setelah mengetahui sikapnya pada orang tuaku dan anak kandungnya sendiri.

Baru kali ini, aku melihat seorang Ayah yang sama sekali tak memedulikan anak kandungnya sendiri. Entah bagaimana pikirannya, yang pasti aku sangat kecewa.

--

Beberapa kali ponselku berdering, membawa nama Mas Tohir pada layar. Aku tersenyum miring, pasti ia kelabakan karena aku dan anak-anak sudah tak ada di rumah. Aku juga menemukan beberapa ratus ribu di kantong celananya yang ada di dalam kamar.

[Kamu ke mana, Sarah?]

[Apa pedulimu, Mas?]

[Kamu benar-benar istri durhaka!]

[Jika aku istri durhaka, lalu kamu aja? Durjana?]

[Oke, aku tak peduli kalian akan ke mana, tapi kembalikan map cokelatku!]

Mulutku menganga saat membaca balasan dari Mas tohir. Laki-laki benar-benar! Aku meletakkan ponsel lagi di atas nakas. Suami syalan!

"Aku akan menggugat cerai Mas Tohir saja, Bu," ucapku sambil memperhatikan Ibra yang sedang bermain di halaman. Sementara Farhan pergi main setelah dijemput teman sekolahnya semasa SMP dulu.

"Kalau itu keputusan yang terbaik, Ibu hanya bisa mendo'akan semoga kalian bisa hidup bahagia selalu."

"Aamiin, Bu. Terima kasih do'anya."

"Sama-sama, Nduk. Seorang Ibu tak perlu diminta do'a, pasti akan selalu memberikannya."

Aku memeluk Ibu. Aku sedih melihat keadaan beliau sehingga mencari kursi roda di grup-grup f******k. Berharap ada yang menjual butuh, yang penting layak pakai. Uangku sudah menipis, sisanya aku berniat untuk membuka usaha nanti.

Aku benar-benar merasa berterima kasih pada mantan majikanku dulu, mereka teramat baik sehingga memberi pesangon dalam jumlah besar. Sebagai ucapan terima kasih karena aku pernah merawat ayah mereka dengan baik.

[Dasar ipar nggak tahu diri! Motorku diembat, sekarang duit Masku diembat juga!]

Aku tersenyum sinis saat membaca status Ranti. Oh, jadi dia mau debat denganku? Baiklah, aku akan menerima tantangannya itu.

[Aduh, kasihan banget iparku! Sudah lah miskin, suaminya cuek. Pengen ayam punyaku saja sampai harus marah-marah pada suamiku. Terus, pake motor juga motorku karena dibeli pake uangku sewaktu kerja di Taiwan. Lalu sekarang, ia mau menguasai rumahku? Oh, tidak bisa! Jadi orang, minimal tahu diri!]

Aku tersenyum saat membuat status itu. Senyumku semakin lebar, saat mendapat balasan dari Ranti.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nengsih
dasar keluarga suami ta tau diri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   PINDAH

    [Apa maksudmu membuat status begitu, Kak? Apa kamu berniat mempermalukanku?] [Menurutmu gimana? Kamu aja bisa bikin status nyeleneh tentang aku, kenapa aku nggak bisa? Dengar ya, Ran, aku ini tergantung bagaimana orang bersikap. Kalau kamu aja nggak bisa menghargaiku dan menghormatiku sebagai Kakak ipar, maka jangan harap aku akan menghargaimu juga.] Setelahnya kublokir nomor Ranti. Ibra dan Farhan sedang bermain di halaman, saat Bik Sarni datang membawa minuman. "Ayo, diminum dulu, Mbak. Memangnya Tohir ke mana, Rah?" tanya Bik Sarni. "Ngilang dia, Bik, digondol setan." "Hust, Rah, yang benar ngomongnya." "Lah, iya kan, Bu? Mas Tohir itu udah gak kaya manusia, tapi kaya setan. Heran juga aku sama dia, kenapa makin tua malah gak makin mikir. Aku terima saja saat ia tak kerja karena kupikir ngerawat anak kami. Kalau ujung-ujungnya malah kaya gini, ya Sarah ga mau, Bu." "Sabar, Rah. Apa Tohir berlaku yang gak baik sama kalian?" "Bukan hanya itu, Bik. Dia malah nggak ngurus anak

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-23
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   KETAHUAN

    "Tofik?""Mbak Sarah?"Kami sama-sama terdiam. Pandanganku tertuju pada wanita di samping adik iparku itu. Sementara Tofik salah tingkah karena aku memergokinya tengah bersama wanita hamil."Kalian saling kenal?" tanya wanita itu."Iya, saya-""Mbak, boleh kita bicara dulu? Sayang, sebentar, ya. Nanti aku jelaskan," ucap Tofik.Kini aku mengerti, kenapa lelaki itu tampak salah tingkah. Karena wanita di sampingnya itu, ternyata adalah istri mudanya."Mbak, tolong jangan kasih tahu Ranti, ya? Aku mohon, Mbak," ucap Tofik."Sejak kapan kamu melakukannya, Fik?" tanyaku."Du-dua tahun, Mbak. Aku mohon ya, Mbak? Bisakan, jangan laporkan hal ini sama Ranti? Bisa-bisa aku digeprek sama dia.""Sudah tahu istrimu itu galak, bawel, kenapa kamu nekad?""Ya gimana, Mbak? Aku nggak nyaman di sana. Mama kan selalu ikut campur setiap masalahku.""Jadi, kamu selama ini sebenarnya gak kerja di luar kota?"Tofik menggulung. Tatapannya terlihat sangat memohon. Aku sendiri sampai bingung harus bersikap ba

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-24
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   TOHIR BERULAH

    "Hera, teganya kamu melakukan ini sama aku..." Meski aku kesal setengah mati dan bahkan kehilangan sebagian rasa cintaku pada lelaki yang masih berstatus suamiku itu, tetap saja aku kesal setelah tahu kenyataan bahwa suamiku direbut oleh sahabatku sendiri. Pantas, kemarin Hera terasa aneh. Pantas saja, aku merasakan kejanggalan saat berkirim pesan dengannya. Tunggu, bukankah Hera katanya hendak menikah minggu depan? Aku mengepalkan tangan. Jadi, lelaki yang hendak menikahinya adalah Mas Tohir? Ingin sekali aku melabrak mereka sekarang, namun aku tahan emosiku. Kuambil ponsel dan mengambil potret mereka yang tengah bermesraan. Kepala Hera ada di pundak suamiku. Setelahnya aku tersenyum, kalian tak bisa berkutik lagi nanti, Mas. Kuajak anak-anak untuk ke minimarket saja. Ibra sangat senang saat motor kuparkirkan. *Sama Ayah kita ga pernah ke sini ya, Bang. Tapi sama Bunda kita sering ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-24
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   MENYUSUN RENCANA

    "Apa kamu akan datang, Sar?" tanya Andi. "Harus, Ndi. Meski aku mau menceraikan dia, tapi aku harus datang dan buat kejutan untuk mereka." "Apa kamu baik-baik saja, Sar?" Aku tersenyum kecut. Bohong jika kukatakan aku baik-baik saja. Mana ada istri yang bisa baik-baik saja setelah dikhianati oleh suaminya? "Acaranya lusa, kan? Di rumah Hera?" "Iya, Sar. Mereka nggak tahu kamu pindahan hari ini kayaknya, makanya anteng-anteng aja ngadain acara itu. Aku pas tahu juga kaget, nekad banget Bang Tohir." "Ya sudah, Ndi, makasih infonya, ya." "Sip, kabari kalau butuh bantuan ya, Sar." Aku mengacungkan jempol. Hera, sahabatku. Tega kamu melakukannya? Apa tidak bisa bersabar sedikit sambil menunggu aku mengajukan perceraian ke pengadilan? Apa segitu gatalnya dirimu menjadi wanita? "Nduk? Kenapa?" Aku menoleh seraya tersenyum. Tidak, ibu tak

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   HAMPIR KETAHUAN

    "Ayah?" "F-Farhan. Ya Allah, Nak. Ayah kangen." Farhan membalas pelukan ayahnya. Biar bagaimana pun, Tohir tetap lah ayah kandungnya. Ada rasa rindu yang terselip di rasa sakit hatinya. "Kenapa Ayah nggak langsung masuk aja?" "Ayah takut ganggu, Nak." "Nggak ada yang ganggu, Yah." "Ya sudah, sekarang Ayah mau pulang dulu karena Nenek lagi sakit." Farhan mengangguk. Tohir langsung pulang, setelah memastikan tak ada kecurigaan di kedua mata anak sulungnya itu. Sampai di rumah, Tohir menghela napas panjang. Ia lega seakan baru saja keluar dari medan perang. Dihubunginya seorang rentenir yang bisa membantunya. Karena jika ia masukkan ke pegadaian, maka harus Sarah yang menandatanginya. "Butuh uang berapa?" "Seratus juta," jawab Tohir mantap. "Jangan gila kamu, Hir. Rumah itu kecil, harga jualnya aja mungkin segitu.""Ya sudah, lima puluh juta," ucap Tohir. "Empat puluh juta, kalau mau, saya cairkan hari ini uangnya." Mau tak mau, Tohir pun mengiyakan ucapan rentenir itu. Dari

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   KEJUTAN

    Rita bergerak maju ke arah Tohir. Ia malu bukan main saat melihat pernikahan anaknya dihancurkan. Terlebih ketika video Tohir yang diam-diam masuk ke dalam kamar Sarah dan mengambil sertifikat rumah itu diputar. "Tohir, lakukan sesuatu. Jangan buat dia semakin membuat kita malu." Sarah tersenyum ke arah pelaminan. Di mana Rita tengah kasak-kusuk menyuruh sang anak. "Lihat lah. Sebagai seorang ibu, bukan kah seharusnya beliau menasehati, atau minimal menegur anaknya? Apalagi ini sampai menikah lagi. Padahal, anak perempuannya pun bernasib sama sepertiku. Tapi tak ada empati dari keluarga itu," ucap Sarah dengan lantangnya, sehingga membuat tamu semakin heboh. Rita mendelik, ia berjalan ke arah Sarah dan menamparnya. Membuat wanita itu terhuyung ke belakang. "Dasar ja lang! Pantas anakku menikah lagi. Dia pasti tak tahan punya istri sam pah sepertimu!" Sarah tertawa, bahkan tawanya terdengar amat miris. Ia kini tahu, jika mertuanya itu sedang mencoba untuk menjadikannya kambing hi

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   GONO-GINI

    "Ingat, Sarah! Harta yang diraih selama pernikahan itu termasuk gono gini," ucap Hera. "Betul. Tapi aku tak sudi membaginya. Aku capek kerja di luar negeri, eh taunya anakku nggak disekolahkan, ibuku gak diobati, anak bungsuku malah pake bajunya kucel. Duitnya abis buat menuhi napsu belanja keluarganya dan juga pasti masuk ke kamu kan, Her?" Hera mendelik, meski apa yang dituduhkan oleh Sarah itu memang benar. "Kurang aj*r kamu, Sar. Jangan sok tahu." "Kok sok tahu? Kan memang aku ini tempe, gimana kelakuan kalian di belakangku. Aku benar-benar nggak nyangka sama kamu, Her. Bisa-bisanya kamu kacau-in rumah tanggaku kaya gini? Padahal kita teman," ucap Sarah. "Teman, katamu? Hahaha, sejak kapan? Kita berteman hanya dulu, Sarah. Selebihnya aku menganggapmu musuh karena merebut Mas Tohir dariku." Sarah mengerutkan keningnya. Omong kosong macam apa ini? Bukan kah dulu Hera tengah berpacaran dengan Imron ketika ia dan Tohir dekat? "Sudah lah. Lebih baik kalian pergi. Aku tak sudi me

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-30
  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   TERJEBAK

    Murni langsung berdiri. Sudah cukup ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Kini, setelah ia disuruh untuk meminta maaf, ada lagi keinginan Tohir untuk ngontrak. "Hera, sebaiknya kita pulang." "Kamu mau pulang, Her? Silakan aja. Aku akan tetap di sini kalau Ibu gak izinin kita buat ngontrak."Hera menatap ibunya lama. Seberani-beraninya ia pada sang Ibu, tetap saja ia takut. Terlebih, ia takut akan dicoret dari ahli waris ketika Murni telah tiada nantinya. Tanah dan kontrakan sepuluh pintu, membuat Hera mengabaikan suami dan mengekori Murni pulang. Rita berdecak sebal, melihat anaknya tak ada harga dirinya di hadapan istrinya itu. "Kok kamu diam saja istrimu dibawa pulang sama ibunya? Kejar!" Tohir seakan tersentak, ia kemudian berdiri dan berlari ke depan. Sayangnya, Hera dan Murni sudah pulang lebih dulu. Tohir menggeram. Tak menyangka jika istri barunya itu akan pergi tanpa dirinya. "Sebaiknya kamu pulang saja dulu sana, Hir. Mama takut kalau dia macam-macam sama Hera." Tohi

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-03

Bab terbaru

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   ADA APA DI RUMAH SARAH?

    Ranti ikut panik melihat mamanya panik. Segera ia berlari ke luar dan memanggil perawat yang baru saja lewat. "Suster! Kakak saya!" Dua suster itu saling berbagi tugas. Satu ke kamar pasien, satu lagi menuju ruangan dokter. Tak lama kemudian, seorang dokter datang dan mengecek keadaan Tohir. Ia menggeleng, membuat Rita histeris. "Saya turut berduka cita, Bu. Sepertinya ada pembekuan darah di otak Pak Tohir." "Kenapa kalian baru ngasih tahu sekarang, hah! Kalian kan, yang ingin anak saya mati?!" teriak Rita, ia justru menyalahkan pihak rumah sakit. "Ibu sendiri yang tak mau menyetujui tindakan operasi Pak Tohir, bahkan sampai tak mau melakukan serangkaian pemeriksaan. Jadi, begini lah akhirnya. Kami mohon maaf, Bu. Pasien Tohir, telah tiada." Rita meraung. Ia menggenggam tangan sang putra, masih tak menyangka jika ia bisa kehilangannya. "Bu, sudah. Mayat Mas To

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   BERPULANG

    Ranti yang tengah tertidur, terbangun karena dering ponselnya. "Hm?" ucap Ranti begitu panggilan ia angkat. "Dengan saudari Ranti, adik dari saudara Tohir?" Ranti membuka matanya sedikit, lalu melihat layar. Nomor tak dikenal. Ia letakkan lagi di dekat telinganya. "Iya, benar. Siapa ya? Kalau cari Mas Tohir, dia nggak ada." "Kami dari kepolisian. Saudara Tohir mengalami kecelakaan dan sekarang tengah dilarikan ke rumah sakit Citra Kusuma. Silakan untuk datang dengan membawa surat-surat guna registrasi perawatan nantinya." Ranti langsung terbangun. Ia masih sulit menangkap ucapan dari seberang sana. "Mau nipu, ya?" tanya Ranti, mengingat beberapa hari terakhir ini marak sekali kasus penipuan model begini. "Mohon maaf, kami dari kepolisian. Silakan anda langsung datang ke rumah sakit Citra Kusuma demi membuktikannya." Ranti termangu sesaat, l

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   TOHIR SEMAKIN MENJADI

    Sarah tersenyum. Memang ia akui Zakki sungguh menawan. Parasnya yang tampan, kumis tipis dan matanya bak mata elang. Tajam. Tapi, untuk membangun rumah tangga kembali nantinya, ia masih belum tahu. "Jalan hidup nggak ada yang tahu, Zak. Siapa tahu, kamu setelah ini malah nemu jodoh, kan?" "Iya, jodohnya kamu." "Masih lama, Zak. Aku masih mau lihat Farhan kuliah dulu dan Ibra sekolah. Belum ada terpikir buat bangun komitmen lagi dengan seseorang. Anak sulungku sekarang tujuh belas tahun, aku sendiri sudah tiga puluh enam. Kayaknya fokus ke anak-anak dulu." Zakki mengangguk. Meski sedikit kecewa, ia bisa memaklumi keinginan Sarah itu. Keluar dari lubang kesakitan butuh waktu lama. Ditambah bukan hanya ia yang tersakiti, melainkan ibunya pun juga. Sarah tersenyum melihat Ibra dan Farhan yang sibuk melihat hewan-hewan. Beruntung Zakki membawanya ke kebun binatang Ragunan sehingga mereka bisa sambil jala

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   FINAL!

    Tanpa disangka, Hera justru mendekat ke arah Sarah dan memeluk erat mantan sahabatnya itu. Sarah yang terkejut berusaha melepaskan pelukan namun, Hera justru semakin erat mendekapnya. "Her, lepaskan! Kamu itu kenapa sih?""Maafkan aku, Sar. Aku salah, mungkin sekarang aku lagi menuai Karma atas perbuatanku padamu. Maafin aku, Sar. Aku khilaf." Sarah melepaskan tangan Hera, dengan sedikit mengurutkan kening Ia pun bertanya tentang maksud dari ucapannya barusan."Aku sudah ditalak oleh Mas Tohir, karena kami menikah secara siri otomatis hubungan kami pun sudah terputus seiring dengan kata talak yang terucap dari mulutnya. Mungkin ini peringatan dari Allah, karena aku sudah menghancurkan rumah tanggamu. Maafkan aku, Sar." Hera menangis tersedu di depan rumah Sarah. Beberapa tetangga mulai berdatangan karena suara tangis Hera yang semakin kencang. "Ayo masuk. Kita omongin di dalam." 

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   KEPUTUSAN SARAH

    Rita yang mendengar teriakan Hera pada Tohir itu pun langsung berjalan menuju kamar anaknya. "Cuma gara-gara anggur, kamu suruh anakku ngusir aku? Heh, Hera, sadar! Aku ini mertuamu. Ranti itu adik iparmu. Melek matamu itu!" Hera terkesiap, tak menyangka jika mertuanya sekasar itu. "Apa, Ma? Cuma? Ma, dia itu banyak utang, belum utang ke si Sarah, belum utang yang lain. Malu aku!" "Kalau gitu, bantu lah dia bayarin utang-utangnya itu." Hera terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Benar kata Bu RT tempo hari, mereka hanya ingin memeras uang Hera saja. "Nggak, ya! Kalian yang nikmati kok aku yang suruh bayar. Di mana letak harga dirimu, Mas? Pantas saja Sarah gampang banget nyerahin kamu ke aku. Taunya, rumah tangga kalian banyak parasitnya dulu!" ketus Hera. "Hera!" Plak! Hera mendelik saat menerima tamparan dari Tohir. "Mas? Kamu

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   NGUTANG KOK BANGGA!

    "Maksudnya, kamu nyindir aku, Sar?" tanya Riska sinis. "Oh, kesinggung, ya? Maaf, deh. Aku cuma kasih peringatan aja, nggak semua orang itu suka sama kita. Jadi jaga sikap dan ucapan. Pantas dulu kamu dibully, ternyata begini kelakuanmu?" Riska melengos. Ia jadi teringat kembali kejadian beberapa puluh tahun silam. Saat ia baru saja mencela Adel dan datang anak lain membullynya, bahkan sampai merobek bajunya. "Sudah lah, maaf ya kalau aku ngerusak acara. Udah malam, aku pamit dulu," ucap Sarah. "Sama aku, Rah," ucap Adel, ia pun sudah malas di sana. "Kamu sama aku aja, Del." Adel menoleh, terlihat Asrul melambaikan tangannya. Sarah melihatnya dan tersenyum sekilas. Ia paham jika keduanya tengah pendekatan. "Nggak usah, Del. Aku bisa sama Zakki. Kan tadi sama dia berangkatnya," ucap Sarah. "Dih, bisanya ngrepotin orang aja! Zakki mau sama aku. Iya kan, Zak?" tanya Riska sambil tersenyum ke arah Zakki, tangannya mengamit lengan lelaki itu, membuat riuh dari teman-teman yang lain

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   HASUTAN RITA

    "Apa-apaan kamu, Mas? Sembarangan kamu masuk ke dalam rumah orang?!" Tohir hanya melirik ke arah Sarah sebentar, lalu kembali fokus pada ponselnya. "Mas! Aku lagi ngomong sama kamu, loh." "Apa? Kenapa aku masuk rumah ini harus sesuai izinmu? Bukan kah kita pasangan suami istri?" tanya Tohir enteng. "Benar-benar tak tahu malu!" Tohir sampai menoleh ke arah Sarah. Tak menyangka jika wanita yang masih menyandang status sebagai istrinya itu berani mengucapkan hal demikian. "Apa? Memangnya omonganku salah? Kita masih suami istri yang sah secara agama, Sarah! Kamu jangan macam-macam jika tak mau jadi istri durhaka!" Sarah tertawa terbahak-bahak. Merasa lucu dengan sikap sang suami. "Heh, Mas! Makanya kalau ngaji jangan cuma sampai batas suci doang! Kamu sudah tidak menafkahiku selama bertahun-tahun. Bahkan jika tiga bulan berturut-turut saja sudah masuk dalam talak! Ada juga hadist-nya!"Sarah mengatur napasnya. Emosinya sudah tak terbendung melawan Tohir. Bukankah benar apa yang di

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   PERTEMUAN KEMBALI

    Rita menarik lengan Sarah yang hendak masuk ke dalam rumah bersama Zaki. "Heh, mantu kurang ajar! Kembalikan sertifikat rumah itu. Asal kamu tau, rumah itu dibangun di atas tanahku!" ucap Rita. "Kenapa? Apa kamu sudah diteror sama Bu Eni, Mas?" tanya Sarah dengan terkekeh. Melihat sikap Sarah, Tohir mengepalkan tangannya. Ia benar-benar seperti tak mengenali istrinya sendiri. Padahal dulu, ia paling bisa disetir dan dikendalikan. "Kembalikan, Sarah. Atau rumah itu akan kuhancurkan." "Silakan aja, Mas. Aku bisa bawa itu semua ke kantor polisi. Kamu mau, jadi napi? Sudah, pulang sana. Aku nggak menerima kehadiran kalian." Sarah mengajak Zaki kembali masuk. Tohir ingin masuk juga, tapi Rita dan Ranti melarangnya. "Di mana harga dirimu? Sudah, kita pulang saja. Kita pikirkan caranya nanti."Tohir berdecak sebal, namun akhirnya menuruti keinginan Rita dan juga Ranti. _______"Sudah pergi, Nak?" tanya Sumi. "Sudah, Bu." "Untung saja kamu datang. Tadi Ibu sudah takut saja mereka ak

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   TERJEBAK

    Murni langsung berdiri. Sudah cukup ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Kini, setelah ia disuruh untuk meminta maaf, ada lagi keinginan Tohir untuk ngontrak. "Hera, sebaiknya kita pulang." "Kamu mau pulang, Her? Silakan aja. Aku akan tetap di sini kalau Ibu gak izinin kita buat ngontrak."Hera menatap ibunya lama. Seberani-beraninya ia pada sang Ibu, tetap saja ia takut. Terlebih, ia takut akan dicoret dari ahli waris ketika Murni telah tiada nantinya. Tanah dan kontrakan sepuluh pintu, membuat Hera mengabaikan suami dan mengekori Murni pulang. Rita berdecak sebal, melihat anaknya tak ada harga dirinya di hadapan istrinya itu. "Kok kamu diam saja istrimu dibawa pulang sama ibunya? Kejar!" Tohir seakan tersentak, ia kemudian berdiri dan berlari ke depan. Sayangnya, Hera dan Murni sudah pulang lebih dulu. Tohir menggeram. Tak menyangka jika istri barunya itu akan pergi tanpa dirinya. "Sebaiknya kamu pulang saja dulu sana, Hir. Mama takut kalau dia macam-macam sama Hera." Tohi

DMCA.com Protection Status