Langit di luar tampak suram padahal jam baru menunjukkan pukul sembilan pagi.
Awan gelap memenuhi cakrawala dan angin berhembus sedikit lebih kuat dibanding hari biasanya.Sekarang sudah memasuki pertengahan semester kedua tahun ini.Erlangga sudah berada di bawah pengasuhan panti asuhan selama lebih dari satu bulan.Dia bahkan harus menahan diri karena harus putus sekolah sementara waktu."Huft ... " Erlangga menghela napasnya.Mata obsidiannya jatuh pada siluet wanita muda berusia tiga puluhan.Rambut panjang bergelombang miliknya berwarna coklat keemasan.Di pangkuannya seorang anak lelaki bertubuh gemuk tersenyum bahagia memandangnya.Begitu polos tanpa beban."Mama, aku rindu padamu ..." Erlangga bergumam, pipinya memerah karena sedih. "Kenapa mereka melukaimu? Kenapa mereka jahat padamu? Ma, aku kesepian enggak ada Mama di sini ...."Erlangga mengusap pipinya yang basah.***"Apa kau sudah berhasil menemukannya?" Suara dingin dan berat terdengar di dalam kamar sebuah rumah mewah."Anak buah saya sudah berhasil menemukannya, Tuan. Hari ini saya akan pergi ke sana untuk memastikan semuanya." Laki-laki berusia empat puluhan itu menundukkan kepalanya penuh hormat."Jangan gagal lagi! Kau harus segera membawanya. Jangan biarkan mereka mendapatkannya sebelum kita!" Tuntut lelaki itu padanya tanpa menoleh. Suaranya tegas dan dingin."Baik, Tuan."Suara ketukan langkah kaki perlahan menjauh.Lelaki itu keluar dan menutup pintu di belakangnya.Kamar itu berubah hening. Hanya terdengar suara helaan napas pria paruh baya yang sedang duduk di kursi kulitnya.Pria itu adalah Prabujaya Pamungkas, seorang presdir Prabujaya Industri.Itu adalah sebuah perusahaan besar yang memiliki beberapa pabrik pengolahan kayu terbesar di beberapa propinsi.Kabar kematian salah satu mantan sekretaris pribadinya telah sampai di telinganya dan berhasil mengguncang pikirannya.Sudah bertahun - tahun yang lalu sejak wanita itu menutuskan untuk mengundurkan diri lalu menghilang tanpa jejak.Prabujaya merasa sangat kehilangan.Dia berusaha mencari tahu alasannya, tetapi Olivia telah pergi begitu jauh."Permisi, Tuan ... "Suara ketukan pintu disertai panggilan menyadarkan Prabujaya dari lamunannya."Masuk!"Pintu berderit, lalu ditutup kembali.Seorang pria lain dengan setelan serba hitam berdiri tegak."Apa yang kau dapatkan?" Prabujaya memutar kursinya, menatap lurus pada anak buahnya dengan tatapan tajam."Ini pembunuhan yang disengaja, Tuan." Pria itu melaporkan temuannya."Hm ....""Sepertinya itu adalah ulah salah satu dari keluarga Pamungkas," katanya lagi. Ada keyakinan dalam suaranya.Prabujaya berdehem pelan, rahangnya mengeras. Kedua tangannya ikut mengepal kuat di atas meja."Siapa?""Maaf, Tuan, saya yakin itu adalah ulah Nyonya Liana. Seseorang melihat seorang wanita datang ke rumah itu dengan mobil mewah lalu bertengkar hebat dengan Nyonya Olivia. Tak lama setelahnya, dia ditemukan terkapar di rumahnya. Tidak ditemukan seorang pun pernah bermusuhan dengannya sebelum ini.," jelasnya."Apa kau sudah memeriksanya dengan benar?" Ada tekanan dalam suara Prabujaya.Ia percaya dengan laporan anak buahnya. Namun, semua harus memiliki bukti yang kuat."Tentu saja, Tuan."Tak lama kemudian, lelaki itu melangkah keluar dan menutup pintu kamar.Prabujaya memukul meja dengan kepalan tangannya dengan keras.Matanya merah padam, wajahnya menggelap karena marah.Di tempat lain, sebuah sedan hitam mengkilat berhenti di sebuah gedung panti asuhan.Dua orang pria berpakaian serba gelap melangkah masuk ke dalam gedung.Seorang wanita tua menyambut mereka di depan pintu. Bibirnya melengkung menampilkan senyuman."Selamat datang, silahkan masuk. Apa ada yang bisa saya bantu?" Kalimat ramah meluncur dari mulutnya, sementara dia mempersilahkan kedua tamunya masuk.Anak-anak langsung berkerumun di ruang tamu, memeriksa dengan seksama tamu mereka pagi ini.Beberapa dari mereka yang berusia lebih tua berharap kedua pria itu tidak sedang mencari seorang anak untuk dibawa keluar.Mereka khawatir itu adalah modus para penjahat untuk mendapatkan korban mereka secara acak.Sementara anak-anak yang lebih kecil memberanikan diri untuk datang mendekat."Kami mencari anak laki-laki yang belum lama ini dibawa ke sini." Pria yang lebih tua menyatakan tujuan kedatangan mereka.Pandangannya teralihkan pada sekumpulan anak yang berdiri mengintai dari ruang tengah.Mereka baru saja menyelesaikan sarapan paginya saat keduanya datang."Maaf, Tuan-Tuan ... ada banyak anak di sini. Saya tidak tahu anak mana yang kalian maksud," katanya dengan tatapan penuh waspada.Pantas baginya untuk menaruh curiga pada mereka melihat cara berpakaian mereka serta aura gelap di wajah mereka.Pria itu berdehem sambil menarik napasnya. Ia harus berbicara dengan hati-hati."Saya mencari anak yang dititipkan oleh dinas sosial dua bulan yang lalu. Kami mendapat kabar bahwa dia ada di tempat ini. Semua orang mengatakan bahwa dia adalah anak yatim piatu, itu tidak benar. Anak itu masih memiliki ayah." Penjelasan panjang lebar keluar dari mulutnya. Nadanya tegas dan sangat meyakinkan.Wanita itu menelan ludah. Ia tidak bica percaya kata-katanya dengan mudah."Boleh saya tahu siapa nama ibunya? Ini hanya untuk memastikan saja bahwa kalian tidak salah sangka," katanya mencari informasi. Tentu saja dia tidak ingin disalahkan jika terjadi sesuatu pada anak itu nantinya."Olivia. Olivia Putri," jawabnya tegas tanpa berkedip.Bibir wanita itu membentuk garis tipis saat kepalanya mengangguk pelan.Sudah dipastikan pria itu tidak berbohong padanya. Namun, tidak semudah itu untuk mengiziinkan anak itu pergi begitu saja.Menyadari kerumitan pikiran wanita di depannya, lelaki itu mengeluarkan sebuah kartu nama padanya."Ini adalah ayah anak itu. Dia sudah mencarinya selama bertahun-tahun saat Nyonya Olivia pergi meninggalkan rumah dalam keadaan hamil," katanya beralasan. Dan itu cukup masuk akal."Kami harus membawa anak itu sekarang. Tuan sudah menanti kedatangannya di rumah," sambungnya lagi.Wanita tua itu tampak gelisah. "Maaf, Tuan ... tapi saya tidak bisa. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi sebelum membawa anak itu pergi.""Saya, tahu." Tatapannya tegas tak tergoyahkan, lalu kembali melanjutkan, "Saya akan urus semuanya hari ini juga setelah saya membawa anak itu keluar dari sini. Seseorang sedang mengincar nyawanya, dia tidak aman di sini. Saya khawatir hal itu akan melibatkan anak-anak lain juga. Kita harus waspada."Dua jam setelah pembicaraan yang tidak mudah itu, akhirnya mereka bisa keluar dari tempat itu.Tentu saja setelah beberapa orang terpaksa dipanggil untuk datang menjadi saksi.***"Siapa kalian?" Erlangga menatap dua pria di bangku depan bergantian.Dia baru membuka mulutnya dengan pertanyaan saat mobil sedan itu telah meninggalkan panti asuhan."Jangan takut. Kami adalah orang suruhan ayahmu," sahut Daniel. Dia adalah tangan kanan Prabujaya Pamungkas.Erlangga tercengang. "Aku tidak punya ayah!" sahutnya ketus. Dia tidak bisa percaya begitu saja.Sejak dulu, Olivia selalu mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki ayah karena ayahnya telah tiada jauh sebelum kelahirannya.Karena alasan itulah, mengapa dirinya selalu diolok-olok oleh temannya sebagai anak haram.Ya, anak haram! Meskipun dia belum sepenuhnya mengerti apa maksudnya.Erlangga nyaris tak memiliki teman, kecuali seorang gadis kecil di kelasnya.Dan Olivia selalu saja berhasil mengusir kesedihan dan rasa kesepian di hati putranya itu."Itu tidak benar. Anda adalah Tuan muda Erlangga Pamungkas.""Tuan muda, saya mohon keluarlah ... anda sudah berada di dalam selama seharian. Apa anda tidak lapar?" Seorang wanita paruh baya mengetuk pintu dengan wajah cemas. Tepat di belakangnya berdiri dua orang pelayan yang membawa masing-masing baki berisi makanan."Berhentilah menggangguku! Aku tidak mau makan!" Suara penolakan terdengar dari dalam kamar.Erlangga sengaja mengunci dirinya sejak mereka tiba di rumah besar itu. Sebuah rumah yang berada di komplek perumahan mewah.Daniel telah membawanya pulang dan menyerahkan Erlangga dalam pengawasan Nyonya Helen.Wanita paruh baya itu adalah seorang kepala pelayan yang sudah mengabdi sangat lama pada keluarga Prabujaya.Dan sekarang, dia ditugaskan untuk mengasuh dan menjaga Erlangga. Termasuk memenuhi segala kebutuhannya."Tuan muda .... saya mohon, Tuan besar akan menghukum kami jika anda masih tidak mau makan," bujuk Helen dengan suara getir.Tak berselang lama, Erlangga akhirnya keluar.Wajahnya pucat karena menahan lapar selama sehar
Daniel membawa Erlangga maju lalu pergi meninggalkannya sendirian bersama Tuannya..Keduanya saling menatap nyaris tanpa kedip.Hawa dingin seketika naik tajam menyelimuti kamar.Erlangga menggigil seakan ditiup angin kutub. Tubuhnya gemetar hingga tak bisa digerakkan saat Lelaki tua di depannya maju selangkah demi selangkah.Hingga akhirnya hanya menyisakan jarak dua langkah.Erlangga mengangkat wajahnya tinggi."Siapa anda?" Erlangga berusaha mengumpulkan keberaniannya.Pikirannya menebak-nebak apakah lelaki tua itu adalah ayahnya atau bukan.Fitur wajahnya terpahat sempurna di bawah silau lampu kristal.Tampan! Sayangnya dia tua.Apa mungkin dia ayahnya? Erlangga menelan ludahnya."Apa kamu putra Olivia?" Suara bariton Prabujaya terdengar berat. Namun, wajahnya terlihat tenang tanpa ekspresi.Erlangga mengangguk, tapi mulutnya terkunci."Berapa umurmu?""Sepuluh tahun," jawab Erlangga singkat.Prabujaya diam beberapa saa
Erlangga terkejut. Ia hampir tidak bisa mempercayai pendengarannya."Apa Papa serius? Bukankah berbahaya memberikan pernyataan seperti itu? Bukankah kita sudah berjuang agar mereka tidak bisa mendapatkanku? Semua itu akan berakhir sia-sia, Pa."Prabujaya diam, senyum membingkai wajahnya. Dia menyandarkan tubuhnya perlahan.Lelaki itu tahu apa yang dipikirkan olehnya. Mungkin terlihat berbahaya, tapi harus dilakukan sebelum ajal menjemputnya diusia tua."Apakah kamu sudah melupakan tujuanmu?"Jakun Erlangga menggelinding. "Apa maksudnya?""Kamu akan segera mengetahui semuanya."Erlangga berjalan cepat keluar dari kamar pribadi ayahnya.Seseorang yang sangat ingin dia temui saat ini adalah Daniel, asisten pribadi Prabujaya.Erlangga menemukannya tengah duduk menyesap kopinya di ruang pantry."Apa yang Paman tahu? Aku ingin dengar semua."Daniel tersedak hingga terbatuk saat tangan Erlangga mendarat di pundaknya dengan agak keras.Dia men
Komplek River Villa.Pukul tujuh tiga puluh malam, beberapa orang mulai terlihat memenuhii ruang tamu.Tuan Prabujaya menyapa para tamu dengan hangat dari atas kursi roda. Seorang pengawal tampak menemani dan mengawasi dengan kewaspadaan.Untuk beberapa saat perhatian mereka teralihkan saat melihat seorang pemuda yang terlihat asing hadir di sana.Hanya segelintir orang yang mengenalinya dan memandangnya penuh takjub saat Erlangga berbaur.Ia mengambil segelas sampanye dari pelayan dan berjalan ke arah sekumpulan wanita muda yang tersenyum cerah ke arahnya."Apa kita saling kenal? Wajah kamu sepertinya tidak asing untukku." Seorang wanita berambut panjang keemasan menyapanya. Matanya menyala penuh antusias.Bibir kemerahan Er melengkung, giginya yang putih berbaris rapi. "Oh, benarkah? Mungkin kita memang pernah bertemu di suatu tempat," sahut Er mencoba menggodanya hingga membuat wajah sang gadis merona kemerahan."Siapa namamu?" Seorang gadis mulai
Rangga balik tertawa. Ia tidak ingin orang lain menebak isi hatinya.Muka masamnya sudah cukup menjelaskan perasaannya saat ini."Kau tahu kenapa anggur ini mahal?" tanya Rangga sambil memandang gelasnya.Daniel menatapnya. Dia berusaha menangkap maksud dari ucapannya. Namun, akhirnya dia menyerah.Daniel memilih untuk tetap diam dan mendengarkan isi hati anak tuannya.Garis lengkung tipis muncul di bibir Rangga, ia lantas berkata, "Itu karena kualitasnya, tahun dan tempat pembuatannya, serta nama yang melekat padanya bukanlah sembarangan."Rangga lalu kembali melanjutkan, "Anggur ini sama denganku. Aku memiliki kualitas terbaik karena aku adalah generasi Prabujaya, memiliki nama baik dan sudah ditempa selama bertahun-tahun dalam industri ini. Dan semua orang sudah mengakuinya, jadi untuk apa aku takut? Kita bahkan tidak pernah tahu siapa dia dan apa yang dikerjakannya selama ini. Benarkan?""Tentu saja. Itu sebabnya anda tidak perlu khawatir tentang hal
Rangga memarkirkan mobilnya dan masuk ke dalam rumah tanpa bersuara.Rangga mengabaikan ibunya saat berusaha untuk memeluknya ketika menyambut kepulangannya di ruang tamu.Laki-laki itu melewati Liana yang membeku dan langsung naik ke lantai dua."Sialan!" Rangga membanting pintu kamarnya sambil mengumpat, sedetik kemudian tubuhnya jatuh di atas kasur.Wajahnya kusut dengan mata merah padam, dia terlihat sangat kacau.Mata Rangga menatap lurus lampu kristal yang menggantung di langit-langit kamar."Boleh Mama masuk?" Sebuah suara terdengar dari luar bersamaan dengan suara ketukan di pintu kamar."Masuk aja, pintunya tidak terkunci." Rangga menyahut acuh tak acuh.Pintu terbuka dan Liana masuk dengan perlahan lalu kembali menutup pintu.Wanita itu duduk di tepi ranjang sambil memperhatikan putranya yang terlihat marah. "Ada apa denganmu? Kenapa kamu mengacuhkan Mama tadi?" Mendengar suara Liana begitu lembut di telinga membuat Rangga mera
"Berengsek! Ternyata wanita itu punya anak. Kenapa tidak ku habisi saja mereka berdua saat itu." Liana mengamuk di mobilnya hingga memukuli stir berulang kali hingga tangannya memerah.Dia mengusap wajahnya frustasi hingga riasan di wajahnya rusak.Liana merasa begitu bodoh karena telah membiarkan Olivia melahirkan anaknya saat itu.Dia bahkan tidak pernah tahu jika mantan sekretaris suaminya itu telah hamil dan memiliki anak.Liana tidak menyangka jika ancamannya pada Olivia saat itu malah membuat Prabujaya dapat menemukan mereka.Dan kini, suaminya dengan terang-terangan mengakui anak wanita itu sebagai anak kandungnya.Liana mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang."Halo," ucap Liana saat panggilan itu telah tersambung."Ya, Nyonya ...." Suara seorang pria terdengar dari ujung telpon."Temukan Olivia sekarang juga! Dulu aku sudah menganggapnya enteng sampai dia berani menginjakku sekarang. Dia bahkan berani mengirim anaknya pada suamiku.
Pak Hasan berdehem pelan sambil menggelengkan kepalanya.Pria tua itu menatap istrinya. Dia membuka mulutnya setelah Bu Hasan mengangguk pelan."Masih belum. Entah apa yang terjadi, tapi jalan untuk menemukan pelakunya berujung buntu. Mereka kehilangan jejak setiap kali hampir berhasil memecahkan kasusnya," kata Pak Hasan dengan rasa menyesal.Sedetik kemudian dia kembali bicara, "Sayangnya ... kasus itu sudah ditutup sepuluh tahun yang lalu sejak mereka tidak mendengar kabar darimu."Suami istri itu berbincang tentang banyak hal selama kepergian Erlangga dari kota mereka.Hingga hari beranjak sore, Erlangga memutuskan untuk kembali.Mobil sedan itu bergerak meninggalkan kediaman Pak Hasan saat matahari telah terbenam.Mereka memutuskan untuk pulang ke komplek River Villa sebelum Prabujaya menyadari kepergian mereka siang ini.Erlangga sudah memutuskan untuk membuka kembali kasus kematian Olivia Putri. Namun, dirinya harus mendapatkan bukti kuat sebelum mengajukannya kepada pihak ber
"Apa kau sudah dapatkan apa yang aku perintahkan padamu?" Prabujaya bertanya tanpa menoleh. Pria paruh baya itu terus berjalan menuju meja kerjanya.Asistennya, Daniel, mengikutinya dan berhenti tepat di depan meja kerja Prabujaya."Putri Ilham Samudera datang untuk mendengar hasil putusan pengadilan. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui kabar itu, tapi seseorang pasti telah memberi gadis itu informasi. Dan saya yakin ini adalah ulah Tuan Muda Erlangga," jawab Daniel tegas."Apa kau telah memeriksanya dengan jelas?" Ada tekanan di dalam suara Prabujaya."Tentu saja, Tuan. Saya bisa memastikan semua itu benar," jawab Daniel tegas. "Tapi ada hal yang lebih penting yang harus saya sampaikan. Ini mungkin sedikit mengejutkan, tapi anda harus mengetahuinya." Daniel berusaha memperjelas situasinya."Hal penting apa?" Raut wajah Prabujaya langsung berubah. Matanya menyipit tajam."Ternyata Tuan Muda telah beberapa kali bertemu dengan putri Ilham Samudera dan berusaha untuk mendekat
Pukul tujuh tiga puluh pagi, Komplek River Villa.Erlangga terlihat turun dari kamarnya dengan pakaian rapi. Senyum di wajahnya mengembang, membuatnya terlihat menawan pagi ini.Hari ini sudah diputuskan bahwa Erlangga akan kembali ke perusahaan, melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Tetapi haris ditinggalkan dengan setumpuk alasan yang cukup masuk akal.Er sudah bertekad untuk melupakan semua yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir. Namun, bukan berarti dia telah melupakan obsesinya untuk mendapatkan Viona. Gadis itu tetaplah menjadi maskot kemenangannya."Selamat pagi semuanya." Er menyapa semua orang di ruang makan. Wajahnya sangat cerah pagi ini, membuat Prabujaya berdehem pelan karenanya.Nyonya Helen yang berdiri tak jauh dari Prabujaya juga menatapnya heran penuh curiga. Rasanya sangat aneh dan sulit untuk dipercaya bahwa anak asuhnya akan berubah hanya dalam satu malam. Seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi kepadanya."Ehem ... sepertin
"Bukankah Erlangga pergi ke persidangan hari ini? Untuk apa gadis itu mencarinya? Sejak kapan mereka dekat? Apa kau mengetahui sesuatu?"Nyonya Helen tidak berharap Prabujaya akan bertanya tentang hal itu padanyaMeski pria tua itu memaksanya untuk bicara, Nyonya Helen juga tidak tahu harus menjawab apa padanya."Saya juga tidak tahu, Tuan. Nona Viona hanya mengatakan ingin bicara dengan Tuan Muda. Tapi dia tidak menjelaskan alasannya. Bahkan saat saya memintanya pulang, dia menolaknya.""Apa mereka sudah bertemu tadi? Apa yang mereka bicarakan?""Maaf, Tuan ... saya tidak mendengarnya karena saat itu Tuan Muda minta untuk dibuatkan minuman hangat. Dan saat saya kembali, Nona Viona sudah pergi."Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut pria tua itu.Prabujaya tidak percaya sepenuhnya pada wanita itu, tetapi dia juga tidak dapat memaksanya untuk bicara sekarang."Apa Elangga ada di kamarnya?"Wanita itu mengangguk. "Ya, Tuan. Tuan Muda ada di kamarnya."Prabuajaya berdiri. Dia me
"Tuan Muda, boleh saya masuk?"Suara panggilan Nyonya Helen bergema diikuti oleh suara ketukan di pintu kamar Erlangga. Namun, tidak ada jawaban.Wanita paruh baya itu mendorong pintu kamarnya dengan lembut lalu masuk ke dalam kamar dengan hati-hati.Saat ini, Erlangga baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Cuaca dingin ditambah suhu kamarnya yang dingin sama sekali tidak berpengaruh padanya.Dia mengeringkan rambutnya kemudian melempar handuk berwarna putih itu dengan asal di atas ranjang. Dan ketika Erlangga berbalik, dia terkesiap ketika melihat Nyonya Helen sedang berdiri menatapnya. Kehadiran Nyonya Helen di kamarnya membuat jantungnya berdegup kencang."Kapan ibu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" "Saya sudah mengetuk tapi tidak ada jawaban. Karena khawatir, saya masuk untuk memeriksa," jawab Nyonya Helen.Er mengusap dadanya seraya menyentak napasnya kuat."Ada apa?" tanya Erlangga kesal."Saya hanya ingin bertanya untuk memastikan sesuatu. Apa and
"Apa kau melihat gadis tadi? Bukankah itu Viona, tunangan Rangga?" tanya Prabujaya. "Kenapa dia lari terburu-buru?"Daniel langsung menoleh ke belakang dan melihat gadis yang dimaksud oleh Prabujaya sedang berlari keluar rumah sambil menangis.Dia langsung mengenali gadis itu sebagai putri dari Ilham Samudera dan Delia."Itu memang Nona Viona, putri dari Tuan Ilham. Tapi untuk apa dia datang ke sini?" ucap Daniel. Dia mencoba menebak-nebak apa yang baru saja terjadi ketika mereka sedang tidak berada di rumah.Prabujaya menoleh pada asistennya sambil berkata, "Itu adalah tugas untukmu. Cari tahu apa yang terjadi pada gadis itu!""Baik, Tuan," jawab Daniel.Tanpa membuang waktu, Daniel segera meninggalkan rumah itu. Dia segera masuk ke dalam mobil dan mulai mengejar Viona yang telah berada cukup jauh di depan.Hujan lebat tak membatasi gadis itu untuk mengemudikan mobilnya. Suasana hatinya yang buruk telah menyulapnya menjadi raja jalanan secara mendadak.Viona dengan sengaja menyeret d
Ada apa? Untuk apa Ibu Helen menelponmu?""Ada wanita yang datang ke rumah mencari anda?""Wanita? Siapa?" Sepasang alis hitam milik Erlangga tertarik ketika keningnya berkerut."Entahlah, saya juga tidak tahu. Nyonya Helen tidak mengatakan apapun tadi."Erlangga memutar matanya, menebak-nebak sosok wanita yang sedang menunggu kedatangannya.Sejauh ini, Er hanya mengenal dua orang wanita saja sejak dirinya kembali ke negaranya."Sylvia? Tidak mungkin! Dia sama sekali belum mengetahui siapa aku sebenarnya. Bagaimana mungkin dia tahu aku tinggal di sana?" Erlangga berbicara pada dirinya sendiri."Apa mungkin wanita itu adalah Nona Viona?" celetuk Alex dari kursi depan.Pikiran Erlangga langsung teralihkan.Ketika mendengar Alex menyebut nama gadis itu, Erlangga teringat kembali pada percakapan antara dirinya dan Viona sehari sebelumnya.Er tidak menyangka, hati gadis itu akan tergerak karena perkataannya."Ayo, buruan! Kita harus tiba lebih dulu dari mereka. Aku tidak ingin Papa bertemu
"Siapa?""Pak Hamdan. Apa anda mengenalnya, Pak?" Pak Hasan balik bertanya. Matanya menelusuri setiap perubahan raut di wajah Alex ketika keningnya mulai berkerut."Pak Hamdan? Tentu saja saya kenal dengannya. Dia adalah orang yang telah membantu Tuan Muda kami, tanpa dia mungkin kasus ini akan tetap tersimpan rapat-rapat. Tidak perduli meskipun kami memiliki banyak bukti untuk membuat mereka mendekam di penjara, tanpa bantuannya semua akan sia-sia." Alex berbicara dengan suara rendah untuk menghindari orang yang ingin mencuri dengar.Dia lantas menghembuskan napasnya kuat ke udara, sementara pikirannya melayang membayangkan saat-saat dimana dirinya melakukan banyak hal bersama tuannya untuk mendapatkan semua bukti yang mereka miliki sekarang."Akhirnya ... Tuan Muda Erlangga bisa lebih tenang menjalani hidupnya sekarang," ucap Alex dengan perasaan lega."Syukurlah. Tidak disangka Erlangga mampu melewati semuanya dengan sabar ya, Pak. Jika saja Olivia masih hidup, dia pasti akan sanga
Kemunculan keluarga Pak Hasan bersama beberapa warga desa berhasil mencuri perhatian beberapa pencari berita yang telah menunggu di depan pintu ruang sidang.Rombongan warga desa itu terlihat turun dari sebuah mobil keluaran lama dan berdiri menunggu di depan pintu untuk dipersilahkan masuk.Akan tetapi, tak seorang pun dari wartawan itu bergerak untuk mengejar mereka karena berpikir bahwa keluarga Pak Hasan hanyalah warga biasa seperti yang lainnya.Hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Pak Hasan. Laki-laki itu dan istrinya pelan-pelan berpisah dari rombongan untuk mencari Erlangga."Permisi, Pak. Kapan sidangnya akan dimulai, ya?"Pak Hasan mendekati seorang petugas berseragam coklat yang baru saja keluar dari sebuah ruangan di samping ruang sidang untuk bertanya padanya."Mungkim sekitar satu jam lagi," jawab petugas itu.Saat dia akan pergi, Pak Hasan menahannya dan kembali bertanya padanya."Tunggu, Pak. Apa Erlangga sudah tiba di sini?""Erlangga? Maaf, Pak ... saya tidak kenal.
Daniel mencoba mengabaikan wajah sendu Vionaà sebelum suasana di ruangan itu terkena imbasnya.Dengan suara tegas, Daniel kembali bertanya pada gadis itu. "Bisa beri tahu saya lebih detail apa yang dia katakan pada anda, Nona?"Mata VIona melebar.Entah mengapa Viona merasa bahwa asisten Tuan Prabujaya tidak mempercayai ucapannya.Karena itu, Viona melempar ponselnya dengan kesal di atas meja."Kau bisa baca sepuasnya!"ucap gadis itu lantang, kemudian berlalu dari ruangan itu untuk bersembunyi di kamarnya yang tenang.Semua orang di ruangan itu tercengang dengan aksi Viona yang tiba-tiba.Mereka menatap kepergiannya hingga tubuh Viona perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan."Saya minta maaf, Tuan Ilham. Saya harus lakukan ini demi kebaikan Nona Viona." Daniel segera mencari alasan sebelum kedua orang tua gadis itu mulai menyalahkannya."Jangan diambil hati. Putriku sangat sensitif akhir-akhir ini. Lakukan saja apa yang harus kau lakukan."Daniel mengangguk.Dengan perasaan be