DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 34Aku menatap Intan tak percaya, sementara Aryan ikut terpana menatap anak angkat tantenya itu."Kau tidak main-main kan In? Kau sungguh-sungguh melakukannya? Kau tahu? Tindak kejahatan yang kau lakukan ini sangat serius." Aku mengguncang bahunya. Meski dia berkata telah membunuh seseorang, bagiku Intan sama sekali tidak seperti pembunuh. Dia gemetar, pucat dan ketakutan. Dia adalah gadis paling penyayang yang pernah kukenal. Kami selalu meledeknya bagaimana dia kerap datang ke kantor sambil membawa kucing jalanan, memberinya sepiring whiskas yang memang sengaja dia simpan di bawah mejanya. Ya, dia sepenyayang itu bahkan pada hewan terlantar. Bagaimana mungkin dia bisa membunuh manusia?"Aku… aku bermaksud membunuhnya. Aku yang memukul kepalanya sampai dia pingsan, lalu… lalu… lelaki itu datang dan mencegahku."Aku dan Aryan saling tatap. Cerita Intan yang dia ucapkan dengan gugup sungguh jauh berbeda dengan cerita yang pertama kali dia katakan, yan
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 35Tidak ada yang lebih menyesakkan dada, selain melihat dua orang yang lama terpisahkan oleh keadaan kembali bertemu. Di kantor polisi pusat bagian reserse kriminal, Intan dan Riswan Sanjaya akhirnya dipertemukan. Sejak saat Ayahnya dikeluarkan dari tahanan dengan kawalan polisi, air mata Intan langsung merebak. Dia lahir tanpa belaian seorang Ayah lalu menghabiskan tahun tahun penuh derita bersama ibunya. Selama dua puluh enam tahun lamanya, tak ada lelaki yang bisa dia panggil Ayah. Dan kini, ketika akhirnya mereka bisa bertemu kembali, keadaan telah menjadi begitu mengkhawatirkan.Aku menatap lelaki itu, yang tengah memandangi putrinya dengan mata berkaca-kaca, lalu teringat janjinya pada malam yang telah lewat bahwa dia, akan melakukan hal terbaik untuk Intan. Ya. Dia telah melakukannya. Hal terbaik yang bisa dilakukan seorang Ayah adalah melindungi putrinya yang rapuh."Intan, kenapa kau kesini Nak?" Tanya Riswan Sanjaya begitu polisi meninggal
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 36PoV HARIS"Ibu nggak membunuh Jenny Haris!"Tiba-tiba saja, suara Ibu berteriak histeris dari dalam rumah terdengar. Aku terkejut dan berlari masuk. Derap langkah dua polisi itu mengikuti kami. Di dalam kudapati Ibu berdiri gemetar seperti tadi. Dia menatapku dan tiba-tiba menjatuhkan diri begitu aku menghampirinya. Ibu ternyata lebih takut padaku daripada Polisi.Aku terdiam, sesaat bingung hendak melakukan apa. Namun kemudian, ku angkat tubuh Ibu, memeluknya."Buktikan kalau Ibu tidak membunuh Jenny, jika Ibu mau kuampuni." Bisikku di telinganya. Tubuh Ibu menegang dalam pelukanku. Sesaat kemudian, aku meregangkan tubuh Ibu dan memegang tangannya. Di hadapan polisi, aku tak boleh bertindak gegabah. Aku adalah seorang doktor lulusan universitas luar negeri. Aku akan menunjukkan pada polisi bahwa aku taat hukum."Kami akan ikut ke kantor polisi, tapi kami menolak di borgol. Dan saya akan menelepon pengacara saya lebih dulu."Tanpa menunggu jawaban
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 37PoV HARISAku memegang kepalaku yang terasa pusing, menatap Salma yang berdiri disisi tempat tidur sambil memegang sebuah piring yang menguarkan aroma makanan. Sial, apa dia tak tahu aku paling tak suka ada orang yang membawa makanan ke dalam kamar? Aroma segar pewangi kamar akan teracuni oleh aroma makanan."Kenapa sepagi ini kau sudah ada disini? Dan kenapa kau berani sekali membawa makanan ke dalam kamarku?"Perempuan bertubuh mungil dan berkacamata itu beringsut sedikit, menjauhkan piring dari pandangan mataku."Semalam, katamu aku boleh membangunkanmu dengan caraku. Kau meninggalkan kunci rumah di bawah pot supaya aku bisa masuk. Apa kau lupa?"Ah, aku benar-benar lupa. Kuremas rambutku, mencoba mengurangi rasa mencucuk cucuk di ubun ubun kepala. Salma memperhatikan segala gerakanku."Apa kau sakit?" Tanyanya."Ya. Ambilkan obat dalam botol bening di laci itu Salma." Perintahku. Salma tampak sedikit mencebik melihatku memberinya perintah. Oh,
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 38Di dapur, sosok itu tengah asyik mengupas kentang, sementara suara berdesis daging yang berada di atas kompor memenuhi ruangan. Aromanya yang menerbitkan selera seharusnya membuat perutku bergejolak karena lapar. Namun yang terjadi adalah, aku mual membayangkan wanita si hadapan ini menghabisi kekasihku dengan cara yang keji. Terbayang bagaimana Jenny megap megap mencari udara saat tisu menyumbat jalan nafasnya. Selain Salma, sahabat Nadya bernama Intan itu tentu juga punya andil besar.Aku akan mengurusnya nanti. Yang sekarang harus kulakukan adalah, menghukum perempuan laknat di depanku ini. "Sayang?"Salma rupanya menyadari kehadiranku. Dia berbalik dan menatapku sambil tersenyum. Aku heran menatap wajah mungilnya yang polos bagai tanpa dosa itu. Bagaimana dia bisa membunuh orang? Sementara mata coklat di balik kacamata berbingkai ungu yang menghiasi wajahnya mengerjap menatapku."Kau sudah lapar sekali rupanya hingga menyusul ke dapur." Dia te
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 39Pov NADYABagai adegan film, semua yang kusaksikan di layar televisi membuatku merinding. Rumah Mas Haris yang mewah, hangus di bagian dapurnya. Disana, Haris Pradana ditemukan dalam keadaan sekarat, dengan separuh tubuh nyaris dilalap api. Albert, sang pengacara yang menemukan tubuh itu pertama kali. Dia datang bersama serombongan polisi setelah mendapat video call bahwa Haris Pradana dalam percobaan pembunuhan.Dan yang lebih mengerikan dari semua itu adalah, pelakunya, sekaligus pelaku pembunuhan Jenny, adalah seorang wanita mungil dan cantik, yang pernah menangis ketakutan di dalam mobilku. Salma. Sungguh, ini sulit dipercaya.Aku mengusap wajah berkali kali. Jantungku masih berdebar kencang tiada henti. Apalagi mengetahui bahwa Salma, aktor utama semua peristiwa mengerikan ini berhasil kabur dan meloloskan diri. Meski secara pribadi aku tak punya masalah dengannya, tetap saja, aku mempunyai hubungan dengan kasus ini."Kau tidak perlu takut Nak
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 40PoV SALMADua bulan yang lalu"Kenapa wajahmu?" Tanyaku pada Jenny, yang baru mau masuk apartemen dengan wajah tertekuk. Meski aku tahu dengan pasti apa yang membuatnya marah, tentu saja di hadapan semua orang, aku tak bisa menampilkan wajah asliku yang sebenarnya."Kau tahu apa yang terjadi denganku Salma. Jangan banyak basa basi!" Bentaknya.Aku menggeram dalam hati. Dasar perempuan sombong. Padahal kehancuran hidup telah menanti di depan matamu. Aku menyaksikan sendiri dia didemo mahasiswa di kampus dan dilarang menginjakkan kaki di dalamnya. Dan bahkan surat pemecatannya baru saja keluar tadi siang."Hey tenanglah Jen. Tak ada masalah yang tak bisa diatasi." Aku tersenyum, mengeluarkan sebotol anggur dari dalam kantung kertas yang memang sudah kusiapkan. "Kita minum dulu. Kalau kau sudah tenang, kau akan tahu bahwa masalah ini tidaklah begitu besar."Jenny mendengus, menyibak rambut hitam sebahunya yang indah lalu melangkah masuk dan membiarkan
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 41Pov NADYA"Sayang, kau lihat siapa?"Aku terkejut mendengar suara Aryan. Tangannya yang hangat kini meraih tanganku yang dihiasi ukiran henna berwarna putih. Dia menggenggamnya dengan lembut."Tanganmu dingin. Kau melihat siapa? Atau hemm… kau gugup menanti malam pertama kita nanti malam?"Aku tersenyum malu mendengar kata-kata Aryan. Jujur saja, kemarin kemarin aku memang memikirkan sedikit tentang hal itu. Tapi kini, sorot mata tajam di balik hodie jaket hitam milik seseorang mengalihkan perhatian ku. Aku yakin dia bukan tamu. Tentu saja, tak ada tamu yang memakai jaket hitam berhodie.Aku kembali menoleh ke tempat dimana sosok itu tadi terlihat berdiri. Dan ternyata dia sudah tak ada. Aku memang mendesah. Ah, mungkin saja aku salah lihat."Aryan, sepertinya tadi aku melihat seseorang di sana. Tapi sekarang sudah nggak ada." Aryan mengikuti arah telunjuk ku. Dia menggeleng, lalu meraih wajahku dengan kedua tangan."Sayang. Berhentilah untuk cema
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 20 (ENDING)Dengan perasaan ngeri, aku melihat Surya menggenggam revolver itu, menelitinya sesaat dan tersenyum. Dengan wajah menggila, dia menciumi senjata itu. Aku memandangnya dengan benci. Ternyata, dia tak pernah berubah. Dia masih menjadi budak Sindy."Tembak mereka berdua. Farrel lebih dulu. Aku ingin menikmati saat-saat Intan menjadi gila karena kehilangan suaminya.""Kalian memang pasangan gila." Aku lalu menatap Surya, pada matanya yang kini fokus padaku."Aku tak pernah menyangka. Ku pikir penjara akhirnya akan membuatmu sadar. Permintaan maafmu itu palsu belaka. Dan kau pernah memohon padaku untuk melihat anakmu. Lihat itu!" Aku menunjuk Axel yang berada dalam bekapan tangan Anis, "Itu anakmu, Surya. Anak yang ada dalam perutku saat kau menenggelamkan aku di danau ini."Surya tampak terguncang. Matanya mengawasi Axel, yang tak lagi meronta. Dia tengah menyimak pembicaraan kami."Dia kerap bertanya, apakah benar Ayahnya seorang pembunuh? Kini, kau in
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 19Mas Farrel dapat merasakan tatapanku yang membeku, terpaku pada mobil berbody besar yang tengah memasuki halaman parkir hotel. Dengan dada berdebar kencang, aku menunggu sampai mobil itu benar-benar berhenti. Lalu sepasang kaki jenjang memakai stoking hitam turun. Sepatunya mempunyai heels setinggi lima sentimeter, masih tampak luwes jika dibawa berjalan cepat. Naik ke atas, ada rok span dari kulit yang juga berwarna hitam, dipadu jaket dengan bahan dan warna sama. Aku bersiap melihat wajah Sindy disana. Tapi kemudian aku terkejut.Wanita itu bukan Sindy. Meski ada kacamata hitam besar yang menutupi hampir separuh wajahnya, aku tahu dia bukan Sindy. Wajah Sindy telah melekat dalam ingatanku bertahun-tahun lamanya. Terakhir kali aku melihatnya di depan sekolah Axel beberapa hari yang lalu, wajahnya juga tak berubah. Namun, wanita ini, meski aku tak mengenalnya, ada bagian dari dirinya yang mengingatkanku pada seseorang. Entah siapa.Wanita itu menurunkan kaca
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 18Nadya memelukku erat, berusaha meredam getaran tubuhku. Dia tadi langsung naik taksi ke sekolah dan mengambil alih mobil. Kami akhirnya pulang ke rumahku. Dia lalu menyuruhku merebahkan diri di atas sofa, menyelimuti tubuhku dan meminta Bik Marni membuatkan teh hangat."Bagaimana Sindy bisa berkeliaran di luar? Dan dia tahu anak-anak ada di sekolah yang sama.""Mungkin hanya kebetulan In. Tenanglah.""Apa kau percaya kebetulan, Nad? Bukankah tak pernah ada kebetulan dalam hidup kita selama ini?"Nadya terdiam. Aku memejamkan mata. Bayangan wajah Sindy tak juga mau hilang dari benakku. Bibirnya yang tertawa lebar tanpa suara itu seakan menantangku, mengatakan bahwa penjara tak mampu membuatnya terkurung."Bagaimana kabar keluarga Salma?"Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Bik Marni datang membawakan dua gelas teh hangat dan sepiring bakwan yang masih panas. Aku segera meraih gelas itu, menghangatkan tanganku yang masih terasa dingin."Salma masih di Malays
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (17)PoV INTANAku meletakkan tas di tas meja dengan hati kalut. Kematian Mantan Ibu mertuaku, yang tanpa sengaja kutemukan di dalam rumahnya akan menjadi babak baru. Bagaimana bisa aku masuk ke dalam rumahnya tepat saat Ibu tiada? Apa yang sebenarnya terjadi? Aku beruntung karena tak menyentuh Ibu sedikitpun, begitu pula Mas Farrel. Meski begitu menghadapi interogasi polisi ternyata sangat melelahkan. Terutama ketika fakta bahwa aku adalah korban percobaan pembunuhan yang pernah dilakukan oleh si pemilik rumah."Aku akan menelepon Om Helmi, bersiap jika kita butuh pengacara." Mas Farrel memelukku. Kami baru saja pulang dari pemakaman Ibu.Aku mengangguk, menyandarkan kepala ke sandaran sofa sambil memejamkan mata. Setelah sekian lama waktu berlalu, bukankah seharusnya semua akan baik-baik saja? Tapi kenapa aku justru seakan menghadapi hidup yang penuh misteri. Waktu empat belas tahun yang telah berlalu seakan hanya sebuah jeda, sebelum aku akhirnya tiba pada a
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 16POV SURYA"Kita adalah partner paling hebat. Dulu, sekarang, kelak. Aku akan memaafkanmu karena mengabaikanku di penjara. Tapi mulai saat ini, tetaplah disini. Kita lanjutkan semua yang dulu terpaksa terjeda."Suaranya masih seperti dulu, penuh desah dan merayu. Aku menatap matanya dan seketika kenangan itu terlempar ke masa empat belas tahun silam. Di ruang pelantikan, ruangan yang tadinya akan menjadi tempat pelantikan ku, aku merangkak di kaki Intan, memohon ampun. Bukan untuk memintanya mencabut segala tuntutan karena itu tak mungkin lagi. Aku berlutut meminta maaf darinya, meski aku tahu kesalahanku tak termaafkan.Selain itu, aku telah menyadari bahwa sebulan tanpa dirinya adalah siksaan. Aku benar-benar sakit, sampai nyaris bunuh diri. Semua orang melihatku yang sangat terpukul karena kehilangan istri. Namun, yang terjadi adalah, aku tengah dihantam gelombang rasa sesal dan bersalah. Rasa yang ternyata sangat menyiksa."Aktingmu luar biasa. Kau layak
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 15POV SURYAAku terbangun dengan kepala pusing seperti biasa. Terlalu banyak tidur hingga kehilangan orientasi waktu. Entah sudah berapa lama aku disini. Seminggu? Dua minggu? Sebulan? Dua bulan? Rasanya aneh sekali. Bangun, makan, lalu tidur. Bangun, makan dan tidur lagi. Ku pandangi tubuhku. Perlahan tapi pasti, tulang tulang yang kemarin hanya terbungkus kulit, kini berisi. Aku tak pernah kelaparan disini seperti saat di rumah. Jika Mbak Wulan hanya memberiku sepiring nasi ditabur garam setiap hari, disini, segala rupa makanan mewah terhidang dalam jumlah banyak. Aku bisa makan sepuasnya.Tiba-tiba saja aku teringat Ibu. Dadaku langsung berdebar kencang. Ada rasa yang ngelangut disini, sebuah rasa yang tak nyaman. Wajah tua itu membayang, berkerut dan nyaris lupa cara tersenyum. Setelah aku menghancurkan keluarga karena ulahku sendiri, Ibu pasti sangat menderita. Kini, di usianya yang melewati tujuh puluh tahun, Ibu tampak sepuluh tahun lebih tua. Bungkuk,
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (14)PoV INTANAxel turun dari mobil sambil memandang rumah Surya dengan alis mengerut. Dia yang selama ini hidup berkecukupan, sepertinya merasa heran ada rumah yang tampak demikan menyedihkan. Untung saja, halamannya tidak berupa semak belukar lagi.Tanpa berkata-kata, aku menggandeng tangannya menuju pintu. Mas Farrel menyusul di belakang sambil menjunjung kantong berisi kotak kue. Dalam hati, aku bertanya tanya, adalah yang seperti kami? Aku adalah korban percobaan pembunuhan mantan suamiku sendiri. Dan kini aku justru kerap menyambangi keluarganya karena satu alasan : demi Axel."Mama. Berhenti. Aku nggak mau masuk."Suara Axel membuat langkahku terhenti seketika. Kutatap wajah tampan jagoanku. Matanya terpaku pada daun pintu kayu yang lapuk dimakan rayap. Rumah sunyi, tapi aku tahu Ibu ada di dalam, mungkin tengah merenungi hari yang suram usai anak kesayangannya divonis hukuman penjara demikian lama. Terlalu sering menangis membuat penglihatannya kabur.
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 13"Apa maksud Mbak Wulan? Aku hanya bertemu Surya satu kali, di sini, tiga hari yang lalu."Mbak Wulan menyipitkan matanya. "Kau kesini?"Aku mengangguk dengan canggung. "Hanya ingin memastikan bahwa dia tak akan menemui anakku sebelum mendapat izin dariku."Mbak Wulan menatapku curiga."Dan apa yang kau katakan hingga dia pergi? Dia bilang pada Ibu, seorang wanita menawarinya pekerjaan dengan gaji besar. Aku pikir itu kau."Aku menggeleng."Aku sama sekali tidak melakukan itu Mbak."Mbak Wulan lalu duduk dengan wajah sedih di bangku bambu yang ada di teras."Harusnya dia tidak seenaknya pergi. Aku toh ikhlas memberinya makan walau hanya sepiring nasi setiap hari, tanpa lauk."Suaranya membuatku terenyuh. Aku memang gampang iba. Mas Farrel menarikku keluar. Dikeluarkannya beberapa lembar uang seratus ribuan dan diberikannya padaku."Sayang, Berikan pada mertuamu. Kasihan dia."Aku mengangguk tanpa kata-kata dan berjalan melewati Mbak Wulan di teras. Masuk ke d
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (12)PoV INTANAku berdiri di depan rumah, bolak balik mengecek jalan raya, menunggu mobil antar jemput sekolah. Farin sudah pulang sejak tadi. Sementara Axel, seharusnya dia sudah tiba sejak setengah jam yang lalu. Sopir mobil jemputan tidak bisa kuhubungi, mungkin sengaja tidak mengangkat telepon agar konsentrasi pada stir. Tepat pukul tiga lebih tiga puluh, bersamaan dengan adzan ashar berkumandang dari masjid komplek, sosoknya muncul dari ujung jalan. Axel pulang berjalan kaki! Dia melangkah sambil menundukan kepala, sementara kakinya bergantian menyepaki kerikil, daun daun kering, dan apa saja yang bisa dia raih dengan kakinya. Dikuasai rasa terkejut, sejenak aku tak mampu melakukan apa-apa. Hingga kemudian aku turun dari teras rumah dan berlari menyongsongnya."Axel, kok jalan kaki? Katanya naik jemputan."Axel langsung meraih tanganku dan menciumnya sebelum melangkah masuk."Axel kok nggak jawab Mama?"Axel berbalik, dan aku terkejut mendapati sinar mat