Anis masih menghancurkan ruangan itu dan Dayu memandang dari jarak lima meter. Dua meter di depan Dayu, makhluk yang menurut penjelasan Nala adalah sebagian dari diri Danyang yang disimpan di ruangan yang tertutup itu berdiri tegak setinggi tiga meter.Gendis sudah ketakutan sampai terkencing-kencing, sementara Dayu bertahan untuk tetap berani. Dia menahan ketakutannya, mengatur napasnya, dan memberi sugesti pada dirinya sendiri secara terus menerus.Semuanya akan baik-baik saja.Keluarganya akan kembali utuh.Ayah dan tante Sekar akan selamat, begitu juga kebebasannya dan Dimas akan segera datang.Makhluk itu membesar karena memakan ketakutan Gendis. Perjanjian dengan makhluk ghaib seperti Danyang tidak akan bisa diputus, jadi Gendis harus tetap menbayarnya. Ibarat kata, Gendis telah sepakat untuk membeli sesuatu dari Danyang, dia juga sudah mendapatkan apa yang dia minta, maka dia harus membayarnya bagaimana pun caranya.Dengan menggeretakkan gigi, Dayu berusaha menarik Gendis agar
Dayu diam. Memangnya apa lagi yang musti dia lakukan saat dia sendiri sama sekali tak mengenali di mana dirinya tengah berada. Di tengah hutan jati, dengan sebuah jalan beraspal halus yang basah dan angin yang sejuk. Oh, bagaimanapun juga tempat semacam itu bisa ada di mana saja. Seharusnya setelah dia melepaskan jerat kontrak yang mengikat lehernya, dia tidak akan menjadi korban tumbal untuk Danyang lagi. Tapi bagaimana dia justru bisa terjebak di tempat itu dan bertemu dengan Danyang, yang sialnya tampil di hadapannya dalam wujud si lelaki paling menawan dalam penglihatan Dayu sekarang, sendirian, tanpa persiapan. Nala hanya membahas soal detail yang mungkin terjadi di rumah Gendis, tapi dia sama sekali tak membahas soal kemungkinan dia kembali terjebak di alam lain yang tak seharusnya dia masuki. "Sekarang, aku harus bagaimana?" Dayu bertanya. "Jadi, sebenarnya apakah aku berhasil meloloskan diri dari Danyang atau tidak?" tanyanya lagi. Sekali lagi, Dayu bertanya sambil memand
"Semuanya sudah baik-baik saja. Kamu kemarin sempat pingsan, tapi kamu bangun lagi dan seperti menjadi orang lain. Kamu menyerang Gendis, bahkan kamu bisa mengangkat tubuh Gendis dan membantingnya ke lantai. Kakak sangat panik kemarin, tapi untung saja Bambang berhasil menahan kamu. Kamu pingsan setelah itu, dan baru sadar sekarang!" Anis menceritakan apa yang terjadi semalam, kejadian yang bahkan tak Dayu ingat sedikit pun. Ingatan Dayu terhenti di waktu dia melihat makhluk berwujud asap hitam dengan mata merah yang mencoba menelannya. Mungkin memang setelah itu dia kehilangan kesadarannya, tubuhnya bisa jadi dikuasai makhluknitu, atau mungkin itulah yang disebut kesurupan. Dayu tak tahu, dia tak pernah memiliki pengalaman seperto itu sebelumnya. Menoleh ke samping, Dayu melihat jam berbentuk menara populer dari Jepang menunjukkan angka lima lebih tiga puluh, artinya hari sudah pagi. "Jadi, Gendis bagaimana? Dimas bagaimana?" tanya Dayu lagi. Anis menghapus air matanya dan tersen
Dayu tersenyum. Dia melihat Nala tengah tertidur nyenyak di atas rerumputan, bersembunyi dari mata dan keramaian lewat deretan tanaman sokha yang berbunga warna merah, kuning dan putih. Jika saja Dayu tidak melihat wanita astral yang berdiri di sana, tentu Dayu tak akan menyangka dokter koas itu sedang menikmati waktu sorenya untuk tidur di sana.Melihat bahwa Nala tak bergerak sama sekali, Dayu tersenyum. Wajah letih yang tenang dengan mata yang terpejam. Bulu matanya panjang dan ada jerawat kecil yang sepertinya baru tumbuh di pipi kiri.Angin sore sepertinya membuai cowok berusia dua tahun lebih tua dari Dayu itu dalam dekapan mimpi yang indah, membuatnya tertidur begitu nyenyak seperti seorang pangeran dalam dongeng. Nala bahkan tak menyadari kedatangan Dayu, juga tak sadar angin meniup beberapa bunga dari pohon yang ditanam tak jauh dari sana. Bunga kecil berwarna putih dengan titik kuning cerah di tengahnya itu terbang di udara lantas berjatuhan di atas tubuh Nala.Dengan hati-h
Dayu membuka mata dan tersenyum ketika melihat bahwa dia tak hanya bermimpi. Ayah memang masih terbaring lemah di rumah sakit dengan selang infus dan lebih banyak tidur, begitu juga dengan bunda. Tapi, setidaknya dia bisa melihat mereka, bisa bersama mereka dan diberi kesempatan untuk memperbaiki sikapnya pada ibu tirinya. Toh, sejak awal sebenarnya tak ada masalah antara dirinua dengan tante Sekar.Semalam, Dayu menghabiskan waktunya di lorong rumah sakit, mengabaikan semua penampakan yang dia lihat untuk bicara bersama Anis, Leah dan Dimas. Mereka duduk di tengah kekosongan lorong menjelang tengah malam, sementara ayah dan bunda tertidur di satu ruangan yang sama.Jika Dayu ingat kembali, mereka seperti sedang melakukan pertemuan dari kedua belah pihak, baik pihak anak-anak ayah dari mendiang istri sebelumnya, dan anak-anak dari pihak bunda dari mendiang suami sebelumnya. Anis, sebagai yang paling tua dan Leah sebagai kakak Dimas bicara banyak mengenai alasan mereka sama sekali tak
Dayu dan Dimas sama sekali tidak melakukan kesepakatan terlebih dahulu. Tidak juga ada yang memberi dua bersaudara itu komando, tapi mata keduanya sama-sama kompak memandang sosok wanita yang diselimuti asap hitam itu dalan diam.Setelah wanita itu berlalu, baik Dayu maupun Dimas sama-sama menoleh untuk menemukan reaksi heran yang sama di wajah satu sama lain. Dayu mencoba tersenyum meskipun hasilnya justru terlihat aneh, sementara Dimas menelan ludah dan segera mengalihkan pandangannya.Kebetulan, pesanan mereka sudah siap sehingga mereka bisa mengalihkan fokus dari sosok wanita yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu."Wanita barusan menakutkan sekali. Aku pikir nyaris sama menakutkan seperti sosok yang aku lihat di alam sebelah, mereka memberikan kesan yang membuat sekitarnya menjadi suram!" Daniel berbisik di telinga Dayu setelah sang kakak membayar makanan mereka.Dayu mengangguk-angguk, lalu menggandeng Dimas untuk meninggalkan warung makan itu. Mereka berjalan kembali men
Dua bersaudara yang sudah sepakat untuk meniadakan istilah 'tiri' di antara mereka berjalan memasuki halaman rumah sakit dengan tentengan masing-masing. Dayu, sebagai kakak perempuan yang sedang memikirkan laki-laki terbaik versinya sendiri di dalam kepala membawa nasi bungkus yang mereka beli, sementara si adik laki-laki yang lebih banyak diam membawa bungkusan bersisi air dan daging kelapa muda.Dayu masih memikirkan apa yang dikatakan oleh pedagang kelapa muda tadi, mengenai pola makan Nala yang mirip seseorang yang sedang melakukan lelaku. Menurut lelaki sepuh itu, apa yang dia maksud dengan lelaku adalah orang-orang tertentu yang melakuakan suatu kegiatan, ketentuan atau pola makan tertentu untuk mencapai suatu tujuan, bahkan mungkin untuk apa yang dia sebut kesaktian.Masalahnya, Nala sama sekali tak terlihat demikian. Dia adalah seseorang yang menyatakan bahwa dia tidak percaya pada eksistenti hantu dari orang yang sudah mati, meski dia sendiri bisa berkomunikasi dan berinterak
Dayu sudah selesai membersihakn tumpahan bubur dan membuang semuanya ke tempat sampah. Dayu juga dengan cukup merayu, meminta Anis untuk menyiapkan makanan yang dia beli bersama Dimas untuk diberikan pada ayah dan bunda.Untungnya, setelah mendapat tatapan dan senyuman penuh kode dari Dayu, Anis setuju dan mengatakan bahwa sepertinya Anto membeli bubur di tempat yang belum pernah dia datangi, sehingga dia tidak tau kalau bubur itu tidak terlalu bersih.Ayah dan bunda percaya saja, sementara Dimas yang mendengar itu melongok dari balkon dan terlihat curiga. Dayu hanya memberikan senyuman kecil dan anggukan ringan pada cowok itu saat membawa sisa bubur ke luar.Gadis astral yang semula mencoba untuk menarik perhatian Dimas mengikuti Dayu keluar."Kamu menyukai makanan ini?" Dayu bertanya dengan setengah berbisik tanpa menoleh sekalipun.Dia tau gadis itu bergerak di sampingnya, mengikuti kemana dia pergi membawa bubur-bubur itu."Ya!" Dia menjawab dengan penuh semangat, sampai suaranya
"Apa maksudmu? Apa yang ada di sana?" Dayu bertanya pada sosok yang terus mengulang kata tunjuk yang sama itu.Dia tak merasa perlu untuk berpura-pura tak mendengar, karena dia yakin di dalam mobil itu bukan hanya dia yang mendengarnya."Di sana! Itu di sana!" Sosok gadis itu seolah tidak bisa memahami apa yang Dayu tanyakan, dia hanya menjawab dengan kalimat yang sudah dia ucapkan sebelumnya, dia ulang dan ulangi lagi saja."Hei!" Dayu merasa sedikit kesal sendiri sehingga dia langsung membentak sosok itu tanpa sadar.Nala terbangun karena suara bentakan Dayu, sementara sosok itu justru menghilang dari sana. Dalu tertawa dan terlihat senang sekali."Nah, seperti itu. Ketika kamu menunjukkan bahwa kamu juga bisa menjadi lebih kuat darinya, dia akan menyembunyikan dirinya darimu!" Dalu memuji apa yang baru saja Dayu lakukan, meski Dayu tak sengaja melakukannya."Ah, begitukah? Tapi, dia terus mengulang kalimat yang sama, menunjuk ke arah yang sama, menyebalkan sekali!" Dalu menyahut.N
"Hah? Bagaimana caranya aku memotong tangan makhluk ini?" Dayu bertanya dengan panik.Anehnya, Dalu terkekeh seolah semua itu hanyalah lelucon, sementara Nala menoleh dengan wajah tenangnya yang terlihat sedikit lebih pucat dari biasanya dan memberikan senyum yang membuat Kiana merasa nyaman."Tidak apa-apa. Setiap dari kita bisa memutus rantai jika kita mau!" Dalu berucap.Dayu menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti. Rasanya, hanya dengan mendengar apa yang Dalu katakan saja sudah terasa mengerikan.Wanita yang sudah bisa dikatakan dalam usia dewasa itu menunjukkan sikap yang sangat stabil. Dia tenang dalam situasi yang menurut Dayu bisa disebut genting atau tak menguntungkan sekalipun, sementara di saat yang lain dia bisa terlihat ceria dalam porsi yang tidak berlebihan. Kali ini juga sama. Dalu berjalan mendekat, memutari meja hingga berada di sebelah Dayu lalu menunjukkan apa yang dia maksud dengan memotong tangan makhluk itu.Dia tenang seperti air, tapi saat tangannya dengan
"Ya, semacam itulah. Apakah kamu tidak bisa melihat apa yang sedang dia ajak berbicara?" Dalu balik bertanya.Dayu langsung menggelengkan kepalanya tanpa ragu. Dia sangat yakin hanya melihat Nala di sana dan tak melihat apapun yang lain. Cowok itu berpenampilan santai tapi rapi, membuatnya terpesona. Sejujurnya, dia tak bisa memperhatikan hal lain karena Nala yang belum resmi menolaknya, dan cowok itu semakin hari juga terlihat semakin gemerlapan di matanya."Dia bersama dengan wujud dari ingatannya sendiri!" Dalu menjawab.Mobil yang Dalu kendarai mendekati Nala, lalu berhenti persis di depan cowok itu. Begitu roda mobik berhenti bergerak secara resmi, Dalu melepas sabuk pengamannya lalu turun dari mobil dan meninggalkan pintu mobil dalam keadaan terbuka.Nala mendatangi adik dari mendiang ibunya itu, menyapanya lalu mencium tangannya dengan sangat sopan. Dalu membisikkan sesuatu kepada Nala, dan saat itulah Dayu disadarkan bahwa Dalu memiliki tubuh yang terbilang tinggi.Begitu kedu
"Bukankah manusia sangat sombong? Ya, kamu benar, kalian sangat sombong. Itu adalah apa yang membuat kalian dan kami menjadi mirip, tapi semakin lama aku pikir manusia menjadi lebih serakah dari makhluk apapun. Ketika mereka berpikir bisa memperbudak aku, maka aku akan menang melawan orang-orang semacam itu!" Danyang berucap.Dalu terkekeh."Benar, benar. Benar sekali. Maka bukankah kamu hanya akan perlu melihat siapakah yang lebih baik di antara kami dan mereka, sementara kamu hanya akan menerima keuntungannya?" Gadis itu seolah tengah membenarkan apa yang Danyang katakan, tapi dalam makna yang sebenarnya, dia masih mengajukan sebuah dorongan agar Danyang tidak ikut campur.Danyang menyeringai. Dengan penampilan dan rupa Nala, seringaiannya itu tidak nampak menyenangkan untuk diingat bagi Dayu, karena itu bisa merusak sosok Nala dalam kepalanya.Begitu Danyang mengibaskan tangannya, Dayu langsung kembali menyaksikan penampakan genteng-genteng yang berjejeran. Dalu yang ada di sebelah
"Siapa yang kamu maksud?" tanya Dayu.Dalu menoleh lalu tersenyum. Gadis itu melepas outer yang dia pakai dan menggantungnya dengan rapi, meletakkan tas kecil yang menggantung di bahunya, lalu kembali berjalan ke arah balkon."Orang yang sedang mencoba menyeret Danyang keluar dari tempat tinggalnya dan membawa makhluk itu ke dunia manusia ini. Orang itu memang kuat dan dia berpikir bahwa dirinya akan menjadi lebih kuat dengan memanfaatkan energi Danyang. Kesombongan manusia benar-benar melampaui jangkauan akal!" Dalu menjelaskan apa yang dia maksud kepada Dayu sambil terus berjalan sampai dia bisa berada di balkon.Dayu turut berjalan untuk menyusul Dalu. Dia berdiri di sebelah wanita itu, menghirup aroma parfumnya dengan jelas sampai kemudian dia bisa menghirup aroma bebungaan yang bercampuran."Apakah itu dia?" tanya Dalu.Dayu mengenyitkan dahi, memandang ke kanan dan ke kiri."Di bawah sana. Laki-laki yang sudah mati itu, apakah itu dia yang kamu maksud?" tanya Dalu lagi, memperte
Dayu melambaikan tangan kepada adik barunya yang begitu muncul sudah langsung berusia enam belas tahun itu sambil tersenyum lebar, begitu juga ketika bunda dan ayah melambaikan tangan kepada dirinya. Seharusnya, jika sesuai rencana, dia akan turut serta mengantar Dimas ke sekolahnya, tapi dia akhirnya memutuskan untuk tinggal.Dia punya hal lain yang harus dilakukan, dan Dimas membantunya untuk meyakinkan ayah serta bunda bahwa Dayu memang lebih baik tinggal dan tak turut bepergian jauh untuk mengantar. Apa lagi, sebenarnya ayah sendiri juga belum memiliki kembali keberanian untuk menyetir sendiri dalam jarak jauh, membuat mereka harus menyertakan seorang supir yang kebetulan direkomendasikan oleh pihak hotel.Satu hal yang baru Dayu tahu adalah hotel itu merupakan salah satu aset milik keluarga Nala. Hotel paling besar di pusat kabupaten yang sebenarnya tak terlalu ramai, dan mungkin tidak akan memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, menurut cerita Nala semalam setrlah ditodon
Nala tersenyum, dia tidak mengatakan apapun tapi dia sedang menelepon. Dayu tak mengerti mengapa cowok itu berlaku demikian, tapi sepertinya dia hanya sedang menerima instruksi dari seseorang setelah mengatakan satu kalimat saja selain salam."Seperti yang sudah kamu katakan waktu itu!"Setelah kalimat itu, selama sepuluh menit, Nala hanya diam dan mendengarkan. Sesekali dia mengangguk-angguk atau menggeleng, kadang dia memandang ke arah Dayu atau Dimas lalu tersenyum.Setelah menyelesaikan panggilan telepon itu, Nala menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia, entah mengapa melirik ke arah kirinya yang kosong sebentar lalu memberikan tatapan dan semakin lama semakin menajam, sebelum kemudian dia kembali menoleh ke arah lain dan memberikan tatapan lembutnya, seolah dia baru saja mengungkapkan ketidaksukaannya pada sesuatu yang ada di sampingnya."Siapa yang baru saja kamu telepon?" tanya Dayu."Oh, tanteku. Dia adik paling muda dari mendiang mama!" Nala menjawab sambil menyunggin
Dayu dibangunkan oleh Dimas ketika baru memejamkan mata dan membuatnya terkesiap."Katanya, tidak baik jika kita tidur dalam pergantian antara terang dan gelap!" Dimas mengingatkan Dayu.Sebenarnya, Dayu tak tahu dari mana Dimas bisa mendapatkan ide itu, tapi dia rasa apa yang Dimas katakan ada benarnya. Apa lagi setelah mengalami kejadian buruk seperti tadi, Dayu mengingatkan dirinya untuk tidak segampang itu tertidur."Berapa lama lagi sampai kita akan pergi ke restoran dan bertemu Nala?" tanya Dayu."Dayu, kamu merindukan Nala?"Suara ayah yang bertanya membuat Dayu menoleh. Sejenak dia sempat terlupa bahwa dia sedang berada di kamar kedua orang tuanya, dan pasangan itu sedang berada di dekatnya.Mereka menonton bersama-sama, sebuah series komedi yang bukannya membuat Dayu tertawa, tapi justru mengantuk."Oh, bukan begitu. Hanya saja ada yang mau aku bicarakan dengan Nala ketika kami bertemu nanti!" jawab Dayu.Ayah dan bunda tersenyum."Dia calon dokter yang sering kita temui buka
Dayu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuhnya bergetar dan dia mundur tiga langkah ke belakang. Dimas sendiri tak terlihat baik-baik saja. Cowok itu segera berbalik badan dan terlihat sedikit panik. Bagaimanapun, dari kejahatan yang sudah Agus lakukan, Dimas adalah target utama penumbalannya.Dua kakak beradik yang disatukan lewat ikatan pernikahan kedua orang tua mereka itu segera saling tatap. Tanpa mengatakan apapun, Dayu segera menyambar gawainya dan berusaha untuk menelepon Nala, tapi cowok itu tak mengangkatnya.Dimas juga terlihat kecewa saat Dayu menggelengkan kepalanya. Berdua, mereka kembali mengendap-endap ke arah balkon dan kembali memandang ke arah di mana tadi mereka bisa melihat sosok Agus berdiri mengawasi."Oh, syukurlah!" Dayu melepas napas lega saat melihat bahwa sosok itu sudah tak ada lagi di sana."Kak, kamu juga melihat dia tadi 'kan?" tanya Dimas dengan suara bergetar.Dayu menganggukkan kepala. Dia masih sangat terkejut sampai tak bisa menghentikan la