Dayu sudah selesai membersihakn tumpahan bubur dan membuang semuanya ke tempat sampah. Dayu juga dengan cukup merayu, meminta Anis untuk menyiapkan makanan yang dia beli bersama Dimas untuk diberikan pada ayah dan bunda.Untungnya, setelah mendapat tatapan dan senyuman penuh kode dari Dayu, Anis setuju dan mengatakan bahwa sepertinya Anto membeli bubur di tempat yang belum pernah dia datangi, sehingga dia tidak tau kalau bubur itu tidak terlalu bersih.Ayah dan bunda percaya saja, sementara Dimas yang mendengar itu melongok dari balkon dan terlihat curiga. Dayu hanya memberikan senyuman kecil dan anggukan ringan pada cowok itu saat membawa sisa bubur ke luar.Gadis astral yang semula mencoba untuk menarik perhatian Dimas mengikuti Dayu keluar."Kamu menyukai makanan ini?" Dayu bertanya dengan setengah berbisik tanpa menoleh sekalipun.Dia tau gadis itu bergerak di sampingnya, mengikuti kemana dia pergi membawa bubur-bubur itu."Ya!" Dia menjawab dengan penuh semangat, sampai suaranya
Hari ke dua berlalu dengan cepat. Dayu tak begitu memperhatikan gawainya karena sepanjang hari itu kondisi ayah tiba-tiba menurun, meski tidak begitu memburuk, tapi lelaki yang paling berjasa dalam hidupnya itu diserang demam dan suhu tubuhnya naik dua derajat. Untungnya di hari ke tiga, kondisinya terus membaik.Dayu baru bisa memeriksa pesan masuk yang dia terima di malam ke tiga dan mendapati bahwa Anto telah membalas pesannya. Cowok itu mengatakan bahwa dia sengaja membeli bubur di tempat langganannya dan membawanya untuk keluarga Dayu.Membaca pesan itu, tentu saja perasaan Dayu menjadi semakin tak karuan. Bukan karena terharu pada niat baik Anto, tapi juga banyak pertanyaan mengapa bubur yang diakui cowok itu sengaja dia beli untuk diberikan pada keluarga Dayu justru dianggap sebagai makanan persembahan oleh seorang gadis astral.Akhirnya, meski Anto meneleponnya sampai tiga kali, Dayu tidak menjawabnya. Dayu bahkan sengaja tak membaca pesan Anto berikutnya, juga tak membuka apl
Baik Dayu maupun Dimas mendengkar penjelasan Anis dengan seksama, seolah mereka akan mendapatkan ujian dengan pertanyaan mengenai sosok Nala besok pagi. Meskipun Dimas tetap tak berhenti mengunyah dan menelan makanannya, tapi cowok berusia enam belas tahun masih tetap memberikan perhatian penuh pada suara si sulung dan memaksa telinganya untuk tetap mendengar baik-baik setiap kata yang Anis gunakan untuk menyampaikan apa yang baru saja dia ketahui juga."Jadi, Nala sebenarnya lahir dalam keluarga yang kaya ... bukan kaya lagi, tepatnya dia sangat kaya!" Anis mulai menjelaskan latar belakang Nala sambil membuka kemasan mie instan yang baru dia keluarga dari kantong belanjaan.Anis lantas mengatakan bahwa Bambang menangani kasus yang mirip dengan yang mereka alami sejak awal kepindahannya ke kecamatan tempat hutan itu berada, dan tak ada satu pun yang selamat. Jadi, setelah memahami apa yang terjadi dan ikut terlibat membantu mereka beberapa hari lalu, Bambang merasa ingin tau lebih ban
Dayu menyelimuti Dimas dengan selimut yang sebelumnya dia pakai. Semalam, setelah makan sate sampai kenyang sembari mengobrol dengan Anis mengenai Nala dan latar belakang dokter koas itu, mereka kembali ke rumah sakit saat malam sudah larut.Tak ada masalah saat itu. Dimas baik-baik saja dan hanya mengeluh bahwa dia mengantuk, jadi dia langsur tidur. Berbeda dengan adik lelaki yang tiga tahun mebih muda dari dirinya itu, Dayu memilih untuk mengobrol dengan Leah dan mereka sempat melakukan video call dengan Anis selama beberapa menit sebelum akhirnya ayah menegur keduanya dan meminta mereka tidur.Menjelang waktu subuh, Dayu sudah membuka matanya dan dia tersenyum lebar. Setelah sekian waktu berlalu, untuk pertama kalinya dia bisa bangun dalam keadaan yang benar-benar nyaman, tenang dan lega.Tak ada kekhawatiran, semuanya terasa lengkap dan genap, begitu utuh dalam suasana pagi yang dingin. Hanya Dimas yang meringkuk dengan selimut di seluruh tubuh tapi masih kedinginan yang membuat D
Nala mengeluarkan sebuah tablet dari brand yang sangat sering sekali Dayu lihat logonya, kemudian membuka lembar kosong dan menggambarkan sesuatu di sana.Butuh beberapa menit sampai Nala menyelesaikan gambarnya dan menyodorkan benda elektronik berbentuk persegi itu pada Dayu.Dalam gambar yang tak disangka sangat bagus dan detail itu, Nala menggambarkan seseorang dengan satu sosok yang sama persis di sampingnya, dan satu sosok besar dalam wujud asap hitam, bermata nerah dan memiliki tanduk yang seolah sedang menempel di punggung mereka."Dimas mungkin akan kehilangan kesadaran akan siapa dirinya jika dia harus menanggung sendiri residu dari Danyang. Akan tetapi, karena dalam keadaan ini dia tidak bisa dibilang sendirian, maka Dimas dan jiwa keduanya atau rewangnya berbagi residu ini. Tubuh manusia akan melemah, tapi jiwa lebih mudah terombang ambing. Saat ini, residu itu masih lebih banyak diserap oleh rewangnya Dimas, jadi Dimas hanya mengalami beberapa gangguan yang lebih ke arah
Nala diam selama beberapa detik, seperti menciptakan hening begitu mendengar nama Anto disebut oleh Dayu. Tidak terlihat ada keterkejutan di sepasang matanya yang berkilauan, dan tidak ada riak di wajahnya yang tenang. Nala seperti menjelaskan lewat ketenangannya bahwa dia sudah mengetahui sesuatu terlebih dahulu, atau bisa juga cowok itu sudah menebak bahwa ada sesuatu yang salah. Nala, entah bagaimana memang selalu terlihat seakan dia sudah melangkah kebih awal, paling lambat, dia seakan selalu satu langkah di depan. Di saat yang sama, Dimas yang sedang teetidur dibawa oleh Leah dan si kembar untuk dibaringkan di sofa yang ada di meja sebelah untuk membuatnya lebih nyaman. Baru setelah saudarinya kembali, Dayu berpikir untuk memcah hening yang Nala ciptakan di antara mereka. "Apakah ini ada hubungannya dengan Anto? Sebenarnya, aku memikirkan hal yang buruk tapi aku berusaha menolaknya karena aku berharap bahwa aku hanya berprasangka saja." Dayu menuturkan apa yang dia bimbangkan
"Dayu, apa yang kamu lakukan, hah?!" Anto bertanya dengan suara keras. Dia tanpa sadar telah membentak Dayu dan memelototi gadis itu dengan mata yang terbuka lebar dan pupil mata membesar.Dayu sendiri tersentak saat tiba-tiba, berkat bersentuhan langsung dengan kulit dekat leher Anto dan merasakan detak jantung cowok itu, dia bisa melihat sosok yang menempel di langit-langit, persis di atas kepala Anto."Anto, sepertinya ada banyak hal yang harus kamu jelaskan kepadaku ya!" Dayu melawan, dia balik memelototi lawan bicaranya dan tidak menunjukkan rasa takut sama sekali.Gadis itu sama sekali tak menunjukkan rasa takut. Meski sekarang dia tahu bahwa di atas kepalanya juga mengalir aliran asap hitam yang bersumber dari suatu makhluk di atas kepala Anto, Dayu tidak gentar.Oh, dia sudah berulang kali nyaris mati. Tak ada lagi yang perlu Dayu khawatirkan selama dia tau apa yang harus dia lakukan dan sejauh mana batasan yang bisa dia jajaki.Anto menatap nyalang ke arah Dayu. Kaki mereka b
"Dayu, apa yang kamu lakukan, hah?!" Anto bertanya dengan suara keras. Dia tanpa sadar telah membentak Dayu dan memelototi gadis itu dengan mata yang terbuka lebar dan pupil mata membesar.Dayu sendiri tersentak saat tiba-tiba, berkat bersentuhan langsung dengan kulit dekat leher Anto dan merasakan detak jantung cowok itu, dia bisa melihat sosok yang menempel di langit-langit, persis di atas kepala Anto."Anto, sepertinya ada banyak hal yang harus kamu jelaskan kepadaku ya!" Dayu melawan, dia balik memelototi lawan bicaranya dan tidak menunjukkan rasa takut sama sekali.Gadis itu sama sekali tak menunjukkan rasa takut. Meski sekarang dia tahu bahwa di atas kepalanya juga mengalir aliran asap hitam yang bersumber dari suatu makhluk di atas kepala Anto, Dayu tidak gentar.Oh, dia sudah berulang kali nyaris mati. Tak ada lagi yang perlu Dayu khawatirkan selama dia tau apa yang harus dia lakukan dan sejauh mana batasan yang bisa dia jajaki.Anto menatap nyalang ke arah Dayu. Kaki mereka b
"Apa maksudmu? Apa yang ada di sana?" Dayu bertanya pada sosok yang terus mengulang kata tunjuk yang sama itu.Dia tak merasa perlu untuk berpura-pura tak mendengar, karena dia yakin di dalam mobil itu bukan hanya dia yang mendengarnya."Di sana! Itu di sana!" Sosok gadis itu seolah tidak bisa memahami apa yang Dayu tanyakan, dia hanya menjawab dengan kalimat yang sudah dia ucapkan sebelumnya, dia ulang dan ulangi lagi saja."Hei!" Dayu merasa sedikit kesal sendiri sehingga dia langsung membentak sosok itu tanpa sadar.Nala terbangun karena suara bentakan Dayu, sementara sosok itu justru menghilang dari sana. Dalu tertawa dan terlihat senang sekali."Nah, seperti itu. Ketika kamu menunjukkan bahwa kamu juga bisa menjadi lebih kuat darinya, dia akan menyembunyikan dirinya darimu!" Dalu memuji apa yang baru saja Dayu lakukan, meski Dayu tak sengaja melakukannya."Ah, begitukah? Tapi, dia terus mengulang kalimat yang sama, menunjuk ke arah yang sama, menyebalkan sekali!" Dalu menyahut.N
"Hah? Bagaimana caranya aku memotong tangan makhluk ini?" Dayu bertanya dengan panik.Anehnya, Dalu terkekeh seolah semua itu hanyalah lelucon, sementara Nala menoleh dengan wajah tenangnya yang terlihat sedikit lebih pucat dari biasanya dan memberikan senyum yang membuat Kiana merasa nyaman."Tidak apa-apa. Setiap dari kita bisa memutus rantai jika kita mau!" Dalu berucap.Dayu menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti. Rasanya, hanya dengan mendengar apa yang Dalu katakan saja sudah terasa mengerikan.Wanita yang sudah bisa dikatakan dalam usia dewasa itu menunjukkan sikap yang sangat stabil. Dia tenang dalam situasi yang menurut Dayu bisa disebut genting atau tak menguntungkan sekalipun, sementara di saat yang lain dia bisa terlihat ceria dalam porsi yang tidak berlebihan. Kali ini juga sama. Dalu berjalan mendekat, memutari meja hingga berada di sebelah Dayu lalu menunjukkan apa yang dia maksud dengan memotong tangan makhluk itu.Dia tenang seperti air, tapi saat tangannya dengan
"Ya, semacam itulah. Apakah kamu tidak bisa melihat apa yang sedang dia ajak berbicara?" Dalu balik bertanya.Dayu langsung menggelengkan kepalanya tanpa ragu. Dia sangat yakin hanya melihat Nala di sana dan tak melihat apapun yang lain. Cowok itu berpenampilan santai tapi rapi, membuatnya terpesona. Sejujurnya, dia tak bisa memperhatikan hal lain karena Nala yang belum resmi menolaknya, dan cowok itu semakin hari juga terlihat semakin gemerlapan di matanya."Dia bersama dengan wujud dari ingatannya sendiri!" Dalu menjawab.Mobil yang Dalu kendarai mendekati Nala, lalu berhenti persis di depan cowok itu. Begitu roda mobik berhenti bergerak secara resmi, Dalu melepas sabuk pengamannya lalu turun dari mobil dan meninggalkan pintu mobil dalam keadaan terbuka.Nala mendatangi adik dari mendiang ibunya itu, menyapanya lalu mencium tangannya dengan sangat sopan. Dalu membisikkan sesuatu kepada Nala, dan saat itulah Dayu disadarkan bahwa Dalu memiliki tubuh yang terbilang tinggi.Begitu kedu
"Bukankah manusia sangat sombong? Ya, kamu benar, kalian sangat sombong. Itu adalah apa yang membuat kalian dan kami menjadi mirip, tapi semakin lama aku pikir manusia menjadi lebih serakah dari makhluk apapun. Ketika mereka berpikir bisa memperbudak aku, maka aku akan menang melawan orang-orang semacam itu!" Danyang berucap.Dalu terkekeh."Benar, benar. Benar sekali. Maka bukankah kamu hanya akan perlu melihat siapakah yang lebih baik di antara kami dan mereka, sementara kamu hanya akan menerima keuntungannya?" Gadis itu seolah tengah membenarkan apa yang Danyang katakan, tapi dalam makna yang sebenarnya, dia masih mengajukan sebuah dorongan agar Danyang tidak ikut campur.Danyang menyeringai. Dengan penampilan dan rupa Nala, seringaiannya itu tidak nampak menyenangkan untuk diingat bagi Dayu, karena itu bisa merusak sosok Nala dalam kepalanya.Begitu Danyang mengibaskan tangannya, Dayu langsung kembali menyaksikan penampakan genteng-genteng yang berjejeran. Dalu yang ada di sebelah
"Siapa yang kamu maksud?" tanya Dayu.Dalu menoleh lalu tersenyum. Gadis itu melepas outer yang dia pakai dan menggantungnya dengan rapi, meletakkan tas kecil yang menggantung di bahunya, lalu kembali berjalan ke arah balkon."Orang yang sedang mencoba menyeret Danyang keluar dari tempat tinggalnya dan membawa makhluk itu ke dunia manusia ini. Orang itu memang kuat dan dia berpikir bahwa dirinya akan menjadi lebih kuat dengan memanfaatkan energi Danyang. Kesombongan manusia benar-benar melampaui jangkauan akal!" Dalu menjelaskan apa yang dia maksud kepada Dayu sambil terus berjalan sampai dia bisa berada di balkon.Dayu turut berjalan untuk menyusul Dalu. Dia berdiri di sebelah wanita itu, menghirup aroma parfumnya dengan jelas sampai kemudian dia bisa menghirup aroma bebungaan yang bercampuran."Apakah itu dia?" tanya Dalu.Dayu mengenyitkan dahi, memandang ke kanan dan ke kiri."Di bawah sana. Laki-laki yang sudah mati itu, apakah itu dia yang kamu maksud?" tanya Dalu lagi, memperte
Dayu melambaikan tangan kepada adik barunya yang begitu muncul sudah langsung berusia enam belas tahun itu sambil tersenyum lebar, begitu juga ketika bunda dan ayah melambaikan tangan kepada dirinya. Seharusnya, jika sesuai rencana, dia akan turut serta mengantar Dimas ke sekolahnya, tapi dia akhirnya memutuskan untuk tinggal.Dia punya hal lain yang harus dilakukan, dan Dimas membantunya untuk meyakinkan ayah serta bunda bahwa Dayu memang lebih baik tinggal dan tak turut bepergian jauh untuk mengantar. Apa lagi, sebenarnya ayah sendiri juga belum memiliki kembali keberanian untuk menyetir sendiri dalam jarak jauh, membuat mereka harus menyertakan seorang supir yang kebetulan direkomendasikan oleh pihak hotel.Satu hal yang baru Dayu tahu adalah hotel itu merupakan salah satu aset milik keluarga Nala. Hotel paling besar di pusat kabupaten yang sebenarnya tak terlalu ramai, dan mungkin tidak akan memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, menurut cerita Nala semalam setrlah ditodon
Nala tersenyum, dia tidak mengatakan apapun tapi dia sedang menelepon. Dayu tak mengerti mengapa cowok itu berlaku demikian, tapi sepertinya dia hanya sedang menerima instruksi dari seseorang setelah mengatakan satu kalimat saja selain salam."Seperti yang sudah kamu katakan waktu itu!"Setelah kalimat itu, selama sepuluh menit, Nala hanya diam dan mendengarkan. Sesekali dia mengangguk-angguk atau menggeleng, kadang dia memandang ke arah Dayu atau Dimas lalu tersenyum.Setelah menyelesaikan panggilan telepon itu, Nala menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia, entah mengapa melirik ke arah kirinya yang kosong sebentar lalu memberikan tatapan dan semakin lama semakin menajam, sebelum kemudian dia kembali menoleh ke arah lain dan memberikan tatapan lembutnya, seolah dia baru saja mengungkapkan ketidaksukaannya pada sesuatu yang ada di sampingnya."Siapa yang baru saja kamu telepon?" tanya Dayu."Oh, tanteku. Dia adik paling muda dari mendiang mama!" Nala menjawab sambil menyunggin
Dayu dibangunkan oleh Dimas ketika baru memejamkan mata dan membuatnya terkesiap."Katanya, tidak baik jika kita tidur dalam pergantian antara terang dan gelap!" Dimas mengingatkan Dayu.Sebenarnya, Dayu tak tahu dari mana Dimas bisa mendapatkan ide itu, tapi dia rasa apa yang Dimas katakan ada benarnya. Apa lagi setelah mengalami kejadian buruk seperti tadi, Dayu mengingatkan dirinya untuk tidak segampang itu tertidur."Berapa lama lagi sampai kita akan pergi ke restoran dan bertemu Nala?" tanya Dayu."Dayu, kamu merindukan Nala?"Suara ayah yang bertanya membuat Dayu menoleh. Sejenak dia sempat terlupa bahwa dia sedang berada di kamar kedua orang tuanya, dan pasangan itu sedang berada di dekatnya.Mereka menonton bersama-sama, sebuah series komedi yang bukannya membuat Dayu tertawa, tapi justru mengantuk."Oh, bukan begitu. Hanya saja ada yang mau aku bicarakan dengan Nala ketika kami bertemu nanti!" jawab Dayu.Ayah dan bunda tersenyum."Dia calon dokter yang sering kita temui buka
Dayu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuhnya bergetar dan dia mundur tiga langkah ke belakang. Dimas sendiri tak terlihat baik-baik saja. Cowok itu segera berbalik badan dan terlihat sedikit panik. Bagaimanapun, dari kejahatan yang sudah Agus lakukan, Dimas adalah target utama penumbalannya.Dua kakak beradik yang disatukan lewat ikatan pernikahan kedua orang tua mereka itu segera saling tatap. Tanpa mengatakan apapun, Dayu segera menyambar gawainya dan berusaha untuk menelepon Nala, tapi cowok itu tak mengangkatnya.Dimas juga terlihat kecewa saat Dayu menggelengkan kepalanya. Berdua, mereka kembali mengendap-endap ke arah balkon dan kembali memandang ke arah di mana tadi mereka bisa melihat sosok Agus berdiri mengawasi."Oh, syukurlah!" Dayu melepas napas lega saat melihat bahwa sosok itu sudah tak ada lagi di sana."Kak, kamu juga melihat dia tadi 'kan?" tanya Dimas dengan suara bergetar.Dayu menganggukkan kepala. Dia masih sangat terkejut sampai tak bisa menghentikan la