Dayu yakin sekali bahwa memang Gendislah pelaku dari penumbalan keluarganya. Asap hitam yang menyelimuti rumah dan denyutan hebat di kepalanya adalah sebuah pertanda. Dayu yakin dia sedang melangkah mendekati Danyang, atau seseorang yang telah menjadi sekutu dari Danyang.Tubuhnya bereaksi pada sosok ghaib yang sudah menandainya, menjerat lehernya dengan benang merah tak kasat mata yang menghitung mundur sampai seratus hari. Oh, sekarang tersisa tak lebih dari dua bulan tepatnya."Rumah ini terlalu megah untuk seorang wanita lajang berusia awal tiga puluhan. Bukannya aku bermaksud buruk, tapi dengan perkiraan gaji bulanan Gendis, seharusnya dia membutuhkan waktu lebih lama bagi Gendis untuk menabung dan membeli rumah ini!" Bambang berkomentar dengan jujur dan apa yang disampaikan oleh polisi berpenampilan sederhana itu sangatlah masuk akal.Mereka dipersilakan untuk duduk di ruang tamu dan ditawari minuman. Anis, dalam hal ini beramah tamah dengan menyampaikan bahwa mereka baik-baik s
Bambang langsung berjalan cepat menuju ke arah yang ditunjuk oleh Dayu. Gendis yang menjadi tuan rumah berteriak dan mengatakan bahwa tidak satu pun dari mereka yang memiliki hak untuk memasuki satu ruangan pun di dalam rumahnya. "Benar. Tapi khusus untuk kali ini, aku pikir aku tidak harus bersikap manis di depan wanita durjana seperti kamu!" Dayu berteriak, menuding Gendis dengan jari telunjuknya yang bergetar dan kata berair, wajahnya merah padam. Saat Gendis hendak berlari menghalangi Bambang, Anis menahannya tapi dia berhasil lepas. Tapi, Dayu tak membiarkan Gendis menyusul Bambang yang mulai mendobrak pintu. Dengan gesit Dayu berlari, melompati sebuah single sofa lalu mengejar Gendis dan menarik tangan wanita itu. "Jika kamu memang tidak bersalah, maka diamlah di tempat dan biarkan kami membuktikan bahwa kamu memang tidak bersalah dan bersih dari segala tuduhan!" Dayu memperingatkan Gendis sambil menahan tangan wanita yang sebelumnya selalu dia kenal sebagai wanita yang baik i
Anis masih menghancurkan ruangan itu dan Dayu memandang dari jarak lima meter. Dua meter di depan Dayu, makhluk yang menurut penjelasan Nala adalah sebagian dari diri Danyang yang disimpan di ruangan yang tertutup itu berdiri tegak setinggi tiga meter.Gendis sudah ketakutan sampai terkencing-kencing, sementara Dayu bertahan untuk tetap berani. Dia menahan ketakutannya, mengatur napasnya, dan memberi sugesti pada dirinya sendiri secara terus menerus.Semuanya akan baik-baik saja.Keluarganya akan kembali utuh.Ayah dan tante Sekar akan selamat, begitu juga kebebasannya dan Dimas akan segera datang.Makhluk itu membesar karena memakan ketakutan Gendis. Perjanjian dengan makhluk ghaib seperti Danyang tidak akan bisa diputus, jadi Gendis harus tetap menbayarnya. Ibarat kata, Gendis telah sepakat untuk membeli sesuatu dari Danyang, dia juga sudah mendapatkan apa yang dia minta, maka dia harus membayarnya bagaimana pun caranya.Dengan menggeretakkan gigi, Dayu berusaha menarik Gendis agar
Dayu diam. Memangnya apa lagi yang musti dia lakukan saat dia sendiri sama sekali tak mengenali di mana dirinya tengah berada. Di tengah hutan jati, dengan sebuah jalan beraspal halus yang basah dan angin yang sejuk. Oh, bagaimanapun juga tempat semacam itu bisa ada di mana saja. Seharusnya setelah dia melepaskan jerat kontrak yang mengikat lehernya, dia tidak akan menjadi korban tumbal untuk Danyang lagi. Tapi bagaimana dia justru bisa terjebak di tempat itu dan bertemu dengan Danyang, yang sialnya tampil di hadapannya dalam wujud si lelaki paling menawan dalam penglihatan Dayu sekarang, sendirian, tanpa persiapan. Nala hanya membahas soal detail yang mungkin terjadi di rumah Gendis, tapi dia sama sekali tak membahas soal kemungkinan dia kembali terjebak di alam lain yang tak seharusnya dia masuki. "Sekarang, aku harus bagaimana?" Dayu bertanya. "Jadi, sebenarnya apakah aku berhasil meloloskan diri dari Danyang atau tidak?" tanyanya lagi. Sekali lagi, Dayu bertanya sambil memand
"Semuanya sudah baik-baik saja. Kamu kemarin sempat pingsan, tapi kamu bangun lagi dan seperti menjadi orang lain. Kamu menyerang Gendis, bahkan kamu bisa mengangkat tubuh Gendis dan membantingnya ke lantai. Kakak sangat panik kemarin, tapi untung saja Bambang berhasil menahan kamu. Kamu pingsan setelah itu, dan baru sadar sekarang!" Anis menceritakan apa yang terjadi semalam, kejadian yang bahkan tak Dayu ingat sedikit pun. Ingatan Dayu terhenti di waktu dia melihat makhluk berwujud asap hitam dengan mata merah yang mencoba menelannya. Mungkin memang setelah itu dia kehilangan kesadarannya, tubuhnya bisa jadi dikuasai makhluknitu, atau mungkin itulah yang disebut kesurupan. Dayu tak tahu, dia tak pernah memiliki pengalaman seperto itu sebelumnya. Menoleh ke samping, Dayu melihat jam berbentuk menara populer dari Jepang menunjukkan angka lima lebih tiga puluh, artinya hari sudah pagi. "Jadi, Gendis bagaimana? Dimas bagaimana?" tanya Dayu lagi. Anis menghapus air matanya dan tersen
Dayu tersenyum. Dia melihat Nala tengah tertidur nyenyak di atas rerumputan, bersembunyi dari mata dan keramaian lewat deretan tanaman sokha yang berbunga warna merah, kuning dan putih. Jika saja Dayu tidak melihat wanita astral yang berdiri di sana, tentu Dayu tak akan menyangka dokter koas itu sedang menikmati waktu sorenya untuk tidur di sana.Melihat bahwa Nala tak bergerak sama sekali, Dayu tersenyum. Wajah letih yang tenang dengan mata yang terpejam. Bulu matanya panjang dan ada jerawat kecil yang sepertinya baru tumbuh di pipi kiri.Angin sore sepertinya membuai cowok berusia dua tahun lebih tua dari Dayu itu dalam dekapan mimpi yang indah, membuatnya tertidur begitu nyenyak seperti seorang pangeran dalam dongeng. Nala bahkan tak menyadari kedatangan Dayu, juga tak sadar angin meniup beberapa bunga dari pohon yang ditanam tak jauh dari sana. Bunga kecil berwarna putih dengan titik kuning cerah di tengahnya itu terbang di udara lantas berjatuhan di atas tubuh Nala.Dengan hati-h
Dayu membuka mata dan tersenyum ketika melihat bahwa dia tak hanya bermimpi. Ayah memang masih terbaring lemah di rumah sakit dengan selang infus dan lebih banyak tidur, begitu juga dengan bunda. Tapi, setidaknya dia bisa melihat mereka, bisa bersama mereka dan diberi kesempatan untuk memperbaiki sikapnya pada ibu tirinya. Toh, sejak awal sebenarnya tak ada masalah antara dirinua dengan tante Sekar.Semalam, Dayu menghabiskan waktunya di lorong rumah sakit, mengabaikan semua penampakan yang dia lihat untuk bicara bersama Anis, Leah dan Dimas. Mereka duduk di tengah kekosongan lorong menjelang tengah malam, sementara ayah dan bunda tertidur di satu ruangan yang sama.Jika Dayu ingat kembali, mereka seperti sedang melakukan pertemuan dari kedua belah pihak, baik pihak anak-anak ayah dari mendiang istri sebelumnya, dan anak-anak dari pihak bunda dari mendiang suami sebelumnya. Anis, sebagai yang paling tua dan Leah sebagai kakak Dimas bicara banyak mengenai alasan mereka sama sekali tak
Dayu dan Dimas sama sekali tidak melakukan kesepakatan terlebih dahulu. Tidak juga ada yang memberi dua bersaudara itu komando, tapi mata keduanya sama-sama kompak memandang sosok wanita yang diselimuti asap hitam itu dalan diam.Setelah wanita itu berlalu, baik Dayu maupun Dimas sama-sama menoleh untuk menemukan reaksi heran yang sama di wajah satu sama lain. Dayu mencoba tersenyum meskipun hasilnya justru terlihat aneh, sementara Dimas menelan ludah dan segera mengalihkan pandangannya.Kebetulan, pesanan mereka sudah siap sehingga mereka bisa mengalihkan fokus dari sosok wanita yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu."Wanita barusan menakutkan sekali. Aku pikir nyaris sama menakutkan seperti sosok yang aku lihat di alam sebelah, mereka memberikan kesan yang membuat sekitarnya menjadi suram!" Daniel berbisik di telinga Dayu setelah sang kakak membayar makanan mereka.Dayu mengangguk-angguk, lalu menggandeng Dimas untuk meninggalkan warung makan itu. Mereka berjalan kembali men