KEDAI MINUMAN itu penuh dengan para pengunjung yang ingin menikmati bandrek, pisang rebus dan kacang goreng.Sehabis hujan memang sedap sekali duduk menikmati bandrek hangat sambil mengobrol.Tetamu yang ada dalam kedai itu rata-rata bertampang sangar dan kebanyakan membekal golok. Pertanda bahwa mereka adalah orang-orang kasar.Seorang pemuda muncul di pintu kedai. Pakaiannya basah kuyup. Dia memakai ikat kepala batik dan rambutnya yang gondrong basah acak-acakan."Saya mencari Selo Ceking. Apakah orangnya ada di sini?" pemuda itu bertanya.Orang-orang yang ada di dalam kedai itu berpaling ke pintu . Sesaat mereka memandang si pemuda lalu meneruskan obrolan mereka atau meneguk bandrek . Tak ada yang menjawab. Semua seperti tak acuh . Seolah-olah pemuda itu tak ada disana.Orang yang bertanya garuk-garuk kepalanya, terdengar suaranya perlahan, tetapi cukup je!as terdengar oleh semua pengunjung kedai ketika dia berkata, "Aku yakin tidak semua orang yang ada di sini bisu, tapi m
"Kau mengarang cerita!" Seseorang berkata setengah berteriak.Lalu beberapa orang membuat gerakan sama. Mencabut golok di pinggang masing-masing. Termasuk si pemilik kedai."Hemm, kalau begitu kalian semua ternyata kawanan rampok!" ujar si pemuda. "Rupanya sudah cukup lama kalian berkomplot di daerah ini tanpa pernah mendapat hajaran! Hari ini biar tuan besarmu memberikan, sedikit pelajaran! Majulah ramai-ramai!""Pemuda Sombong!""Minta mampus!"Enam orang merangsak maju dengan senjata di tangan. Si pemuda sama sekali tidak takut. Sikapnya berdiri acuh tak acuh.Ketika dua dari enam pengeroyok menyerbu maju, pemuda berambut menyeringai miring. Tubuhnya berkelebat ke atas. Tangan dan kakinya menghantam kian ke mari.Maka terdengarlah jerit pekik di tempat itu. Tiga orang langsung terhampar di tanah, merintih kesakitan sambil pelangi dada, kepala atau perut.Dua lainnya tersandar di dinding kedai. Yang satu yang paling parah menyangsang di antara semak belukar di seberang jalan.Meli
"Bukan hanya padamu Selo! Tapi juga terhadap kawanmu! Dengar baik- baik. Di dalam rumah dua orang anak buahku siap menggorok leher istri dan tiga anakmu!""Ya Tuhan!" pekik Selo Ceking, "Jangan kau celakai anak istriku!""Jika kau ingin mereka selamat ikuti kata dan perintahku!" kata Konda Wuri."Apa yang kau inginkan Konda?" Suara Selo Ceking bergetar sementara Danurwenda tegak tak bergerak memperhatikan keadaan di sekitarnya."Pertama kawanmu itu harus menyerahkan seluruh uang yang dimilikinya."Ini ambillah!" ujar Selo Ceking seraya melemparkan kantong uang yang tadi diterimanya dari Danurwenda.Konda Wuri cepat menangkap kantong uang itu. "Kedua, semua kuda yang ada di tempat ini mulai detik ini menjadi milikku!""Mati aku! Konda! Kau tahu mata pencaharianku adalah berjual beli kuda. Keuntungannya tidak seberapa. Kalau kau merampas semua kudaku bagaimana aku menghidupi anak istriku?" teriak Selo Ceking dengan suara setengah meratap."Kalau begitu kau tak ingi
Selain menahan sakit Tunggul Gono juga menutupi rasa herannya. Pukulan kerasnya tadi jangankan membuat lawan terjungkal, cidera pun tidak.Maka diapun memberi isyarat pada Kalingundil untuk melipat gandakan arus serangan dan menambah cepat gerakan memainkan jurus-jurus perampok mabok yang kini tinggal tiga jurus.Selo Ceking yang melihat si pemuda terdesak malah kena pukul menjadi semakin ketakutan. Dia lari kearah rumah untuk menemui anak istrinya.Akan tetapi dua orang anak buah Konda Wuri cepat menghadangnya dan menekankan ujung golok ke perut pedagang kuda itu."Lepaskan anak istriku! Jangan kalian sakiti mereka!" teriak Selo Ceking Tubuhnya terkulai lemas dan jatuh duduk di tanah.Sementara itu Tunggul Gono dan Kalingundil sudah mulai menyerbu Danurwenda sambil terus berteriak-teriak.Empat Jurus Perampok Mabok sebenarnya merupakan ilmu silat yang bukan sembarangan. Terbukti dengan mengandalkan ilmu silat itu Tunggul Gono dan Kalingundil telah membuat diri mereka ditakuti di mana-
Danurwenda melangkah mendekati mayat Konda Wuri. Dari balik pakaian orang ini dia keluarkan kantong berisi uang miliknya yang dirampas dan melemparkan benda itu ke dekat Selo Ceking.Lalu Danurwenda melangkah menghampiri Tunggul Gono yang saat itu merangkang di tanah tengah berusaha melarikan diri dalam keadaan kaki patah."Janggut kambing! Kau mau lari ke mana?" Danurwenda membentak dan lelaki berpakaian merah ini rasakan telapak kaki si pemuda menempel di keningnya. Tubuhnya menggigil saking ketakutan."Ampuni selembar jiwaku!" pintanya meratap.Danurwenda menyeringai. "Lekas kau terangkan mengapa kau bersama konco-koncomu yang sudah mampus itu ingin menangkap aku? Tadi kalian menyebut-nyebut nama Kuwu Loh Maja. Ada sangkut paut apa kalian dengan Munding Wulung?""Aku .... kami ...." Kuto Simpul tampak seperti hendak berkelit.Danurwenda injak kakinya yang patah hingga lelaki berjanggut kambing ini mel
Tubuh di atas pasir tidak bergerak, Danurwenda ambil kantong airnya lalu sedikit demi sedikit tuangkan air ke atas bibir yang kering.Sesaat kemudian bibir itu tampak bergerak. Danurwenda tuangkan lebih banyak air. Dengan tangan kirinya dia menyeka pasir yang menutupi wajah si pemuda.Ternyata pemuda itu berwajah tampan. Sesaat kemudian mata yang terpejam membuka perlahan-lahan."Apakah kau malaikat maut yang datang menjemputku?" Keluar suara parau dan sangat perlahan dari mulut pemuda itu.Kalau di tempat lain Danurwenda mungkin akan tertawa bergelak mendengar kata-kata itu. Dia tuangkan lebih banyak air lalu mendudukkan si pemuda di tanah dan menahan punggungnya dengan lutut agar tidak rebah."Aku bukan malaikat maut. Justeru aku ingin bertanya mengapa kau enak-enakan tidur di gurun pasir ini?"Mata si pemuda membuka lebar. Mulutnya menyeringai."Sialan!" ujarnya, "Siapa yang enak-enakan tidur. Terlambat kau muncul di
Sambil mengunyah nasi dalam mulutnya Danurwenda geleng-gelengkan kepala melihat perkelahian itu. Diam-diam dia kagum melihat gerakan menyerang Surya Darma tadi.Namun, tiga lawannya ternyata memiliki kepandaian tidak rendah, membuat bisa-bisa pemuda itu menemukan nasib jelek.Surya Darma menghantam dengan jotosan mengandung aji "Karang Sewu" atau pukulan batu karang yang sanggup menghancurkan benda keras bagaimanapun.Lawan yang diserang tampaknya sudah mencium keganasan pukulan itu. Sambil melompat ke belakang dia bersuit keras.Suitan ini seolah-olah isyarat bagi kedua kawannya karena saat itu juga dua orang lainnya datang menyerbu dari kiri kanan.Masih mengandalkan pukulan batu karang di kedua tangannya, Surya Darma menjotos ke kiri dan ke kanan, sambut serangan dua lawan.Seperti kawannya tadi, dua orang ini melompat ke belakang seraya keluarkan suara suitan nyaring.Bersamaan dengan itu orang yang berada di sebelah
Lelaki yang patah tangan berusaha meyakinkan. "Temanku itu tidak berdusta. Seseorang datang pada kami membawa uang dan memberi pekerjaan."Kami harus menghadang dan membunuh seorang pemuda berambut gondrong, berikat kepala batik yang akan melintas pedataran pasir menuju Loh Maja."Kami berlima menemukan kau. Ternyata bukan kau orang yang dimaksudkan. Tapi karena melihat kau membawa kuda bagus serta membawa senjata sakti maka kami membokongmu lalu meninggalkan di pedataran pasir."Surya Darma melirik ke Danurwenda yang berdiri sambil garuk-garuk kepala."Berarti sebenarnya akulah yang kalian tuju!" kata murid Eyang Resi Sokandriya itu."Benar. Mungkin sekali, ciri-ciri kalian hampir sama," jawab si patah lengan."Kenapa kalian diperintahkan membunuhku?" tanya Danurwenda."Itu kami tak tahu, utusan itu tidak menjelaskan apa-apa,""Juga tidak menjelaskan siapa yang menyuruhnya?"Yang ditanya tak menjawab.
Tubuh senapati terlempar lalu ambruk. Dadanya terasa sangat sesak bagai dihimpit batu raksasa. Tenaga dalamnya seketika buyar, malah ada yang menghantam diri sendiri.Akibatnya tubuh sang Senapati tak bisa digerakkan lagi seperti lumpuh. Selain sesak, di bagian dalamnya terasa remuk dan panas menyengat.Pada saat itulah Sang Prabu keluar, meloncat dan langsung mendarat di depan senapati yang tergeletak tak berdaya."Kau ditangkap karena merencanakan tindakan makar!" seru Sang Raja.Para prajurit langsung terdiam begitu tahu siapa yang muncul."Jika kalian masih membela dia, maka kalian dianggap pembangkang!" teriak Sang Raja.Semua prajurit tidak ada yang berani bergerak. Sementara sang senapati sudah kehilangan harapan. Dia sangat dendam kepada Danurwenda, tetapi apa daya sekarang dia hanya manusia biasa tanpa kekuatan.Kemudian Sang Raja memerintahkan agak senapati ditangkap dan dibawa ke istana.Pagi-pagi buta di istana Nunuk. Danurwenda diundang ke kamarnya Nila Saroya. Kamar yang
Sang Prabu membuat gerakan mendorong dengan satu tangan ke arah mulut gua. Sekelebat angin lembut menderu membelah air sungai sehingga membentuk sebuah jalan."Mari!" ajak Sang Raja.Danurwenda dan Nila Saroya mengikuti Sang Raja melangkah di jalan air yang terbentuk secara ajaib ini sampai berada di sisi sungai sebelah barat. Setelah itu jalan air ini menutup kembali.Ternyata di luar sudah hampir gelap. Sang Raja yang mengenakan pakaian resi terus berjalan ke tengah hutan di dekat hulu sungai itu.Sampai di suatu tempat yang agak lapang, Sang Prabu berhenti lalu kedua tangannya bertepuk pelan. Tiba-tiba dari kegelapan muncul sebuah kereta kuda tanpa kusir dan berhenti di depan Sang Raja."Silakan naik," kata Sang Raja.Danurwenda langsung menjura. "Silakan Gusti Prabu dan Tuan Putri yang naik duluan, biar saya yang menjadi kusir!"Sang Raja tersenyum lalu naik ke kereta diikuti Nila Saroya yang agak ragu-ragu. Kereta kuda pun berangkat setelah Danurwenda duduk di tempat kusir dan me
Nila Saroya ingat kemarin hampir menikah dengan lelaki yang tak dicintainya. Sekarang setelah bersama Danurwenda dia lupa kalau sudah punya kekasih yang sangat dicintainya. Entah bagaimana kabar sang kekasih saat ini setelah ada kabar tentang ayahnya ini."Kau mau di bawah atau di atas?" Pertanyaan Danurwenda membuyarkan lamunan dan mengejutkannya."Ap- apa?""Kau mau tidur di mana, di atas dipan atau di lantai?" ulang Danurwenda."Kau di mana?" Nila Saroya balik tanya."Terserah kamu yang duluan, atau mau bareng-bareng saja di atas?" Danurwenda lemparkan kerlingan mata yang memikat.Dari awal dia tahu sifat gadis ini pendiam dan pemalu, tapi dia tahu apa yang dirasakan di dalam hati Nila Saroya."Ap-, tid-, eh. Aku di sini saja!" Nila Saroya segera naik ke atas dipan. Dia tak bisa menyembunyikan kegugupannya.Kemudian Nila Saroya berbaring membelakangi Danurwenda. Cukup lama keduanya saling diam. Akhirnya Danurwenda merebahkan diri di sebelah Nila Saroya.Nila Saroya kaget ketika mer
"Ayo lari!"Danurwenda membawa dua orang yang jadi buruan ini masuk ke bukit, menyelinap ke balik bebatuan besar sehingga dalam waktu singkat jejak mereka hilang."Siapa yang melarikan mereka?" tanya si pemimpin di atas kuda setelah sampai di sana."Danurwenda!""Pendekar yang jadi kepercayaan istana Galuh itu?""Benar, Ketua!"Si pemimpin langsung maklum kenapa lima anak buahnya ini tidak menyerang."Cari terus, biar aku yang menghadapi Danurwenda!" perintah si pemimpin.Sementara itu Danurwenda sudah menyelinap ke tempat yang sulit di jangkau. Dengan kepiawaiannya dia bisa membawa dua orang yang sedang dilindunginya.Akhirnya mereka sampai ke sebuah gua kecil tersembunyi di lereng bukit. Lelaki setengah baya itu tergopoh-gopoh sambil mengatur napasnya.Sementara si gadis yang tidak lain Tuan Putri bernama Nila Saroya sudah duduk menyandar ke dinding gua."Terima kasih, Anak muda!" ujar lelaki setengah baya. Danurwenda hanya mengangguk pelan dengan tersenyum."Ki Narya, sebenarnya si
Di sebuah desa di wilayah kekuasaan Kerajaan Nunuk. Di dalam kamar sebuah rumah besar, tampak seorang gadis cantik sedang merenung menyendiri."Ini hari pernikahan Tuan Putri, kenapa masih menyendiri di sini, tukas rias sudah menunggu di kamar Tuan Putri!" kata seorang gadis lain yang merupakan pembantu di rumah ini."Aku tidak mau dijodohkan dengan dia, orangnya jelek, perangainya buruk lagi. Terus kenapa ayah belum juga pulang dari istana. Semakin kesal saja, aku mau kabur saja!""Heh, jangan, Tuan Putri!"Gadis yang dipanggil Tuan Putri ini tiba-tiba berbinar matanya begitu melihat sosok pembantunya. Bentuk tubuh dia dengan pembantunya ini hampir mirip, hanya wajah saja yang berbeda.Lalu si Tuan Putri ini tiba-tiba menarik si pembantu keluar menuju kamarnya yang sudah ada beberapa orang tukang rias. Dia ingat semua tukang rias tidak ada yang mengenali dirinya."Ini Tuan Putri yang akan dirias!" kata Si Tuan Putri sambil mendorong pembantunya. Si pembantu tampak bingung."Sudah, ik
Setelah ada pesta menyambut kemenangan atas bebasnya desa Cipeundeuy dari penindasan Raksana dan Gumara.Delapan orang pemanah diangkat menjadi kelompok keamanan desa. Beberapa orang sesepuh juga diminta untuk menjadi pejabat pengurus desa.Suasana di rumah itu sudah sepi. Tinggal Danurwenda bersama gadis berkulit hitam manis itu. Setelah diperhatikan, Kinasih cantik juga.Tubuh gadisnya sudah matang sehingga membentuk lekuk yang membuat para lelaki menelan ludah."Setelah tahu siapa kamu, aku tidak bisa menahanmu pergi!" ujar Kinasih sambil menatap tajam penuh arti. Bola mata gadis ini seakan ingin meloncat menembus kedua mata si pemuda."Padahal aku ingin kau lebih lama di sini, bahkan tetap tinggal di sini!" Lanjut si gadis mengharap."Mungkin lain kali, aku akan tinggal lebih lama. Apalagi bersama gadis secantik kamu!""Jangan mudah berjanji!" Kinasih tersipu. "Mungkin kau akan lupa, apalagi di kota raja banyak gadis-gadis cantik!"Danurwenda menatap gadis itu lekat. Tidak dapat d
Gumara kaget, segera menghampiri anak buahnya yang jatuh itu. Sebuah anak panah menancap tepat di dada menusuk jantung."Pembokong sialan!""Ada apa, Anakku?""Lihatlah, Pak!"Gumara menyapukan pandangan, tak ada yang mencurigakan. Bahkan seolah-olah angin pun diam tak bergerak."Apa rencana mereka?" gumam Raksana sambil memandang anak panah yang sudah dicabutnya."Aaah!"Brukk!Satu lagi di tempat lainnya tampak terpental lalu ambruk tak berkutik. Setelah diperiksa juga sama terpanah tepat di jantungnya. Semakin marah Gumara dan ayahnya melihat kejadian ini."Setan alas!""Bedebah!"Apa yang terjadi sebenarnya?Selama tiga hari menghilang, Danurwenda dan Kinasih secara sembunyi-sembunyi menemui warga-warga desa. Mereka mengajak warga untuk melawan Raksana.Namun, kebanyakan menolak karena takut dan tak punya kemampuan. Hingga akhirnya Danurwenda punya gagasan mencari dan menemui orang-orang yang suka berburu.Kebanyakan mereka ahli dalam memanah buruan di hutan. Setelah diajak dan di
"Tunggu pembalasan kami, bocah!" seru salah satunya."Siapa mereka?" tanya Danurwenda setelah kelima orang itu lenyap."Mereka anak buahnya Raksana," jawab si gadis berkulit aga gelap, tapi manis."Raksana?"Kemudian si gadis menceritakan keadaan desanya yang dilanda kekacauan atas ulah seorang warga berilmu tinggi yang menggunakannya untuk menindas warga yang lain."Bahkan Raksana dan Gumara, anaknya, telah membunuh Ki Kuwu. Desa Cipeundeuy dikuasai mereka dan anak buahnya, berbuat sewenang-wenang. Memungut upeti panen seenaknya kepada warga,""Tidak ada yang memberitahukan ke kerajaan?""Setiap ada yang mau ke kerajaan selalu ketahuan, ditangkap, disiksa bahkan dibunuh!""Wah, kejam sekali mereka!""Lebih biadab lagi, Gumara selalu melecehkan gadis-gadis desa. Jika ada yang disukainya, akan ditangkap dan dijadikan budak nafsunya."Naluri Danurwenda yang baik ingin berbuat sesuatu untuk menolong desa ini dari kesewenang-wenangan. Tidak mengapa perjalanan pulangnya terhambat kalau unt
Rupanya Danurwenda tidak tahan melihat tubuh indah Dewi Kalajenget sejak tidak sengaja menyentuh buah montoknya. Sintal, sepasang gunung yang besar. Lebih besar dari wanita yang pernah dia temui sebelumnya.Padahal usia Dewi Kalajenget jauh lebih tua, tapi lekuk tubuhnya masih menggoda. Kulit mulus dan kencang. Dia ingat Putri Angin yang memiliki kecantikan sempurna, tapi tidak sesekal wanita ini.Entah kenapa akhir-akhir ini Danurwenda seperti gampang haus asmara. Kerinduan kepada Setyawati membuatnya mencari pelampiasan kepada wanita lain.Wanita itu menggelinjang kegelian. Bahkan kedua tangannya bergerak menarik punggung Danurwenda sehingga pemuda ini menindih tubuhnya.Kembennya telah terlepas begitu saja sehingga bagian atas tubuhnya terpampang bebas tanpa penghalang. Danurwenda mengatur perasaannya. Kulit tubuh Dewi Kalajenget memberikan sensasi nikmat yang beda. Apalagi dua bulatan yang mengganjal di dada."Aku akan mengabulkan keinginanmu," bisik Danurwenda di telinga Dewi Kal