Amanda masih duduk di balkon menikmati udara pantai dan deburan ombak untuk mengalihkan perhatian dari rasa mualnya. Dom berjalan menghampirinya setelah dia menutup telepon dari seorang pria yang dia sebut bernama Amir, mereka bicara mengunakan bahasa yang tidak Amanda mengerti.
"Apa aku tidak bisa menelpon Sisi?" tanya Amanda setelah Dom lebih dekat.
"Belum," santai pria itu.
"Hanya telepon!" heran Amanda karena tidak diijinkan, " kau jahat sekali!"
"Dia putriku, biar aku yang menanganinya dulu."
"Kau tidak akan tahu cara menangani anak-anak, kau hanya perduli dengan egomu sendiri!" tegas Amanda.
"Kita tetap akan membesarkan anak-anak kita bersama setelah kau bisa kupercaya!" Dom kembali mengingatkan karena Amanda memang istri yang perlu dididik.
"Jangan terlalu percaya diri, anak ini belum tentu darah dagingmu!" Amanda mempertegas perjanjian mereka sambil membelai perutnya sendiri yang masih terlihat rata.
Dom tidak b
YUK VOTE DULU YA
Yang membuat Dom kesal Amanda masih kembali menyusun bantal di tengah tempat tidur mereka."Sudah singkirkan saja!" Dom menyingkirkan bantal-bantal tersebut."Tidak!" tolak Amanda . "Kemarikan!" Amanda meminta lagi bantal yang sudah diangkat oleh Dom dan malah pria itu lempar ke lantai."Oh, kau!" gemas Amanda langsung mengambil bantal yang lain untuk dia pukulkan."Aku tetap bisa menerkammu jika aku mau, tapi aku tidak akan memaksamu demi anak kita.""Ini bukan anakmu!" Amanda benar-benar tidak suka dengan kesombongan Dom yang sudah begitu percaya diri mengklaim bayinya.Dom cuma balas menyungi
Setelah menutup teleponnya dengan Selvie Dom langsung berjalan menghampiri Amada yang sudah terlihat segar."Jadi kau juga tidur dengannya?" todong Amanda dengan pertanyaan.Meski sempat terkejut tapi Dom segera memperbaiki ekspresinya dan ikut duduk di depan Amanda."Tidak penting siapa saja yang sudah pernah tidur denganku, yang terpenting siapa yang akan menjalani relationship denganku!" tegas Dom sambil menatap Amanda."Ingat kau akan melepaskanku setelah bayi ini lahir!" berulang kali Amanda terus mengingatkan."Tidak jika itu anakku!"Amanda segera berpaling membuang muka seolah sedang mem
Sama seperti Sisi, Dom juga memiliki dua orang ayah dan tidak masalah. Mungkin jika semua hal itu tidak dia alami sendiri Dom juga tidak akan belajar sebaik ini. "Aku baru tahu kau masih punya ayah?" tanya Amanda. "Ya, Sisi sedang bersama kakeknya kau tidak perlu khawatir." Selama ini yang Amanda tahu Evan adalah putra dari Kansaz, seorang narapidana hukuman mati yang juga Amanda tahu sudah meninggal beberapa tahun lalu. Amanda mendengar berita kematiannya dari media di saat dia tidak mendengar kabar sama sekali dari Evan. "Di mana mereka sekarang?" Amanda juga ingin tahu keberadaan putrinya.
TUJUH TAHUN YANG LALU Setelah Kansaz meninggal Evan kembali pergi menemui Mr. Dexter dengan nama seorang Dominic Rodriguez, Evan sudah mati, dia sudah menguburnya sejak hari itu. Sekarang dirinya adalah Dominic Rodrigues, seorang pria yang tidak akan hidup untuk seorang wanita, tapi bukan berarti dia tidak akan menghitung setiap hutang dari perbuatan mereka semua, Dom akan membalasnya satu persatu. "Siapa yang membunuh saudaraku?" tanya Dom begitu kembali duduk di depan Mr. Dexter yang sebenarnya juga masih terkejut dengan kedatangan putranya. "Aku tidak tahu." Mr. Dexter menatap pemuda tampan di hadapannya."Kurasa dia juga yang membunuh ibumu dan coba membunuhku." "Ini belum berakhir!" Dom langsung melihat ke sekeliling para pengawal bayaran yang selalu
"Kita sudah menembaknya di kepala, mustahil jika dia bisa bangkit dari kematian!" Kata pria berlogat Meksiko itu pada sahabatnya yang baru menutup telepon. "Tenanglah jangan terlalu panik." Seorang di klub baru memberitahu mereka mengenai kedatangan Flin Dexter. "Kita tetap harus memberi tahu Marco. Bagaimana jika dia benar-benar kembali dengan para pengawalnya!" "Dia akan menganggap kita sinting, Marco juga melihat sendiri ketika kita menembak kepala pemuda kaya itu." Marco adalah pemilik klub tempat Silvie juga bekerja di sana. Marco yang menyuruh Silvie menjebak kekasihnya di hotel untuk mereka habisi. Biasanya Flin
Tubuh pria yang tertelungkup dengan kepala bersimbah darah itu segera diseret dari arena dan sorak sorai kembali membahana begitu Dom naik ke atas panggung, tangannya masih terangkat menantang siapa saja yang mau melawannya. Berbagai jumlah taruhan segera diteriakkan begitu melihat Dom menunjuk pria kulit hitam paling besar yang dari tadi memperhatikan pertarungan dari kursi singgasana kehormatannya. "Siapa dia?" bisik pria yang duduk di samping Random. "Sepertinya anak baru yang ingin mencari perhatian!" Random segera berdiri dari tempat duduknya karena merasa ditantang dan suara sorak sorai pun semakin menggema. Random dikenal sebagai petarung yang belum pernah terkalahkan, tubuhnya hampir sama tinggi dengan Bazar h
"Dia tidak mudah untuk dicari!" Mr. Dexter kembali mengingatkan. "Bahkan aku sendiri tidak yakin apa bisa mengenali wajahnya lagi." Dom masih menyimak keseriusan ayahnya. "Yang kudengar dia melakukan operasi berkala untuk terus merekonstruksi wajahnya. Tidak ada yang benar-benar pernah melihat wajah aslinya. Karena menurut keterangan beberapa orang yang mengaku pernah bertemu dengannya, Hiro juga selalu terus berubah-ubah tidak pernah sama." "Aku akan tetap menemukanya, bukan hanya untuk ibu dan saudaraku tapi juga untuk masa depan keluargaku. Karena tidak akan kubiarkan siapapun coba menakut-nakuti siapapun di keluarga ini!" "Sungguh aku tidak ingin kehilangan seorang putra, hanya kau satu-satunya yang aku punya," Mr. Dexter masih coba membujuk putranya yang sudah beranjak berdiri. "Aku akan kembali dengan membawa kepala pria itu untukmu!" Dom tetap pergi tanpa bisa dihentikan. Bagi Dom masalah ini memang sudah bukan hanya tentang hut
Dom sedang membebat lengannya sendiri dengan perban dan mengencangkan simpul ikatannya menggunankan gigi. Sebuah pesan tiba-tiba masuk ke dalam ponselnya yang bergetar di atas meja. Dom segera memungut benda persegi pipih itu dan ternyata pesan dari Hans Karmer.Dom langsung tersenyum begitu melihat pesan foto yang dikirim Hans. Foto sebuah tangan yang mengacungkan jari tengah dengan cincin milik Akina Toda yang kemarin dia ambil dari tubuh tak bernyawa pemuda itu. Dom segera mengirimkan foto tersebut kepada pengawalnya.[Jarimu semakin populer, persiapkan dirimu untuk berkelahi kita akan mulai permainannya!] pesan yang Dom kirim pada Jack bersama caption foto tersebut. Foto yang kemarin mereka ambil sendiri dan mereka kirim pada Hiro untuk menantangnya. Ternyata rencana licik Dom juga langsung berhasil, musuh me