-Rara POV
Dijodohkan? Lelucon macam apa ini? Bukankah mama papa tahu aku sedang menjauhi lelaki manapun yang berseragam loreng? Dengan menangis sesenggukan aku memandangi foto lelaki tampan yang selalu aku rindukan.
"Arga aku kangen" Lirihku berkali kali. Tanpa aku sadari mama sudah ada di kamarku dan langsung memelukku.
"Sudahlah nak tidak semua lelaki berseragam loreng akan bernasib sama seperti Arga." Ucap mama menenangkanku.
"Tapi ma, itu hanya akan membuat aku selalu ingat sama arga, aku masih sangat menyayangi arga ma bahkan ga ada niat sedikitpun aku melupakan Arga ma, ma Arga cinta pertama Rara ma. Susah senangnya Rara selalu ada Arga disampingku bagaimana bisa aku melupakannya secepat itu? Rara belum siap buat nerima orang baru, apalagi seragam berloreng. Biarin Rara menemukan jodoh Rara sendiri, ma rara udah besar" Ucapku sambil memeluk mama.
Tak lama papa masuk dengan wajah sudah aku tebak sebelumnya marah ya pasti.
"Sudahlah ra, mau sampai kapan kamu menutup hatimu seperti ini?" Tegas papa.
"Pa aku tidak menutup hati, hanya saja aku masih belum siap buat menerima orang baru apalagi untuk pria berloreng seperti Alvin. Rara udah gede pa, Rara bisa menemukan jodoh buat Rara sendiri" Tegasku.
"Dia sudah tiada ra lupakan!" Murka papa yang hampir menamparku dan untungnya langsung dicegah oleh mama.
“Sudah pa, sabar. Ayo kita biarkan Rara tenang dulu.” Mereka meninggalkanku sendirian. Lebih baik begini sepertinya. Memang benar seorang Arga Nugroho sudah tiada. Tapi kenangannya akan selalu membekas dan akan selalu ada.
Flashback on.
"Rara cepat ke RS Harapan sekarang." Ucap Dika teman baik Arga.
“Ada apa Dik? Kenapa? Kenapa kamu kedengarannya sangat panik?” Jawabku panik.
“Arga, cepat kesini. Hati – hati.”
“15 menit lagi sampai.” ucapku
Kenapa dia? Ada apa dengan Arga? Entah perasaanku semakin tak enak setelah mendapat telepon dari Arga siang tadi. Pukul 11.00 malam jalanan sudah mulai sepi yang memudahkanku untuk cepat sampai di RS, aku parkirakan mobilku dengan asal. Aku berlari ke UGD, disana sudah ada Papa Mama Arga, Dika, dan entah banyak lagi. Tante Teti Mama Arga langsung memelukku sambil menangis sesenggukan.
"Arga terkena peluru saat dia bertugas ra." Ucapan Tante Teti membuatku semakin tak karuan, lututku lemas rasanya seperti mimpi, Arga pasti sembuh aku yakin itu.
Dokter keluar dan langsung memanggil namaku untuk masuk ke dalam. Dengan langkah tergesa – gesa aku langsung masuk ke dalam. Arga ya itu Arga terbaring lemas disana dengan bantuan peralatan rumah sakit.
"Hai cantik jangan nangis dong, nanti aku sedih loh sayang" Ucapnya lemas sambil menarik tanganku.
"Cepat sembuh katanya mau nikahin aku." Kataku sukses membuat Arga tersenyum.
"Maaf sayang kita sampai disini ya, aku sudah gakuat. Ikhlasin aku, maaf atas janji yang sudah aku katakan maaf aku gabisa nepatin maaf aku gabisa jadi pengawalmu lagi ra. Aku bahagia bisa jadi Sertu seperti yang kita impikan dulu. Janji sama aku kamu akan bahagia walaupun tanpa aku disisimu. Makasih udah setia sama aku selama 7 tahun ini Ra, kamu tau ga seberapa besar cintanya aku sama kamu? Aku cinta sama kamu melibihi aku cinta sama diriku sendiri Ra" Tangan Arga semakin erat menggenggamku, tatapannya sendu hampir menangis.
"Apa sih Ga, cepet sembuh bentar lagi aku jadi dokter loh ayo ih!" Ucapku.
“Ra di dunia ini gaada yang abadi, sama seperti aku, aku ga akan abadi disini Ra, ini sudah waktuku buat ninggalin kamu, ninggalin Papa Mama, ninggalin Dika, ninggalin semuanya. Ikhlasin aku ya? Aku yakin setelah ini bakal ada cowo yang mencintai kamu lebih dari aku.”
“Segampang itu? Ngga Ga, aku gamau kamu harus sembuh Ga aku mohon.”
“Ra, takdirku sudah di tentukan, aku gabisa nolak. Izinin aku pergi ya Ra? Sakit Ra, tapi lebih sakit kalo aku ngeliat kamu kaya gini, ayo janji sama aku bahagia setelah ini ya? Aku seneng banget, kamu tetep ada disini disampingku sampai akhir hayatku. Aku mohon ikhlasin aku, tuntun aku dengan senyuman ya Ra? Senyum buat aku, bahagia buat aku Ra.”
“Arga aku sayang kamu, aku bahagia jadi wanita terakhir buat kamu. Aku bahagia selalu nemenin aku disini, Arga aku ikhlasin kamu” Ucapku dengan senyuman yang terpaksa.
"Makasih maaf iloveu Maharani Revita" Mata Arga tertutup untuk selamanya.
Duniaku hancur, rasanya seperti mimpi. Masih kemarin aku main sama Arga, masih kemarin Arga mencium pipiku, bahkan masih siang tadi kita bertukar kabar lewat telefon. Kenapa sesakit ini? Kenapa dunia jahat sama aku? Kenapa sesakit ini, Arga aku harap ini cuma mimpi.
Flashback off.
Itulah sebabnya kenapa aku tidak akan menerima pria manapun yang berseragam loreng. Itu hanya mengingatkanku kepada Arga. Setiap bulan tanggal 5 aku selalu mengunjungi makam Arga bisa berjam jam disana hanya untuk berkeluh kesah. Dan sekarang aku akan dijodohkan dengan seorang lettu? Tidak semudah itu!
Bukannya aku menutup hati, aku cuma belum siap jika menerima orang baru. Aku belum siap buat menjalin kisah dengan orang baru. Aku sama Arga sudah 7 tahun lamanya, dan aku ga semudah itu buat melupakannya. Ini semua tentang waktu, biarin aku menyembuhkan lukaku sendiri, biarin aku damai dengan masalaluku. Kenapa Papa seegois itu? Apa Papa ga sayang aku? Bahkan aku masih berharap ini mimpi, dan aku segera bangun dari tidur panjangku.
Arga? I really miss u, and i love u sertuku!
-Alvin POV
Saat ini aku duduk di depan rumah dinasku, pikiranku suntuk entah kenapa tiba – tiba aku kepikiran Rara. Apa aku coba telvon Rara? SMS? WA? DM? Bego Alvin mana mungkin dia bales. Apa aku terlalu jahat? Sakit ngeliat Rara nangis kaya tadi, aku jadi merasa bersalah. Apa aku batalin aja perjodohan ini?
“Bro, kok mukanya di tekuk gitu? Galau? Perasaan jomblo ini” Kata Rizan yang tiba – tiba muncul dihadapanku.
“Kaget bego” Kataku sambil menendang kakinya.
“Galak banget nih orang, kenapa sih? Ada apa?” Tanyanya kepo.
“Kepo lu kaya dora”
“Anjir? Ada apasih? Gua tuh gasuka ngeliat temen gua mukanya kusut kaya baju belum di setrika. Apa mau gua setrika?
“Palalu sini yang gua setrika”
“Kaya cewek lagi PMS, cerita ajalah setidaknya lega. Gabaik dipendem sendiri”
“Gua dijodohin, dan gua terima”
“Hah lu ga nolak Vin?”
“Zan gua suka sama dia waktu pertama kali gua ngeliat dia, okelah gua gatau sifatnya kaya apa, gua belum kenal dia gimana. Tapi entah kenapa rasanya gua ingin selalu ngejaga dia Zan”
“Ada alasannya lu kaya gitu?”
“Gatau, entah kenapa tiba – tiba gua ngerasa kaya gitu, tatapannya seolah olah ngejelasin ke gua kalau dia sedih dan ada luka yang sedang dia sembuhin sendiri”
“Jadi karena kasihan?”
“Bukan, gua juga udah jatuh hati sama dia Zan”
“Lu yakin?”
“Gua yakin”
“Terus masalahnya apa Vin?”
“Dia nolak, dan dia nangis. Sakit Zan ngeliat dia nangis kaya gitu. Baru pertama ketemu aja gua udah bikin dia nangis. Gimana nanti? Kayanya gua bakalan batalin perjodohan ini deh”
“Segini doing usaha lu Vin? Vin lu tau ga alasan dia kaya gitu? Pasti ada alasan kenapa dia kaya gitu Vin, kalau lu yakin perjuangin dia. Cewe itu emang harus diperjuangin. Emang ga mudah, kecuali lu ngejar bencong di pertigaan sana baru mudah.”
“Serius anjir”
“Oke serius, Vin lu tau ga? Cinta itu emang butuh perjuangan, butuh pengorbanan. Kalau emang lu harus mati – matian ngejar si itu cewe yaudah jalanin, tapi inget jangan bodoh karena cinta. Kalau emang kalian ga jodoh, sekuat apapun lu ngejar dia, lu gabakalan dapetin dia. Berhenti kalau emang waktunya berhenti. Dan kejar jika waktunya masih bisa lu kejar. Ada dua kemungkinan yang terjadi”
“Apa Zan?”
“Yang pertama lu ditakdirkan hanya sebatas kenal dan bertemu, dan yang kedua lu emang di takdirkan buat jadi pendamping hidupnya. Gaada salahnya buat berjuang Vin”
“Anjay, kalo soal ginian lu encer juga ya otaknya”
“Yaiyalah Rizan, lu cari tahu dulu apa alasan dia kaya gitu, dan apa sebab tatapannya kaya gitu”
Bener kata Rizan, apa salahnya mencoba? Gaada salahnya untuk mencoba.
Alvin POV.Hari ini sangat sejuk dan waktu yang pas untuk jogging disekitar batalyon tempatku bertugas. Saat hendak keluar dari rumah dinas, dering telponku berbunyi "OM WIBOWO" tertulis dilayar handphoneku."Alvin bisa ketemu sekarang di taman deket yon? Ada yang mau om bicarakan sama kamu" Kata lelaki paruh baya di sebrang sana."Siap laksanakan om, 5 menit lagi saya sampai" Ucapku. Aku segera berlari ah maksudku jogging ke taman sekalian bertemu camer wkwk.Aku menemukan Om Wibowo sedang duduk di kursi taman sedang memainkan ponselnya, langsung ku hampiri Om Wibowo dengan rasa senang sekaligus deg – degan."Permisi om" Tanyaku sopan."Sini duduk Vin, santai aja” Katanya.“Iya om, sebelumya ada apa ya om?”“Soal kemarin, maafin Rara ya Vin. Om tau ini mungkin terlalu cepat untuk Rara” Kata Om Wibowo penuh dengan rasa bersalah."Ah tidak apa apa om, Alvin juga tidak terlalu m
Rara POV.Malam ini pukul 07:00 malam aku dan keluargaku berada di rumah Wijaya yang besar dengan halaman yang luas. Setelah kejadian satu minggu yang lalu baik aku maupun papa sama sama tidak berbicara. Om Tante Wijaya, Alvin, dan kita sekeluarga berkumpul di taman rumah Wijaya."Bagaimana ini? Kapan acara pertunangan anak kita dilaksanakan?" Papa yang membuka keheningan."Kapan saja, secepatnya juga boleh ya kan Vin, Ra?" Kata Om Wijaya yang seenaknya saja menjawab tanpa memikirkan ku."Terserah kalian, Alvin ngikut aja" Jawab Alvin enteng.Hey Alvin kita belum saling kenal lebih dalam gerutku dalam hati. Aku hanya senyum menanggapi pertanyaan tadi. Entah kenapa hatiku terasa berat."Ya sudah kalau gitu biarkan Alvin dan Rara saling mengenal" Tambah Mama.Yang langsung membuatku jengkel setengah mati. Hpku tiba tiba bordering berkali – kali dan aku segera mengangkatnya."Baik suster saya akan segera kesan
Rara POV.Entah sejak kapan aku ada di taman ini, bukannya tadi aku di makam Arga dan Alvin mana? Aku duduk di bangku taman, tempat dimana aku dan Arga biasa nongkrong waktu sekolah dulu. Aku rindu Arga."Assalamualaikum sayang" Ucap lelaki dibelakangku. Loh bentar itukan suara Arga suara yang selalu aku rindukan, suara langkah kakinya seperti mendekat ke arahku harum mint khas dengan Arga."Arga?" Ku beranikan diri menoleh kebelakang dia memakai baju loreng lengkap dengan tas yang biasanya ia bawa saat bertugas."Iya ini aku Arga" Senyumannya membuatku rindu. Kupeluk Arga erat-erat."Hey cantik jangan nangis dong, ingat janjimu saat itu kan?" Diusapnya kepalaku."Arga aku kangen kamu, tolong kamu jangan pergi lagi Ar aku gabisa tanpamu Arga. Papaku jahat Ar, dia mau jodohin aku. Aku gamau, aku mau sama kamu Ar.""Kamu bisa tanpaku. Liat Alvin dia menunggumu. Kita udah gabisa bareng bareng lagi Ra. Aku seneng banget pernah ja
Rara POV.Hari ini ada kegiatan kunjungan ke kesatuan yang entah aku gatau kesatuan mana yang pasti akan banyak sekali para tentara disitu. Untungnya aku ga ikut jadi aku bisa santai di sini menunggu pasien datang."Selamat pagi Dokter Rara, dokter diharuskan ikut kami ke kesatuan karena Dokter Rita sedang berhalangan untuk hadir" Ucap salah satu suster yang tiba tiba masuk ke ruanganku."Baiklah tunggu." Ucapku ramah.Kenapa harus aku? Hah males sekali rasanya akun ingin menolak tapi ini sudah tugas. Aku dan kawan - kawan naik mobil ambulance, saat diperjalanan sepertinya aku tau ini arah ke kesatuan tempat dimana Papa dan Alvin bertugas.Yap lagi - lagi aku harus bertemu Alvin. Saat sampai di kesatuan para suster dan suster yang sedang magang pun berbisik - bisik melihat tentara yang mondar - mandir kesana - kemari. Alay batinku . Kami disambut oleh Papaku dengan beberapa bawahannya. Mataku berusaha mencari keberadaan Alvin. Kemana dia? Biarlah
Alvin POV.Malam pun tiba, aku mama dan papa sudah berada dirumah Om Wibowo rumah yang sangat luas dan dipenuhi dengan tanaman yang berwarna hijau. Di ruang tamu kita semua berkumpul."Bagaimana Alvin Rara pertunangan kalian akan diadakan lusa apa kalian siap?" Tanya Om Wibowo aku tak langsung menjawab aku melirik ke arah Rara terlebih dahulu. Rara tersenyum padaku sambil mengangkat kedua alisnya, apa maksdunya?"Rara pribadi udah siap Pa, gatau kalo Alvin." Jawab Rara langsung melirik ke arahku. Aku kaget dengan jawaban Rara, Rara benar – benar mencoba buka hati untukku. Aku janji ga akan mengecewakan kamu Ra."Siap Om, saya siap." Ucapku semangat"Nah kalo seperti ini kan enak, yasudah besok kalian beli gaun pertunangannya Rara, beli cincin pertunangan juga, terus ah iya jasnya Alvin harus senada dengan Rara ya." Ucap Mama Rara."Tapi Ma, Alvin bukannya besok harus kerja ya? Kalau aku sih besok libur Ma." Jawab Rara.
Rara POV.Hari ini adalah hari pertunanganku dengan Alvin, entah kenapa aku ingin sekali menangis. Menangis karena mengingat Arga dan ada sedikit rasa bahagia mungkin. Alvin terlihat sangat gagah dengan jas hitam yang kemarin ia pilih sangat serasi dengan gaunku ini."Ehem kok bengong sih sana ke Alvin, masa Alvin sendiri yang nemenin tamunya." Ucap Dika yang tiba – tiba dating dan merangkulku."Eh hey Dik, iya bentar lagi. Gatau kenapa rasanya aku pengen banget nangis Dik. Apa pilihanku ini benar - benar tepat Dik?" Tanyaku."Ra pilihanmu ini sangat tepat, cepat atau lambat kamu akan menjadi Ny.Alvin Ra. Aku kenal Alvin ya meskipun tidak begitu akrab, tapi aku tau Alvin orangnya bagaimana. Alvin sekeluarga terkenal dengan orang yang baik dan tegas" Ucap Dika yang memegang kedua tanganku."Dik . . ." Panggilku sambil menangis."Heh ngapain nangis? Arga pasti seneng liat kamu bahagia. Kamu harus berusaha mencintai Alvin
Rara POV.Hari sudah menunjukkan pukul 03:00 sore, aku menunggu Alvin menjemputku, aku menunggunya di lobby RS agar bisa melihat langsung jika Alvin sudah datang. Tak lama kemudian mobil Alvin datang dan aku segera masuk sebelum Alvin turun dan menjadi bahan tontonan orang - orang disini.“Buru – buru banget Ra.”“Biar kamu ga diliatin sama orang – orang, apalagi Dokter Rita genit banget dia huh!”“HAHAHHA bisa aja nih orang, btw tadi nunggu lama ga? Soalnya agak macet dikit.”“Oh ngga kok Vin.”“Mau kemana dulu Ra?""Em Vin boleh ga kita ke makam Arga?" Tanyaku."Boleh dong, yaudah yuk!" Untungnya Alvin tak marah jika aku ajak ke makam Arga lagi.Sebelumnya aku sudah membeli bunga untuk Arga. Kebetulan sekarang tanggal 5, tanggal yang dimana biasanya aku rutin ke makan Arga. 30 menit kemudian, kita sampai di makan Arga."Ar tugas lu sudah
Rara POV.Genap dua bulan sudah dan masih tidak ada kabar dari Alvin. Memang benar Alvin ikut bertugas bersama Dika dan Papa. Papa? Dia masih bisa menghubungi mama tapi Alvin? Kenapa dia seakan tidak peduli kepadaku? Apakah dia gamikir kalo aku khawatir sama dia? Mungkin kabar baiknya hanya untuk Vita, bukan untukku. Sudahlah aku hanya pasrah dengan keadaan.Takdir yang akan menjawab semua.Hari ini aku libur dan aku hanya menghabiskan waktuku untuk tidur dan nonton drakor miris. Mau cerita ke Dika pun, Dika sibuk dengan tugasnya itu dan aku gamau masalahku menambah beban buat Dika."Ra ikut mama yuk jemput papa sekalian jemput tunangan kamu." Ajak mama yang tiba tiba membuka pintu kamarku."Mager ah ma, lagian Alvin juga pasti dijemput sama keluarga dan . . ." Ga ga mungkin aku bilang ke mama tentang Vita biarlah mama tau sendiri."Dan apa Ra? Kok ga diterusin ayo ah buruan mama tunggu dibawah.""Iya ma iya." Aku terpaksa mengiyakan
Author POVVina dan Vano sudah tidak bisa menahan tangisnya, mereka semua berada di dalam mobil untuk segera ke rumah sakit. Tak lupa Vano juga sudah memberi kabar Dika dan juga Reno, pikiran Alvin sangat kalut dan dia juga tak bisa menahan tangisnya, istri yang sangat ia sayangi pergi meninggalkan Alvin sendiri.“Om biar aku aja ya yang nyetir?” tawar Akbar kepada Alvin.“Gapapa nak, biar om aja.”“Hati – hati pa.”“Iya kak.”Dika dan juga Reno yang mendengar kabar tersebut langsung bergegas menuju rumah sakit. Dalam perjalanan pun, mereka semua sama – sama tak bisa kuasa menahan tangis.“Ngga Ra, kamu ga boleh pergi dulu. Kamu ga boleh nyusulin Arga, ngga Ra.” Gumam Dika yang dapat di dengar 3 orang yang ada di dalam mobil itu.“Mas, tenang dulu. Aku yakin Rara pasti sadar.” Kata Putri menangkan suaminya.“Oh ya, kita ke tempat ke
Author POVPagi ini, Alvin, Vina, Vano, Akbar, dan juga Cinta sudah berada di rumah sakit dan menunggu Rara untuk diperiksa keadaannya oleh dokter. Sesuai permintaan Rara, mereka semua akan pergi ke pantai pagi ini. Setelah selesai Rara di periksa, Rara diizinkan dokter untuk pergi ke pantai dengan syarat tidak boleh banyak beraktivitas dan tidak boleh terlalu lama di pantai.Mereka semua berada di mobil, dengan Alvin yang menyetir dan Rara yang berada di samping Alvin. Awalnya Alvin tak mengizinkan Rara untuk duduk di depan, namun Rara tetaplah Rara si egois yang tak bisa diganggu gugat. Sesampainya di pantai, sama seperti biasanya Rara menaiki kursi roda yang di dorong oleh Alvin. Mereka duduk di bawah pohon kelapa agar tidak terlalu kena sinar matahari, walaupun pagi ini matahati tidak terlalu menyengat.Sambil duduk – duduk, mereka meminum kelapa muda dan berbincang – bincang, bahkan Vano yang tertawa terbahak – bahak atas lelucon yang Akba
Author POVHari ini sudah tiba waktunya Vina wisuda, sama seperti Vano kemarin, Rara kekeh untuk ikut menghadiri acara perpisahan Vina pagi ini. Rara masih tetap berada di kursi roda dengan Vano yang mendorong kursi roda milik Rara dan Alvin yang berada di sampingnya.Sama seperti Vano, Vina meraih juara 1 nilai tertinggi Ujian Nasional se – kota Bandung. Perasaan bangga dan sedih yang dirasakan oleh Alvin dan Rara. Alvin dan Rara sangat bangga terhadap kedua anaknya, mereka berhasil membuktikan kepada Alvin dan Rara bahwa mereka bisa dan mampu untuk meraih cita – citanya. Baik Alvin maupun Rara, mereka sangat yakin bahwa kedua anaknya mampu dan bisa meraih cita – citanya. Mereka juga yakin bahwa kedua ankanya juga akan mencapai kesuksesan bersama – sama.Vina menaiki podium, untuk membari ucapan terimakasih atas prestasi yang ia raih. Senyum mengembang di bibir Vina. Vina bahagia karena didepannya ada orang – orang yang ia cintai,
Author POVHari ini sudah tiba waktunya Vano wisuda, kondisi Rara sama sekali tidak ada perubahan, bahkan sering kali kondisi Rara menurun dan drop. Vano sudah meminta Rara untuk diam di rumah sakit, namun Rara tetap kekeh ingin menghadiri acara perpisahan anaknya itu. Mau tak mau, Alvin, Vina, dan Vano hanya bisa pasrah dan berujung Rara ikut bersama mereka.Rara menaiki kursi roda yang di dorong oleh Vina dan Alvin yang ada di samping mereka, walau dalam keadaan sakit Rara masih bisa tersenyum lebar saat melihat Vano naik ke atas panggung sebagai juara 3 nilai tertinggi Ujian Nasional di Kota Bandung. Rara terlihat sangat bangga kepada anaknya itu. Vano berhasil membuktikan bahwa ia anak yang bisa membanggakan kedua orang tuanya.“Assalamualaikum Wr. Wb pertama – tama saya ucapkan banyak terima kasih kepada Allah SWT, kepada guru – guru saya, dan terutama kepada kedua orang tua saya dan juga kepada kembaran saya. Saya berdiri di sini berkat k
Author POVKini giliran Dika dan juga Putri yang masuk ke ruangan Rara. Lagi – lagi Dika menangis melihat keadaan Rara yang sangat pucat dan lemas di atas kasur rumah sakit. Rara hanya bisa tersenyum melihat Dika dan Putri saat masuk menghampiri Rara.“Dik, masa cowo nangis.” Kata Rara sambil tertawa.“Kamu jangan tertawa ya Ra, bisa – bisanya kamu kaya gini masih bisa ketawa.” Protes Dika.“Ra, gimana keadaanmu? Udah membaik?” tanya Putri khawatir melihat keadaan Rara.“Alhamdulillah, maaf ya bikin kalian semua khawatir.”“Ga usah minta maaf, maafin kita udah gagal jadi sahabat yang baik buat kamu Ra.” Ucap Putri sambil menggenggam tangan Rara.“Ra, pasti di atas sana Arga marah sama aku. Arga nitipin kamu ke aku, dan saat kamu punya penyakit yang kaya gini aku baru tahu. Maafin aku Ra, maafin aku udah gagal jadi sahabat yang baik buat kamu, maafin aku ga p
Author POVSemua orang berada di rumah sakit, semuanya masih setia menunggu Rara siuman. Alvin berusaha menenangkan kedua anaknya, walaupun sebenarnya ia juga sangat merasa sedih dan shock atas kejadian hari ini yang menimpa Rara. Reno yang melihat itu, sangat merasa bersalah. Reno selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian ini.“Bukan salah lu Ren.” Ucap Dika tiba – tiba sambil memegang pundak Reno.“Coba aja waktu itu gua langsung kasih tau kalian Dik, semua ga bakaan seperti ini. Rara pasti sembuh, ini semua gara – gara gua.”“Ngga Dik, ini permintaan Rara sendiri kan? Ini bukan salah lu, ini jalan yang dipilih Rara.”“Bener mas, ini bukan salahmu. Ini sudah jalan yang dipilih Rara. Dan kamu disini, cuma menghargai jalan yang dipilih oleh Rara.” Ucap istrinya, Nesa.“Gua mau ke Alvin.” Kata Reno.“Yaudah sana.” Ucap Dika, mempersilahkan Reno m
Author POVVina dan Vano sudah menjalankan semua ujian – ujian yang sudah di jadwalkan oleh sekolahnya masing – masing. Sekarang mereka hanya menunggu nilai ujiannya keluar dan kelulusan sudah di depan mata. Namun mereka masih tidak bisa sesantai seperti hari – hari biasanya, Vina masih mendalami tentang kedokteran dan Vano yang masih melatih fisik dan mencoba mengerjakan soal – soal test untuk seleksi masuk tentara.Sedangkan Rara, kondisi tubuh Rara benar – benar semakin menurun. Rara merasa bahwa umurnya memang sudah tidak akan lama lagi.“Ya Allah, kuatkan hamba. Beri hamba kesempatan sedikit lagi, hamba ingin melihat kedua anak hamba wisuda nanti.”Entah mengapa hari ini Rara sangat merasa kesakitan. Rara tidak bisa menahan semua rasa sakitnya, Rara sudah meminum obat seperti biasanya, namun hasilnya nihil, Rara masih sangat merasa kesakitan. Rara mencoba menghubungi Dr. Riski berkali – kali namun tak a
Author POV.Malam ini, Rara, Alvin, Vina dan Vano sedang makan malam bersama di ruang makan. Mereka makan dengan nikmat, karena masakan Rara selalu menjadi makanan favorite bagi mereka bertiga.“Gimana anak – anak mama, sukses ga tadi ujiannya?”“Alhamdulillah ma, soalnya 11 12 sama detik – detik. Seneng banget deh kalau soal ujiannya mudah gitu.” jawab Vano.“Sama ma, Alhamdulillah. Vano juga bisa ngerjainnya. Gampang, kecil itu mah.”“Alhamdulillah, emang anak – anak papa nih pinter semua.”“Alhamdulillah kalau gitu, tapi kalian jangan seneng dulu. Masih ada besok dan beberapa hari lagi loh.”“Siap mama!”“Iya mama, tapi ini awal yang baik.”“Bener, yaudah ayo lanjut makan. Keburu dingin masaknnya.”“Okey, selamat makan semua!” kata Vano.“Selamat makan!” kata Rar
Author POV Hari ini, hari pertama Vina dan Vano Ujian Nasional. Raut wajah Vina sangat berbeda dengan raut wajah Vano. Raut wajah Vina sangat gelisah, berbeda saat Ujian Nasional waktu SMP kemarin, pasalnya Ujian Nasional saat ini menentukan masuk atau tidaknya ia di universitas yang ia idam – idamkan. Sedangkan Vano, dia sangat santai dalam menghadapi Ujian Nasional ini, bahkan pada pagi ini ia masih bermain game online kesukaannya. “Kak kok gelisah gitu? Sedangkan Vano malah asik main game tuh di ruang tamu.” Tanya Alvin tiba – tiba. “Itu mah Vano aja yang ga niat ujian.” “Dih kata siapa? Tadi habis sholat subuh aku belajar lagi loh. So tau tuh Vina pa.” “Dihhh??” “Udah – udah masih pagi kok udah berantem aja.” kata Rara melerai. “Yaudah ayo, berangkat cepet udah siang ini.” “Tuh pa, kakak ngajak berantem mulu, jadi siang kan.” “Dih ngapa jadi gua? Lu aja dari tadi main game.” “Kak kok gitu bahas