Hujan di luar puri turun semakin deras, hingga semua tamu pesta dan para petugas terpaksa menyingkir ke area-area tertutup atau bagian dalam puri. Hanya Ocean, Sky dan Earth beserta ketiga gadis yang mereka harus temukan masih mengembara tanpa arah di dalam labirin. Tanpa pengawasan petugas dan tanpa jaminan keamanan lagi.
Mereka semua basah kuyup, namun tak seorangpun berhasil keluar maupun menemukan satu sama lain. Tirai air deras tercurah dari langit tanpa henti menghalangi sekaligus menghambat permainan cari-mencari yang masih berlangsung.
Emily mulai merasa kedinginan dan putus asa. Sekujur tubuhnya basah kuyup dan menggigil, napasnya semakin sesak. Bibirnya terasa kebas dan membiru. Ia berharap bisa segera melihat siapa saja di kejauhan. Namun labirin ini terlalu besar dan luas. Lorong-lorong yang sempit seakan tak pernah berakhir, bagai pemandangan layar game online tiga dimensi di mana semua sisi terlihat hitam dan hijau tanpa kejelasan.
"Sebaiknya aku d
Hujan masih terus turun dengan deras, walau suara petir sudah tak terdengar lagi. "Apa yang harus kulakukan? Di mana gerangan pemilik sepatu ini? Emily, Emily, di mana kau? Jika ini milikmu, keluarlah! Aku takkan pernah memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu yang buruk padamu!" Selama beberapa saat, Earth membawa sepasang sepatu wanita itu bersamanya, berkeliling mencari tanpa hasil. "Awas saja, jika benar ada yang berani menyakiti Emily, siapapun diri kalian, bahkan jika gadis kembar-kembar Forrester sekalipun! Emily kubawa kemari bukan untuk menjadi korban risak kalian, wahai Kate dan Katy, gadis pembunuh Lilian... Jangan kalian pikir aku sudah lupa dan memaafkan, suatu saat kalian akan membayar tunai semua perbuatan, sengaja maupun tidak kalian sengaja!" ********** Emily dan seorang pria muda dari masa lalu yang baru saja berhasil menemukannya ternyata telah pergi cukup jauh dari sana. 'Bersama-sama' menuju pintu di sudut taman, semu
"Astaga, demi Tuhan! Siapakah dirimu sebenarnya?" Sky begitu terkejut karena wanita muda di dalam dekapannya ternyata bukan Emily. Juga bukan Kate atau Katy Forrester! 'Jadi, siapa gerangan?' Sky berpikir keras, 'Tak mungkin ada peserta lain atau tamu biasa diizinkan petugas untuk masuk ke dalam area ini tanpa pintaku!' rutuknya kesal, 'Siapapun yang berani mengacaukan permainanku akan menerima akibatnya!' "Aku adalah saudari tirimu yang sudah ada sebelum kalian bertiga dilahirkan!" "A-a-apa?" Sky terhenyak, berusaha menatap wajah si wanita lebih dekat lagi. Dalam derasnya hujan dan remang lampu taman terdekat, ia hanya bisa melihat sepasang mata biru terang dan rambut pirang yang begitu mirip dengan matanya sendiri, berpadu dengan seseorang dari masa lalunya... "Astaga... Tidak, ini sangat tidak mungkin... Apakah kau putri... Hannah..." Kalimat itulah yang terakhir diucapkan Sky sebelum perlahan jatuh terkulai ke atas rumput basah. Lara Samsa
Fajar mulai merekah mengusir gulita, mega mendung tebal perlahan menyingkir dari cakrawala. Hujan lebat perlahan reda menjadi gerimis seiring munculnya sinar lembayung kemerahan. Rintik-rintik halus mengguyur tubuh Sky yang terkulai di rumput. Namun si kembar tengah belum menunjukkan tanda-tanda akan segera sadar. Sementara Ocean dan Earth masih terus berkeliling, heran karena tak berhasil menemukan Emily maupun kembar Forrester walau sudah berjalan kelilling selama berjam-jam. "Hah, persetan dengan semua permainan ini! Aku keluar!" jerit Earth. Ia tak tahu, Ocean ternyata berada sangat dekat dengannya, hanya terpisah dinding tumbuhan hijau dan mendengar suara adik bungsunya dengan sangat jelas! "Earth, kaukah itu? Ini aku, Kai, uh, Ocean!" Ia mencoba menyahut dan berharap si adik kembar bungsu mau merespon. "Oh ya? Mau apa kau, Kak? Kau telah berhasil menemukan Emily atau dua gadis menyebalkan itu?" Setelah lama, baru Earth menyahut.
Tak ada seorangpun yang tahu bila kedua gadis kembar Forrester sudah pergi entah kemana bersama-sama. Mereka berusaha keras untuk menuju Lorong Bawah Tanah, satu-satunya tempat tinggal mereka setelah dipindahkan Sky dari kamar tamu puri yang mewah, hangat dan nyaman. Diam-diam, mereka menyelinap dari taman labirin puri yang tak dijaga ketat saat hujan masih turun dan fajar masih cukup gelap. Hanya selang beberapa waktu sebelum hujan berhenti dan semua orang kembali ke area pesta. Mengendap-endap tanpa suara sudah sering mereka lakukan, jadi mudah saja mereka pergi. Para pengawas entah di mana, mungkin sedang mengadakan pergantian shift jaga. Seisi puri yang masih berada di ballroom mulai kembali ke pelataran yang sudah mengering dan dibanjiri limpahan kehangatan sinar mentari pagi. Mereka yang lelah atau sudah selesai bertugas di shift malam pulang ke paviliun pekerja, sejenak melepas letih dan bebersih, lalu bergantian menikmati pesta yang masih akan diadaka
"Di manakah aku?" Emily membuka mata, masih merasa asing dengan semua yang pertama kali ia lihat. Beberapa kedipan ia lakukan untuk memastikan semua bukan hanya mimpi. Tubuhnya masih terasa lunglai. "Astaga, Xander? Jadi, ini semua bukan hanya mimpi?" 'Mantan' kekasihnya itu membawanya entah kemana. Yang jelas, tempat ini bukan puri Vagano, dan ia tadi berpakaian gaun pesta pink yang basah, paling tidak, itulah yang ia ingat. Namun, entah berapa lama setelah kejadian di taman labirin, ia kini hanya terbalut sehelai kain putih tipis saja. Terbaring di atas sebuah ranjang, Emily sadar jika tempat ini adalah salah satu paviliun pekerja kosong. "A-a-apa yang telah kau lakukan pada tubuhku, Xander?" tanyanya setengah menjerit sambil mendekap erat kain tipis itu erat-erat. Seakan-akan khawatir sesuatu yang buruk telah terjadi, dipastikannya dirinya baik-baik saja. Ia tak apa-apa, hanya merasa sedikit lapar, haus dan dingin. Pemuda di samping
Sementara itu, Ocean dan Earth bersama-sama memapah Sky yang belum sadarkan diri memasuki lounge. Beberapa tamu sepanjang jalan menatap heran kepada ketiga tuan muda mereka, namun tak dapat berkata-kata.Terdengar nyaring suara pembawa acara di luar memberi pengumuman, "Karena satu dan lain hal, permainan labirin Tuan-tuan Muda Vagano dan ketiga Nona-Nona Forrester dan Nona Stewart ditunda karena ada masalah, kami harap kondisi mereka baik-baik saja. Selamat menikmati sarapan dan pesta pagi ini, bersenang-senanglah!"Ketiganya memasuki lounge dan menemukan Carl yang masih dalam perawatan. Meskipun sudah sadarkan diri dan terlihat lebih baik, Carl tidak dapat menyapa mereka atau bertanya."Tuan Carl, astaga, syukurlah nyawa Anda selamat, namun mengapa jadi begini?" Ocean yang masih basah kuyup segera mendatangi sofa panjang di mana Carl masih terduduk dengan wajah tanpa ekspresi dan pandangan kosong, "Belum bisakah kau menceritakan semua yang terjadi tadi malam d
Sementara itu, jauh di kedalaman Lorong Bawah Tanah...Entah berapa lama kedua gadis kembar Forrester telah mengembara nyaris tanpa busana dalam suasana minim cahaya, kadang gelap gulita. Dua botol wine mereka bawa, sesekali menenggaknya, lalu kembali berjalan terhuyung-huyung sambil berpegangan.Mereka tertawa-tawa dan bercanda, suara mereka cukup keras menggema. Takkan terdengar oleh dunia atas, mereka belum peduli dan mungkin juga takkan pernah tahu."A ha ha ha ha ha! Lorong bau dan jorok ini sekarang jadi jauh lebih menyenangkan gara-gara anggur manis yang hangat dan lezat ini!" sorak Katy."Ehhh, tapi di mana barang itu? Pedang Terkutuk yang kau katakan?" Kate mengingatkan, "Bukankah kita kemari ingin segera mengambilnya untuk beraksi di atas?""Oh, ya, betul! Kurasa masih ada di sebuah lubang besar di bawah lantai yang hancur. Kutancapkan saja di dalam tanah di bawahnya, siapa tahu ada penyelundup ingin masuk ke puri ini dan ingin membunuh k
Hari sudah beranjak siang ketika Emily dan Xander sadar bahwa mereka tak bisa selamanya berada di tempat itu. "Uh, aku benar-benar harus pergi dari sini, Xander! Kau bisa mati! Pulau ini milik keluarga Ocean, Sky dan Earth! Sebaiknya kau pergi dari ini dan tinggalkan aku!" Emily sekali lagi memohon, walau ia sudah beberapa kali melakukan keintiman bersama pemuda itu tanpa perlawanan, "Lebih daripada itu, pulau ini menyimpan rahasia kelam masa lalu yang tak ingin dan tak sanggup kuberitahukan kepada siapapun, termasuk dirimu!" Emily tak dapat menyangkal bahwa ia diam-diam menikmati semua perlakuan mesra Xander. Bagaimanapun dahsyatnya usaha pemuda itu, hati Emily tak bisa seperti dulu lagi. Entah kepada Ocean atau Earth, gadis itu hingga kini belum dapat mengerucutkan pilihan. "Aku tak peduli, Em. Aku tak ingin kau pergi lagi dariku! Kau harus tetap berada di sini!" Xander bangkit dari sisi Emily, mengenakan semua pakaiannya, namun tak mengizinkan Emily
Bulan dini hari perlahan muncul dari balik awan-awan mendung di angkasa, memberi penerangan dalam udara pantai Pulau Vagano yang masih sangat dingin menusuk tulang."Ternyata kau juga hadir di tempat ini, Alexander!""Lara? Huh, sudah kuduga kau akan berhasil tiba di sini. Pastinya kau senang sudah bertemu kembali dengan saudara-saudara tiri yang selama ini kau cari dan rindukan!" Xander tersenyum kecut, "I see. Satu orang Vagano diam-diam sudah jadi tawanan kecilmu! Sungguh hebat!""Huh, kejutan hebat! Mengapa kau bisa ada di sini? Aku benci padamu, Guru Muda Pengecut! sejak di Evertown aku seharusnya sudah menghabisimu, andai aku tahu sedari awal Emily berhasil kau miliki!" geram Sky yang masih ada di bawah todongan dua senjata di tangan Lara."Oh, jadi itu kau, Eagle Eyes Sang Penyanyi? Menarik sekali kau juga ingin gadis yang sama dengan kakak dan adikmu. Kalian bertiga sama-sama jatuh cinta pada kekasihku selama bertahun-tahun lamanya tanpa ada yang mau mengalah! Akan tetapi, tak
"Ada apa sebenarnya di tempat ini?" Xander menemukan dirinya berada di sebuah lokasi yang masih asing baginya.Langit dini hari terselubung awan tebal kelabu hitam diselingi petir sambar-menyambar yang enggan berhenti. Di kejauhan, debur ombak menggempur pantai terjal tiada henti. Gelombang-gelombang air tinggi seolah menggapai-gapai naik turun hendak menenggelamkan Pulau Vagano, menyeret turun semua yang ada di atas permukaan tanah. Samar-samar, Xander hanya bisa melihat hamparan batu-batu nisan dan salib penanda makam, lama dan baru di sekitarnya. Beberapa tampak baru dan rapi, beberapa sudah dalam keadaan rusak menyedihkan."Apa yang dapat kulakukan di sini?" Tiba-tiba petir menyambar, hanya beberapa meter saja dari lokasi Xander berada. Pedang Terkutuk dalam genggaman tangannya bersinar dan teracung ke tempat yang 'ditunjukkan' petir itu."Tunggu mereka di sana!" Terdengar suara misterius yang menuntun Xander hingga tiba di titik ini. "Mereka akan segera datang!"********** Sem
"Aku, aku, sesungguhnya aku bukan..." kembali ke masa kini, Sky yang diarahkan Lara dalam rencananya itu begitu ingin membantah jika ia bukanlah Ocean. Ia merasa kesal, mengapa si gadis gila Katy Forrester tiba-tiba datang dan mengancamnya seperti itu. Merasa terjepit dan diprovokasi oleh dua wanita yang ia tidak sukai, Sky begitu ingin berteriak, kesal pada nasibnya. "Kau mau bilang jika kau bukan Ocean? Huh, jangan membantah! Kau kemari ingin memindahkan jenazah kakakku Kate dan berusaha menghilangkan barang bukti pembunuhan? Takkan kubiarkan! Kemarikan kakakku, lalu serahkan nyawamu kepadaku, Ocean Vagano!" Terpancing dan terbakar amarah, Sky tadinya ingin melawan, ingin dihempaskannya saja jenazah Kate ke tanah. Namun dua todongan moncong senjata di punggungnya serta bisikan Lara menghalangi niat pemuda itu, "Jangan berani kau lakukan apa-apa, Saudara tiriku! Awas jika kau berani kacaukan semua yang kita sepakati hingga bertemu keluargamu lagi! Hei, Katy!" Lara beralih mengajak K
Keputusan sudah diambil, mereka harus pergi. Ocean, satu-satunya yang belum sadarkan diri dari 'Kelompok Lounge', menjadi masalah terakhir mereka sebelum bisa keluar dari dalam puri. Aina bersikeras tak ingin meninggalkan pemuda itu bersama penjaga, padahal membawanya dalam keadaan seperti ini tentu sangat menyulitkan. Earth menawarkan diri sebagai pembawa tubuh kakak sulungnya hingga Ocean terjaga. Emily dan Carl akhirnya setuju jika Ocean digendong oleh Earth. Karena tugasnya, pemuda itu tak bisa memimpin dan memegang sepucuk senjata.Mereka bersiap-siap sekadarnya sebelum pergi dari puri. Seorang penjaga senior membagikan masing-masing sepucuk senjata api dari lemari rahasia kepada semua anggota Kelompok Lounge. Semula Carl menolak karena tak ingin ada lagi kekerasan. Namun Aina memberinya saran, "Tuan, aku tahu kita bukan orang jahat, namun kita masih butuh perlindungan dan senjata pembela diri. Meskipun aku yakin Ocean dilindungi sebentuk kekuatan, kita semua tentu tak ingin cela
Sementara itu, ke mana gerangan Alexander pergi? Pemuda itu masih membawa Dangerous Attraction dalam genggamannya. Ia tak begitu mengenal lorong-lorong Puri Vagano ini, namun suatu kekuatan tak kasat mata seolah menuntunnya. Pedang terkutuk bagaikan lentera panjang bercahaya menerangi jalan.Beberapa kali ia bertemu dengan sosok-sosok korban penusukan Katy di lantai, setengah mati maupun sudah tak bernyawa. Mereka yang masih hidup menggapai-gapai dengan segenap sisa tenaga. Beberapa orang muncul dari balik lemari atau tembok kemudian mendekat, walau bergidik ngeri setelah melihat senjata yang pria itu genggam."Tu-tu-tuan! Siapapun Anda, tolonglah kami! Kami tak ingin berada di sini!""Wanita itu membunuh! Tolong, lindungi kami!"Namun Xander mengabaikan semua permohonan mereka itu. Dilangkahinya saja mayat-mayat maupun jejak darah di karpet. Sesekali ia berhenti dan menatap dingin tanpa arti. Barangkali merenung, merasa kasihan, atau berpikir keras berusaha mencari jawaban. Akan teta
"Nama saya Sofia." tanpa diminta, gadis remaja misterius yang dipertanyakan Emily segera memperkenalkan diri, "Nona Emily, maafkan keberadaanku di sini, saya berada di sini untuk meminta perlindungan. Saya..." gadis itu menggigit bibir, berusaha menahan tangis."Astaga... kau bisa tahu aku, apakah kau juga tinggal di pulau ini? Orang tuamu bekerja di sini?" Emily segera mendekati gadis itu."Ya. Tadinya... Sebelum Nona Katy Forrester mengamuk di pesta dan membunuh mereka semua! Aku sudah yatim piatu saat ini!" Sofia tak bisa lagi berdiam diri. Didekapnya Emily. Air matanya tumpah. "Anda semua ke mana? Mengapa kami kalian tinggalkan? Di mana lagi ada lokasi aman di pulau mengerikan ini? Apakah kita akan bertahan hingga pagi nanti?""Sudah, sudah, tenangkan dirimu, Sofia." Emily berusaha menghiburnya dan balas mendekapnya, "Katy Forrester ada di luar sana, kau aman di sini bersama kami. Aku turut berduka. Aku tahu apa yang sudah kau alami. Kita di sini bersama-sama bertahan sambil berus
"Ya, pembunuh. Tetapi bukan wanita yang kita cari." sahut Earth."Bukan Erato Miles?" heran Aina."Bukan. Katy Forrester. Si gadis kembar bungsu!""Astaga, jadi, wanita yang tadi itu..." Aina teringat sesuatu yang enggan ia buka."Tadi apa?" Emily mulai curiga."Oh, nanti saja. Aku akan kisahkan semuanya di lounge."Tak lama setelah mereka dipertemukan kembali, Emily, Earth bersama Ocean yang masih belum sadarkan diri bersama Aina memutuskan untuk bersama-sama sebagai satu tim. Earth membantu menggendong tubuh sang kakak sulung yang walau sangat ia tidak sukai namun paling tidak 'sekarang sudah tak lagi jadi saingan'. Kehadiran Aina yang belum ia kenal benar setidaknya ia anggap sebagai 'sekutu' pembawa keberuntungan.Emily sempat cemas, ia tak tahu harus memihak siapa saat ini. Ocean memang semakin jauh saja darinya, peluang Earth mendapatkan hatinya semakin besar. Namun hal itu tak serta-merta menjadikan gadis itu lupa pada kebaikan dan perhatian Ocean."Cepat, kita harus selamatkan
Emily dan Earth terus berputar di lorong-lorong lantai dasar, berusaha keras mencari jalan terbaik menuju lounge. Mereka berusaha tetap menjauh dari suara-suara yang masih menggema di seluruh penjuru Puri Vagano. Suara-suara asing yang walau tersamar deru hujan badai petir, tetap mendirikan bulu roma. Jeritan manusia terkejut, minta tolong, serta tentu saja kalimat terakhir mereka, disusul tawa wanita muda yang sedari tadi terdengar paling akhir. Sang pembunuh berantai yang sedang beraksi! "Katy Forrester benar-benar mengerikan!" Emily menggeleng seolah berusaha menepiskan bayangan Katy yang sedang menghabisi penghuni puri satu persatu, "Gadis malang yang tak pernah beruntung semenjak ada di sini! Bayangkan jika Dangerous Attraction kembali ada dalam genggamannya!" "Ia dan kakaknya adalah kebalikan diriku. Aku yang dulu menderita sejak lahir, sedangkan mereka lahir dengan 'sendok perak di mulut' malah harus berakhir di pulau penuh kutukan ini!" Earth turut merenung, "Ayo, kita berusa
Sofia menggeleng, "Aku tak tahu, Tuan, tak ada petunjuk lain. Ia tak bilang apa-apa setelah mencegah Nona Katy membunuhku. Hanya saja katanya, ayahnya pernah jadi penguasa pulau ini..." "Penguasa pulau ini? Astaga... Itu pasti dia!" Carl semakin gusar. Fakta bahwa Katy baru saja membunuh entah berapa membuatnya sadar jika kutukan sahabatnya kembali memakan korban. "Kita harus temukan kedua kembar itu dan juga para Pemuda Vagano. Kurasa wanita yang tadi Sofia sebutkan adalah Erato Miles, wanita misterius yang kita cari-cari sebagai pelaku!" "Miles!" Sofia terkejut, "Bukankah Bu Hannah kepala pelayan yang sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu itu juga bernama keluarga Miles? Keluargaku mengenal beliau. Aku ingat, hanya saja kami tak berani dekat-dekat, beliau kelihatan galak dan sangat tertutup." "Barangkali memang itulah dia, putri sahabatku Zeus dan Hannah! Yatim piatu yang sedang mencari saudara-saudara tirinya demi 'reuni' pertama dan terakhir mereka!" "Astaga, jadi tadi ak