Carl Wellington masih berusaha keras untuk menemukan jalan menuju ke Lorong Bawah Tanah hingga menjelang senja ia masih mengembara di seputar lantai dasar puri. Ia tak peduli jika semua orang sedan bersiap-siap sebab pesta sebenrat lagi akan dimulai!
Tak puas dengan hanya berkeliling di bagian dalam, pria setengah baya itu keluar dari pintu belakang. Persiapan di area belakang puri yang akan dijadikan pusat utama pesta kebun termegah setelah dua dasawarsa telah memasuki tahap akhir. Senja merah megah di angkasa dan langit cerah seakan memberi dukungan.
Kemilau lampu-lampu kecil kuning temaram sebagai penghias, indahnya dekorasi tanaman hijau dan aroma bunga-bunga merah segar beraneka jenis memenuhi udara. Sky ingin agar pesta ini menjadi ajang meriah bagi ratusan pegawai serta semua penghuni puri.
Carl tak peduli, ia hanya berbekal sebuah senter kecil saja. Menjauh dari area terang yang dipenuhi petugas yang hilir mudik, ia lanjut berkeliling di jalan setapak se
Carl Wellington yang secara tak sengaja bertemu orang tak dikenal di hutan tepat pada pergantian senja menuju malam itu masih terus menyorotkan lampu senternya ke arah yang orang itu tunjuk.'Lubang jebakan atau apapun ini lumayan dalam. Aku juga tak bisa menolong orang ini keluar tanpa alat bantuan. Namun pintu atau jendela yang ia temukan itu bisa jadi adalah... jalan masuk ke tempat misterius yang kucari-cari!' Pikir Carl dalam bimbang."Bagaimana, Tuan? Apakah kau mau membantuku keluar dari sini? Pintu atau jendela ini kurasa bisa dibuka, namun aku tak memiliki penerangan, jadi percuma saja aku masuk ke sana! Apa yang sebaiknya kulakukan? Maukah Anda mencarikan pertolongan untukku? Seutas tali atau tangga panjat?" Seru lelaki yang terperosok itu sekali lagi."Tunggu! Aku dapat ide yang lebih baik!" Carl tiba-tiba merasa idenya kali ini sangat gila! Ia sadar bahwa pesta akan segera dimulai dan ketidakhadirannya akan menimbulkan kecurigaan para kembar Vagano.
Hanya berbekal sebuah senter kecil yang ia bawa sebagai satu-satunya alat navigasi, Carl bersama lelaki tak dikenal sebayanya terus berusaha menjelajahi Lorong Bawah Tanah yang baru saja mereka temukan dan masuki melalui rute hutan. Jika biasanya tempat ini menjadi akhir jalan pelarian bagi siapapun yang memasukinya dari arah bawah puri, kini mereka malah berlawanan, berusaha untuk mencari jalan kembali ke peradaban manusia terdekat. Seperti dalam film horor, tempat ini adalah dunia yang sama sekali berbeda dengan kemewahan di atas sana. Lorong bau, gelap, kotor, berliku-liku seperti tak ada akhirnya. Kadang mereka hanya berputar-putar di jalan yang membawa mereka kembali ke tempat yang sudah dilalui! Namun Carl tak ingin menyerah, bahkan tak ingin keluar begitu saja dengan selamat sebelum menemukan pedang terkutuk yang diyakininya berada di sekitar sini! Tempat ini masih penuh sampah, kotoran hewan dan juga lumpur, namun semakin ke dalam, kelihatannya
"Lukisan apa-apaan ini... mengapa Zeus dan keluarganya mengoleksi lukisan seseram ini? Atau mungkin seseorang menyuruh untuk menyembunyikannya di sini saking seramnya?" Carl menyoroti semua sosok manusia yang tergambar pada lukisan itu. Tiga anak laki-laki kembar berusia balita dan seorang ksatria bertopeng. Yang dua terduduk di bawah, menatap ngeri kepada sang ksatria yang memegang seorang anak di kakinya dengan pedang terhunus. Seolah-olah ia siap membunuh anak yang terbalik itu!Judul lukisan tertera jelas, terukir pada plat logam kusam di bagian tengah bawah: 'Terkutuk - Siapapun yang melihat akan mengalami kejadian seperti ini. Dia akan mati seperti ini. Pembunuh ibunya sendiri - Avalanche.'"Avalanche? Bukankah itu nama tengah Earth?" Carl bergidik, "Apakah ini simbol dari ketiga putra Vagano? Semurka itukah Zeus kepadamu, Earth?""Siapa itu, Tuan Carl?""Oh, keluarga sahabatku penghuni puri. Lupakanlah. Ayo kita keluar dari sini. Bukan benda ini ya
Sementara di dapur utama puri Vagano, hidangan-hidangan lezat kelas satu sedang diracik untuk disajikan tanpa henti oleh puluhan kru yang bertugas. Karena pesta gala dinner akan berlangsung selama sehari semalam, mereka diberikan shift untuk bergantian memasak dan melayani sesama rekan mereka sehingga semua akan kebagian waktu untuk ikut berpesta.Di salah satu pojok ruangan besar yang sibuk itu, Lara yang berseragam pelayan dengan cekatan menata gelas-gelas minuman yang akan disajikan di pesta kebun maupun di ballroom. Semua dilakukannya dengan apik, ia sudah terbiasa berkat pengalamannya beberapa lama bekerja di Evertown, tepatnya di M's Brew. Namun jauh di dalam hatinya ia masih merasa gelisah. Mengapa Xander seharian ini belum sempat bertemu dengannya? Sejak mereka tiba di pulau ini, ia merasa begitu iri karena jarak antara Xander dengan Emily sudah sedemikian dekat.'Kurasa mereka belum bertemu, namun mengapa aku sekarang semakin khawatir jika Xander masih menaruh
"Astaga, Nona Aina! Apa yang terjadi? Mengapa kau bisa berada di sini? Jadi kau diam-diam pergi dari paviliun?" Xander sadar jika ia tak boleh terlalu gegabah dan berisik apabila tak ingin memancing perhatian para tamu pesta dan penjaga di pintu taman. Hati-hati ia berlutut sambil mengguncangkan tubuh Aina dengan lembut, "Sadarlah! Tunggu sebentar, aku akan segera kembali!"Panggilan itu ternyata belum terlambat. Aina perlahan membuka kelopak mata hitamnya, masih merasa lemas tak berdaya, "Siapa Anda? Dan mengapa aku bisa berada di sini? Oh, tidak! Aku harus segera bertemu dengan Kai!" Aina berusaha berdiri tegak, namun kedua kakinya langsung goyah. Xander ikut berdiri, spontan menahan agar gadis itu tak terjatuh."Ini aku! Tunggu dulu, kau pasti belum makan apapun seharian! Mari kita ke pesta itu bersama-sama, makan dan minum sesuatu, lalu kau bisa melakukan apapun!" Xander berusaha membujuknya, "Akan kubawakan sebuah kostum dan topeng dari gudang penyimpanan barang p
Sementara itu, dua lelaki setengah baya yang masih mengembara di Lorong Bawah Tanah tentu saja belum berhasil menemukan jalan keluar. Setelah berpisah, baik Carl maupun si nelayan Kingfisher sama-sama menelusuri jalan masing-masing. Carl dengan senter redupnya, si nelayan dengan intuisinya saja.Si nelayan mulai menelusuri ruang panjang berpenerangan sangat minim, masih tertarik dengan suara wanita yang ia dengar dari kejauhan. Walau tempat ini nyaris tak berlampu, ia tak merasa takut. Sudah berpuluh-puluh tahun ia berpengalaman mengarungi laut malam seorang diri di tengah badai dalam kondisi kapal terombang-ambing, hanya berteman gelap gulita mencekam. Tempat ini, walaupun masih asing baginya, sama sekali tak membuatnya gentar."Aku tak percaya pada keberadaan hantu, makhluk gaib atau semacamnya! Persetan dengan semua itu! Gadis Cantik, keluarlah! Aku ingin sekali bersama denganmu! E he he he he!"Mungkin keyakinan si nelayan benar. Suara wanita muda yang
Di kejauhan, masih di Lorong Bawah Tanah, Carl Wellington yang masih berputar-putar sendirian sempat mendengar dua suara percakapan; seorang wanita muda yang tadi menjerit, disusul suara pria yang menyahut untuk menenangkannya. Sempat ia ingin bergerak menuju arah datangnya suara-suara itu, namun keingintahuannya untuk menemukan suatu petunjuk terlebih dahulu di bawah sini masih jauh lebih kuat daripada keinginannya 'menyelamatkan diri' atau menemukan jalan keluar."Ah, nanti saja! Aku harus menemukan di mana Pedang Terkutuk berada dengan cara apapun. Ksatria berbaju zirah... ya, kurasa tempat terbaik menyembunyikan sebilah pedang sungguhan adalah dalam genggaman 'patung besi' atau pajangan sang pemegang pedang seperti terlukis di gambar itu! Di mana kira-kira aku bisa menemukan pajangan seperti itu?"Carl berusaha mengingat-ingat beberapa patung besi atau pajangan ksatria berbaju zirah berpedang yang pernah ia lihat di dalam bangunan utama puri. Di lobi utama setelah
Sementara itu Emily berada dalam sebuah ruangan besar berisi beberapa belas meja rias dengan cermin antik berbingkai lampu-lampu bulat, duduk dirias secantik mungkin untuk memeriahkan pesta besar yang diadakan di puri Vagano.Sebetulnya ia tak seberapa suka disuruh mengenakan gaun ala putri-putri kerajaan. Herannya malam ini atas perintah Sky, hampir semua orang dilihatnya telah berdandan, mengenakan busana senada. Ia merasa kembali ke masa lalu di Everopa nan retro, klasik elegan dengan suasana seperti di film-film yang ia tonton saat remaja. Biasanya di situasi seperti ini, yang akan terjadi adalah putri cantik bertemu dengan pangeran tampan disusul terbitnya keajaiban cinta di antara mereka berdua.Namun saat ini malah sebaliknya, hati Emily justru makin gundah gulana. Ia tak pernah tahu siapa yang betul-betul ia cintai, bahkan hingga detik ini. Mungkin Ocean, mungkin juga Earth. Atau bahkan Sky yang belum lama memilikinya tanpa banyak obral kata, juga Xander yang e
Bulan dini hari perlahan muncul dari balik awan-awan mendung di angkasa, memberi penerangan dalam udara pantai Pulau Vagano yang masih sangat dingin menusuk tulang."Ternyata kau juga hadir di tempat ini, Alexander!""Lara? Huh, sudah kuduga kau akan berhasil tiba di sini. Pastinya kau senang sudah bertemu kembali dengan saudara-saudara tiri yang selama ini kau cari dan rindukan!" Xander tersenyum kecut, "I see. Satu orang Vagano diam-diam sudah jadi tawanan kecilmu! Sungguh hebat!""Huh, kejutan hebat! Mengapa kau bisa ada di sini? Aku benci padamu, Guru Muda Pengecut! sejak di Evertown aku seharusnya sudah menghabisimu, andai aku tahu sedari awal Emily berhasil kau miliki!" geram Sky yang masih ada di bawah todongan dua senjata di tangan Lara."Oh, jadi itu kau, Eagle Eyes Sang Penyanyi? Menarik sekali kau juga ingin gadis yang sama dengan kakak dan adikmu. Kalian bertiga sama-sama jatuh cinta pada kekasihku selama bertahun-tahun lamanya tanpa ada yang mau mengalah! Akan tetapi, tak
"Ada apa sebenarnya di tempat ini?" Xander menemukan dirinya berada di sebuah lokasi yang masih asing baginya.Langit dini hari terselubung awan tebal kelabu hitam diselingi petir sambar-menyambar yang enggan berhenti. Di kejauhan, debur ombak menggempur pantai terjal tiada henti. Gelombang-gelombang air tinggi seolah menggapai-gapai naik turun hendak menenggelamkan Pulau Vagano, menyeret turun semua yang ada di atas permukaan tanah. Samar-samar, Xander hanya bisa melihat hamparan batu-batu nisan dan salib penanda makam, lama dan baru di sekitarnya. Beberapa tampak baru dan rapi, beberapa sudah dalam keadaan rusak menyedihkan."Apa yang dapat kulakukan di sini?" Tiba-tiba petir menyambar, hanya beberapa meter saja dari lokasi Xander berada. Pedang Terkutuk dalam genggaman tangannya bersinar dan teracung ke tempat yang 'ditunjukkan' petir itu."Tunggu mereka di sana!" Terdengar suara misterius yang menuntun Xander hingga tiba di titik ini. "Mereka akan segera datang!"********** Sem
"Aku, aku, sesungguhnya aku bukan..." kembali ke masa kini, Sky yang diarahkan Lara dalam rencananya itu begitu ingin membantah jika ia bukanlah Ocean. Ia merasa kesal, mengapa si gadis gila Katy Forrester tiba-tiba datang dan mengancamnya seperti itu. Merasa terjepit dan diprovokasi oleh dua wanita yang ia tidak sukai, Sky begitu ingin berteriak, kesal pada nasibnya. "Kau mau bilang jika kau bukan Ocean? Huh, jangan membantah! Kau kemari ingin memindahkan jenazah kakakku Kate dan berusaha menghilangkan barang bukti pembunuhan? Takkan kubiarkan! Kemarikan kakakku, lalu serahkan nyawamu kepadaku, Ocean Vagano!" Terpancing dan terbakar amarah, Sky tadinya ingin melawan, ingin dihempaskannya saja jenazah Kate ke tanah. Namun dua todongan moncong senjata di punggungnya serta bisikan Lara menghalangi niat pemuda itu, "Jangan berani kau lakukan apa-apa, Saudara tiriku! Awas jika kau berani kacaukan semua yang kita sepakati hingga bertemu keluargamu lagi! Hei, Katy!" Lara beralih mengajak K
Keputusan sudah diambil, mereka harus pergi. Ocean, satu-satunya yang belum sadarkan diri dari 'Kelompok Lounge', menjadi masalah terakhir mereka sebelum bisa keluar dari dalam puri. Aina bersikeras tak ingin meninggalkan pemuda itu bersama penjaga, padahal membawanya dalam keadaan seperti ini tentu sangat menyulitkan. Earth menawarkan diri sebagai pembawa tubuh kakak sulungnya hingga Ocean terjaga. Emily dan Carl akhirnya setuju jika Ocean digendong oleh Earth. Karena tugasnya, pemuda itu tak bisa memimpin dan memegang sepucuk senjata.Mereka bersiap-siap sekadarnya sebelum pergi dari puri. Seorang penjaga senior membagikan masing-masing sepucuk senjata api dari lemari rahasia kepada semua anggota Kelompok Lounge. Semula Carl menolak karena tak ingin ada lagi kekerasan. Namun Aina memberinya saran, "Tuan, aku tahu kita bukan orang jahat, namun kita masih butuh perlindungan dan senjata pembela diri. Meskipun aku yakin Ocean dilindungi sebentuk kekuatan, kita semua tentu tak ingin cela
Sementara itu, ke mana gerangan Alexander pergi? Pemuda itu masih membawa Dangerous Attraction dalam genggamannya. Ia tak begitu mengenal lorong-lorong Puri Vagano ini, namun suatu kekuatan tak kasat mata seolah menuntunnya. Pedang terkutuk bagaikan lentera panjang bercahaya menerangi jalan.Beberapa kali ia bertemu dengan sosok-sosok korban penusukan Katy di lantai, setengah mati maupun sudah tak bernyawa. Mereka yang masih hidup menggapai-gapai dengan segenap sisa tenaga. Beberapa orang muncul dari balik lemari atau tembok kemudian mendekat, walau bergidik ngeri setelah melihat senjata yang pria itu genggam."Tu-tu-tuan! Siapapun Anda, tolonglah kami! Kami tak ingin berada di sini!""Wanita itu membunuh! Tolong, lindungi kami!"Namun Xander mengabaikan semua permohonan mereka itu. Dilangkahinya saja mayat-mayat maupun jejak darah di karpet. Sesekali ia berhenti dan menatap dingin tanpa arti. Barangkali merenung, merasa kasihan, atau berpikir keras berusaha mencari jawaban. Akan teta
"Nama saya Sofia." tanpa diminta, gadis remaja misterius yang dipertanyakan Emily segera memperkenalkan diri, "Nona Emily, maafkan keberadaanku di sini, saya berada di sini untuk meminta perlindungan. Saya..." gadis itu menggigit bibir, berusaha menahan tangis."Astaga... kau bisa tahu aku, apakah kau juga tinggal di pulau ini? Orang tuamu bekerja di sini?" Emily segera mendekati gadis itu."Ya. Tadinya... Sebelum Nona Katy Forrester mengamuk di pesta dan membunuh mereka semua! Aku sudah yatim piatu saat ini!" Sofia tak bisa lagi berdiam diri. Didekapnya Emily. Air matanya tumpah. "Anda semua ke mana? Mengapa kami kalian tinggalkan? Di mana lagi ada lokasi aman di pulau mengerikan ini? Apakah kita akan bertahan hingga pagi nanti?""Sudah, sudah, tenangkan dirimu, Sofia." Emily berusaha menghiburnya dan balas mendekapnya, "Katy Forrester ada di luar sana, kau aman di sini bersama kami. Aku turut berduka. Aku tahu apa yang sudah kau alami. Kita di sini bersama-sama bertahan sambil berus
"Ya, pembunuh. Tetapi bukan wanita yang kita cari." sahut Earth."Bukan Erato Miles?" heran Aina."Bukan. Katy Forrester. Si gadis kembar bungsu!""Astaga, jadi, wanita yang tadi itu..." Aina teringat sesuatu yang enggan ia buka."Tadi apa?" Emily mulai curiga."Oh, nanti saja. Aku akan kisahkan semuanya di lounge."Tak lama setelah mereka dipertemukan kembali, Emily, Earth bersama Ocean yang masih belum sadarkan diri bersama Aina memutuskan untuk bersama-sama sebagai satu tim. Earth membantu menggendong tubuh sang kakak sulung yang walau sangat ia tidak sukai namun paling tidak 'sekarang sudah tak lagi jadi saingan'. Kehadiran Aina yang belum ia kenal benar setidaknya ia anggap sebagai 'sekutu' pembawa keberuntungan.Emily sempat cemas, ia tak tahu harus memihak siapa saat ini. Ocean memang semakin jauh saja darinya, peluang Earth mendapatkan hatinya semakin besar. Namun hal itu tak serta-merta menjadikan gadis itu lupa pada kebaikan dan perhatian Ocean."Cepat, kita harus selamatkan
Emily dan Earth terus berputar di lorong-lorong lantai dasar, berusaha keras mencari jalan terbaik menuju lounge. Mereka berusaha tetap menjauh dari suara-suara yang masih menggema di seluruh penjuru Puri Vagano. Suara-suara asing yang walau tersamar deru hujan badai petir, tetap mendirikan bulu roma. Jeritan manusia terkejut, minta tolong, serta tentu saja kalimat terakhir mereka, disusul tawa wanita muda yang sedari tadi terdengar paling akhir. Sang pembunuh berantai yang sedang beraksi! "Katy Forrester benar-benar mengerikan!" Emily menggeleng seolah berusaha menepiskan bayangan Katy yang sedang menghabisi penghuni puri satu persatu, "Gadis malang yang tak pernah beruntung semenjak ada di sini! Bayangkan jika Dangerous Attraction kembali ada dalam genggamannya!" "Ia dan kakaknya adalah kebalikan diriku. Aku yang dulu menderita sejak lahir, sedangkan mereka lahir dengan 'sendok perak di mulut' malah harus berakhir di pulau penuh kutukan ini!" Earth turut merenung, "Ayo, kita berusa
Sofia menggeleng, "Aku tak tahu, Tuan, tak ada petunjuk lain. Ia tak bilang apa-apa setelah mencegah Nona Katy membunuhku. Hanya saja katanya, ayahnya pernah jadi penguasa pulau ini..." "Penguasa pulau ini? Astaga... Itu pasti dia!" Carl semakin gusar. Fakta bahwa Katy baru saja membunuh entah berapa membuatnya sadar jika kutukan sahabatnya kembali memakan korban. "Kita harus temukan kedua kembar itu dan juga para Pemuda Vagano. Kurasa wanita yang tadi Sofia sebutkan adalah Erato Miles, wanita misterius yang kita cari-cari sebagai pelaku!" "Miles!" Sofia terkejut, "Bukankah Bu Hannah kepala pelayan yang sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu itu juga bernama keluarga Miles? Keluargaku mengenal beliau. Aku ingat, hanya saja kami tak berani dekat-dekat, beliau kelihatan galak dan sangat tertutup." "Barangkali memang itulah dia, putri sahabatku Zeus dan Hannah! Yatim piatu yang sedang mencari saudara-saudara tirinya demi 'reuni' pertama dan terakhir mereka!" "Astaga, jadi tadi ak