Xander tak mengerti mengapa perbuatan Erato yang semestinya ia tolak mentah-mentah itu malah tak bisa diresponnya. Sungguh, ia belum punya perasaan apa-apa terhadap gadis itu. Ia masih ingin menemukan Emily karena hubungan mereka 'belum selesai'. Apakah ia betul-betul berselingkuh atau diculik Avalanche? Namun kini, ia malah pasrah di dalam pelukan wanita lain, berciuman dan bercumbu di belakang kemudi!
Sedangkan Erato yang biasanya 'dingin' bahkan tak tertarik sedetikpun pada pria, semenjak 'hari itu melihat sendiri peristiwa yang akan mengubah seluruh hidupnya', benar-benar berubah liar!
"Ayo kita pindah ke jok belakang! Lakukan 'hal itu' terhadapku, kau akan segera melupakan Emily dan memilihku!"
"Erato, aku 'kan belum bilang bila aku mau melakukan hal ini dengan gadis lain, aku belum si.."
Namun Erato dengan ganas terus mendesak Xander untuk pindah ke jok belakang. Dan akhirnya mereka berdua terhempas di sana, tanpa busana. Semua pakaian yang mereka kenakan terlepas, terhempas di jok depan.
Tak ada yang peduli, melihat maupun mendengar, sebab mereka berada di tengah hamparan padang pasir yang gersang dan tandus!
Suasana di dalam mobil sewaan juga semakin bertambah panas! Erato meluapkan semua yang ia pendam selama ini. Dicobanya apapun yang ia inginkan sepuas-puasnya. Dijadikannya Xander 'mainan'-nya, obyek eksperimennya, sama seperti ketika ia belum terlibat dengan semua ini.
Sama seperti ketika di masa kecilnya di panti asuhan dulu, ketika menemukan sisa hewan-hewan kecil di padang gurun yang sedang diuraikan ribuan semut untuk dijadikan makanan mereka. Menjijikkan, menggelikan, namun begitu menggairahkan! Seperti pesta bagi kedua mata birunya!
Ia suka beraksi dan menikmati reaksi pemuda itu saat ia meremas, menyentuh, memegang dan mengulum bagian terpribadinya. Mendengar erangan lawan mainnya yang sesungguhnya jauh lebih berpengalaman bagaikan musik di telinganya. Mengingat Xander pernah 'bersama' Emily bahkan membuat Erato lebih bernafsu lagi! Seakan hendak ditelannya saja pemuda itu, melampiaskan kecemburuannya yang tak beralasan!
Sebaliknya, Xander yang tadinya ingin menolak, merasa asing, aneh dan sangat terkejut dengan semua ini, malah terdiam dan mulai menikmati semua perbuatan Erato yang 'terlarang' ini!
'Emily, bukan hanya dirimu yang bisa membuatku merasa seperti ini! Ternyata gadis lain yang kemudian datang dalam hidupku, orang yang tak kukenal, bahkan lebih lagi memperhatikanku! Mungkin memang kau lebih baik bersama Avalanche saja!' Demikian Xander mulai menikmati semua yang ia lakukan bersama Erato.
Erato memang tomboy, namun gadis itu sama sekali tak jelek. Tubuhnya tinggi, jenjang dan indah. Ia seperti seorang dewi atau malaikat. Ia seorang wanita Vagano, yang memang memiliki paras seindah saudara-saudara tirinya. Kini ia semakin percaya diri, merasa seperti seorang ratu! Ia tak berpengalaman, namun rasa ingin tahunya yang besar serta kepolosannya malah memicu rasa ingin tahunya.
"Erato, kau memang gadis asing yang aneh! Sungguh berani mengambil kesempatan dalam kesempitan seperti ini!" Ucapnya setelah menyelesaikan permainan pertama mereka. Sekujur tubuhnya berkeringat dan bergetar hebat, seakan baru saja melakukan pengkhianatan terbesar sepanjang hidupnya! Namun ia menyukainya. Ia menikmati tubuh indah Erato sama seperti Erato menikmati dirinya!
"Tapi akui saja, aku tak submisif seperti Emily kecilmu itu! Biarkan saja ia pergi ke dalam pelukan Avalanche! Mulai saat ini kau memilikiku! Kita berdua akan mencari mereka dan meluruhkan dendam bersama-sama! Kita adalah pasangan yang tak terkalahkan!"
Sang waktu di lokasi 'middle of nowhere' itu berlalu begitu cepat, entah berapa lama durasi kenikmatan duniawi yang Xander dan Erato lakukan. Yang jelas, perlahan namun panjang, panas dan penuh keringat, pula matahari telah melintasi pertengahan cakrawala menuju ke Barat.Mereka segera sadar, misi mereka harus tetap berjalan. Tak ingin berlama-lama larut dalam 'penemuan' baru itu, Xander dan Erato segera mengenakan busana mereka kembali dan melanjutkan perjalanan menuju titik rahasia 'White Nest"Dari padang gurun tandus, menjelang malam hari, kendaraan mereka mulai memasuki sebuah hutan belantara. Berbelok dari jalan besar yang sepi berpasir menuju sebuah jalan tanah yang sempit dan ditutupi semak belukar hijau dan pepohonan tinggi yang tak terlalu subur karena iklim yang kering."Kita hampir tiba. Betul-betul lokasi yang sangat sukar dijangkau dan takkan pernah didatangi siapapun yang tak menyadari kehadirannya di muka bumi ini!" ungkap Xander heran."Y
Waktu mulainya 'permainan' yang ditetapkan Xander belum lagi tiba. Serentak, lampu-lampu putih mulai menyala terang di sekeliling kompleks putih misterius, bagaikan lampu di stadion olahraga.Mobil sewaan yang dikemudikan Xander dengan Erato di jok penumpang depan meluncur perlahan dan berhenti di pintu gerbang utama, pemeriksaan berpalang elektronik. Terkesan seperti hendak memasuki area super rahasia.Petugas wanita muda yang berjaga menyapa dingin dengan tabik ala tentara, lalu meminta kartu-kartu identitas.Tentunya mereka sedikit banyak curiga dengan semua pengunjung baru, namun Xander dan Erato yang terbalut jubah putih dan kacamata hitam segera mengeluarkan dua ID card. Mereka telah mencuri data dan membuat duplikat yang sangat mulus, sehingga petugas tak menaruh curiga. Namun sempat ada kejanggalan terungkap! Mereka tak segera diizinkan masuk!"Hmm, Mr. Wright dan Ms. Crystal, 27 dan 26 tahun, asal Everyork. Asisten magang klinik psikologi yang ba
Tak lama, Xander dan Erato sudah melakukan penelusuran mereka di kompleks utama 'White Nest'. Xander tampaknya belum melakukan apa-apa, ia masih sangat santai. Sementara Erato masih penasaran melihat ke kanan-kiri semua yang mereka lewati. Ia memang seorang gadis yang sangat ingin tahu sekaligus sangat berhati-hati. Hampir tak ada petugas, seakan mereka sangat mempercayai fungsi CCTV yang ada hampir si semua sudut ruangan dan koridor. Tempat itu sangat sunyi, hanya terdengar deru lembut pendingin udara. Semuanya begitu putih bersih, mulai dari lantai hingga dinding dan langit-langit. Lampunya terang benderang bagaikan di mal-mal, hanya saja tak berwarna-warni, semuanya hanya berupa deretan lingkaran putih ganda sepanjang lorong yang juga berlantai marmer dan karpet putih. Namun sesekali terdengar jeritan memilukan atau orang tertawa terbahak-bahak, menggema di ruang yang nyaris kosong. Sedikit mengerikan bagi orang awam! Namun Erato tak terlal
"Aku bisa melakukannya, kebetulan di sini semua staf menggunakan sabak digital, dan milik kita sama persis seperti yang mereka miliki, jadi takkan mengundang kecurigaan. Aku tahu tipe dan mereknya dari deep web," santai, Xander mengeluarkan benda yang ia maksud dari koper kerja yang mereka bawa, "semua ada di sini, program yang kusiapkan untuk melumpuhkan tempat ini. Sayangnya, waktu yang dapat ku-'setting' tidak banyak, karena program keamanan di sini begitu canggih. Dalam waktu yang singkat itu, kita harus sudah berhasil mendapatkan lokasi Avalanche dan keluar dari sini dalam keadaan utuh!" Erato tertawa, "Ingat, Xander, bila kepepet, aku siap melakukan apa saja, dan kau tidak boleh cemburu!" "Hah? Mengapa aku akan cemburu? Apa maksudmu?" Erato segera menjawab, "Karena kita sekarang resmi sebagai sepasang kekasih! Suka atau tak suka, kita telah melakukan 'hal itu' dan kita harus selalu bersama-sama mulai saat ini!" Xander juga hendak mengatakan sesuatu, namun seseorang muncul dan
Erato tahu, kelemahan terbesar hampir semua lelaki di dunia adalah mata mereka! Jangankan lelaki, dirinya sendiri saja merasakan perubahan yang nyata dalam hidupnya setelah peristiwa yang ia alami sendiri beberapa waktu yang lalu di Evertown!Kali ini ia mengalami sendiri, setelah pengalaman pertamanya di mobil bersama Xander, ia sekali lagi bereksperimen. Kali ini, obyek permainannya adalah seorang petugas tak dikenal! Seorang asing, 'a perfect stranger'! Namun itu bukan masalah besar. Tubuh dan wajahnya masih tergolong oke juga, atletis dan tampan.Petugas pengawas CCTV itu hanya bisa terpana melihat sosok indah tanpa sehelai benangpun yang tetiba tampak di hadapannya. Menggoda bagaikan film biru di masa lalu, jauh hari sebelum ia bekerja di tempat canggih bernuansa putih yang ultra modern namun membosankan ini!"Kau, berani-beraninya... Cepat kenakan kembali semua pakaianmu!" pertama-tama, petugas itu masih berusaha memalingkan wajah dan menutup matanya.
"Huh, tiba-tiba mati lampu, apa-apaan? Ini sangat jarang terjadi di sini! Mengganggu saja!"Pengawas CCTV yang sedang asyik 'bermain-main' dengan sosok molek yang datang tanpa diundang ke ruangan tempat ia berjaga itu mengeluh. Ratusan layar yang tadi turut menjadi saksi peluh dan lenguh yang baru ia lakukan bersama sang gadis 'pendatang baru' mendadak padam, dan keasyikannya harus terinterupsi dengan cara tak lazim ini!"Sebentar, Tuan, aku punya senter kecil!" ujar si gadis menenangkan, sambil masih mengatur napasnya yang juga masih terengah-engah."Oh, tentu saja! Kau seorang 'dokter' dan baru saja aku kaujadikan 'pasienmu' dan kau ternyata sangat ahli dalam 'hal yang satu ini!'Sementara petugas yang baru saja menjadi lawan mainnya masih larut dalam fantasi setelah kepuasan. Polos terkapar tak berdaya menikmati momen yang baru mereka lalui. Erato tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu, bergegas merogoh mencari sesuatu dalam tas kerjanya. Sesuatu
Erato dan Xander segera mengarahkan senter masing-masing jauh ke depan Mereka tahu, cepat atau lambat hal ini akan terjadi.Para pasien maupun petugas akan segera menyerbu keluar dari balik pintu-pintu yang terbuka. Mereka segera akan 'bertemu muka dengan muka', dan entah apa yang akan mereka lakukan!"Aku sudah melumpuhkan semua alarm dan sistem keamanan, namun waktunya tak bisa dipastikan. Bel peringatan bisa tiba-tiba berbunyi bila sistem White Nest kembali berfungsi. Jadi kita harus beraksi secepatnya." Xander segera mengambil sesuatu dari dalam tas kerjanya, "Erato, ambillah 'shock gun' ini. Hati-hati, kejutan listrik kecilnya dapat melumpuhkan sementara siapapun yang mungkin akan menghambat pelarian kita!""Oh, terima kasih banyak, maaf, untukmu saja. Aku memiliki senjataku sendiri, vial-vial penuh terisi 'tranguilizer' yang mampu menidurkan seekor gajah dalam sekejap! Walau aku sendiri tak yakin bila diinjeksikan ke dalam tubuh manusia akankah beref
Xander maupun Erato masih terpaku menyaksikan pemandangan mengerikan yang biasanya hanya terjadi dalam film-film horor. Walaupun suasana masih gelap gegara padamnya sistem kelistrikan, senter mereka cukup jelas untuk sekedar melihat semua yang terjadi di persimpangan koridor berlantai dan berdinding yang semula putih bersih.Dua petugas yang diserbu belasan pasien yang rekannya tewas diterjang timah panas kini entah bagaimana kondisinya, tertimbun di antara pasien-pasien yang asyik 'membalas dendam' dengan cara masing-masing. Yang jelas, tak ada apapun yang bisa Xander dan Erato lakukan untuk menolong mereka!Pasien-pasien lain yang telah terkurung sekian lama dalam kubus-kubus kecil putih yang minimalis dan bersih itu kini membanjiri seluruh penjuru White Nest.Dua cahaya lurus dari senter mengarah ke depan tanpa mereka pedulikan arah tujuannya. Dari pencahayaan nan minim itu, Xander dan Erato dapat menatap miris bermacam-macam ekspresi yang mereka tampilkan.
Bulan dini hari perlahan muncul dari balik awan-awan mendung di angkasa, memberi penerangan dalam udara pantai Pulau Vagano yang masih sangat dingin menusuk tulang."Ternyata kau juga hadir di tempat ini, Alexander!""Lara? Huh, sudah kuduga kau akan berhasil tiba di sini. Pastinya kau senang sudah bertemu kembali dengan saudara-saudara tiri yang selama ini kau cari dan rindukan!" Xander tersenyum kecut, "I see. Satu orang Vagano diam-diam sudah jadi tawanan kecilmu! Sungguh hebat!""Huh, kejutan hebat! Mengapa kau bisa ada di sini? Aku benci padamu, Guru Muda Pengecut! sejak di Evertown aku seharusnya sudah menghabisimu, andai aku tahu sedari awal Emily berhasil kau miliki!" geram Sky yang masih ada di bawah todongan dua senjata di tangan Lara."Oh, jadi itu kau, Eagle Eyes Sang Penyanyi? Menarik sekali kau juga ingin gadis yang sama dengan kakak dan adikmu. Kalian bertiga sama-sama jatuh cinta pada kekasihku selama bertahun-tahun lamanya tanpa ada yang mau mengalah! Akan tetapi, tak
"Ada apa sebenarnya di tempat ini?" Xander menemukan dirinya berada di sebuah lokasi yang masih asing baginya.Langit dini hari terselubung awan tebal kelabu hitam diselingi petir sambar-menyambar yang enggan berhenti. Di kejauhan, debur ombak menggempur pantai terjal tiada henti. Gelombang-gelombang air tinggi seolah menggapai-gapai naik turun hendak menenggelamkan Pulau Vagano, menyeret turun semua yang ada di atas permukaan tanah. Samar-samar, Xander hanya bisa melihat hamparan batu-batu nisan dan salib penanda makam, lama dan baru di sekitarnya. Beberapa tampak baru dan rapi, beberapa sudah dalam keadaan rusak menyedihkan."Apa yang dapat kulakukan di sini?" Tiba-tiba petir menyambar, hanya beberapa meter saja dari lokasi Xander berada. Pedang Terkutuk dalam genggaman tangannya bersinar dan teracung ke tempat yang 'ditunjukkan' petir itu."Tunggu mereka di sana!" Terdengar suara misterius yang menuntun Xander hingga tiba di titik ini. "Mereka akan segera datang!"********** Sem
"Aku, aku, sesungguhnya aku bukan..." kembali ke masa kini, Sky yang diarahkan Lara dalam rencananya itu begitu ingin membantah jika ia bukanlah Ocean. Ia merasa kesal, mengapa si gadis gila Katy Forrester tiba-tiba datang dan mengancamnya seperti itu. Merasa terjepit dan diprovokasi oleh dua wanita yang ia tidak sukai, Sky begitu ingin berteriak, kesal pada nasibnya. "Kau mau bilang jika kau bukan Ocean? Huh, jangan membantah! Kau kemari ingin memindahkan jenazah kakakku Kate dan berusaha menghilangkan barang bukti pembunuhan? Takkan kubiarkan! Kemarikan kakakku, lalu serahkan nyawamu kepadaku, Ocean Vagano!" Terpancing dan terbakar amarah, Sky tadinya ingin melawan, ingin dihempaskannya saja jenazah Kate ke tanah. Namun dua todongan moncong senjata di punggungnya serta bisikan Lara menghalangi niat pemuda itu, "Jangan berani kau lakukan apa-apa, Saudara tiriku! Awas jika kau berani kacaukan semua yang kita sepakati hingga bertemu keluargamu lagi! Hei, Katy!" Lara beralih mengajak K
Keputusan sudah diambil, mereka harus pergi. Ocean, satu-satunya yang belum sadarkan diri dari 'Kelompok Lounge', menjadi masalah terakhir mereka sebelum bisa keluar dari dalam puri. Aina bersikeras tak ingin meninggalkan pemuda itu bersama penjaga, padahal membawanya dalam keadaan seperti ini tentu sangat menyulitkan. Earth menawarkan diri sebagai pembawa tubuh kakak sulungnya hingga Ocean terjaga. Emily dan Carl akhirnya setuju jika Ocean digendong oleh Earth. Karena tugasnya, pemuda itu tak bisa memimpin dan memegang sepucuk senjata.Mereka bersiap-siap sekadarnya sebelum pergi dari puri. Seorang penjaga senior membagikan masing-masing sepucuk senjata api dari lemari rahasia kepada semua anggota Kelompok Lounge. Semula Carl menolak karena tak ingin ada lagi kekerasan. Namun Aina memberinya saran, "Tuan, aku tahu kita bukan orang jahat, namun kita masih butuh perlindungan dan senjata pembela diri. Meskipun aku yakin Ocean dilindungi sebentuk kekuatan, kita semua tentu tak ingin cela
Sementara itu, ke mana gerangan Alexander pergi? Pemuda itu masih membawa Dangerous Attraction dalam genggamannya. Ia tak begitu mengenal lorong-lorong Puri Vagano ini, namun suatu kekuatan tak kasat mata seolah menuntunnya. Pedang terkutuk bagaikan lentera panjang bercahaya menerangi jalan.Beberapa kali ia bertemu dengan sosok-sosok korban penusukan Katy di lantai, setengah mati maupun sudah tak bernyawa. Mereka yang masih hidup menggapai-gapai dengan segenap sisa tenaga. Beberapa orang muncul dari balik lemari atau tembok kemudian mendekat, walau bergidik ngeri setelah melihat senjata yang pria itu genggam."Tu-tu-tuan! Siapapun Anda, tolonglah kami! Kami tak ingin berada di sini!""Wanita itu membunuh! Tolong, lindungi kami!"Namun Xander mengabaikan semua permohonan mereka itu. Dilangkahinya saja mayat-mayat maupun jejak darah di karpet. Sesekali ia berhenti dan menatap dingin tanpa arti. Barangkali merenung, merasa kasihan, atau berpikir keras berusaha mencari jawaban. Akan teta
"Nama saya Sofia." tanpa diminta, gadis remaja misterius yang dipertanyakan Emily segera memperkenalkan diri, "Nona Emily, maafkan keberadaanku di sini, saya berada di sini untuk meminta perlindungan. Saya..." gadis itu menggigit bibir, berusaha menahan tangis."Astaga... kau bisa tahu aku, apakah kau juga tinggal di pulau ini? Orang tuamu bekerja di sini?" Emily segera mendekati gadis itu."Ya. Tadinya... Sebelum Nona Katy Forrester mengamuk di pesta dan membunuh mereka semua! Aku sudah yatim piatu saat ini!" Sofia tak bisa lagi berdiam diri. Didekapnya Emily. Air matanya tumpah. "Anda semua ke mana? Mengapa kami kalian tinggalkan? Di mana lagi ada lokasi aman di pulau mengerikan ini? Apakah kita akan bertahan hingga pagi nanti?""Sudah, sudah, tenangkan dirimu, Sofia." Emily berusaha menghiburnya dan balas mendekapnya, "Katy Forrester ada di luar sana, kau aman di sini bersama kami. Aku turut berduka. Aku tahu apa yang sudah kau alami. Kita di sini bersama-sama bertahan sambil berus
"Ya, pembunuh. Tetapi bukan wanita yang kita cari." sahut Earth."Bukan Erato Miles?" heran Aina."Bukan. Katy Forrester. Si gadis kembar bungsu!""Astaga, jadi, wanita yang tadi itu..." Aina teringat sesuatu yang enggan ia buka."Tadi apa?" Emily mulai curiga."Oh, nanti saja. Aku akan kisahkan semuanya di lounge."Tak lama setelah mereka dipertemukan kembali, Emily, Earth bersama Ocean yang masih belum sadarkan diri bersama Aina memutuskan untuk bersama-sama sebagai satu tim. Earth membantu menggendong tubuh sang kakak sulung yang walau sangat ia tidak sukai namun paling tidak 'sekarang sudah tak lagi jadi saingan'. Kehadiran Aina yang belum ia kenal benar setidaknya ia anggap sebagai 'sekutu' pembawa keberuntungan.Emily sempat cemas, ia tak tahu harus memihak siapa saat ini. Ocean memang semakin jauh saja darinya, peluang Earth mendapatkan hatinya semakin besar. Namun hal itu tak serta-merta menjadikan gadis itu lupa pada kebaikan dan perhatian Ocean."Cepat, kita harus selamatkan
Emily dan Earth terus berputar di lorong-lorong lantai dasar, berusaha keras mencari jalan terbaik menuju lounge. Mereka berusaha tetap menjauh dari suara-suara yang masih menggema di seluruh penjuru Puri Vagano. Suara-suara asing yang walau tersamar deru hujan badai petir, tetap mendirikan bulu roma. Jeritan manusia terkejut, minta tolong, serta tentu saja kalimat terakhir mereka, disusul tawa wanita muda yang sedari tadi terdengar paling akhir. Sang pembunuh berantai yang sedang beraksi! "Katy Forrester benar-benar mengerikan!" Emily menggeleng seolah berusaha menepiskan bayangan Katy yang sedang menghabisi penghuni puri satu persatu, "Gadis malang yang tak pernah beruntung semenjak ada di sini! Bayangkan jika Dangerous Attraction kembali ada dalam genggamannya!" "Ia dan kakaknya adalah kebalikan diriku. Aku yang dulu menderita sejak lahir, sedangkan mereka lahir dengan 'sendok perak di mulut' malah harus berakhir di pulau penuh kutukan ini!" Earth turut merenung, "Ayo, kita berusa
Sofia menggeleng, "Aku tak tahu, Tuan, tak ada petunjuk lain. Ia tak bilang apa-apa setelah mencegah Nona Katy membunuhku. Hanya saja katanya, ayahnya pernah jadi penguasa pulau ini..." "Penguasa pulau ini? Astaga... Itu pasti dia!" Carl semakin gusar. Fakta bahwa Katy baru saja membunuh entah berapa membuatnya sadar jika kutukan sahabatnya kembali memakan korban. "Kita harus temukan kedua kembar itu dan juga para Pemuda Vagano. Kurasa wanita yang tadi Sofia sebutkan adalah Erato Miles, wanita misterius yang kita cari-cari sebagai pelaku!" "Miles!" Sofia terkejut, "Bukankah Bu Hannah kepala pelayan yang sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu itu juga bernama keluarga Miles? Keluargaku mengenal beliau. Aku ingat, hanya saja kami tak berani dekat-dekat, beliau kelihatan galak dan sangat tertutup." "Barangkali memang itulah dia, putri sahabatku Zeus dan Hannah! Yatim piatu yang sedang mencari saudara-saudara tirinya demi 'reuni' pertama dan terakhir mereka!" "Astaga, jadi tadi ak