Ternyata Erato, alias Lara, yang belum juga membukakan identitasnya sebagai 'kakak tiri' Ava alias Earth, betul-betul menepati janjinya. Pemuda itu heran juga, gadis yang baru dikenalnya ini sangat tertarik untuk 'membantunya', entah dengan tujuan apa! Ia sesungguhnya curiga dan kurang senang. Namun di lain pihak, ia juga penasaran. Maka dibiarkannya kali ini Erato melaksanakan rencana gilanya.
Ava alias Earth ingin tahu tempat tinggal Emily Rose Stewart secepat-cepatnya, mungkin bila dilakukan sendiri, amarahnya bisa meledak sewaktu-waktu. Bahkah bukan tak mungkin, Alexander Chan-Meyer, kekasih gadis itu, bisa ia cekik dan habisi dengan tangan hampa!
'Aku bahkan tak butuh pedang terkutuk 'Dangerous Attraction', tanganku saja sudah cukup untuk melampiaskan semua dan mengakhiri nyawa pemuda itu dalam sekejap!' demikian Ava sering membatin.
'Namun tidak, tidak, tidak! Aku tak boleh bertindak gegabah. Emily tak boleh menerimaku dalam keadaan berduka dan me
Erato alias Lara tentu saja tak mengalami kesulitan, dengan cepat segera menemukan dua sosok tamu M's Brew yang sudah familiar di matanya.Emily dan Alexander. Guru-guru muda yang konon berpacaran dan 'dibenci' siswi-siswi remaja Evertown High yang tadi Lara 'pergoki'bergosip di koridor.Mereka duduk berdua berdampingan di pojokan kantin, masih menikmati hidangan penutup dalam diam. Sesekali lirik-lirikan, seperti orang-orang pacaran diam-diam pada umumnya.Lara belum pernah pacaran dan merasa untuk seumur hidupnya mungkin takkan pernah jatuh cinta. Apalagi setelah membaca surat wasiat Hannah, almarhumah ibunya, yang menderita gegara cinta!Namun mengintip kemesraan Emily dan Alexander, pemuda tampan blasteran Everasia dan Evermerika itu, entah mengapa Lara merasa cemburu. Tiba-tiba saja ia berempati pada siswi-siswi remaja tadi, ingin berteriak 'betapa tak adilnya dunia ini!' dan merebut Alexander dari sisi Emily!'Ha ha ha, pikiran gila!' u
Lara yang seumur hidup tak pernah menyukai pria, tak ingin berkencan atau melakukan apapun, baru kali ini tergoda untuk mengintip sejenak apa yang pasangan Alexander dan Emily, dua guru muda yang sebetulnya 'tak memiliki urusan apa-apa' dengan dirinya. Lara hanya ingin membantu adik tirinya memperoleh alamat Emily dan berencana untuk pulang. Namun kali ini godaan itu begitu berat hingga ia mengurungkan niat untuk segera pergi. Hari semakin sore dan suasana Evertown begitu sepi. Lara mendekat ke rumah sewaan yang kebetulan memiliki sisi berjendela deret kecil-kecil dan tinggi. Kamar Emily berada di pojokan, sehingga mudah sekali bagi orang iseng untuk mengintai dari taman halaman di sekitarnya. Tak perlu memanjat tinggi, sebab lanskap berbukit-bukit di taman sudah memberikan 'undakan' yang cukup tinggi. Sosok Lara yang jangkung juga menolongnya untuk melihat ke dalam ruangan. 'Apa-apaan ini? Aku tak tahu mengapa aku begini! Hah, sudah telanjur basah. Aku lihat
Kaki Lara gemetar. Selama 27 tahun hidupnya ia tak pernah ingin atau tertarik pada hal-hal seperti ini. Kesendiriannya sudah cukup baginya, dan ia selalu merasa tak membutuhkan siapa-siapa. Melihat sepasang manusia bercumbu bukan kesukaannya, bahkan ia merasa geli dan jijik. Namun hari ini, tepatnya di sore menjelang malam hari yang sunyi di Evertown, tembok tinggi, tebal dan keras yang ia dirikan selama ini runtuh seketika. Ia merasa shock, matanya terbuka, barangkali seperti kisah dalam kitab suci yang ia baca, saat Hawa mengetahui bahwa ia dan Adam 'bersalah' dan sadar bahwa mereka tak mengenakan apa-apa, tepatnya setelah menikmati buah terlarang dan ditegur Sang Pencipta. 'Astaga. Tak heran Avalanche menikmati ini. Ia tentu mengalami hal yang sama sebelumnya entah dimana. Apakah ia terobsesi kepada Emily? Dan mengapa, aku juga? Aku tak pernah suka pria. Aku tentu saja tak suka wanita. Milik Emily sama saja dengan milikku. Namun Xander... '
Ternyata seseorang memergoki perbuatannya! Lara terdiam. Untuk beberapa detik ia menundukkan wajahnya. Sesuatu di dalam dirinya belum bisa berhenti bergelora. "Siapa kau, Nona? Apa yang terjadi di dalam sana? Apa yang kau lakukan di tempat ini?" Tetiba Lara menemukan dirinya sudah berlari tunggang-langgang menuju trotoar jalanan yang sepi, tak sempat dan tak ingin lagi berpaling untuk mengetahui siapa yang tadi menegurnya. Semoga orang itu tak mengejarnya, mengira ia penjahat atau pencuri yang hendak melakukan tindakan kriminal! 'Huh, apa yang kulakukan? Tak biasanya aku begini ceroboh!' Lara merutuk kesal sambil terus berlari menuju rumah, lebih tepatnya, kamar sewaannya sendiri. Dengan napas tersengal-sengal dirabanya saku mencari anak kunci, akhirnya ia berhasil membuka pintu dan masuk, membanting dan segera menguncinya. Duduk jatuh tersandar, tanpa sadar airmatanya turun menganak sungai di pipi. Tetiba Lara menyadari betapa aneh da
"Bagaimana semalam, Erato? Apa yang berhasil kau dapatkan dari pengintaianmu?"Pertanyaan Avalanche alias Earth itu tak langsung digubris oleh Erato alias Lara.'Tak seperti biasanya,' batin sang barista kopi yang pagi itu sengaja datang lebih awal ke M's Brew bukan hanya untuk membuka pintu, melainkan untuk mendengarkan kisah dari Erato, yang hingga saat ini masih diam seribu bahasa mengenai darimana ia tahu nama aslinya, Earth, 'pasti ada suatu hal luar biasa yang ia temukan kemarin.'"Uhh, ya, aku.. aku hanya sedikit bingung saja bagaimana cara mengungkapkan ini kepadamu. Yang kemarin kudapatkan lumayan juga. Alamat rumah atau kamar sewaan guru muda itu." ungkap Erato, sambil terus menyapu dan mengelap meja-meja kafe, enggan menatap mata biru Ava."Aku tahu, kau tentu akan berhasil! Lalu bagaimana, ada hal lain lagi? Nanti malam aku akan ke sana memberi kejutan tak terlupakan kepada Emily! Ya, ia harus tahu semua ini, aku bukan orang lain baginya dan i
Sudut Pandang / 'point-of-view' Emily Stewart: Xander kekasihku yang belum tahu apa-apa masih bersikap sangat manis terhadapku. Kadang muncul perasaan bersalah dalam hati. Aku sangat ingin meluapkan segalanya, mengakui hal yang terjadi malam itu di taman labirin nan sepi, dimana seorang 'asing' melakukan 'hal terlarang' denganku. Walau aku tak menginginkannya, mengutuk keras perbuatannya, meski aku sangat merasa 'terhina' karenanya, entah mengapa... Alam bawah sadarku yang juga 'terkutuk' sesungguhnya 'menginginkannya'. Dan aku malah menganggap 'orang bejat tak dikenal' itu sebagai Earth. Mungkin aku sudah tak waras lagi. Earth sudah menjadi bagian masa laluku yang harus kupendam, kukubur dalam-dalam. Xander tetap menemaniku makan siang di kantin dan berlaku manis sekali sepanjang sisa hari itu. Bahkan ketika aku membatalkan kencan sepulang sekolah. Kami bukan pasangan yang kaku, bahkan bisa dibilang, hubungan kami sangat manis dan indah seperti kisah
Kembali ke balik dinding tebal dingin Puri Vagano yang tak pernah lepas dari aroma misteri. Katy Forrester yang 'terhilang' malam itu tentu sebenarnya tak pergi jauh-jauh dan masih ada di Pulau Vagano.Si kembar bungsu cantik yang sedang berselisih dengan kakaknya itu memang hobi keluyuran bila sedang kesal. Hampir semua sisi puri ia sudah jelajahi sendirian bila sedang bosan.Namun baru kali ini ia nekat melakukannya malam-malam, seorang diri seperti biasanya, tanpa mengajak kakaknya! 'Huh, untuk apa aku bilang-bilang dan laporan segala, aku sosok yang mandiri! Bila aku ingin merebut hati Tuan Muda Ocean, aku harus tunjukkan bila aku sudah mengenal kediamannya ini terlebih dahulu. Bahwa aku tertarik pada rumahnya dan bukan cuma dengan dirinya!' demikian pikir Katy saat mengambil senter.Hampir semua tempat ia jelajahi di siang hari saat senggang, dan baru kali ini ia turun ke suatu tempat yang paling misterius seperti di film-film petualangan atau kolosal keraj
Ocean Vagano, Kate Forrester, seorang petugas jaga dan Lilian masih berjalan bersama-sama mengelilingi Puri Vagano mencari jejak Katy yang menghilang entah kemana. Tadinya Ocean curiga bila Katy hanya 'mengerjai' mereka alias sedang bermain 'hide-and-seek' saja, tak ada yang perlu dicemaskan. Namun ia juga teringat pada peristiwa hilangnya Emily pada saat gadis itu berada di sini 3 tahunan silam. Memang beda, karena saat itu Emily penasaran dan ingin menyelidiki kemana seseorang, tepatnya Hannah, pergi membawa 'sesuatu' dan bertemu 'sosok misterius', bukan sekedar iseng atau bermain-main. Tapi siapa tahu, kali ini Katy memang berada di tempat yang sama, apapun tujuannya! "Lorong Bawah Tanah!" ujar pemuda itu, membuat langkah ketiga orang yang bersama-samanya seketika terhenti. "Ada apa, Ocean?" Lilian tercengang, "pergi ke tempat mengerikan itu? Mana mungkin gadis itu berniat main ke sana, iya 'kan Kate?" "Ya! Kami tak pernah suka pada tempat-te