"Jangan lebay, aku akan menjengukmu lebih sering setelah ini," ucap Kinara sebelum melangkah pergi."Memangnya kamu mau pulang ke mana? Tokomu sudah hancur."Mendengar kalimat itu, Kinara terdiam untuk sesaat, bukan memikirkan kemana dirinya harus pulang, melainkan bagaimana caranya menjelaskan hal itu pada Ibu pemilik kontrakan."Yang hancur hanya bagian depan, dapur dan satu ruangan yang biasa aku tempati tidur masih utuh, lagi pula aku harus menjelaskan situasi yang sebenarnya kenapa Ibu pemilik kontrakan," jelas Kinara."Tck! Ya sudah, kalau begitu izinkan aku untuk mengantarmu pulang," ucap Arka dengan mengerucutkan bibirnya."Memang dasar tidak pernah peduli denganku," gumamnya lirih."Apa?" ucap Kinara ketika mendengar Arka mengatakan sesuatu, namun tak terdengar jelas olehnya."Ti-tidak apa-apa, jangan terlalu dipikirkan," jawabnya datar tanpa seulas senyum di bibir.Arka menarik tangan Kinara secara paksa untuk segera memasuki mobilnya kembali."Berhenti! Aku yang akan mengan
Tangisan Kinara dihentikan oleh kedatangan dua mobil mewah berwarna hitam yang tiba-tiba berhenti di depan tokonya.Kinara terdiam di posisi semula, dengan mata sendu, memperhatikan beberapa sosok yang tengah turun dari dalam mobil.Terlihat Tono dan Toni keluar bersama dengan beberapa Bapak-bapak berpakaian lusuh dengan peluh mengucur membasahi wajah mereka."Ada apa ini?" tanya Kinara pada Tono dan Toni yang berjalan mendekatinya."Nyonya, ini adalah tukang bangunan yang baru kami jemput dari tempat kerja mereka sebelumnya, Tuan Arka meminta mereka untuk merenovasi toko kue, Nyonya, secepatnya," jelas Tono dengan membungkukkan sedikit badannya memberi hormat.Kinara bergegas bangkit, mengibas-ngibaskan pelan bagian belakang tubuhnya yang kotor terkena debu."Renovasi? Tapi aku belum membeli bahan material untuk toko ini."Kinara memperhatikan beberapa tukang bangunan yang telah memulai pekerjaan mereka dengan membersihkan reruntuhan toko."Truk pengangkut bahan material sebentar lag
Dengan tatapan nyalang, Arka melemparkan koper hitam secara kasar pada Ibu pemilik kontrakan.Ibu itu berusaha menangkap koper hingga sedikit terpental ke belakang.Wajah keriput itu nampak berbinar ketika melihat isi dari koper hitam itu."Apa itu cukup? Jika masih kurang, aku juga bisa membeli rumahmu sekalian," ucap Arka datar tanpa seulas senyum yang menghiasi bibirnya. Tak ada rasa sungkan sedikit pun, meski berbicara tidak sopan pada wanita yang jauh lebih tua darinya. Karena perasaan sungkan hanya ia tujukan pada orang-orang yang bisa menghormati orang lain."Cukup-cukup, ini sertifikat tanahnya." Ibu paruh baya itu melemparkan selembar kertas yang berbalut map berwarna biru secara kasar pada Arka yang masih menatapnya tajam, sebelum berbalik dan segera pergi dari tempat itu.Ibu pemilik kontrakan itu tidak peduli dengan tatapan sinis para pekerja bangunan yang berada di sekitarnya, dirinya terus berjalan menjauh sembari tersenyum puas."Arka, apa kamu benar-benar harus melakuk
Kinara menghela nafas berat sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Arka."Aku akan menepati janjiku, tapi tidak sekarang, aku masih harus mengurus pembukaan cabang toko kueku di kota lain, Arka, tolong mengertilah," ucap Kinara dengan menatap netra sendu itu penuh arti."Kamu selalu menolak dengan banyak alasan, jangan bilang kalau kamu ada pria lain di luar sana." Arka menatap sang kekasih dengan penuh curiga.Kinara lagi-lagi harus membuang muka, sebenarnya malas sekali untuk meladeni tuduhan-tuduhan yang tidak mendasar seperti ini."Baiklah, aku akan pergi sekarang, aku benar-benar sudah lelah," ucap Arka dengan penuh kekecewaan sebelum akhirnya pergi dengan langkah cepat.Kinara hanya bisa meringsut di atas kursinya. Kinara sudah berkali-kali melihat tingkah Arka yang akan marah seperti ini jika ia kembali menolak ajakannya untuk menikah, namun beberapa jam kemudian Arka akan kembali menemuinya seperti biasa.Setelah beberapa menit menghela nafas panjang, Kinara akhirnya memutuskan
"Jadi kamu mengerjaiku?" Kinara akhirnya sadar dengan apa yang baru saja terjadi."Jangan mimpi! Aku tidak akan pernah menikah denganmu!" Kinara melemparkan kain putih yang dari awal menutupi tubuh Arka, sebelum melangkah pergi hendak meninggalkan tempat itu.Melihat kemarahan Kinara, Arka dengan cepat turun dari ranjang, dan meraih lengan Kinara untuk menahan kepergiannya."Lepas!" Kinara beberapa kali mencoba menghempaskan lengannya, namun cengkeraman Arka tak kunjung terlepas darinya."Apa kamu perlu semarah ini padaku? Aku melakukan ini hanya karena ingin cepat menikah denganmu," jelas Arka dengan penuh penyesalan.Kinara akhirnya berbalik, menatap Arka yang terus menahannya."Aku sudah mengatakan akan menepati janjiku setelah membuka cabang toko kue yang baru, kenapa kamu malah melakukan hal bodoh seperti ini?" Kemarahan nampak terlihat jelas di wajah Kinara, nafasnya menderu hebat, dengan tatapan tajam yang ia layangkan pada calon Suaminya."Kamu tidak pernah tahu ketakutan terb
"Hah? Perlu dicoba dulu?" tanya Kinara tidak mengerti.Meski pernikahan bukanlah hal yang baru untuknya, namun Kinara tidak pernah melakukan fitting baju pengantin sebelumnya. Mungkin karena dulunya terlalu miskin, dirinya hanya melakukan akad nikah saja tanpa sebuah pesta besar seperti ini, sedangkan baju yang dia gunakan adalah kebaya tua bekas pernikahan Ibu dan Bapaknya dulu.Pemilik butik itu terdiam dengan senyum canggung, menatap Kinara yang menurutnya terlalu polos."Sayang, lalu apa gunanya kita fitting baju hari ini jika tidak perlu mencobanya?" tanya Arka frustasi."Oke, aku akan mencobanya," ucap Kinara sebelum melangkah pergi mengikuti pemilik butik ke sebuah ruangan kecil yang terletak tak jauh dari sana.Seorang wanita bertubuh tambun, nampak menghampiri Arka yang tengah terbengong di depan jejeran gaun pengantin wanita."Tuan, ini adalah pasangan dari gaun pengantin yang dipilih oleh calon Istri Anda, silakan dicoba," ucap wanita itu sembari memberikan setelan jas puti
"hahaha ... aku hanya bercanda, Sayang." Arka tertawa geli dengan memegangi perutnya yang terasa nyeri."Tidak lucu!" ketus Kinara sebelum kembali membuang muka dengan melipat kedua tangannya di bawah dada.Arka hanya tertawa dengan menggelengkan kepalanya pelan, sebelum kembali menginjak pedal gas dengan perlahan, mengeluarkan mobil dari parkiran butik.Keheningan menyelimuti perjalanan mereka kembali ke rumah. Arka hanya sesekali melirik Kinara yang duduk di sampingnya. Kinara nampak melihat sisi lain dari tubuhnya, seolah tengah menikmati indahnya pemandangan dari luar jendela mobil.Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya mobil Arka telah sampai di depan toko kue milik Kinara.Kinara telah memiliki beberapa cabang toko kue di luar kota, namun dirinya tetap tidak ingin membuat rumah sendiri untuk tempat tinggalnya. Kinara masih setia menetap di toko kue pertamanya, dengan alasan, tidak ingin memakan banyak waktu hanya untuk perjalanan menuju tempat kerjanya."Pulanglah! Aku lelah
Beberapa menit berlalu, hingga jam yang melingkar di pergelangan tangan Arka, menunjukkan pukul enam kurang lima menit, yang artinya akad nikah akan dilangsungkan lima menit lagi. Namun masih belum terlihat tanda-tanda Kinara akan terbangun dari tidurnya.Sekali lagi Arka menghela nafas berat, sebelum membangunkan putri tidurnya dari tidur lelap."Hey, tukang tidur, ayo bangun!" bisik Arka tepat di depan telinga Kinara dengan sedikit mengguncang tubuhnya yang belum berganti dengan gaun pengantin. Para Pelayan wanita kesulitan untuk mengganti baju Kinara dengan posisi terbaring, sementara Arka tidak memperbolehkan mereka untuk membangunkan sang putri tidur.Sekali lagi Arka menghela nafas berat dengan wajah frustasi ketika Kinara belum juga mendapatkan kesadaran."Mungkin seperti cerita dongeng, jika sang Pangeran ingin membangunkan Putri tidur, maka dia harus menciumnya," gumam Arka.Namun baru juga Arka memejamkan mata dengan bibir mengerucut, sebuah tangan dengan cepat menepuk keras