Kinara menghela nafas berat sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Arka."Aku akan menepati janjiku, tapi tidak sekarang, aku masih harus mengurus pembukaan cabang toko kueku di kota lain, Arka, tolong mengertilah," ucap Kinara dengan menatap netra sendu itu penuh arti."Kamu selalu menolak dengan banyak alasan, jangan bilang kalau kamu ada pria lain di luar sana." Arka menatap sang kekasih dengan penuh curiga.Kinara lagi-lagi harus membuang muka, sebenarnya malas sekali untuk meladeni tuduhan-tuduhan yang tidak mendasar seperti ini."Baiklah, aku akan pergi sekarang, aku benar-benar sudah lelah," ucap Arka dengan penuh kekecewaan sebelum akhirnya pergi dengan langkah cepat.Kinara hanya bisa meringsut di atas kursinya. Kinara sudah berkali-kali melihat tingkah Arka yang akan marah seperti ini jika ia kembali menolak ajakannya untuk menikah, namun beberapa jam kemudian Arka akan kembali menemuinya seperti biasa.Setelah beberapa menit menghela nafas panjang, Kinara akhirnya memutuskan
"Jadi kamu mengerjaiku?" Kinara akhirnya sadar dengan apa yang baru saja terjadi."Jangan mimpi! Aku tidak akan pernah menikah denganmu!" Kinara melemparkan kain putih yang dari awal menutupi tubuh Arka, sebelum melangkah pergi hendak meninggalkan tempat itu.Melihat kemarahan Kinara, Arka dengan cepat turun dari ranjang, dan meraih lengan Kinara untuk menahan kepergiannya."Lepas!" Kinara beberapa kali mencoba menghempaskan lengannya, namun cengkeraman Arka tak kunjung terlepas darinya."Apa kamu perlu semarah ini padaku? Aku melakukan ini hanya karena ingin cepat menikah denganmu," jelas Arka dengan penuh penyesalan.Kinara akhirnya berbalik, menatap Arka yang terus menahannya."Aku sudah mengatakan akan menepati janjiku setelah membuka cabang toko kue yang baru, kenapa kamu malah melakukan hal bodoh seperti ini?" Kemarahan nampak terlihat jelas di wajah Kinara, nafasnya menderu hebat, dengan tatapan tajam yang ia layangkan pada calon Suaminya."Kamu tidak pernah tahu ketakutan terb
"Hah? Perlu dicoba dulu?" tanya Kinara tidak mengerti.Meski pernikahan bukanlah hal yang baru untuknya, namun Kinara tidak pernah melakukan fitting baju pengantin sebelumnya. Mungkin karena dulunya terlalu miskin, dirinya hanya melakukan akad nikah saja tanpa sebuah pesta besar seperti ini, sedangkan baju yang dia gunakan adalah kebaya tua bekas pernikahan Ibu dan Bapaknya dulu.Pemilik butik itu terdiam dengan senyum canggung, menatap Kinara yang menurutnya terlalu polos."Sayang, lalu apa gunanya kita fitting baju hari ini jika tidak perlu mencobanya?" tanya Arka frustasi."Oke, aku akan mencobanya," ucap Kinara sebelum melangkah pergi mengikuti pemilik butik ke sebuah ruangan kecil yang terletak tak jauh dari sana.Seorang wanita bertubuh tambun, nampak menghampiri Arka yang tengah terbengong di depan jejeran gaun pengantin wanita."Tuan, ini adalah pasangan dari gaun pengantin yang dipilih oleh calon Istri Anda, silakan dicoba," ucap wanita itu sembari memberikan setelan jas puti
"hahaha ... aku hanya bercanda, Sayang." Arka tertawa geli dengan memegangi perutnya yang terasa nyeri."Tidak lucu!" ketus Kinara sebelum kembali membuang muka dengan melipat kedua tangannya di bawah dada.Arka hanya tertawa dengan menggelengkan kepalanya pelan, sebelum kembali menginjak pedal gas dengan perlahan, mengeluarkan mobil dari parkiran butik.Keheningan menyelimuti perjalanan mereka kembali ke rumah. Arka hanya sesekali melirik Kinara yang duduk di sampingnya. Kinara nampak melihat sisi lain dari tubuhnya, seolah tengah menikmati indahnya pemandangan dari luar jendela mobil.Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya mobil Arka telah sampai di depan toko kue milik Kinara.Kinara telah memiliki beberapa cabang toko kue di luar kota, namun dirinya tetap tidak ingin membuat rumah sendiri untuk tempat tinggalnya. Kinara masih setia menetap di toko kue pertamanya, dengan alasan, tidak ingin memakan banyak waktu hanya untuk perjalanan menuju tempat kerjanya."Pulanglah! Aku lelah
Beberapa menit berlalu, hingga jam yang melingkar di pergelangan tangan Arka, menunjukkan pukul enam kurang lima menit, yang artinya akad nikah akan dilangsungkan lima menit lagi. Namun masih belum terlihat tanda-tanda Kinara akan terbangun dari tidurnya.Sekali lagi Arka menghela nafas berat, sebelum membangunkan putri tidurnya dari tidur lelap."Hey, tukang tidur, ayo bangun!" bisik Arka tepat di depan telinga Kinara dengan sedikit mengguncang tubuhnya yang belum berganti dengan gaun pengantin. Para Pelayan wanita kesulitan untuk mengganti baju Kinara dengan posisi terbaring, sementara Arka tidak memperbolehkan mereka untuk membangunkan sang putri tidur.Sekali lagi Arka menghela nafas berat dengan wajah frustasi ketika Kinara belum juga mendapatkan kesadaran."Mungkin seperti cerita dongeng, jika sang Pangeran ingin membangunkan Putri tidur, maka dia harus menciumnya," gumam Arka.Namun baru juga Arka memejamkan mata dengan bibir mengerucut, sebuah tangan dengan cepat menepuk keras
Setelah selesai melakukan sesi pemotretan, Kinara dan Arka berjalan beriringan dengan menuntun Nathan yang baru belajar berjalan di tengah-tengah mereka.Nathan nampak lucu dengan setelan jas yang berwarna senada dengan Ibu dan Ayah sambungnya, dengan dasi kupu-kupu hitam yang melekat di kera kemejanya. Ia berjalan tertatih dengan pipi gembul yang tidak berhenti menampakkan garis lengkung di bibirnya.Para tamu nampak terkesima dengan kehadiran keluarga baru itu. Mereka terlihat begitu serasi, bahkan wajah Nathan semakin lama semakin mirip dengan Arka, meski pada dasarnya mereka tidak memiliki ikatan darah."Selamat atas pernikahan kalian, saya benar-benar ikut terharu dengan prosesi sakral ini," ucap seorang Bapak paruh baya yang secara tiba-tiba muncul dari belakang mereka. Memberikan sebuah jabat tangan hangat pada Arka yang terlihat begitu bahagia."Terima kasih atas kehadiran Anda, Pak Albert," ucap Arka sesaat setelah menjabat tangan salah satu klien dengan investasi terbesar di
Pelayan wanita itu nampak menghela nafas lega."Apakah ada hal lain yang Anda perlukan, Nyonya?" ucap Pelayan itu dengan sopan."Tidak," jawab Kinara singkat."Baiklah, kalau begitu saya permisi," pamitnya sebelum pergi meninggalkan Kinara yang masih berdiri dengan Nathan yang berada di gendongannya.Kinara merasa aneh dengan Nathan yang tidak mengeluarkan suara sedikit pun sejak kembali dari pesta di halaman rumah.Kinara memeriksa Nathan yang menyenderkan kepala di pundaknya. Ternyata mata Nathan terpejam, mungkin karena terlalu lelah, Nathan jadi tertidur pulas di gendongan Kinara.Kinara perlahan meletakkan Nathan di atas ranjang kecil miliknya. Dengan bantal dan selimut berwarna biru, seolah senada dengan cat dinding di dalam kamar itu.Setelah dirasa Nathan tertidur cukup nyenyak, Kinara kembali ke dalam kamar Arka untuk mengambil baju ganti yang sempat ia bawa dari rumah.Kinara melepas gaun pengantin yang begitu membuatnya kesulitan untuk bergerak, gerakannya dibatasi oleh pan
Kinara hanya terdiam sebelum pergi meninggalkan para Pelayan yang masih memenuhi seluruh penjuru dapur. Mungkin niat baiknya untuk membuatkan sang Suami sarapan hari ini tidak akan terlaksana.Kinara memutuskan untuk mengecek ke kamar sang putra. Namun ketika pintu terbuka, Kinara melihat Nathan yang masih tertidur pulas di atas ranjang kecilnya. Sepertinya Nathan suka sekali dengan kamar barunya, hingga membuatnya betah berlama-lama untuk tidur di dalam sana.Kinara yang tidak tahu harus mencari kesibukan apa, akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar pengantinnya."Kamu ke mana saja? Aku mencari-carimu ke mana-mana," ucap Arka ketika melihat Kinara yang baru membuka pintu kamar."Aku pergi ke dapur, ada apa?" tanya Kinara penasaran dengan wajah Arka yang terlihat panik."Ngapain ke dapur? Sudah ada Pelayan di sini, mulai sekarang tidak usah memasak lagi, tugasmu hanya menemaniku," rengek Arka dengan menarik paksa lengan Kinara ke dalam pelukannya.Kinara yang merasa heran, hanya te
Tawa itu seketika menghilang, menyisakan kesunyian yang begitu mencekam. Raut wajah panik menyoroti seorang pria yang tengah terdiam, masih duduk di atas tempat tidur pasiennya. Sorot mata tajam itu terasa begitu mengiris, menatap lekat lantai rumah sakit yang berada di bawah tubuhnya."Sayang, ikutlah denganku besok, aku hanya ingin Nathan melihat wajah Ayah kandungnya untuk yang terakhir kali. Tidak ada maksud lain," ucap Kinara. Dirinya berusaha meyakinkan sang Suami yang masih meragukan kesetiaannya.Arka seketika mendongak. Menatap Kinara dengan wajah tak percaya. Mulut itu terasa kaku untuk sesaat, sampai akhirnya memutuskan sesuatu yang tidak dipercayai oleh semua orang. "Baiklah, besok kita pergi ke sana."Saking tidak percayanya, kedua Pengawal dan Risa saling bertukar pandang. Dengan tatapan penuh kebingungan.***Keesokan harinya. Setelah keluar dari rumah sakit. Arka dan Kinara segera berangkat menuju rumah sakit jiwa yang sebelumnya merawat Bayu. Mereka meninggalkan buah
Kinara berharap cemas, ketika mendengar suara langkah kaki beriringan yang semakin mendekati ruangannya. Tubuhnya terasa kaku untuk sekedar berdiri meminta pertolongan. Jahitan di bawah perut masih terasa begitu nyeri hingga menusuk tulang."Mbak Risa, tolong segera panggil Dokter. Arka pingsan," ucapnya dengan suara serak ketika mendapati seorang wanita yang ia kenal baru memasuki ruangan. Nampak seorang wanita cantik yang tengah menggendong anak laki-laki berusia dua tahun. Dua pria bertubuh besar di belakangnya pun ikut panik. Mereka berlari keluar ruangan untuk mencari bantuan dari tenaga medis yang bertugas di sana.Selang beberapa menit, ketiga orang itu kembali dengan seorang Dokter pria yang tengah mengekor di belakang mereka."Tolong bantu baringkan Pasien di tempat tidur, untuk memudahkan saya dalam memeriksa," ujar sang Dokter dengan nada panik.Kedua Pengawal Arka segera membaringkan tubuh atasannya di atas tempat tidur rumah sakit di samping Kinara. Setelahnya mereka berd
Arka membelalak. Risa tidak tahu bagaimana perasaan atasannya saat ini. Dengan kekhawatiran bercampur rasa takut yang amat sangat, bagaimana mungkin dirinya akan pulang meninggalkan sang Istri dan buah hatinya untuk sekedar beristirahat di rumah."Apa ada masalah, Pak?" tanya Risa khawatir saat melihat raut kebingungan dari wajah atasannya."Bisakah kamu menutup mulut? Lebih baik kamu pergi jemput Nathan dan bawa kemari," ucap Arka seraya memegangi kepalanya.Pria tampan dengan kemeja putih yang terlihat lusuh kini melangkah pasti menuju salah satu ruangan rawat di rumah sakit itu.Risa masih membeku di tempat, menatap iba pada punggung lebar sang atasan yang semakin menghilang dari pandangan matanya. Sorot mata penat terlihat begitu jelas dari sana.Wanita yang kini telah mendapatkan kembali kesadarannya, terlentang di atas ranjang rumah sakit dengan membuang muka ketika sang Suami datang menghampiri. Rasa sesak masih terasa memenuhi dada. Setelah pernikahan pertamanya yang kandas ak
Tatapan sendu bercampur dengan kekhawatiran yang terpancar dari wajah lelah itu, membuat Dokter sedikit merasa iba, hingga mengizinkan Arka untuk menemani sang istri yang tengah berjuang antara hidup dan mati ketika berusaha melahirkan buah hati mereka di meja operasi.Dengan pakaian serba hijau dan jaring penutup kepala, Arka berdiri di samping meja operasi. Menatap nanar wajah yang kini tengah terpejam erat. Emosi yang baru saja meledak-ledak mengakibatkan tekanan darah meningkat hingga terjadi eklamsia pada Kinara. Kondisi darurat di mana ibu hamil kehilangan kesadaran hingga mengalami kejang.Memori Arka seketika berputar mundur, mengingat penjelasan sang Dokter mengenai kondisi kesehatan sang Istri yang kini terbaring lemah di meja operasi. Eklamsia bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi dalam waktu bersamaan.Arka berlutut menghadap kepala sang Istri, memegangi tangan Kinara yang tengah terlentang dengan erat."Kinara, bangunlah." Satu kalimat itu berulang kali ia ucapkan dengan l
"Tidak! Lepaskan aku! Aku membencimu!" Kinara berteriak kencang seraya memberontak. Ia tidak bisa mengendalikan diri akibat emosi yang membara dalam hati. Rasa nyeri akibat luka lama yang kembali terbuka mengalahkan rasa sakit pada kontraksi pertamanya. Masih terlintas jelas memori otaknya ketika mendapati Arka bermain api di belakang."Aku tidak akan melepaskanmu. Setelah ini aku janji akan menyelesaikan kesalah pahamanmu padaku."Meski kualahan dengan sang Istri yang terus meminta turun dari gendongannya, Arka tidak menyerah, kaki jenjangnya melangkah cepat menuju mobil yang terparkir di halaman perusahaan miliknya. Dengan nafas menderu, ia merasa acuh tak acuh pada beberapa karyawan yang menatapnya terheran-heran.Salah satu sorot mata, nampaknya mampu menerka hal yang begitu membuat sang atasan merasa panik. Hingga ia memutuskan untuk mengekor dengan langkah cepat dari belakang."Pak Arka, apakah Mbak Kinara akan melahirkan?" Terdengar suara panik dari seorang wanita yang dengan c
Drrttt ... Drrttt ....Suara getaran ponsel menghentikan aktivitas mereka. Arka dengan cepat menyambar ponsel yang tengah bergetar di atas meja kerjanya."Pak, Anda harus cepat pergi ke kantor, ada salah satu Klien yang meminta Anda untuk membahas masalah saham perusahaan secepatnya." Terdengar suara panik dari seorang pria dari seberang telepon.Arka dan Kinara terlihat saling bertukar pandang untuk sesaat."Baiklah, saya akan segera pergi ke sana," jawab Arka dengan perasaan gusar sebelum menutup sambungan telepon."Ada apa, Sayang?""Belakangan ini saham perusahaan tiba-tiba turun secara misterius. Banyak Investor yang meminta penjelasan. Aku harus segera pergi," jelas Arka dengan raut wajah panik. Pria itu dengan cepat bangkit dan menyambar kasar jas hitam yang tergantung di senderan meja kerjanya."Tapi kamu bahkan belum beristirahat semenit pun." Kinara menatap khawatir pada tubuh pria yang terlihat panik di depannya.Arka perlahan mendekatkan tubuhnya. Kedua tangannya memegangi
Kinara hanya tertawa kecil. Meski sang suami bersikap seperti itu, dirinya tetap merasa bersalah karena menambah beban pekerjaan untuk suaminya. "Apa kamu lelah? Setelah membersihkan kekacauan ini aku akan memijat punggungmu sebentar.""Tidak! Lebih baik sekarang kamu istirahat. Biarkan Pelayan saja yang melakukan pekerjaan ini."Wajah wanita itu seketika berubah setelah persekian detik. Sorot mata tajam ia layangkan pada suaminya, karena salah menangkap maksud ucapan dari Arka. "Jadi maksudmu, lebih baik Pelayan saja yang memijat punggungmu? Lalu untuk apa menikahiku jika semua bisa dikerjakan oleh Pelayan?"Arka terdiam sejenak sembari mencerna ucapan ketus dari sang istri yang tidak bisa ia tangkap dengan baik. Sikap Kinara terlalu sensitif semenjak kehamilannya. Menjadikannya sering kali berseteru dengan sang suami hanya karena salah menangkap maksud ucapan lawan bicaranya. "Memangnya aku ada salah bicara?""Huh! Sudahlah, aku tidak ingin berbicara denganmu hari ini," ketus Kinara
"Kenapa diam? Ayo tertawa lagi!" ucap Arka lantang dengan gestur menantang.Dua pria berbadan kekar itu seketika terdiam membisu. Tak ada sedikit pun keberanian untuk menampik ucapan sang atasan."Se-sebenarnya, Tuan, kami tidak memiliki saran apa pun untuk hal ini." ucap Tono dengan tubuh yang sedikit bergetar."Apa maksudmu?" Sorot mata tajam nan mengintimidasi mulai dilayangkan pada kedua pria di depannya."Begini, Tuan. Seorang Ibu hamil yang menginginkan sesuatu cenderung tidak bisa dibantah. Jika itu nekat dilakukan, hal itu akan menjadi bumerang bagi diri Anda sendiri."Sorot mata tajam itu kini berfokus menatap arah lain. Otaknya mencoba berpikir keras. Menerjemahkan bahasa yang sedikit tidak ia mengerti."Singkatnya begin, Tuan. Jika Anda menentang keinginan Nyonya, bisa saja Nyonya pergi dari rumah meninggalkan Anda. Karena perasaan hati Ibu hamil cenderung lebih sensitif," jelas Toni ketika berhasil mengumpulkan keberanian beberapa detik yang lalu.Arka membelalak, "Hah? Se
Setelah melakukan ritualnya hingga dua kali di dalam kamar mandi, akhirnya sepasang kaki itu berjalan keluar mendekati sang Istri yang terlihat meringkuk di balik selimut.Air hangat masih terlihat mengucur melalui kaki jenjangnya. Handuk putih masih melilit tubuh bagian bawahnya. Namun lagi-lagi sang Istri merasa enggan untuk didekati."Sayang, bisakah kamu tidur di kamar lain untuk malam ini? Aku benar-benar tidak tahan dengan aroma tubuhmu."Belum juga kedua kaki itu menaiki ranjang. Aktivitas itu sudah dihentikan oleh penolakan sang Istri yang meminta Arka untuk tidur di tempat lain."Astaga, Sayang. Aku sudah mandi, bahkan ini sudah yang ke dua kali loh! Kamu mau aku bagaimana lagi?" pekik Arka frustasi. Kedua tangannya mengacak rambutnya kasar."Sayang, maafkan aku. Tapi sepertinya Anak kamu tidak menyukai aroma tubuh Papanya."Duar!Kalimat itu seolah membuat Arka bagaikan disambar petir di siang bolong. Matanya membelalak, ada perasaan tak percaya dengan apa yang baru saja mem