Happy Reading . . . *** Suara bising yang sedikit ditimbulkan dari arah dapur disaat waktu baru menunjukkan pukul tujuh pagi itu, mampu membangunkan tidur Jacob yang cukup berkualitas semalam. Dan kini ia sudah berada di dapur dengan pandangan tidak percaya akan hal yang sedang ia lihat di depannya. Nalla, wanita yang ia ketahui tidak pernah menyentuh dapur itu namun kini sedang memasak di atas kompor. Tentu hal seperti itu sangat membuat Jacob terkejut sekaligus tidak percaya disaat yang bersamaan. "Hei, apa yang sedang kau lakukan?" Tanya pria itu sambil menghampiri Nalla. "Mendaki gunung," balasnya dengan asal. "Rupanya sekarang kau juga sudah menyukai bergurau," ujar Jacob dengan senyuman kecil yang terbit di sudut bibirnya itu. "Kau bisa melihat sendiri apa yang sedang aku lakukan, bukan?" "Sejak kapan?" "Setengah jam yang lalu." Pria itu pun langsung memutar mata jengah mendengar jawaban wanita itu yang selalu tidak serius. "Saya bertanya sejak kapan kau bisa memasak? B
Happy Reading . . . *** Suara erangan kesakitan yang tertahan oleh sehelai lakban yang menutup mulut seorang pria yang terlihat sudah mulai tidak berdaya itu sayup-sayup terdengar memenuhi sunyinya ruangan tersebut. Sinar terang lampu juga menyorot dirinya seakan membutakan pria itu. Belum lagi tubuhnya yang terikat di sebuah kursi kayu dengan ikatan-ikatan tali yang terasa begitu mengikat dan sesak sehingga membuatnya sedikit kesulitan bernafas. Beberapa saat kemudian, suara pintu terbuka dan langkah kaki yang mendekat. Membuat pria itu merasa sedikit cemas akan kedatangan seseorang yang datang. Karena sudah beberapa kali selama ia disekap seperti itu, ia selalu mendapatkan perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari sang rival hingga membuat wajah sampai tubuh pria itu sudah terdapat banyak luka dalam maupun luar. Hingga seseorang yang datang tersebut sudah berdiri tepat di hadapannya, baru ia bisa melihat dengan pandang tidak menyangka akan keberadaan Nalla. Mulut yang dibungka
Happy Reading . . . *** Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, dan saat itu juga. Benjamin baru melepaskan rantai yang mengikat dan menggantung tubuh Nalla selama hampir dua puluh empat jam lamanya. Air mata wanita itu rasanya sudah habis ia keluarkan sebagai pelampiasan atas rasa kesakitan dan ketidakberdayaannya, dari penderitaan yang pria itu berikan. "Pakai ini," perintah pria itu sambil melemparkan selembar kain tipis kepada Nalla yang tubuhnya sudah tergelatak di atas dinginnya lantai dan tidak bisa berbuat apa-apa karena pada sekujur tubuhnya itu, ia hanya bisa merasakan kesakitan yang teramat sangat saja. Selain tubuhnya yang sebagian besar juga sudah penuh dengan luka, wajah Nalla juga tidak luput dari bagian penyiksaan Sebastian. Setelah pria itu sudah memakai pakaiannya kembali, ia pun menghampiri keberadaan Nalla kembali. "Kau tahu dengan resiko dari setiap perlakuanmu yang tidak menyenangkan di mataku, bukan?" Ujar Benjamin sambil mencekik leher Nalla yang sedang
Happy Reading . . . *** Nalla membuka mata disaat ia merasakan dinginnya siraman air yang membasahi tubuhnya. Keterkejutan atas sensasi rasa dingin yang menyerang tubuhnya, wanita itu juga cukup terkejut setelah melihat dirinya yang sudah terikat di sebuah kursi dan mulut yang juga tertutup lakban, ia memiliki nasib yang sama seperti Jacob yang berada tidak jauh di sampingnya. Ruangan yang terasa sangat asing bagi Nalla, juga membuatnya berpikir sejenak apa yang sebenarnya sudah terjadi selama ia tidak sadarkan diri. Walaupun rasa asing karena ia masih tidak mengenali ruangan yang sudah menjadi tempat penyekapannya itu, setidaknya Nalla bisa bernafas dengan sedikit lega karena kini tubuhnya sudah tidak polos lagi. Terusan bewarna putih yang memiliki bahan sangat tipis itu, namun kini sudah melekat dan mencetak tubuh sempurna wanita itu hingga terlihat tembus pandang karena basahnya pakaian yang di tubuhnya tersebut akibat dirinya yang baru saja menerima siraman air. "Menikmati tid
Happy Reading . . . *** Senyuman penuh keartian itu langsung menghilang disaat Nalla mendengar suara pintu ruangan tersebut yang terbuka, dan munculah Jim sang anak buah Benjamin di sana. "Dan orang dalam kita sudah datang," ucap wanita itu sambil memperhatikan Jim yang sedang melangkahkan kaki menghampiri keberadaan Nalla, dengan pandangan bingung karena letak duduknya bisa berpindah menjadi sangat dekat dengan posisi Jacob. "Bagaimana posisi anda bisa berpindah seperti ini?" Tanyanya menyelidik. Nalla pun mengangkat kedua bahunya sambil membalas ucapan Jim yang sedang merasa setengah bingung. "Tidak tahu. Tanyakan saja kepada bosmu itu." "Seharusnya anda tidak berdekatan seperti ini, Queen." "Saya bukan lagi seorang nyonya, apalagi bos untukmu. Jadi, jangan panggil saya seperti itu lagi." "Baiklah. Tetapi saya harus memindahkan posisi anda, dan mengikat kembali kedua kaki anda seperti yang sudah King Benjamin perintahkan." "Ya, silakan saja. Kau bisa mengangkat sendiri tubu
Happy Reading . . . *** [Satu Minggu Kemudian] ~ Sambil memandangi bangunan di depan sana dari kejauhan, Jacob merasa begitu gelisah disaat dirinya sedang menunggu informasi yang akan diberikan oleh sang anak buah. Sudah cukup lama pria itu menunggu dan menanti di dalam mobil, namun beberapa anak buahnya yang sedang ia perintahkan untuk memeriksa seluruh wilayah bangunan yang menjadi tempat dimana selama satu minggu lalu dirinya itu telah disekap oleh sang rival, belum juga memberikan informasi mengenai kondisi di dalam sana. Ya, sudah satu minggu lamanya Jacob berhasil melarikan diri dan kembali ke kehidupannya untuk memulai rencana penyelamatan Nalla bersama anak-anak buahnya. Namun setelah rencana yang sudah ia persiapkan dengan sempurna, nyatanya tidak berjalan seperti yang direncanakan. Karena baru saja Jacob mendapatkan informasi dari para anak buahnya, yang mengatakan bahwa bangunan itu sudah kosong dan tidak ada seorang pun di sana. Tentu Jacob merasa begitu marah dan ge
Happy Reading . . . *** Sinar cahaya yang masuk melalui celah-celah mata, membuat ketidaksadaran wanita itu perlahan demi perlahan mulai membuka kedua matanya. Pencahayaan yang masih ingin disesuaikan oleh sang pemilik mata, langsung teralihkan oleh sebuah genggaman hangat yang terasa di tangannya itu. "Jacob..." Panggil Nalla dengan nada yang terdengar sangat lemah setelah melihat keberadaan pria itu yang ternyata sedang menggenggam tangannya. "Hei, apa yang kau rasakan?" "Sakit. Seluruh tubuhku terasa sangat sakit." "Dan sekarang kau sudah baik-baik saja. Dokter sudah menanganimu, dan kau tidak perlu merasa cemas apalagi takut akan hal apapun itu, okay?" "Okay." "Saya senang kau bisa menepati janjimu yang ingin bertahan dari apapun itu kondisi yang sudah kau dapatkan." "J, bagaimana aku bisa berada di sini? Dan, bagaimana kau bisa menemukanku?" "Apa yang kau ingat dari semua kejadian sebelum kau sampai akhirnya berada di sini?" "Tidak semuanya. Tetapi aku ingat beberapa h
Happy Reading . . . *** Dua minggu waktu sudah berlalu, dan Nalla pun melewati masa pemulihannya dengan Jacob yang selalu berada di sampingnya. Pria itu tidak pernah meninggalkan wanita itu sedetik pun. Dan dalam waktu pemulihan tersebut, keduanya pun juga menyusun rencana yang akan dilakukan dalam misi pembalasan dendam, dengan target pembunuhan yang akan dilakukan kepada Benjamin. Dan saat ini, Nalla sedang merapikan kembali rambut palsu yang sudah dikenakannya. Gaun bewarna merah menyala yang juga melekat pada tubuh wanita itu, semakin menyempurnakan penampilan Nalla yang tersamar dengan rambut pendek bewarna pirang yang cukup membuat wajahnya tidak dikenal oleh siapapun yang pernah melihat dirinya. "Dimana apapun itu benda yang bisa menutupi bekas luka memarmu ini?" Ucap Jacob saat ia sedang melangkah menghampiri Nalla. "Foundation?" "Berikan kepada saya." Nalla pun memberikan alat make-up yang dimaksud Jacob tadi, dan tubuhnya pun langsung dibalik hingga membelakangi pria
Happy Reading . . . *** Roma, Italia ~ Setelah kedua insan tersebut yang memutuskan untuk bisa kembali bersama-sama, Jacob pun mengajak Nalla untuk bisa kembali ke tempat dimana keduanya berasal. Dengan kembalinya mereka, keduanya ingin memulai kehidupan baru secara bersama-sama dari awal. Dan di rumah Jacob yang dulu menjadi tempat tinggal bersama keluarganya dulu lah, mereka memutuskan untuk memulainya kembali dari awal. Karena hanya tinggal rumah sederhana tersebut sajalah yang benar-benar pria itu miliki. Satu-satunya properti yang Jacob miliki, tanpa campur tangan dari hasil pekerjaan membahayakan yang sudah ditinggalkannya itu. Dan saat ini, senyuman Nalla tidak bisa berhenti disaat melihat berapa manisnya sikap sang pria yang dicintainya. Dengan duduk di kursi meja makan, Nalla sedang memperhatikan Jacob di depan sana yang sedang membuatkan kukis atas keinginan wanita itu. Jacob yang mendengar hal tersebut tentu dengan senang hati melakukan keinginan yang entah sedang dira
Happy Reading . . . *** Satu bulan, tidak terasa waktu sudah berlalu namun Jacob masih belum juga kembali dan bahkan lebih buruknya lagi pria itu juga sama sekali tidak pernah memberikan kabar apalagi menghubungi Nalla. Jangankan menghubungi, dihubungi juga pun entah kenapa ponsel Jacob selalu tidak aktif. Tentu hal tersebut membuat wanita itu menjadi sangat marah. Jacob seakan lari dari tanggung jawabnya, tidak hanya kepada Nalla, tetapi juga kepada anak yang sedang dikandung wanita itu. Sudah cukup rasanya bagi Nalla untuk bersikap sabar dan menunggu kedatangan pria yang tidak pantas untuk diharapkan. Jika seperti ini, Nalla merasa Jacob seperti tidak menginginkannya. Begitu juga dengan calon anak mereka yang masih tidak mengetahui apa-apa. Wanita itu tidak mempersalahkan pria itu yang mungkin memang tidak menginginkan dirinya lagi, tetapi saat ini keadaannya sudah berbeda. Ada buah hati mereka yang telah hadir dan bisa memberikan harapan akan cinta keduanya yang semakin terikat.
Happy Reading . . . *** Jacob melangkah turun dari mobil, lalu bergegas menghampiri sang anak buah yang sudah menunggunya dan bersiap untuk melakukan misi baru di depan markas kelompoknya. Tidak ada waktu istirahat bagi pria itu setelah menempuh perjalanan darat dari Paris menuju Italy menggunakan mobil selama lebih dari dua belas jam lamanya. Baginya, kepuasan client akan hasil kerja yang bisa tuntas dengan maksimal adalah sebuah kebanggaan baginya sendiri. "Dimana lokasinya?" Tanya Jacob sambil memakai kacamata hitamnya. "Via Calandrelli. Salah satu real estate ekslusif di Roma, dan klien kita menginginkan Mansion tersebut beserta isi dan kekayaan sang adik." "Mereka berkeluarga?" "Ya, Boss." "Sang kakak menginginkan kekayaan sang adik?" "Dari informasi yang saya dapat seperti itu." "Bisakah kau menyaring misi yang lebih menegangkan bagi saya? Dan tidak dengan ikut campur ke dalam permasalahan keluarga orang lain seperti ini? Kau pikir tidak lelah berkendara selama lebih da
Happy Reading . . . *** Tubuh Nalla langsung menegang disaat bahunya itu terasa disentuh dengan tiba-tiba hingga membuatnya cukup terkejut. "Madam Lesley? Hai, Madam." Sapa Nalla setelah melihat keberadaan Madam Lesley yang ternyata sudah mengejutkannya. "Hei, senang bisa bertemu denganmu lagi, Nalla. Bagaimana kabarmu? Apakah setelah mengambil cuti kau sudah merasa lebih baik?" "Ya, Madam. Semuanya sudah terasa lebih baik. Dan sekarang kabar saya pun juga sudah baik-baik saja." "Tetapi saya bisa melihat dari raut wajahmu, seperti masih ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu. Ada apa?" Tanya Nadam Lesley sambil mendudukkan diri di samping Nalla. Di kursi panjang taman belakang itu, wanita paruh baya tersebut siap mendengarkan keluh kesah yang sangat terlihat pada diri Nalla. Namun memang benar, wanita itu sedang memikirkan bagaimana nasib anak yang dikandungnya itu. Setelah melalui malam penuh ketegangan kemarin, Nalla memang langsung memutuskan untuk kembali ke panti wreda dima
Happy Reading . . . *** Wanita itu menatap dirinya di depan cermin besar di dalam kamar mandi, sambil mengusap lembut perutnya yang dilapisi t-shirt yang dikenakannya itu. Sudah hampir tiga puluh menit dirinya berada di sana untuk memikirkan sebuah hal yang baru saja diketahuinya itu, dan bisa memutar seluruh kehidupan kedepannya nanti. Diangkatnya kembali dan ditatap benda kecil yang sudah menjadi pusat perhatian wanita itu semenjak hasilnya telah keluar. Sebuah tanda positif tertera pada bagian hasil alat tes kehamilan itu, telah menjelaskan semua hal yang saat ini sedang dihadapi oleh Nalla. Ya, Nalla sedang hamil dan wanita itu baru saja mengetahuinya setelah melakukan tes pemeriksaan mandiri. Dengan segala analisanya akan beberapa hal aneh yang dirasakan dan dialami oleh Nalla, membuat wanita itu menjadikannya harus melakukan tes sederhana yang memang sudah jelas mengarah kepada dirinya yang sedang hamil. Dari wanita itu yang merasakan hal aneh pada tubuhnya, rasa sensitif yan
Happy Reading . . . *** Nalla membuka mata setelah dirasa istirahatnya itu sudah cukup. Perasaan yang sudah menjadi lebih baik setelah tubuhnya itu sedang diserang oleh rasa mual, pusing dan lemas, yang alasannya pun masih juga belum diketahui. Namun yang wanita itu ketahui, rasa aneh yang sedang ia rasakan pada tubuhnya itu menjadi semakin tidak jelas. "Jacob..." Panggil Nalla dengan suara yang lemah. Tidak melihat pria yang dipanggilnya itu tidak juga datang, dengan perlahan Nalla beranjak dari ranjang untuk mencari keberadaan Jacob di luar kamar. "J, kau berada dimana?" "Hei, kau sudah terbangun?" Suara yang berasal dari dapur itu membuat Nalla menolehkan kepala, lalu melangkah menghampiri Jacob yang berada di sana. "Duduklah. Makanannya akan segera siap," perintah pria itu setelah melihat Nalla yang sudah berada di dapur. "Aku tidak ingin makan," rengek wanita itu sambil mendudukkan diri di kursi meja makan. "Hei, kau harus makan, Nalla. Kau sedang tidak baik-baik saja,"
Happy Reading . . . *** "Selamat pagi, Madam Lesley. Bagaimana tidur anda semalam? Apakah terasa nyenyak seperti biasanya?" Sapa Nalla dengan ceria setelah ia membuka pintu kamar dan melihat sang pemilik kamar yang seperti biasa sudah membaca sebuah buku di pagi hari seperti ini. "Selamat pagi, Nalla. Tidur saya semalam cukup nyenyak. Oh ya, kemarilah. Duduk di sini sebentar," balas Madam Lesley sambil menepuk sisi kursi sofa tepat di samping wanita paruh baya itu mendudukkan dirinya. "Ada apa, Madam?" Tanya Nalla sedikit penasaran setelah ia mendudukkan diri di sofa tersebut. "Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Harry?" "Hhmm..., Harry? Tidak ada perkembangan apapun yang terjadi di antara kami, Madam." Balas wanita itu dengan sedikit canggung. "Sama sekali?" "Ya. Seperti yang sudah saya katakan sejak awal, dengan Harry yang memang tidak tertarik dengan saya." "Tetapi bagi saya kau itu yang terbaik, Nalla. Bagi saya tidak ada wanita lain yang pantas mendampingi Harry sel
Happy Reading . . . *** Suara kecupan dari lembabnya kedua bibir yang saling melumat itu terdengar cukup nyaring di dalam ruang mobil yang tidak terlalu luas itu. Hawa panas pun masih mengisi situasi di kursi mobil bagian belakang, setelah percintaan kedua insan itu baru saja selesai dilakukan. Setelah melakukan makan malam bersama tadi, pria itu pun mengajak Nalla untuk pergi ke tempat tujuan selanjutnya. Dan bukit yang jauh dari kata keramaian, dengan pemandangan langsung menuju kota adalah pilihan Jacob. Selain ingin menghabiskan waktu bersama dengan hal menyenangkan, pria itu juga membutuhkan waktu berduaan saja bersama Nalla di tempat yang sunyi nan sepi, dan jauhnya kegiatan orang lain. "Aku menyukai bercinta di ruang yang cukup terbatas seperti ini," ucap Nalla setelah ia mengakhiri ciumannya. "Benarkah?" "Ya. Dan sepertinya di mobil ini sudah menjadi tempat favorit kita untuk menghabiskan malam bersama." "Terasa seperti sepasang remaja yang sedang menjalin hubungan diam-
Happy Reading . . . *** Wanita itu tersenyum kecil setelah melihat penampilannya yang sudah cukup sempurna untuk kencan sederhana yang akan ia lakukan bersama Jacob. Dress sederhana yang serupa dengan sederhananya riasan di wajah wanita itu, semakin membuat ia merasa sedikit tidak sabar untuk menghabiskan waktu pada malam ini bersama pria itu. Setelah sekian lama tidak bertemu dan keduanya pun juga langsung melewati percintaan panas yang tidak direncanakan dan sangat tiba-tiba untuk yang pertama kalinya kemarin, hubungan di antara kedua insan itu pun menjadi kembali menghangat. Tidak seperti pertemuan pertama mereka yang saat itu masih terasa canggung dan terdapat rasa amarah pada salah satu pihak yang masih tidak terima akan kepergian wanita itu. Namun saat ini, sepertinya hal-hal semacam itu sudah tidak ada lagi setelah rasa rindu yang telah keduanya saling ungkapkan melalui percintaan yang membuat pasangan itu seakan menjadi semakin terikat. Seperti malam ini, setelah jam kerjan