Hai pembaca aku yang tidak aku ketahui siapa gerangan. Terima kasih ya sudah membaca tulisanku. Aku sangat menghargai kalian yang sudah membaca sejauh ini. Aku harap kita bisa menjalin komunikasi melalui komentar atau apapun. Bisakah kalian memberikan jejak berupa komentar? Hehe
Atau kalian ada yang dibingungkan terkait isi cerita ini? Bisa sekali, ditanyakan. Kita bisa diskusi ya. Kalau memang kamu paham sekali tentang case di cerita ini, bisa juga ya beri masukan. Sekecil apapun masukan/komentar dari kalian, semoga bisa berefek besar dalam kualitas penulisanku ke depannya.
Sekali lagi, terima kasih ya sudah membaca ceritaku. Jika berkenan, mau minta tolong bagikan juga ke teman-teman sekitarmu untuk ikut bersama mengarungi kisah ini.
Salam hangat,
Mochi đ
Kenapa aku dibawa ke sini? Papah udah gak sayang aku ya? Papah suruh aku pergi juga seperti Reno dan Rey?Aku gak tahu salah aku apa. Kenapa mereka marah sama aku? Kenapa juga aku dikirim ke sini? Gak sekalian aja kirim aku pergi dari dunia ini?"Arrrggghhhh." Aku meraung mengeluarkan segala rasa sakit ini. Menjambak rambutku saja rasanya sudah tak ada. Di dalam sini sakit sekali.Memang setidak berguna itu aku ada di dunia ini? Kenapa Tuhan gak ambil aku aja. Ria capek, Tuhan. Ria sakit. Ria ingin pergi dan gak lagi hidup di tengah kebencian dan orang yang selalu minta Ria pergi.Segala cara telah Ria coba untuk pulang ke sisi Tuhan, tapi kenapa gak pernah berhasil? Tuhan mau apa sih dari Ria? Tuhan gak tolong Ria, Tuhan malah kirim Ria ke sini. Tuhan suruh Papah kirim Ria ke sini kan? Ria harus apa Tuhan?Ria gak pernah minta dilahirkan dari orang tua kaya raya banyak h
"Ri, bangun udah siang," ujar Tian dari depan pintu kamar Ria. Sebenarnya masih pukul 9 pagi, tapi menurut Tian itu sudah termasuk siang. "Kok gak dijawab?" Tian membuka knop pintu untuk melihat keberadaan Ria. Begitu masuk ke dalam kamar, yang dilihatnya adalah Ria masih terlelap di dalam selimutnya. "Mau bangun gak?" bisik Tian di hadapan Ria sambil ia mengelus rambut halus Ria. "Engga," balas Ria yang masih setengah sadar. Ia makin mengeratkan pelukannya dengan boneka beruang coklat pemberian Tian. "Yaudah, take your time. Aku ke gym dulu ya," pamit Tian dan keluar kamar Ria untuk menuju tempat gym di tower 3. Ria benar-benar menikmati waktu tidurnya di hari Sabtu ini. Rasanya seperti sudah lama ia tak tidur dengan baik semenjak projectnya berjalan. Ria baru terbangun pukul 11 siang. Ia melihat Tian yang sedang menonton serial film di TV sambil m
"Udah, sampai sini aja. Kasih ke security biar mereka yang bawa naik!" titah Ria pada kelima pengawal yang mengikutinya dari supermarket tower satu.Ria berjalan menuju resepsionis berada untuk meminta bantuan security membawa barangnya dan melaporkan jika ada dua kawannya yang akan berkunjung ke unitnya."Tolong tunjukkan KTP-nya dan tinggalkan identitas diri sebagai jaminan," pinta resepsionis tersebut pada Jimmy dan Januar. Ria bertemu Januar tadi di perjalanan kembali menuju tower tiga dan Januar memutuskan untuk ikut bergabung berkunjung ke tempat Ria.Jimmy dan Januar saling pandang. Ia tak yakin untuk memberikannya, nanti penyamaran yang mereka lakukan malah terbongkar di lobby ini."Gak masalah kok. Ini salah satu prosedur keamanan di tower tiga. Privasi kalian terjamin. Kalau nanti terbongkar, kalian bisa tuntut resepsionis itu karena melakukan pelanggaran," jel
Tok. Tok. Tok. Tok "Non, bangun. Ke kantor gak?" Ketiga kalinya Bi Sumi mengetuk pintu kamar Ria. Nonanya belum juga memberi sahutan. Bi Sumi memutuskan untuk masuk ke dalam kamar nonanya, meskipun ia sedikit takut karena Ria tak suka kamarnya dimasuki orang lain.Ria masih terlelap di balik selimutnya. Ia sangat kelelahan karena baru menyelesaikan pekerjaannya di jam tiga pagi. Ritme kerjanya akhir-akhir ini sudah di luar batas kemampuannya, tapi tetap ia paksakan. Pemimpin memang seperti itu, kelihatannya saja mudah menyuruh bawahannya untuk bekerja, padahal beban kerjanya lebih di atas mereka."Non, ayo bangun, sudah jam 8. Bukannya kantor Non masuk jam 9?" Bi Sumi menepuk pelan lengan atas Ria. Ia juga tidak tenang tidurnya tadi malam karena nonanya masih bangun dini hari.Ria melakukan sedikit pergerakan, ia masih berusaha mengumpulkan nyawanya yang entah pergi kemana. Tubuhnya sakit sekali.
"Sakit." Terdengar suara lirihan yang cukup menyayat hati bagi yang mendengar. Tian menghampiri Ria dan berusaha menenangkannya."Iya sakit, mana yang sakit?""Kepala, hidung, tangan." Ria menjelaskan dengan perlahan karena ia masih belum memiliki tenaga yang banyak untuk berbicara."Sini aku pijit ya." Tian memijat kepala Ria yang katanya sakit. Ia memijat dengan lembut dan penuh kasih sayang."Tenggorokan aku sakit banget." Ria menepuk-nepuk lehernya untuk menghilangkan sakit seperti tercekik. "Jangan dipukul Ri, kasian." Tian menghalau tangan Ria yang sibuk memukul lehernya."Tidur lagi ya." Tian membujuk Ria untuk kembali memejamkan matanya. Saat ini masih pukul dua dini hari.
Keheningan melingkupi ruangan yang berisi dua manusia dengan perasaan yang berbeda. "Aku gapapa," ujar sang lelaki dengan malas. Ia hanya jatuh dari motor dan masih selamat.Ria tidak mengeluarkan satu kata pun sedari tiba di kamar sang adik. Ia masih memandang Reynal dengan perasaan berkecamuk. "Mau sampai kapan sih diem-dieman? Aku gapapa, Kak. Aku gak mati, masih hidup dan lagi diliatin terus dari tadi." Rey muak lama-lama melihat kakaknya yang hanya diam saja."Ikut Kakak pulang yuk," ujar Ria yang membuat Rey mengernyitkan dahi. Kan' mereka sudah di rumah."Ke Rajawali." Rey menggelengkan kepala, ia tidak mau ke sana. Dari dulu ia memang tidak suka apartemen. Ria menghela napas, ia sudah tahu adiknya pasti akan menolak.“Siapa tadi yang antar
“Sarapan dulu Reynal!” perintah Ria pada adiknya yang sedang tidak mau makan. Tiga hari sudah mereka bersama dan kondisi Reynal semakin membaik. Hanya saja lengannya belum sembuh, karena penyembuhannya cukup lama.“Gak mau,” balas Reynal keras kepala.Ria menghela napas. “Cepat, mau disuapin gak? Aku mau ke kantor sekarang. Udah ditungguin,” ujar Ria seraya menyodorkan sesuap nasi ke depan mulut Reynal. Ia tahu, Reynal berulah karena tak ingin Ria pergi ke kantor.“Terserah lah.” Meletakkan piring di meja nakas dan bergegas keluar kamar. Ria tidak bisa meliburkan diri lagi karena banyak pekerjaannya yang tidak bisa ditinggal.Reynal terheran dengan kepergian Ria. Ternyata dirinya tak lebih penting da
“Ria, bisa gantiin gue ke Monokrom gak? Mereka mau pemotretan untuk photo card,” ujar Candra di jam 3 sore. Tidak ada tanggapan yang berarti dari Ria, ia tetap fokus mengerjakan berkas di hadapannya.Candra mencoba berbicara lagi. “Ria, how?”Meletakkan berkasnya dan melihat ke arah Candra dengan tatapan malas. “Iya.”“Thank you banget, Ri. Gue kabarin ke orang Monokromnya ya kalau lo yang datang,” ujar Candra dengan semangat. Ia harus menyelesaikan pekerjaan yang sudah ditagih, maka dari itu Candra meminta Ria untuk menggantikannya ke Monokrom.Ria baru keluar dari gedung Intrafood tepat pukul empat sore. Pekerjaannya baru selesai dan ia tak melakukan konfirmasi apapun dengan Monokrom. Biarlah, ia sedang
Hai! Sudah sampai kita di penghujung kisah mereka. Terima kasih kepada pembaca yang senantiasa bersedia menunggu cerita ini usai. Maaf jika terdapat plothole dan beberapa kesalahan lainnya. Terutama tidak sesuai ekspektasinya. Maaf jika selama membaca, dari kalian ada yang tertriggered karena gangguan jiwa yang dialami tokoh utama. Saya ingin memberitahu bahwa cerita ini merupakan series alias tidak hanya cerita tentang mereka berdua. Kisah mereka tidak berakhir begitu saja. Akan ada cerita selanjutnya yang mungkin terdapat tokoh pada cerita ini alias Ria dan Tian. Mungkin kisah mereka akan berlanjut di cerita lainnya. Nantikan kisah selanjutnya dari series ini, ya! See you.
Surat ini ditujukan untuk semua anggota keluarga yang sangat aku cintai.Terlihat jadul banget, ya? Masih pakai surat kertas tulis tangan seperti ini, hehe. Pertama-tama aku mau minta maaf dulu sebelum dapat penghakiman dari kalian. Maaf harus mengacaukan kebahagiaan yang sedang menyapa keluarga kita. Maaf untuk kesekian kalinya karena aku bertindak egois.Aku butuh jarak dari ini semua. Aku bener-bener belum bisa menerima keadaan dan status aku yang baru. Maaf karena lagi-lagi aku bertindak egois tanpa memikirkan perasaan Papah dan Kakek yang ingin sekali mengumbar kedekatan dengan Ananta tanpa takut statusnya akan terungkap.Aku butuh berpikir jernih untuk bisa melanjutkan hidupku yang terlanjur berantakan. Bukan karena Ananta yang terungkap ke publik, kok. Memang sudah berantakan dari awal. Banyak yang harus aku luruskan dengan diriku sendiri.Ditambah aku baru aja putus. Sedih, kan? Aku mendapat figur keluarga yan
Entah terlalu lelah atau terlalu malas, Ria langsung tergeletak begitu saja di tengah-tengah ruangan depan. Ia melempar tas sembarang dan merebahkan tubuhnya di lantai. Lantainya bersih tentu saja. Untuk apa Antara mempekerjakan sebanyak itu pembantu rumah tangga jika rumahnya masih saja kotor.Ria masih setengah terkejut mendapati keputusan Tian yang memilih untuk berpisah. Meskipun lelaki tersebut tidak gamblang menyatakannya, namun Ria paham arti dari semua tindakan Tian hari ini. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa semuanya telah usai.Ria masih belum menerima alasan dari lelaki tersebut untuk mengakhiri hubungan mereka. Sungguh, Ria masih tidak mengerti sudut pandang Tian. Ia bahkan tidak tahu hal yang membuat Tian merasa begitu tersakiti. Seolah dirinya berselingkuh dari lelaki tersebut.Ria menyipitkan matanya begitu berbagai spekulasi hadir di benaknya. Semakin dipikirkan, semakin sakit kepalanya. Namun ia tidak bisa menerima begitu sa
“Firasatku berkata tuk jauh darimu, lalu kutemui kamu. Tak ku sangka kamu ada di depanku, bermain cinta.” Penggalan lirik lagu dari Geisha membawa Ria tiba di ruang sidang yang akan membacakan putusan terkait kasus penganiayaan dirinya tempo lalu.Ruang sidang terasa ramai karena banyak orang yang menyaksikan mengingat Lita salah satu artis tanah air yang sedang naik daun. Kasihan jika dilihat, baru merintis karir dan mulai merasakan ketenarannya, tapi semuanya harus hilang dalam sekejap mata akibat emosi semata.Berbagai pemberitaan di luar sana semakin menggila terkait kasus yang menimpa Ria, Lita dan sepupunya Tian. Nama Tian juga ikut terseret dalam kasus tersebut, apalagi kalau bukan untuk menaikkan engagement pemilik portal berita online. Ria tidak ingin hal ini merembet pada kehidupan orang lain sebenarnya, namun media dengan segala kontennya.Nama Ria juga tak luput dari pemberitaan terlebih setelah pengakuan langsung dari p
“Lo udah tahu kalau lo kembali viral? Namun dengan pemberitaan yang berbeda,” kata Jimmy memulai percakapannya dengan Ria.Beberapa menit yang lalu, Antara dan Wira meninggalkan ruangan dengan alasan ingin mencari angin. Padahal mereka ingin memberi ruang untuk Ria dan kawannya berbincang. Antara dan Wira senang bisa berinteraksi dengan kawan Ria tanpa perlu takut status Ria terungkap. Mereka harus menunggu 33 tahun lebih sesuai dengan umur Reno, anak tertua untuk bisa mengakui keturunan mereka dengan bangga.Ria menggeleng, kemudian mengangguk. Ia sendiri tidak yakin dengan jawabannya.“Ketika kasus penganiayaan yang menimpa diri lo terkuak ke publik, bersamaan dengan tersangka yang namanya juga diungkap. Besok paginya, Papah lo bikin konferensi pers di depan puluhan wartawan dan mengatakan bahwa putrinya yang menjadi korban dalam kasus tersebut.”“Pelan-pelan. Gue tahu lo biangnya gosip, tapi gue mas
“Ria!” panggil Antara dengan keras begitu mendapati wajah putrinya penuh darah dan lebam di berbagai sisi. Ia bahkan sempat tidak mengenali jika tidak menangkap anting yang dikenakan putrinya yang tidak dimiliki oleh siapapun.Antara berlari menerobos pengawal yang sudah mengepung para pelaku. Tangan Antara gemetar tatkala akan menyentuh pipi Ria. Ikatan tali di tangan dan kaki Ria sudah dilepas, meninggalkan bekas yang sampai terlihat dagingnya. “Ambulan sebentar lagi tiba, Tuan. Kita tidak berani memindahkan Nona, takut semakin memperparah kondisinya,” ungkap salah seorang pengawal, takut Antara salah paham karena mereka yang tidak segera membawa Ria ke rumah sakit.“Pakai helikopter agar cepat sampai.”“Baik, Tuan.”Antara meletakkan tangannya di dada kiri Ria tempat jantung berada. Ia ingin memastikan sendiri bahwa jantung putrinya masih berdetak. Entah apa yang akan terjadi jika
"Gue minta sama lo untuk nggak perlu membela kita di hadapan siapapun," kata Januar dengan tegas. Mereka sedang berkumpul di ruangan yang berisi sofa mengelilingi sebuah meja.Ruangan yang digunakan GMC untuk diskusi sebelumnya, bersebelahan tepat dengan ruangan Ria dan Reno bertengkar. Mereka bukan adu argumen, lebih ke arah Ria yang menghakimi Reno.Semua pertengkaran mereka terdengar jelas oleh GMC. Bahkan mereka menemukan fakta baru bahwa direktur di hadapan mereka saat ini sebelumnya merupakan CEO di Adiwira Holding Inc. Siapa yang tidak mengenal Adiwira? Banyak, karena saking banyaknya produk yang mereka hasilkan. Sehingga orang-orang tidak peduli di bawah naungan perusahaan mana produk tersebut berasal.GMC jadi merasa tidak enak karena membuat kakak beradik tersebut bertengkar. Ria dengan niat baiknya untuk menyampaikan keresahan GMC, namun caranya yang salah. Ia malah terfokus untuk menghakimi Reno, bukannya berdiskusi menemukan solusi
"Semuanya setuju dengan konsep shooting kali ini?" tanya Januar pada GMC yang lain di ruang studio latihan mereka.Tidak ada yang berani menjawab. "It's fine, guys. Sampaikan saja kalau keberatan. Kita punya hak bersuara dan gue sebagai leader yang akan menyampaikan ke atasan." Januar meyakinkan mereka semua untuk tidak perlu menahan pendapat."Gue nggak suka konsepnya. Konten yang kita jual di platform stars punya kualitas seperti siaran TV dengan kamera profesional. Kalau kita sekadar ngevlog dengan kamera biasa atau bahkan ponsel, nggak layak dijual pada platform tersebut. Upload aja di youtube, dapat adsense yang banyak juga mengingat masa Wings yang sangat banyak," ujar Samuel memecah keheningan di antara mereka."Setuju. Wings beli konten premium kita nggak murah, loh. Dan kita harus menampilkan kualitas terbaik yang bisa kita kasih ke mereka. Tahu, sih. Niatnya untuk memberi ruang gerak kita lebih leluasa dan di sisi lain memangkas biaya
“Boo, Pak Reno itu-”“Abang aku. Waktu itu kamu pernah ketemu di LA,” jawab Ria sebelum Tian menyelesaikan perkataannya.“Terus, waktu kalian ke Monokrom, kenapa dia bilangnya orang yang lagi dekat sama kamu?” tanya Tian begitu teringat dirinya yang cemburu dengan Reno.“Nggak salah, kan? Dia Abang aku. Dan kita emang lagi coba mendekatkan diri.”Tian menganggukan kepalanya pertanda setuju. Tidak ada yang salah, sih. Dirinya saja yang cemburu tidak jelas.“Pintu tempat kamu keluar tadi, isinya ruangan apa? Atau itu penghubung ke rumah selanjutnya?”“Ruangan yang lebih private yang tidak boleh dimasuki selain keluarga,” jawab Ria menegaskan bahwa batas orang luar berkunjung hanya sekitar ruang depan dan dibatasi oleh pintu tersebut. Bahkan pintunya tidak memiliki jendela, dan tidak akan bisa terlihat suasana di dalam sana.&ldquo