"Sakit." Terdengar suara lirihan yang cukup menyayat hati bagi yang mendengar. Tian menghampiri Ria dan berusaha menenangkannya.
"Iya sakit, mana yang sakit?"
"Kepala, hidung, tangan." Ria menjelaskan dengan perlahan karena ia masih belum memiliki tenaga yang banyak untuk berbicara.
"Sini aku pijit ya." Tian memijat kepala Ria yang katanya sakit. Ia memijat dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Tenggorokan aku sakit banget." Ria menepuk-nepuk lehernya untuk menghilangkan sakit seperti tercekik. "Jangan dipukul Ri, kasian." Tian menghalau tangan Ria yang sibuk memukul lehernya.
"Tidur lagi ya." Tian membujuk Ria untuk kembali memejamkan matanya. Saat ini masih pukul dua dini hari.
Keheningan melingkupi ruangan yang berisi dua manusia dengan perasaan yang berbeda. "Aku gapapa," ujar sang lelaki dengan malas. Ia hanya jatuh dari motor dan masih selamat.Ria tidak mengeluarkan satu kata pun sedari tiba di kamar sang adik. Ia masih memandang Reynal dengan perasaan berkecamuk. "Mau sampai kapan sih diem-dieman? Aku gapapa, Kak. Aku gak mati, masih hidup dan lagi diliatin terus dari tadi." Rey muak lama-lama melihat kakaknya yang hanya diam saja."Ikut Kakak pulang yuk," ujar Ria yang membuat Rey mengernyitkan dahi. Kan' mereka sudah di rumah."Ke Rajawali." Rey menggelengkan kepala, ia tidak mau ke sana. Dari dulu ia memang tidak suka apartemen. Ria menghela napas, ia sudah tahu adiknya pasti akan menolak.“Siapa tadi yang antar
“Sarapan dulu Reynal!” perintah Ria pada adiknya yang sedang tidak mau makan. Tiga hari sudah mereka bersama dan kondisi Reynal semakin membaik. Hanya saja lengannya belum sembuh, karena penyembuhannya cukup lama.“Gak mau,” balas Reynal keras kepala.Ria menghela napas. “Cepat, mau disuapin gak? Aku mau ke kantor sekarang. Udah ditungguin,” ujar Ria seraya menyodorkan sesuap nasi ke depan mulut Reynal. Ia tahu, Reynal berulah karena tak ingin Ria pergi ke kantor.“Terserah lah.” Meletakkan piring di meja nakas dan bergegas keluar kamar. Ria tidak bisa meliburkan diri lagi karena banyak pekerjaannya yang tidak bisa ditinggal.Reynal terheran dengan kepergian Ria. Ternyata dirinya tak lebih penting da
“Ria, bisa gantiin gue ke Monokrom gak? Mereka mau pemotretan untuk photo card,” ujar Candra di jam 3 sore. Tidak ada tanggapan yang berarti dari Ria, ia tetap fokus mengerjakan berkas di hadapannya.Candra mencoba berbicara lagi. “Ria, how?”Meletakkan berkasnya dan melihat ke arah Candra dengan tatapan malas. “Iya.”“Thank you banget, Ri. Gue kabarin ke orang Monokromnya ya kalau lo yang datang,” ujar Candra dengan semangat. Ia harus menyelesaikan pekerjaan yang sudah ditagih, maka dari itu Candra meminta Ria untuk menggantikannya ke Monokrom.Ria baru keluar dari gedung Intrafood tepat pukul empat sore. Pekerjaannya baru selesai dan ia tak melakukan konfirmasi apapun dengan Monokrom. Biarlah, ia sedang
Ria masuk ke studio pemotretan yang sangat luas. Tata ruangnya tidak jauh berbeda dengan tempat shoot iklan yang terakhir kali Ria datangi. Ruangan tersebut kosong. Tidak ada aktivitas pemotretan. Hanya ada beberapa staf yang sedang mengecek peralatan.“Mbak Ria? Cari GMC ya? Mereka di ruangan ujung sana, Mbak,” ujar seorang staf yang mengenali Ria. Ria berjalan ke ruangan yang ditunjuk staf tersebut tanpa suara. Staf tersebut sangat terkejut melihat Ria yang berlalu begitu saja. Padahal pertemuan terakhir mereka penuh suka cita.“Maafkan Nona saya ya, Pak. Nona sedang sakit,” ujar Anton meminta maaf atas nama Ria. Anton juga tidak habis pikir Ria benar-benar tidak menerapkan basic manner. Sepertinya ia harus menanyakan ini pada Ardi, apakah Ria memang bisa berubah seperti itu jika sedang sakit?
Aku menyandarkan punggung di kepala sofa. Hari ini fluktuasi emosiku luar biasa sekali. Entah mengapa aku mengambil keputusan impulsif untuk menggunakan free pass card. Aku tidak tahu konsekuensi yang akan muncul di kemudian hari. "Permisi, Nona. Silakan diminum," ujar seseorang yang sepertinya staf di hadapanku. Pasti dia mau meracuniku, karena dia tahu identitas asliku. Aku memandang dengan tajam orang tersebut yang tak kunjung pergi. "Silakan diminum, Nona." Ia memaksa diriku untuk meminum. Aku meraih gagang gelas yang barusan dibawanya kemudian kulempar tepat ke hadapan kakinya. "Kamu mau meracuni saya, kan?" tanyaku telak padanya. Apa lagi coba motif dia? Kul
"Kita off berapa lama?" tanya Tian di tengah break syuting GMC."Lima hari. Lo udah ada rencana, Yan?" tanya Jimmy di hadapannya.Tian kembali membalas pesan di ponselnya dan berujar, "Iya. Opung gue minta quality time bareng.""Lo gak pulang ke Ibu?" tanya Tian balik, karena biasanya sedikit apapun waktu libur mereka, pasti akan dihabiskan bersama keluarga.Jimmy menjawab dengan gelengan kepala. "Enggak. Ibu gue udah datang beberapa hari yang lalu dan sekarang tinggal di apartemen gue. Makanya gue pulang terus kan, gak tidur di dorm.""Btw, Yan. Kek nya kita belum pernah kenalan sama Opung lo, deh," ujar Elang begitu teringat ia belum pernah berjumpa dengan Hartanto.
Brakk…"Bapak Hartanto yang terhormat!" ujar Ria begitu tiba di meja makan yang berisi Hartanto. Hartanto tidak bergeming sedikitpun, ia berusaha menjaga keterkejutannya melihat Ria berada di hadapannya saat ini."Lihat nih, kelakuan si Botak gak ada adab!" ujar Ria dan menunjukkan lebam di wajah bagian kiri. Hartanto tetap bertahan pada keterdiamannya."Opah gak sedih atau marah atau gimana kek melihat aku luka kek gini?" Ria tak habis dengan respon Hartanto."Opah!!!" Ria meneriaki Hartanto yang masih bergeming.Hartanto menghela napas dan menghubungi seseorang melalui ponselnya. "Bawa kotak P3K dan si Mamat ke sini!" titah Hartanto.
“Ria, I’m so sorry,” ujar Tian di belakang Ria. Ia berdiri tepat di belakang Ria yang tengah duduk di sebuah ayunan yang menghadap ke arah laut.Tak ada tanggapan yang berarti dari Ria. Ia tetap bungkam. Tian memutuskan melangkah ke depan dan berdiri di hadapan Ria. Tatapan Ria kosong seolah tak menyadari kehadirannya di sini.Bersimpuh di hadapannya dan membuat wajahnya sejajar dengan Ria. Menyingkap surai yang menutup wajah Ria. Tian memang tidak senang jika ada sesuatu yang menghalangi wajah cantik Ria.Begitu tangan Tian menyentuh wajah Ria, gadis tersebut seolah kembali menginjak bumi dan matanya langsung terkunci dengan iris Tian yang hitam pekat. Air mata tak terbendung dan jatuh begitu saja. Dirinya sangat kecewa dengan tindakan Tian barusan. Entah apapun alasannya, Ria be
Hai! Sudah sampai kita di penghujung kisah mereka. Terima kasih kepada pembaca yang senantiasa bersedia menunggu cerita ini usai. Maaf jika terdapat plothole dan beberapa kesalahan lainnya. Terutama tidak sesuai ekspektasinya. Maaf jika selama membaca, dari kalian ada yang tertriggered karena gangguan jiwa yang dialami tokoh utama. Saya ingin memberitahu bahwa cerita ini merupakan series alias tidak hanya cerita tentang mereka berdua. Kisah mereka tidak berakhir begitu saja. Akan ada cerita selanjutnya yang mungkin terdapat tokoh pada cerita ini alias Ria dan Tian. Mungkin kisah mereka akan berlanjut di cerita lainnya. Nantikan kisah selanjutnya dari series ini, ya! See you.
Surat ini ditujukan untuk semua anggota keluarga yang sangat aku cintai.Terlihat jadul banget, ya? Masih pakai surat kertas tulis tangan seperti ini, hehe. Pertama-tama aku mau minta maaf dulu sebelum dapat penghakiman dari kalian. Maaf harus mengacaukan kebahagiaan yang sedang menyapa keluarga kita. Maaf untuk kesekian kalinya karena aku bertindak egois.Aku butuh jarak dari ini semua. Aku bener-bener belum bisa menerima keadaan dan status aku yang baru. Maaf karena lagi-lagi aku bertindak egois tanpa memikirkan perasaan Papah dan Kakek yang ingin sekali mengumbar kedekatan dengan Ananta tanpa takut statusnya akan terungkap.Aku butuh berpikir jernih untuk bisa melanjutkan hidupku yang terlanjur berantakan. Bukan karena Ananta yang terungkap ke publik, kok. Memang sudah berantakan dari awal. Banyak yang harus aku luruskan dengan diriku sendiri.Ditambah aku baru aja putus. Sedih, kan? Aku mendapat figur keluarga yan
Entah terlalu lelah atau terlalu malas, Ria langsung tergeletak begitu saja di tengah-tengah ruangan depan. Ia melempar tas sembarang dan merebahkan tubuhnya di lantai. Lantainya bersih tentu saja. Untuk apa Antara mempekerjakan sebanyak itu pembantu rumah tangga jika rumahnya masih saja kotor.Ria masih setengah terkejut mendapati keputusan Tian yang memilih untuk berpisah. Meskipun lelaki tersebut tidak gamblang menyatakannya, namun Ria paham arti dari semua tindakan Tian hari ini. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa semuanya telah usai.Ria masih belum menerima alasan dari lelaki tersebut untuk mengakhiri hubungan mereka. Sungguh, Ria masih tidak mengerti sudut pandang Tian. Ia bahkan tidak tahu hal yang membuat Tian merasa begitu tersakiti. Seolah dirinya berselingkuh dari lelaki tersebut.Ria menyipitkan matanya begitu berbagai spekulasi hadir di benaknya. Semakin dipikirkan, semakin sakit kepalanya. Namun ia tidak bisa menerima begitu sa
“Firasatku berkata tuk jauh darimu, lalu kutemui kamu. Tak ku sangka kamu ada di depanku, bermain cinta.” Penggalan lirik lagu dari Geisha membawa Ria tiba di ruang sidang yang akan membacakan putusan terkait kasus penganiayaan dirinya tempo lalu.Ruang sidang terasa ramai karena banyak orang yang menyaksikan mengingat Lita salah satu artis tanah air yang sedang naik daun. Kasihan jika dilihat, baru merintis karir dan mulai merasakan ketenarannya, tapi semuanya harus hilang dalam sekejap mata akibat emosi semata.Berbagai pemberitaan di luar sana semakin menggila terkait kasus yang menimpa Ria, Lita dan sepupunya Tian. Nama Tian juga ikut terseret dalam kasus tersebut, apalagi kalau bukan untuk menaikkan engagement pemilik portal berita online. Ria tidak ingin hal ini merembet pada kehidupan orang lain sebenarnya, namun media dengan segala kontennya.Nama Ria juga tak luput dari pemberitaan terlebih setelah pengakuan langsung dari p
“Lo udah tahu kalau lo kembali viral? Namun dengan pemberitaan yang berbeda,” kata Jimmy memulai percakapannya dengan Ria.Beberapa menit yang lalu, Antara dan Wira meninggalkan ruangan dengan alasan ingin mencari angin. Padahal mereka ingin memberi ruang untuk Ria dan kawannya berbincang. Antara dan Wira senang bisa berinteraksi dengan kawan Ria tanpa perlu takut status Ria terungkap. Mereka harus menunggu 33 tahun lebih sesuai dengan umur Reno, anak tertua untuk bisa mengakui keturunan mereka dengan bangga.Ria menggeleng, kemudian mengangguk. Ia sendiri tidak yakin dengan jawabannya.“Ketika kasus penganiayaan yang menimpa diri lo terkuak ke publik, bersamaan dengan tersangka yang namanya juga diungkap. Besok paginya, Papah lo bikin konferensi pers di depan puluhan wartawan dan mengatakan bahwa putrinya yang menjadi korban dalam kasus tersebut.”“Pelan-pelan. Gue tahu lo biangnya gosip, tapi gue mas
“Ria!” panggil Antara dengan keras begitu mendapati wajah putrinya penuh darah dan lebam di berbagai sisi. Ia bahkan sempat tidak mengenali jika tidak menangkap anting yang dikenakan putrinya yang tidak dimiliki oleh siapapun.Antara berlari menerobos pengawal yang sudah mengepung para pelaku. Tangan Antara gemetar tatkala akan menyentuh pipi Ria. Ikatan tali di tangan dan kaki Ria sudah dilepas, meninggalkan bekas yang sampai terlihat dagingnya. “Ambulan sebentar lagi tiba, Tuan. Kita tidak berani memindahkan Nona, takut semakin memperparah kondisinya,” ungkap salah seorang pengawal, takut Antara salah paham karena mereka yang tidak segera membawa Ria ke rumah sakit.“Pakai helikopter agar cepat sampai.”“Baik, Tuan.”Antara meletakkan tangannya di dada kiri Ria tempat jantung berada. Ia ingin memastikan sendiri bahwa jantung putrinya masih berdetak. Entah apa yang akan terjadi jika
"Gue minta sama lo untuk nggak perlu membela kita di hadapan siapapun," kata Januar dengan tegas. Mereka sedang berkumpul di ruangan yang berisi sofa mengelilingi sebuah meja.Ruangan yang digunakan GMC untuk diskusi sebelumnya, bersebelahan tepat dengan ruangan Ria dan Reno bertengkar. Mereka bukan adu argumen, lebih ke arah Ria yang menghakimi Reno.Semua pertengkaran mereka terdengar jelas oleh GMC. Bahkan mereka menemukan fakta baru bahwa direktur di hadapan mereka saat ini sebelumnya merupakan CEO di Adiwira Holding Inc. Siapa yang tidak mengenal Adiwira? Banyak, karena saking banyaknya produk yang mereka hasilkan. Sehingga orang-orang tidak peduli di bawah naungan perusahaan mana produk tersebut berasal.GMC jadi merasa tidak enak karena membuat kakak beradik tersebut bertengkar. Ria dengan niat baiknya untuk menyampaikan keresahan GMC, namun caranya yang salah. Ia malah terfokus untuk menghakimi Reno, bukannya berdiskusi menemukan solusi
"Semuanya setuju dengan konsep shooting kali ini?" tanya Januar pada GMC yang lain di ruang studio latihan mereka.Tidak ada yang berani menjawab. "It's fine, guys. Sampaikan saja kalau keberatan. Kita punya hak bersuara dan gue sebagai leader yang akan menyampaikan ke atasan." Januar meyakinkan mereka semua untuk tidak perlu menahan pendapat."Gue nggak suka konsepnya. Konten yang kita jual di platform stars punya kualitas seperti siaran TV dengan kamera profesional. Kalau kita sekadar ngevlog dengan kamera biasa atau bahkan ponsel, nggak layak dijual pada platform tersebut. Upload aja di youtube, dapat adsense yang banyak juga mengingat masa Wings yang sangat banyak," ujar Samuel memecah keheningan di antara mereka."Setuju. Wings beli konten premium kita nggak murah, loh. Dan kita harus menampilkan kualitas terbaik yang bisa kita kasih ke mereka. Tahu, sih. Niatnya untuk memberi ruang gerak kita lebih leluasa dan di sisi lain memangkas biaya
“Boo, Pak Reno itu-”“Abang aku. Waktu itu kamu pernah ketemu di LA,” jawab Ria sebelum Tian menyelesaikan perkataannya.“Terus, waktu kalian ke Monokrom, kenapa dia bilangnya orang yang lagi dekat sama kamu?” tanya Tian begitu teringat dirinya yang cemburu dengan Reno.“Nggak salah, kan? Dia Abang aku. Dan kita emang lagi coba mendekatkan diri.”Tian menganggukan kepalanya pertanda setuju. Tidak ada yang salah, sih. Dirinya saja yang cemburu tidak jelas.“Pintu tempat kamu keluar tadi, isinya ruangan apa? Atau itu penghubung ke rumah selanjutnya?”“Ruangan yang lebih private yang tidak boleh dimasuki selain keluarga,” jawab Ria menegaskan bahwa batas orang luar berkunjung hanya sekitar ruang depan dan dibatasi oleh pintu tersebut. Bahkan pintunya tidak memiliki jendela, dan tidak akan bisa terlihat suasana di dalam sana.&ldquo