"Ya Tuhan, anakku," ujar Antara begitu tiba di kamar putrinya.
"Kenapa dia bisa begini Randy?" tanya Antara-papah nya Ria.
"Dia main keluar sama Tian."
"Tian? Christian Hartanto?" tanyanya memastikan. Randy menganggukan kepalanya.
Beberapa saat yang lalu, ketika Ria sedang kejang dan masuk ke dalam 'delusi'-nya, pengawal pribadi yang diutus oleh keluarga mereka untuk menjaga Ria langsung menelepon melalui panggilan grup.
Peraturannya adalah jika terjadi sesuatu yang sangat genting di antara mereka berlima -Antara dan keempat anaknya, perwakilan pengawal pribadi mereka harus langsung menghubungi melalui panggilan grup.
Siapa yang sedang senggang saat itu dan bisa mengangkat telepon, harus menghampiri tempat kejadian. Berhubung mereka berlima orang yang sangat sibuk, tak jarang para pengawal yang menangani sendiri.
Sebenarnya mereka jarang sekali mendapati suasana yang genting dan panggilan dari grup tersebut. Mereka menjalani hidup dengan damai dan hanya sedikit hambatan yang kurang berarti.
Begitu Anton-pengawal Ria menelepon grup, hanya Randy yang dapat mengangkat teleponnya. Ia baru selesai merapikan laporan-laporan dan sedang mengecek kondisi ponselnya.
Ketika dikabarkan bahwa Ria relaps, tanpa pikir panjang Randy langsung menghampiri titik lokasi keberadaan Ria. Randy khawatir Ria kambuh dengan parah dan harus kembali terkurung untuk penyembuhan.
Ria memang spesial. Satu-satunya anak perempuan di keluarga mereka. Dapat dikatakan Ria adalah Princess keluarga Antara. Lebih spesialnya lagi, Ria anak yang kuat dan selalu dipandang penyabar di antara mereka semua. Tapi pada kenyataannya, Ria yang paling rapuh dan sakit.
Mereka baru mengetahui kondisi tersebut lima tahun silam. Mulai detik itu mereka berkomitmen bahwa Ria lebih penting di atas segalanya dan akan menjadi urutan prioritas utama mereka.
Katanya. Pada faktanya, yang namanya client dan pekerjaan tetap utama bagi mereka sang pekerja keras dan sosok pemimpin.
Randy sampai di tempat kejadian 30 menit kemudian karena ia menggunakan sepeda motor.
"Ri, Ria. Hey sadar Sayang. Ri jangan gini. Yuk bisa yuk balik Ri." Randy langsung mengambil alih Ria dari goncangan Tian yang tak berarti.
"Gue bawa pulang Ria. Lo kalau gak bisa menjamin keselamatan jiwa dan raga Ria gak usah ajak Ria main deh," ujar Randy marah pada Tian. Tian benar-benar seperti orang bodoh yang tak tahu harus apa dengan kondisi Ria.
"Gak ada lagi main-main keluar seperti ini. Sampai adik saya kenapa-napa, saya tandai kalian semua dan tunggu pembalasannya dari saya!" Randy benar-benar serius dengan perkataannya.
Kafe yang tadinya sudah tak ada suara tatkala Randy datang bersama pengawalnya, makin sunyi lagi ketika Randy mengeluarkan ultimatumnya. Aura seorang pemimpin memang beda.
"Kamu urus semua ini, jangan sampai ada yang bocor ke media dan jadi pemberitaan aneh. Pastikan semua orang di sini tutup mulut." Randy meninggalkan lokasi tersebut dan masuk ke dalam mobil yang digunakan pengawal Ria. Mobil sederhana karena mereka tak menyangka akan ada kejadian seperti ini.
"Bangun, Dek. Bisa yuk keluar dari sana. Kamu sudah aman sama Abang sekarang." Randy masih terus berusaha membawa Ria kembali.
Kejang tubuhnya Ria sudah berhenti ketika Randy datang dan memeluknya. Hanya saja Ria belum mau kembali sepertinya.
"Ayo Ri, kamu bisa. Abang gak mau lihat kamu harus terapi lama lagi kalau gak bangun saat ini," ujar Randy sedikit ketakutan. Ia tahu betul betapa sakitnya pengobatan yang dijalani Ria.
"Kalau kamu bangun sekarang, Abang bawa ke konser GMC deh dimana pun kamu minta." Randy hanya mencoba peruntungan saja. Siapa tahu dengan membawa nama GMC membuat Ria semangat untuk kembali. Sebenarnya ketika Randy mengatakan terapi, Ria sudah mulai kembali dan sedang berusaha membuka matanya. Begitu Randy mengatakan konser GMC, Ria sudah sadar sepenuhnya.
"Benar ya ke konser GMC," ujar Ria dengan suara serak khas bangun tidur.
"Puji Tuhan, Ria sudah sadar." Randy mengeratkan pelukannya. Betapa senangnya ia melihat Ria yang sudah sadar.
"Kamu buat abang khawatir sekali. Jangan diulangi lagi ya. Kalau Reno tahu kamu main seperti tadi bisa kena amuk satu rumah," ujar Randy cukup panjang. Ia menciumi wajah Ria untuk meredakan kekhawatirannya.
"Biarin aja dia marah. Bang toyib kenapa ditakutin," ujar Ria tak acuh pada sosok kakak tertua mereka-Reno yang jauh di sana. Randy tertawa kecil melihatnya. Padahal Ria juga tidak begitu berani pada Reno.
"Kita pulang ke rumah ya," beritahu Randy pada Ria mau pun pengawal mereka yang sedang merangkap jadi supir juga.
"Apartemen aja lah." Ria tidak setuju dengan Randy.
"Rumah aja dek. Biar pemulihannya cepat tanpa terdistraksi sama hal di luar." Yang dimaksud hal di luar adalah Hartanto dan sekitarnya.
"Tapi senin aku harus balik kerja."
"Iya, semoga sebelum senin kamu sudah pulih kembali," ujar Randy sambil memanjatkan doa.
"Aamiin."
Begitu mereka tiba di rumah, Randy membawa Ria yang masih dalam gendongannya menuju kamar Ria. Randy meminta maid yang mengurusi mereka dari kecil untuk membersihkan tubuh Ria saat ini.
Ria melanjutkan tidurnya ketika sudah selesai dan bersih. Ria benar-benar kotor dan kumal ketika pulang ke rumah. Maklum, habis main keluar dan berjibaku dengan polusi.
Kembali pada kondisi Antara sekarang yang sudah merebahkan tubuhnya di samping Ria. Putri satu-satunya yang dimilikinya. Perempuan paling berharga di hidupnya.
"Maafin Papah yang gak angkat telepon. Maafin Papah yang telat tahu kondisi kamu. Maaf untuk segalanya Ria." Tara mengusap wajah Ria yang tengah terlelap. Betapa takutnya ia jika harus kehilangan sosok perempuan lagi di hidupnya.
Tara membawa Ria masuk ke dalam pelukannya. "Terima kasih Tuhan, Engkau masih membawa Ria kembali ke pelukan hamba," ucap syukurnya pada Tuhan.
"Hallo Andre, tolong kamu pesankan satai ayam, kambing dan satai taichan. Eh bawa gerobaknya ke rumah aja deh. Biasanya mereka baru keluar jam segini kan masih banyak lah." Tara langsung terpikirkan untuk membawa makanan kesukaan Ria ke rumah.
"Kamu hitung juga ada berapa orang yang stay di rumah malam ini. Kalau kurang tambah lagi aja gerobaknya. Atur aja deh sama kalian mau bawa gerobak berapa terserah, yang penting harus habis dan jangan buang-buang ya," ujar Tara begitu semangat. Ini sebagai salah satu bentuk apresiasi terhadap para pengawal Ria yang sudah bekerja keras menjaga Ria seharian ini di luar sana. Tara memang loyal kepada orang yang bekerja dengannya. Perihal makanan Tara selalu membebaskan keinginan mereka, kecuali jika ada permintaan seperti ini.
"Ndre, kamu bisa minta Andi atau Anton untuk menemani cari penjual satai nya. Minta siapa pun lah itu. Sebelum jam 7 kalau bisa sudah datang semua ya." Tara begitu antusias karena ia sudah lama tak makan bersama di rumah.
"Papah berisik," ujar Ria yang terbangun.
"Papah jangan berisik nanti Ria bangun." Randy menghampiri kamar Ria untuk menghentikan suara papahnya yang terdengar hingga luar kamar.
Tara yang ditegur oleh kedua anaknya hanya terdiam dan bingung. Melihat ke arah Ria dan Randy. "Oh berisik ya? Yah, udah bangun Ria nya."
Randy menepuk jidatnya melihat kelakuan sang papah. Ria hanya memutar bola mata malas.
"Yuk keluar. Kita siapin minumannya." Tara beranjak dari kasur Ria dan menuju dapur.
Randy menghampiri Ria untuk mengecek kondisinya.
"Sudah mendingan?" Randy menarik tangan Ria untuk membantu Ria bangun. Ria menganggukan kepala. Ia masih mengumpulkan nyawa setelah terbangun akibat suara Tara yang kencang.
"Abang keluar dulu ya. Kalau butuh apapun telepon aja." Randy mengecup kening Ria dan berjalan keluar kamar.
Ria mengambil ponselnya yang berada di nakas samping ranjang. Begitu menyalakannya, deretan notifikasi muncul tanpa henti dan membuat suasana kamar Ria lumayan ramai. Ria memang menyalakan bunyi notifikasi ponsel jika tidak dalam suasana rapat atau pertemuan. Ia sering dimarahi jika tidak menjawab pesan ataupun telepon yang masuk akibat mematikan bunyi notifikasi.
Ria membuka pesan yang paling banyak, dari Vera. Pesannya mencapai ratusan. Kekuatan Vera untuk spam padanya dapat diacungi jempol.
Vera Siregar
Riii, telepon sekarangggg!!!
Meeting sama anak-anak cepat!Begitu isi pesannya hingga ratusan. Ria beralih menuju grup projectnya.
Hallo guys, maaf ya baru buka hp. Yok meeting.
Ria langsung membuat room meeting melalui ponselnya, karena ia sudah berlangganan premium untuk keperluan rapat jarak jauh mereka.
"Sebentar, sepertinya mau lama ya rapatnya. Gue pindah laptop dulu." Ria menjeda sebentar rapat mereka.
Ria mengambil gagang telepon di samping ranjang dan memencet nomor tiga yang langsung terhubung dengan Bibi Inah. "Hallo Bi, tolong ambilin laptop yang nganggur sama charger nya. Hmm tanya Papah atau Bang Randy aja deh mau kasih yang mana. Sekarang ya Bi, cepat!" titah Ria dalam sekali bicara. Ia butuh laptopnya segera.
"RIA SIAPA YANG SURUH KAMU RAPAT SEKARANG?" Tak lama kemudian Randy dan Tara menghampiri kamar Ria dan berbicara dengan nada tinggi secara bersamaan. Dasar anak dan papah tidak ada bedanya.
"Sssstttt ah jangan berisik! Bentar doang." Ria menyanggah mereka berdua.
"Siapa yang nyuruh kamu rapat sekarang? Biar Papah telepon orangnya minta batalin saat ini juga." Tara mengambil ponselnya dari saku. Bersiap untuk menelepon atasan Ria.
"Aku yang suruh rapat. Udah sana sebentar doang. Nanti gerobak satai datang aku sudahi rapatnya. Janji." Ria mengajukan kelingkingnya sebagai tanda janji terhadap mereka berdua.
"Janji ya. Kalau belum selesai juga aku berhentiin secara paksa." Randy menanggapi pinky promise Ria.
"Iyyaa. Bi bawa masuk sini cepat," ujar Ria pada Bi Inah yang dari tadi tak berani masuk karena pintu dihalangi oleh dua lelaki besar.
"Ini sandinya apa? Kenapa disandiin sih? Randy, Papah," teriak Ria kesal. Mereka berdua benar-benar menghalanginya untuk rapat.
"Gatau aku, gak dengar, dududu."
"Duh, kamu dengar ada yang bicara gak Ran?"
"AAAAAAAAAAAAAAA."
#############################
"Gimana? Si bocah tengil itu berhasil masuk rumah sakit ndak?" tanya Hartanto pada anak buah yang diutusnya untuk merecoki acara jalan Tian dengan Ria. "Engga bos. Ternyata backingan dia banyak sekali," balas Rizal-tangan kanan Hartanto, orang kepercayaannya. "Banyak gimana? Bukannya kamu bilang cuman ada pengawal si Christian?" Hartanto merengut kesal karena rencananya tak berjalan. "Saya tidak tahu bos, yang pasti semua rencana kita digagalkan oleh orang lain. Seolah mereka hadir memang untuk melindungi Nona," jelas Rizal. Bagaimana pun Rizal tetap menghormati Ria dengan memanggilnya Nona. Walaupun tindakannya tidak menunjukkan rasa hormatnya. "Lalu untuk pencegatan bahan baku produksi dia bagaimana? Sudah dialihkan ke perusahaan saya?" tanya Hartanto kembali. Entah ada masalah apa Hartanto dengan Ria. Kakek tersebut selalu berusaha untuk mengganggu Ria. "Sudah bos
"Saya benci kamu." "Kenapa lo harus mengingatkan gue dengan wanita gila itu?" "Gue benci lo dek." "Aku gak bisa dekat kakak, pasti akan mengingatkan ku sama dia." "Lo atau gue yang pergi?" "Tolong dedek bang. Bang jangan tinggalin dedek sendiri." "Anak gak tahu diuntung." Gangguan suara itu lagi. Kenapa rasanya masih sama? Sama-sama menyakitkan. Tuhan. Tolong Ria... Gue berusaha menggapai setitik cahaya di tengah kegelapan yang menyelimuti. Suara-suara tersebut terus mengelilingi. Apa dosa yang diperbuat Ria di masa lalu, Tuhan? Kenapa harus Ria yang mengalami ini? Gue berhasil membuka mata dan melihat sekitar bahwa gue masih di rumah papah. Tidak terjadi apa pun. Air mata tumpah mewakili perasaan gue saat ini. Sudah
Tutttt. Tutttt. Tutttt.Nomor yang anda tuju tidak menjawab. Silakan coba beberapa saat lagi."Arrghh kamu kemana sih?" Sudah tiga hari berlalu Tian kehilangan kabar dari Ria. Terakhir kali ia berkunjung ke rumah kakeknya dan berujung diare, ia tahu bahwa satai tersebut dikirim oleh Ria."Ayo Christ, sebentar lagi kita mulai shooting," ujar salah satu staf yang masih melihat Tian berada di luar ruangan."Oh, iyaa."GMC melakukan taping untuk acara variety show milik mereka sendiri. Acaranya berupa games dan terdapat kompetisi di dalamnya. Mereka sudah menjalani 141 episode yang tiap episode tayang seminggu sekali.Acara mereka dinamakan playing with GMC dengan penonton di platform youtube bisa mencapai 5-10 juta dalam sekali penayangan.Sepanjang taping mereka semua menjalani
"Kamu mau sarapan apa Ri?" tanya Tara begitu melihat anaknya sedang berjemur di halaman rumah."Bubur ayam yuk Pah yang di depan sana." Ria membuka mata tatkala mendengar suara Tara."Anton, ambilin dompet sama ponsel saya!" titah Tara dan ia berjalan menghampiri Ria."Dari kapan kamu di sini?" Mengusap peluh yang hadir di sekitar kening Ria."Lupa. Aku lanjut tidur sepertinya," balas Ria dibarengi dengan senyuman.Terlihat Anton menghampiri mereka. "Ini pak. Mau saya antar atau bagaimana?"Ria menggeleng pada Tara. Ia sedang bosan diikuti terus."Gak usah. Standby saja kalau saya butuh sesuatu," ujar Tara. Ria memutar bola mata, tentu saja papahnya tak akan membiarkan mereka pergi tanpa pengawalan dari Anton."Gak boleh keliatan mata aku loh. Kalau sampai keliatan, kalian aku hukum!" tekan Ria pada mereka. Ia benar-benar sedang pengap diikuti terus sedari awal di sini.Tara menggenggam tangan Ria."Hushh gak
Seminggu lebih mereka tinggal di salah satu rumah Antara yang tidak Ria sukai karena terlalu besar. Tara memilih rumah ini dengan pertimbangan rumah yang besar dan sedikit barang akan memperkecil kemungkinan Ria menyakiti dirinya sendiri ketika kambuh. Tentu saja anggapan Tara salah. Suara yang didengar oleh Ria memiliki kekuatan dan dorongan yang sangat besar bagi hidupnya. Sakit yang diterimanya sudah sangat besar sehingga outputnya mencari jalan kesakitan yang lain. Antara menambahkan penghuni rumah ini, bila perlu tiap ruangan terisi oleh orang yang sigap jika mendengar sekecil apapun suara. Tara juga manusia yang perlu istirahat, jadi ia tak bisa mengawasi Ria 24 jam tiada henti. Tara memberlakukan sistem shift malam dan pagi, karena terakhir kali ia melihat putrinya kambuh ketika tengah malam di mana waktu yang senggang dari pengawasan. Selama seminggu Ria tidur di dekapan Tara.
Seseorang memasuki kantornya ketika mayoritas penghuni kantor telah hadir. Kehadirannya tidak disambut dengan heboh karena memang ia datang diam-diam. Para penghuni lantai 15 sepertinya masih terkejut melihat Ria yang berjalan menuju ruangannya. Terlebih Ria yang diikuti oleh Anton di belakang, membuat orang-orang makin terdiam karena disuguhi wajah tampan nan rupawan milik Anton. Ria tak langsung menyapa penghuni lantai 15, ia memilih untuk memasuki ruangannya terlebih dahulu. Ruangan yang sudah ditinggalkannya lebih dari dua bulan. "Waaww ruanganku dibersihkan terus ya? Gak kelihatan ada debunya." Ria berkeliling dan mengecek kondisi barangnya yang sebenarnya ia juga lupa. Biar kelihatan excited saja. Anton tersenyum menanggapi, ia bukan tipikal bodyguard yang diam dan terkesan misterius. Anton sangat ramah dan murah ekspresi. "Ayo Nona, keluar sapa teman-teman, mereka sudah memperh
"36 Milyar itu bukan nominal yang kecil Ria. Yang masuk akal aja dong! Produknya juga belum tentu laku di pasaran meskipun telah menggunakan mereka sebagai Brand Ambassador!" balasan telak dari keuangan ketika Ria mengajukan usul untuk menggunakan GMC sebagai Brand Ambassador mereka."Jelas dari segi pemasaran ini terlalu riskan. Penggemar mereka itu tersebar di seluruh penjuru dunia, apakah dari pendistribusian sudah memikirkan efek dan dampaknya kalau penjualan hingga luar negeri? Terlebih pabriknya hanya satu dan terpusat di sini." Tambah lagi dari pemasaran. Beberapa anggota timnya juga tidak setuju jika Ria ingin menggunakan GMC sebagai sarana pengiklanan produk mereka."Coba Ri dipikirkan dulu, jangan impulsif. Saya tahu kamu ingin mengejar ketertinggalan, tapi dilihat dulu dari berbagai aspek. Target peluncuran pertama kita cuman satu juta pieces Ri dan maksimal profit yang diambil cuman 8 Milyar.
Negosiasi berjalan cukup rumit karena ternyata agensi yang menaungi GMC (re: jiemsi) sangat ketat terhadap iklan atau pun kerja sama lainnya seperti menjadi Brand Ambassador. Ria telah mencoba menawarkan berbagai skema kerja sama yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.Anggota tim yang lain juga sedang berusaha advokasi ke atas terkait dana tersebut. Sambil jalan proses produksi untuk melakukan sertifikasi dan urusan administrasi lainnya untuk kelayakan jual.Satu minggu sudah Ria bolak-balik rapat dengan pihak agensi, tapi tak kunjung mendapat kesepakatan yang menguntungkan keduanya. Opsi yang ditawarkan Ria selalu dipandang mereka sebagai opsi yang merugikan bagi agensi, begitu pun sebaliknya.Satu minggu ini tidak setiap hari mereka berjumpa, karena Ria mau pun perwakilan agensi memiliki kesibukannya masing-masing di kantor.Satu minggu sudah Christian berusaha menyempatkan diri untuk mampi
Hai! Sudah sampai kita di penghujung kisah mereka. Terima kasih kepada pembaca yang senantiasa bersedia menunggu cerita ini usai. Maaf jika terdapat plothole dan beberapa kesalahan lainnya. Terutama tidak sesuai ekspektasinya. Maaf jika selama membaca, dari kalian ada yang tertriggered karena gangguan jiwa yang dialami tokoh utama. Saya ingin memberitahu bahwa cerita ini merupakan series alias tidak hanya cerita tentang mereka berdua. Kisah mereka tidak berakhir begitu saja. Akan ada cerita selanjutnya yang mungkin terdapat tokoh pada cerita ini alias Ria dan Tian. Mungkin kisah mereka akan berlanjut di cerita lainnya. Nantikan kisah selanjutnya dari series ini, ya! See you.
Surat ini ditujukan untuk semua anggota keluarga yang sangat aku cintai.Terlihat jadul banget, ya? Masih pakai surat kertas tulis tangan seperti ini, hehe. Pertama-tama aku mau minta maaf dulu sebelum dapat penghakiman dari kalian. Maaf harus mengacaukan kebahagiaan yang sedang menyapa keluarga kita. Maaf untuk kesekian kalinya karena aku bertindak egois.Aku butuh jarak dari ini semua. Aku bener-bener belum bisa menerima keadaan dan status aku yang baru. Maaf karena lagi-lagi aku bertindak egois tanpa memikirkan perasaan Papah dan Kakek yang ingin sekali mengumbar kedekatan dengan Ananta tanpa takut statusnya akan terungkap.Aku butuh berpikir jernih untuk bisa melanjutkan hidupku yang terlanjur berantakan. Bukan karena Ananta yang terungkap ke publik, kok. Memang sudah berantakan dari awal. Banyak yang harus aku luruskan dengan diriku sendiri.Ditambah aku baru aja putus. Sedih, kan? Aku mendapat figur keluarga yan
Entah terlalu lelah atau terlalu malas, Ria langsung tergeletak begitu saja di tengah-tengah ruangan depan. Ia melempar tas sembarang dan merebahkan tubuhnya di lantai. Lantainya bersih tentu saja. Untuk apa Antara mempekerjakan sebanyak itu pembantu rumah tangga jika rumahnya masih saja kotor.Ria masih setengah terkejut mendapati keputusan Tian yang memilih untuk berpisah. Meskipun lelaki tersebut tidak gamblang menyatakannya, namun Ria paham arti dari semua tindakan Tian hari ini. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa semuanya telah usai.Ria masih belum menerima alasan dari lelaki tersebut untuk mengakhiri hubungan mereka. Sungguh, Ria masih tidak mengerti sudut pandang Tian. Ia bahkan tidak tahu hal yang membuat Tian merasa begitu tersakiti. Seolah dirinya berselingkuh dari lelaki tersebut.Ria menyipitkan matanya begitu berbagai spekulasi hadir di benaknya. Semakin dipikirkan, semakin sakit kepalanya. Namun ia tidak bisa menerima begitu sa
“Firasatku berkata tuk jauh darimu, lalu kutemui kamu. Tak ku sangka kamu ada di depanku, bermain cinta.” Penggalan lirik lagu dari Geisha membawa Ria tiba di ruang sidang yang akan membacakan putusan terkait kasus penganiayaan dirinya tempo lalu.Ruang sidang terasa ramai karena banyak orang yang menyaksikan mengingat Lita salah satu artis tanah air yang sedang naik daun. Kasihan jika dilihat, baru merintis karir dan mulai merasakan ketenarannya, tapi semuanya harus hilang dalam sekejap mata akibat emosi semata.Berbagai pemberitaan di luar sana semakin menggila terkait kasus yang menimpa Ria, Lita dan sepupunya Tian. Nama Tian juga ikut terseret dalam kasus tersebut, apalagi kalau bukan untuk menaikkan engagement pemilik portal berita online. Ria tidak ingin hal ini merembet pada kehidupan orang lain sebenarnya, namun media dengan segala kontennya.Nama Ria juga tak luput dari pemberitaan terlebih setelah pengakuan langsung dari p
“Lo udah tahu kalau lo kembali viral? Namun dengan pemberitaan yang berbeda,” kata Jimmy memulai percakapannya dengan Ria.Beberapa menit yang lalu, Antara dan Wira meninggalkan ruangan dengan alasan ingin mencari angin. Padahal mereka ingin memberi ruang untuk Ria dan kawannya berbincang. Antara dan Wira senang bisa berinteraksi dengan kawan Ria tanpa perlu takut status Ria terungkap. Mereka harus menunggu 33 tahun lebih sesuai dengan umur Reno, anak tertua untuk bisa mengakui keturunan mereka dengan bangga.Ria menggeleng, kemudian mengangguk. Ia sendiri tidak yakin dengan jawabannya.“Ketika kasus penganiayaan yang menimpa diri lo terkuak ke publik, bersamaan dengan tersangka yang namanya juga diungkap. Besok paginya, Papah lo bikin konferensi pers di depan puluhan wartawan dan mengatakan bahwa putrinya yang menjadi korban dalam kasus tersebut.”“Pelan-pelan. Gue tahu lo biangnya gosip, tapi gue mas
“Ria!” panggil Antara dengan keras begitu mendapati wajah putrinya penuh darah dan lebam di berbagai sisi. Ia bahkan sempat tidak mengenali jika tidak menangkap anting yang dikenakan putrinya yang tidak dimiliki oleh siapapun.Antara berlari menerobos pengawal yang sudah mengepung para pelaku. Tangan Antara gemetar tatkala akan menyentuh pipi Ria. Ikatan tali di tangan dan kaki Ria sudah dilepas, meninggalkan bekas yang sampai terlihat dagingnya. “Ambulan sebentar lagi tiba, Tuan. Kita tidak berani memindahkan Nona, takut semakin memperparah kondisinya,” ungkap salah seorang pengawal, takut Antara salah paham karena mereka yang tidak segera membawa Ria ke rumah sakit.“Pakai helikopter agar cepat sampai.”“Baik, Tuan.”Antara meletakkan tangannya di dada kiri Ria tempat jantung berada. Ia ingin memastikan sendiri bahwa jantung putrinya masih berdetak. Entah apa yang akan terjadi jika
"Gue minta sama lo untuk nggak perlu membela kita di hadapan siapapun," kata Januar dengan tegas. Mereka sedang berkumpul di ruangan yang berisi sofa mengelilingi sebuah meja.Ruangan yang digunakan GMC untuk diskusi sebelumnya, bersebelahan tepat dengan ruangan Ria dan Reno bertengkar. Mereka bukan adu argumen, lebih ke arah Ria yang menghakimi Reno.Semua pertengkaran mereka terdengar jelas oleh GMC. Bahkan mereka menemukan fakta baru bahwa direktur di hadapan mereka saat ini sebelumnya merupakan CEO di Adiwira Holding Inc. Siapa yang tidak mengenal Adiwira? Banyak, karena saking banyaknya produk yang mereka hasilkan. Sehingga orang-orang tidak peduli di bawah naungan perusahaan mana produk tersebut berasal.GMC jadi merasa tidak enak karena membuat kakak beradik tersebut bertengkar. Ria dengan niat baiknya untuk menyampaikan keresahan GMC, namun caranya yang salah. Ia malah terfokus untuk menghakimi Reno, bukannya berdiskusi menemukan solusi
"Semuanya setuju dengan konsep shooting kali ini?" tanya Januar pada GMC yang lain di ruang studio latihan mereka.Tidak ada yang berani menjawab. "It's fine, guys. Sampaikan saja kalau keberatan. Kita punya hak bersuara dan gue sebagai leader yang akan menyampaikan ke atasan." Januar meyakinkan mereka semua untuk tidak perlu menahan pendapat."Gue nggak suka konsepnya. Konten yang kita jual di platform stars punya kualitas seperti siaran TV dengan kamera profesional. Kalau kita sekadar ngevlog dengan kamera biasa atau bahkan ponsel, nggak layak dijual pada platform tersebut. Upload aja di youtube, dapat adsense yang banyak juga mengingat masa Wings yang sangat banyak," ujar Samuel memecah keheningan di antara mereka."Setuju. Wings beli konten premium kita nggak murah, loh. Dan kita harus menampilkan kualitas terbaik yang bisa kita kasih ke mereka. Tahu, sih. Niatnya untuk memberi ruang gerak kita lebih leluasa dan di sisi lain memangkas biaya
“Boo, Pak Reno itu-”“Abang aku. Waktu itu kamu pernah ketemu di LA,” jawab Ria sebelum Tian menyelesaikan perkataannya.“Terus, waktu kalian ke Monokrom, kenapa dia bilangnya orang yang lagi dekat sama kamu?” tanya Tian begitu teringat dirinya yang cemburu dengan Reno.“Nggak salah, kan? Dia Abang aku. Dan kita emang lagi coba mendekatkan diri.”Tian menganggukan kepalanya pertanda setuju. Tidak ada yang salah, sih. Dirinya saja yang cemburu tidak jelas.“Pintu tempat kamu keluar tadi, isinya ruangan apa? Atau itu penghubung ke rumah selanjutnya?”“Ruangan yang lebih private yang tidak boleh dimasuki selain keluarga,” jawab Ria menegaskan bahwa batas orang luar berkunjung hanya sekitar ruang depan dan dibatasi oleh pintu tersebut. Bahkan pintunya tidak memiliki jendela, dan tidak akan bisa terlihat suasana di dalam sana.&ldquo