Gia masih berusaha membujuk Zie agar mengurungkan niat. Namun, putrinya itu bersikeras, hingga pada akhirnya dia memutuskan untuk mengantar Zie ke rumah sang besan. Gia pamit ke sang suami yang duduk bersama dengan Sean dan Gani di ruang tengah. Sorot mata wanita itu tajam menghujam. Ingin rasanya Gia mengomel tapi lebih dulu sadar, kalau Airlangga pasti akan memarahi dua pria itu habis-habisan.“Zi mau pergi ke mana?”Sean memberanikan diri bertanya, dia bahkan berdiri sebelum Airlangga membentak memintanya untuk duduk kembali. “Pergi ke tempat yang tenang karena kalian mengganggu pikirannya, dia itu sudah banyak masalah tapi kalian malah menambah bebannya.” Gia mengangkat tangan seolah ingin memukul Gani. Anak sambungnya itu terkadang bisa hilang kendali jika sudah memiliki rasa benci ke seseorang.Benar saja sepanjang perjalanan Zie memilih untuk diam, dia memalingkan muka ke luar jendela tanpa sedikitpun ada niatan untuk mengobrol dengan Gia. Dalam keheningan kabin mobil itu, Zie
Di rumah, Sean dan Gani masih duduk bersisian untuk merenung. Mereka sama-sama merasa bersalah ke Airlangga, tapi terlalu angkuh untuk lebih dulu mengucapkan kata maaf.Merasa tidak ada yang perlu dia katakan ke Gani, Sean pun bangun. Namun, bersamaan dengan itu sang adik ipar buka suara, Gani meminta hal yang sama seperti apa yang Airlangga minta. Awalnya dia pikir ucapan Airlangga itu salah, tapi diam sejenak membuatnya bisa memikirkan apa yang sang papa inginkan.“Ceraikan kakak setelah bayinya lahir, dia akan jauh lebih bahagia karena kamu adalah alasan terbesar rasa sakit hati yang dia rasakan.”“Jangan memberi perintah padaku! Kamu hanya bocah ingusan yang tidak tahu apa-apa,” jawab Sean tak kalah ketus.“Apa salah kak Zie?” Gani berdiri, tangannya mengepal kuat di sisi badan. Remaja itu sedang berusaha untuk menahan emosi yang masih ada di dalam dada. “Siapa kamu sampai membuat kak Zie seperti itu?”“Aku suaminya!” tegas Sean. “Tapi itu tidak bisa kamu jadikan alasan membuatny
“Sean jangan bodoh! mana mungkin aku melukaimu? Apa kamu ingin aku masuk penjara?”Zie takut, dia malah berpikir Sean sudah gila dengan meminta hal nyleneh itu kepadanya. Ia bahkan menduga ada sesuatu yang dikatakan Airlangga ke Sean tadi, sampai pria ini ingin dipukul menggunakan guci.“Siapa tahu ingatanku kembali, aku benar-benar tidak mau seperti ini Zie. Apa kamu pikir aku tidak bingung?” Sean malah mencurahkan isi hati. “Siapa yang harus aku percaya? Aaera? Mama? Papa? Kamu?”“Percaya pada hatimu! Itu hal yang paling mudah dilakukan.”“Sudah, makanya aku menolongmu memberi klarifikasi,”potong Sean cepat.“Lalu kenapa kamu begini?” Zie meraih guci dari tangan Sean. Merasa akan jauh lebih aman jika benda itu berada di tangannya.Namun, tak Zie sangka. Sean tiba-tiba mendekat dan menyentuh pinggangnya, pria itu secara sadar mengadu bibir mereka. Terang saja Zie syok, ini membuat guci di tangannya terlepas dan pecah berserakan. Mereka sama-sama kaget dan mundur ke belakang. Zie mera
“Rai.”Zie sampai tak bisa berkata-kata, semua orang terdiam di tempatnya begitu juga dengan Sean, dia bingung perasaan apa yang sedang dirasakannya saat ini. Dadanya terasa panas mendengar Raiga menawarkan cinta untuk istrinya.“Rai jangan bercanda, tidak lucu tahu!” Ghea mencoba mencairkan suasana, dengan senyum yang sedikit dipaksakan dia menepuk sungkan paha Gia.“Aku tidak bercanda, aku menyukai Zie. Sejak dulu aku menyukainya, tapi dia tidak pernah membuka hatinya karena Sean.” Tatapan mata Raiga penuh kebencian, dia mencoba terus memancing sang kakak agar mengingat siapa Zie di dalam hidupnya.Benar, Sean terpancing. Tak lama dia mendekat untuk menyambar kunci mobil Ghea yang berada di atas meja. Sean meraih pergelangan tangan Zie. Ia melotot ke sang adik seolah sedang menantang .Tinggi badan mereka yang hanya selisih dua senti membuat mata keduanya bersirobok.“Ayo kita pergi, bukankah kamu bilang ada yang ingin dibicarakan?” Sean menggelandang sang istri keluar. Doni yang bel
Raiga tak tinggal diam, dia mendekat lantas mencengkeram erat kerah kemeja Doni. Raiga nyaris mencekik pria itu. Tatapan matanya penuh amarah hingga siapapun yang melihat pasti akan sangat ketakutan.Gia dan Ghea sama-sama tak berniat melerai karena merasa Doni layak mendapat perlakuan seperti itu. Keduanya menerima ponsel pemberian Raiga untuk melihat siapa orang yang memerintah Doni sampai membuat Raiga kehilangan kesabaran. Mereka tak bisa berkata-kata karena orang itu ternyata adalah Aaera.“Bukankah dia?”Gia tahu Ghea juga sangat terkejut dengan kenyataan ini. Ia tak menyangka Aaera melakukan perbuatan jahat itu ke putranya. Mungkinkah karena tak bisa mendapatkan Sean lantas gadis itu ingin mencelakai sang putra?“Ini tidak bisa dibiarkan, Aaera kriminal. Aku harus memberitahu Daniel agar Mauren tahu kelakuan putrinya.”Doni tak berkutik, kini dia hanya bisa menerima akibat dari perbuatannya karena keluarga Tyaga jelas tidak akan dengan mudah melepaskannya.☘️☘️Daniel sendiri d
Doni yang memiliki badan kekar, ternyata takut dengan ancaman Raiga, hingga melirik Aaera dan Sean secara bergantian. Semua orang di sana pun menunggu cerita versi Doni.Sean mendengarkan dengan seksama, hingga tak menyangka jika Aaera benar-benar melakukan perbuatan gila itu. Awalnya Sean ragu dengan cerita Raiga, tapi dengan adanya bukti dan saksi, membuat Sean diam seribu bahasa.“Ra, kenapa kamu begitu jahat hingga ingin membuatku celaka?” tanya Sean menatap Aaera dengan rasa tidak percaya.Zie yang kembali ke ruang tamu hanya bisa mendengarkan, dia sendiri memalingkan wajah saat melihat tatapan Sean ke Aaera yang membuatnya sedikit tidak nyaman.Aaera menunduk mendengar pertanyaan Sean, hingga kedua pundaknya bergetar dan buliran kristal bening mulai luruh dari kelopak matanya. “Aku minta maaf, Sean. Aku khilaf,” ucapnya penuh penyesalan.“Tapi kenapa? Kenapa kamu setega ini kepadaku?” tanya Sean mencoba mencari tahu alasan Aaera melakukan hal kejam seperti itu.“Aku benar-benar
Siang itu, suasana di lapangan golf terlihat sepi dan sunyi, angin berembus pelan membuat pepohonan yang berjajar di sisi lapangan bergoyang pelan. Terik matahari tidak mengurungkan niat beberapa pemain golf yang datang ke sana untuk bermain, termasuk Daniel dan Sean.Daniel memang sengaja mengajak putra sulungnya bertemu dan bermain golf bersama siang itu. Kini mereka sudah berjalan menuju lapangan sambil sesekali berbincang.“Maaf kalau Papa tidak memperbolehkanmu pulang,” ucap Daniel.Ditatapnya Sean yang berdiri di sampingnya, sebelum beralih menatap bola dan mulai memukul. “Papa mungkin terlalu kekanak-kanakan karena kesal denga tingkahmu.”Sean menatap sang papa yang baru saja selesai bicara, dia kemudian tersenyum dan berkata, “Papa tidak usah cemas! Meski kurang nyaman tapi aku masih bisa bertahan di rumah Zie. Dan sebenarnya aku juga sudah membeli rumah.”Daniel menoleh ke Sean, matanya menyipit karena sinar matahari yang begitu terik menyilaukan mata. Dia merasa heran karena
Di tempat lain, Ghea ternyata sedang mengajak Zie untuk pergi ke sebuah toko pakaian bayi. Di toko yang memiliki ukuran cukup besar dengan banyaknya jenis pakaian, sepatu, hingga stroller bayi itu, Ghea dan Zie berjalan untuk melihat barang.“Kamu pilih saja, mana yang kamu suka, Zie.” Ghea meminta Zie untuk memilih apa yang diperlukan untuk persiapan kelahiran bayinya nanti.Zie tersenyum mendapatkan penawaran dari Ghea, hingga kemudian berkata, “Tidak, Ma. Katanya pantang membeli perlengkapan bayi sebelum kandungan berusia tujuh bulan.”Ghea terdiam mendengar penolakan Zie, dia juga tahu mitos itu dan dulu juga dia sama seperti Zie—takut. Sebenarnya Ghea mengajak Zie keluar bukan hanya karena ingin bertemu dengan menantunya saja, melainkan dia juga ingin membujuk Zie agar mengurungkan niat untuk bercerai dari sang putra.Zie memandang Ghea yang hanya diam, hingga bisa menebak jelas maksud ibu mertuanya itu mengajaknya bertemu.“Apa Mama meminta bertemu untuk membahas soal Sean?” tan
Hari itu Sean dan Zie menemani Lea bermain bersama Keenan di taman. Putra dan putri mereka itu tampak bermain prosotan juga ayunan bersama. Zie duduk tidak jauh dari mereka, dia sangat bahagia melihat Keenan dan Lea yang begitu akur. “Yura masih bersikeras tidak mau melihat kondisi ayahnya. Dia tampaknya sekarang benar-benar tidak peduli,” ucap Zie dengan tatapan tertuju ke Keenan dan Lea. Sean menghela napas kasar, hingga kemudian membalas, “Yura masih menganggap kalau kecelakaan yang menimpanya dulu memang disengaja. Sampai sekarang Yura juga sangat yakin jika pak Aris memang dalangnya, padahal yang sebenarnya itu murni kecelakaan. Kakaknya saja yang sengaja membuat isu itu agar Yura membenci papanya, kemudian pergi dan tidak mengharapkan warisan karena terlanjur benci.” Sean menjelaskan panjang lebar akan fakta yang memang diketahuinya. “Hem … tapi Yura sebenarnya juga sudah tahu, dan dia bilang tidak butuh warisan. Buatnya yang terpenting bisa hidup tenang dan Raiga terus mencin
Setelah perbincangan malam itu, hari berikutnya Yura dan Raiga pun menemui Mita yang sudah kembali masuk penjara. Di sana mereka bicara di ruang khusus yang memang disediakan untuk menjenguk narapidana.“Kami sengaja ke sini karena ingin meminta izin darimu. Kami berniat mengadopsi bayimu,” ujar Yura menyampaikan maksud kedatangannya dan sang suami, sesuai dengan apa yang sudah mereka sepakati.Mita terkejut mendengar ucapan Yura, bahkan menatap mantan teman kuliahnya itu seolah tidak percaya.“Aku akan meminta pengacara untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Kami juga akan memberimu sejumlah uang, agar nanti saat kamu keluar dari penjara, kamu bisa memulai hidup baru yang lebih baik,” ucap Raiga.“Kamu harus berjanji, tidak akan pernah bertanya, mendekati, atau berpikir untuk melihat anak itu lagi, setelah kamu setuju untuk melimpahkan hak asuhnya kepada kami.”Raiga sengaja menegaskan agar Mita tidak sembrono dan dikemudian hari mengakui anak itu sebagai anaknya.Mita hany
“Tapi memangnya Lea boleh punya adik?” tanya Lea ke Yura, dia menatap wanita itu penuh harap.Yura menoleh Ghea, hingga kemudian mencoba memanfaatkan keinginan Lea untuk membujuk Raiga.“Kalau gitu ngomong ke papa, bilang Lea mau bayi ini jadi adik Lea. Gimana?” Yura mencoba memprovokasi karena mungkin jika Lea yang meminta hasilnya akan berbeda.Lea terlihat senang, hingga kemudian kembali menatap bayi Mita.Raiga baru saja selesai menangani pasien, dia cukup terkejut melihat Yura, Ghea, dan Lea di sana, karena mereka tidak mengatakan jika akan berkunjung ke klinik.“Papa.” Lea langsung berlari ke arah Raiga, kemudian meminta gendong.Raiga pun senang, dia menggendong Lea bahkan mencium pipi bocah itu penuh kasih sayang.“Kenapa kalian tidak memberi tahu kalau mau ke sini?” tanya Raiga sambil menggendong Lea. “Hanya kebetulan mampir, sekalian mau melihat bayinya Mita, katanya ada di sini,” jawab Ghea.Raiga menoleh ke bayi Mita yang tampak menggeliat di dalam box, kemudian kembali me
“Harusnya kita makan siang bukan makan sore seperti ini.” Raiga tampaknya merasa kasihan ke Yura yang harus menunggu dia membantu persalinan Mita tadi. “Tidak apa-apa, aku masih bisa menahan rasa lapar, lagipula aku senang melihat kakak bisa membantu persalinan ibu hamil dengan selamat.” Yura tersenyum lebar. Ia bahkan menyodorkan sendok ke depan mulut Raiga, dan pria itu tanpa ragu menerima suapannya. “Polisi tadi datang ‘kan?” Tanya Raiga. Masalah Mita sepertinya menjadi topik yang menarik untuk mereka bahas. Baik Raiga dan Yura tak menyangka kalau Mita berujung menjadi PSK dan hamil anak salah satu pelanggannya. Karena membahas soal bayi yang baru saja dilahirkan wanita itu, Yura pun memberanikan diri untuk bertanya bagaimana kalau mereka mengadopsi seorang bayi. Bukankah banyak anak yang butuh orangtua asuh di luaran sana. “Bagaimana menurut kakak? Apa kita harus mengadopsi anak?” Mendengar pertanyaan itu, pikiran Raiga pun langsung tertuju ke Mita. Mungkinkah Yura ingin men
Enam Bulan KemudianHari itu Yura baru saja mengantar Lea yang kemarin menginap bersamanya ke rumah Zie. Dia berada di mobil dan kini sedang menelepon Raiga. Setelah masalah Lea selesai hubungan mereka masih sangat harmonis. Riaga sendiri kini sudah tidak bekerja di rumah sakit karena fokus mengurus klinik bersalin miliknya sendiri.“Apa kakak sibuk? Aku sudah mengantar Lea ke apartemen kak Zie. Bagaimana kalau kita keluar untuk makan siang bersama?” tanya Yura.Dia seberang sana, Raiga tampak memulas senyum bahagia sambil membubuhkan tanda tangan ke berkas yang dipegang oleh perawat.“Tentu, aku tidak mungkin menolak ajakan makan siang dari wanita —yang selalu bisa membuatku merasa menjadi pria paling beruntung di dunia," jawabnya merayu.Yura pun tertawa mendengar ucapan Raiga, pria itu senang sekali menggombal dan membuat hatinya berbunga-bunga. Jika dipikir lagi, mungkin ini adalah hikmah dari kejadian yang menimpa rumah tangga mereka. Bukannya renggang hubungan keduanya malah ber
Hari berikutnya, baik Yura dan Zie terlihat sudah bisa menjaga perasaan dan sikap masing-masing. Keduanya bertatap muka meski tidak saling sapa, tapi tidak seemosi semalam. “Mama.” Lea langsung mendekat ke Yura, bahkan langsung memeluk wanita itu. Zie sedikit iri melihat hal itu, tapi dia mencoba menahan diri meski ada rasa sesak yang tak terelakkan melihat Lea yang memeluk Yura penuh kasih sayang. “Lea mau mandi, sambil main busa,” celoteh anak itu. Yura pun mengangguk sambil tersenyum, dia kemudian menggandeng Lea untuk pergi mandi, sedangkan Zie hanya bisa memandangi keduanya, tanpa bisa berbuat apa-apa karena takut membuat Lea sedih. Saat sudah berkumpul untuk sarapan bersama, mereka bersikap wajar meski wajah mereka terlihat begitu tegang. “Aku minta izin untuk bermain dengan Lea sebentar, Kak. Setelah itu baru kita bicara,” ujar Yura ke Zie. Ia memulas senyum tipis saat sang kakak ipar menganggukkan kepala tanda setuju. Yura pun mengajak Lea ke halaman samping. Dia sama se
Raiga tidak bisa berkata-kata saat Sean menghajarnya. Seolah pasrah, Raiga membiarkan kakaknya itu memukul wajahnya bertubi-tubi. Zie hanya diam dan Yura pun masih syok sekaligus bingung. Tak tinggal diam, Daniel mencoba melerai dan menjauhkan Sean yang masih memukuli Raiga. “Sudah, kalian seharusnya tenang! Kasihan Lea jika tahu kalian begini. Seharusnya kalian bicara baik-baik agar Lea tidak terkejut atau bingung dengan fakta sebenarnya,” ujar Daniel yang tidak berniat membela salah satu dan berusaha menjadi penengah. Sean pun akhirnya menjauh dari Raiga, tapi tatapan pria itu jelas masih penuh amarah. “Kalian menginaplah di sini dulu. Besok setelah kalian sedikit tenang, kita bicarakan lagi masalah ini dengan baik-baik, serta memikirkan bagaimana ke depannya,” ujar Daniel ke Zie dan Sean. Sean melirik Zie yang mengangguk tanda setuju dengan ide Daniel, hingga akhirnya mereka pun menginap di sana malam itu. Lea sendiri tidur dengan Keenan, Daniel, dan Ghea agar tidak lagi terjad
Setelah menembus jalanan yang sedikit sepi, Sean dan Zie pun sampai di rumah Daniel. Di sana Yura menyambut hangat mereka, meski Zie dan Sean hanya memasang wajah datar.“Ken, ajak Lea main di kamarnya, ya,” pinta Sean ke sang putra.Keenan pun mengangguk, sedangkan Ghea langsung mengajak dan menemani keduanya pergi ke kamar yang terdapat di lantai atas.“Ra, kita perlu bicara!” ujar Sean.Yura bingung karena sikap Sean dan Zie yang berbeda, apalagi Zie terlihat sedih, hingga kemudian membiarkan saja Keenan dan Lea pergi ditemani sang mertua, sedangkan dia ikut Sean dan yang lain ke ruang keluarga untuk bicara.Mereka kini sudah duduk bersama, Yura sendiri menangkap gelagat aneh dari kakak iparnya.“Kami ingin membicarakan sesuatu. Meskipun menyakitkan, tapi kamu harus tahu kalau Raiga selama ini memiliki kebohongan besar,” ujar Sean sambil memberikan ekspresi wajah datar.Yura mencoba menyiapkan hati dengan hal yang akan didengar selanjutnya, meskipun tangannya kini sudah terlihat g
Hari itu adalah hari Yura wisuda. Binar kebahagiaan tampak jelas di wajahnya. Apalagi Raiga datang ke sana bersama Lea. Bocah itu memakai kebaya yang mirip dengannya, Daniel dan Ghea juga hadir sebagai orangtua. Mereka begitu bahagia melihat Yura yang akhirnya bisa menyelesaikan study-nya.Setelah acar seremonial selesai, mereka pun berfoto bersama, Yura terlihat bahagia karena semua orang memberinya selamat, termasuk Lea yang tampak bangga ke prestasi yang diraihnya.“Papa sudah memesan tempat di restoran untuk kita merayakan kelulusan Yura,” ucap Daniel.Yura semakin bahagia karena keluarga sang suami sangat baik, tidak pernah membedakan antara anak dan mantu. Namun, saat tiba di restoran dan sampai waktu makan tiba, Zie, Sean, dan Keenan tidak terlihat di sana, tentu saja hal itu membuat Yura bertanya-tanya.“Apa Kak Sean dan Kak Zie tidak Papa undang?” tanya Yura. “Sean sibuk dan Zie juga, jadi mereka tidak bisa datang," jawab Raiga membuat alasan.Yura pun memaklumi, hingga kem