Sisil berjalan ke studio musik. Dia mendekati personel Evolution yang tengah berlatih. Konser tinggal dua hari lagi. Melihat mereka bersemangat berlatih Sisil ikut terharu. Saat langkahnya terhenti, dia lalu mengeluarkan dua kotak pizza jumbo dan meletakannya di kursi panjang.“Guys rehat dulu sini gih!” kata Sisil. Dia melambaikan tangan ke para personel Evolution. Dia memanggil Dania juga. Setelah itu, dia memanggil Tengku dan juga editor yang merangkap komposer.“Wih, dalam rangka apa ini?” kata Tengku.“Ini hajat saya sendiri, Bapak,” kata Sisil seraya tertawa kecil.“Oh gitu,” kata Tengku, Dia lalu mencomot satu potong pizza, “sekali lagi lo mangil gue Bapak, gue libas lo!”Sisil terbahak. “Jadi aku ada hajat kalo misalnya Evolution bisa konser aku mau beli cemilan lah buat syukuran kecil-kecilan,” kata nay setelah tawanya reda.Tengku mengangguk-angguk. “Dari para personel sendiri nggak ada yang niat kayak Sisil gini?” tanyanya.Zevan menahan tawa karena mulutnya penuh. Okan dan
Rita sudah melihat Dania duduk di sebuah kursi ketika dia tiba di kafe. Setelah memesan menu, dia lalu menghampiri gadis itu.“Tumben ngajak ketemu dadakan ada apa?” tanya Rita. Dia menarik sebuah kursi yang ada di seberang Dania lalu duduk.“Gue pengen ketemu aja sama lo sebelum kita pisah selama berbulan-bulan,” kata Dania.Kening rita berkerut-kerut. “Pisah berbulan-bulan?” ulangnya “emang lo mau ke mana?”“Kan Evolution mau tour,” balas Dania.“Hah, yang bener?” tanya Rita.“Iya,” sahut Dania.“Keliling Indonseia?” tanya Rita.“Iya,” kata Dania lagi.“Ih, enak banget sih jadi lo. Mau keliling Indonesia juga!” kata Rita.Dania tertawa. “Heh, gue kerja,” katanya usai tawanya reda.“Iya tetap aja keliling Indonesia kan?” sahut Rita, “ih pengen ikut.”“Aku sih nggak apa-apa ya kalo seandainya lo bener ikut, tapi kerjaan lo gimana? Fathan cowok lo yang suka tantrum itu gimana?” tanya Dania.Mendengar nama Fathan disebut, raut wajah Rita seketika berubah. Dania menyadari itu.“Kenapa? L
Dania menarik wajahnya mundur saat ponselnya berdering. Dia membelalakkan mata saat melihat nama penelepon/.“Oke, gue ke depan,” kata Dania sebelum Sisil berbicara. Dia lalu memutus sambungan telepon.“Aku harus ke depan,” kata Dania. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke Endra dan memberi kekasihnya itu kecupan singkat.Dania berjalan cepat menuju ruang tengah. Dia menelan ludah ketika Sisil memandangnya dengan wajah kaku“Sorry,” kata Dania. Dia lalu bergegas mengecek dan mempersiapkan semua barang yang dibutuhkan oleh Evolution.“Dania, ini konser pertamanya Evolution and everyting’s must be perfect. Bisa-bisanya lo malah pacaran,” omel Sisil.Dania diam saja. Dia terus melakukan pekerjaannya.Tepat pukul sepuluh, rombongan Evolution menuju ke kawasan senayan. Konser akan dilaksanakan di Istora Senayan pada pukul empat sore. Mereka harus datang lebih awal untuk melakukan check sound sekaligus rehearsal.Setelah mobil rombongan diparkirkan para personel Evolution segera menuju area bela
Setelah konser selesai, keempat personel Evolution melakukan foto bersama beberapa kali. Setelah itu menreka mengajak Sisil, Dania dan semua kru untuk bergabung. Setelah mengambil beberapa foto, Zevan lalu duduk berjongkok. Dalam hitunagn detik, dia merebahkan tubuhnya hingga akhirnya dia terbaring telentang di panggung.“Wuuuh, Kita keren banget!” teriak Zevan.Tiga personel Evolution yang lain tertawa melihat tingkah Endra.Sisil lalu duduk berjongkok di samping Zevan. “Makasih ya,” katanya. Dia lalu mengajal Zevan bersalaman. Kepada ketiga personel Evolution yang lain dia juga melakukan hal yang sama.“Siap ngelanjutin konser ini sampai kota terakhir?” kata Sisil.“Siap!” sahut Jojo. Yang lain berkata seperti itu juga tapi tidak bersamaan.“Ah, nggak asyik ah. nggak kompak,” kata Sisil. Dia memasang wajah cemberut seperti orang mengambek.“Yaudah ulang ... ulang,” kata Zevan.“Siap ngelanjutin konser sape kota terakhir?!” kata Sisil. Suaranya lebih keras.“SIAP!” keempat personel E
Endra merasakan ada sesuatu yang tidak beres, tapi dia tidak menahan Dania. Lagipula, jam tangan yang melingkar di tangannya memang sudah menunjukkan jam setengah dua belas malam. Tidak enak rasanya kalau dia memulangkan anak orang sampai lebih dari tengah malam.“Oke. Aku anterin kamu pulang,” kata Endra. Dia lalu berdiri, “kamu tunggu di depan ya. Aku mau ambil kunci mobil dan langsung ke garasi.”Selama berada di dalam mobil, Dania tak banyak bicara. Saat Endra memancing pembicaraan dengan melontarkan beberapa pertanyaan untuk topik bahasan, gadis itu hanya menjawab sepatah dua patah kata. Bahkan sampai mereka berjalan dari pagar rumah Dania sampai langkah keduanya terhenti di teras pun Dania tetap tampak dingin. Dia benar-benar tidak tahu apa yang membuat Dania seperti itu.“Yang, kamu kenapa sih? Kok agak lain?” tanya Dania.Dania tersenyum hambar. “Nggak kenapa-napa kok,” katanya.“Bohong,” kata Endra, “apa ada perkataan aku yang nyinggung perasaan kamu?”Dania menggeleng. “Engg
Dania takjub saat melihat antusiasme fans di kota Bandung. Sebelum konser dimulai, mereka sudah banyak yang berkerumun di sekitar venue. Mereka tak kalah antusiasnya dengan fans yang di Jakarta. Dania sampai tak henti-hentinya melihat keluar jendela saat mobil mendekati lokasi venue.“Gue nggak pernah lihat euforia orang-orang kayak gini sebelumnya,” kata Dania.“Lo bakalan lihat yang kayak gini lebih banyak lagi nanti,” kata Sisil.“Iya sih, karena kita bakalan pegi keliling Indonesia,” sahut Dania.“By the way, entar kalo di Denpasar atau Jogja gitu boleh sambil liburan nggak sih, Sil?” tanya Dania.Sisil terbahak. “Lo pengen banget liburan ya?” tanyanya.“Iya dong. Udah pergi keliling Indonesia masak nggak liburan,” kata Dania.“Ya kalo ada waktu luang sih nggak apa-apa. Lo bisa maen bentar. Sambil menyelam minum air. Kalo nggak ada waktu luang ya nggak bisa,” kata Sisil.“Lo kalo bikin jadwal jangan yang mepet-mepet makanya biar banyak waktu luang,” kata Sisil.“Lah bikin jadwal j
Endra menurunkan kaca mobil saat melihat Rita berjalan mendekati mobilnya. Dia lalu menyuruh gadis itu masuk.“Abis ada acara apa?” tanya Endra saat mulai menyalakan mesin mobil.“Biasa, fashion show,” jawab Rita.“Kita ke kafe deket sini aja ya,” kata Endra.Rita mengangguk.Mereka memilih perjalanan dari Sampoerna Strategig Square ke kafe tujuan Endra memakan waktu sekitar lima belas menit. Setelah memarkirkan mobil, Endra lalu membukakan pintu untuk Rita.Setelah memesan menu, mereka sepakat untuk duduk di sudut kafe yang agak jauh dari kerumunan orang. Endra ingin lebih leluasa bercerita pada Rita tentang hubungannya dengan Dania tanpa khawatir di dengar orang.“Jadi lo mau ngobrolin apa?” tanya Rita. Dia lalu menyendok spaghetti-nya.“Gue mau curhat tentang Dania, “jawab Endra, “lo nggak keberatan kan? Soalnya ya sahabat deket dia yang tau banyak tentang dia kan cuma lo.”Rita mengangguk-angguk. “Boleh ... boleh,” katanya.Endra lalu menceritakan semua yang terjadi saat makan mal
Dalam hitungan menit, Fathan juga melenyapkan pembatas yang ada pada dirinya. Selagi dia melakukan itu, Rita mencoba untuk bangkit. Namun sebelum Rita, berhasil kabur, dia menarik gadis itu dan menghempaskan tubuh gadis itu lagi ke sofa. Seolah tak peduli dengan isakan tangis Rita yang semakin parah, Fathan lalu melampiaskan hasratnya dengan brutal.***Dania membuka matanya saat mendengar suara getaran ponselnya yang dia letakkan di samping bantal. Dia lalu mengecek benda pipih itu. Dia mengerutkan kening saat melihat nama Rita tertera di sana. Dia makin heran saat melihat jam digital ponselnya yang menunjukkan pukul setengah dua dini hari.Mata Dania terasa perih. Dan tentu saja kantuknya masih terasa. Namun dia tak bisa mengabaikan Rita. Dania sering mendengar cerita tentang seseorang yang mengakhiri hidup karena orang itu merasa tidak ada orang lain yang bisa mendengarkannya saat dia sedih. Tidak ada orang lain yang peduli padanya di titik terendahnya. Dania takut Rita dalam keada