Dania menarik wajahnya mundur saat ponselnya berdering. Dia membelalakkan mata saat melihat nama penelepon/.“Oke, gue ke depan,” kata Dania sebelum Sisil berbicara. Dia lalu memutus sambungan telepon.“Aku harus ke depan,” kata Dania. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke Endra dan memberi kekasihnya itu kecupan singkat.Dania berjalan cepat menuju ruang tengah. Dia menelan ludah ketika Sisil memandangnya dengan wajah kaku“Sorry,” kata Dania. Dia lalu bergegas mengecek dan mempersiapkan semua barang yang dibutuhkan oleh Evolution.“Dania, ini konser pertamanya Evolution and everyting’s must be perfect. Bisa-bisanya lo malah pacaran,” omel Sisil.Dania diam saja. Dia terus melakukan pekerjaannya.Tepat pukul sepuluh, rombongan Evolution menuju ke kawasan senayan. Konser akan dilaksanakan di Istora Senayan pada pukul empat sore. Mereka harus datang lebih awal untuk melakukan check sound sekaligus rehearsal.Setelah mobil rombongan diparkirkan para personel Evolution segera menuju area bela
Setelah konser selesai, keempat personel Evolution melakukan foto bersama beberapa kali. Setelah itu menreka mengajak Sisil, Dania dan semua kru untuk bergabung. Setelah mengambil beberapa foto, Zevan lalu duduk berjongkok. Dalam hitunagn detik, dia merebahkan tubuhnya hingga akhirnya dia terbaring telentang di panggung.“Wuuuh, Kita keren banget!” teriak Zevan.Tiga personel Evolution yang lain tertawa melihat tingkah Endra.Sisil lalu duduk berjongkok di samping Zevan. “Makasih ya,” katanya. Dia lalu mengajal Zevan bersalaman. Kepada ketiga personel Evolution yang lain dia juga melakukan hal yang sama.“Siap ngelanjutin konser ini sampai kota terakhir?” kata Sisil.“Siap!” sahut Jojo. Yang lain berkata seperti itu juga tapi tidak bersamaan.“Ah, nggak asyik ah. nggak kompak,” kata Sisil. Dia memasang wajah cemberut seperti orang mengambek.“Yaudah ulang ... ulang,” kata Zevan.“Siap ngelanjutin konser sape kota terakhir?!” kata Sisil. Suaranya lebih keras.“SIAP!” keempat personel E
Endra merasakan ada sesuatu yang tidak beres, tapi dia tidak menahan Dania. Lagipula, jam tangan yang melingkar di tangannya memang sudah menunjukkan jam setengah dua belas malam. Tidak enak rasanya kalau dia memulangkan anak orang sampai lebih dari tengah malam.“Oke. Aku anterin kamu pulang,” kata Endra. Dia lalu berdiri, “kamu tunggu di depan ya. Aku mau ambil kunci mobil dan langsung ke garasi.”Selama berada di dalam mobil, Dania tak banyak bicara. Saat Endra memancing pembicaraan dengan melontarkan beberapa pertanyaan untuk topik bahasan, gadis itu hanya menjawab sepatah dua patah kata. Bahkan sampai mereka berjalan dari pagar rumah Dania sampai langkah keduanya terhenti di teras pun Dania tetap tampak dingin. Dia benar-benar tidak tahu apa yang membuat Dania seperti itu.“Yang, kamu kenapa sih? Kok agak lain?” tanya Dania.Dania tersenyum hambar. “Nggak kenapa-napa kok,” katanya.“Bohong,” kata Endra, “apa ada perkataan aku yang nyinggung perasaan kamu?”Dania menggeleng. “Engg
Dania takjub saat melihat antusiasme fans di kota Bandung. Sebelum konser dimulai, mereka sudah banyak yang berkerumun di sekitar venue. Mereka tak kalah antusiasnya dengan fans yang di Jakarta. Dania sampai tak henti-hentinya melihat keluar jendela saat mobil mendekati lokasi venue.“Gue nggak pernah lihat euforia orang-orang kayak gini sebelumnya,” kata Dania.“Lo bakalan lihat yang kayak gini lebih banyak lagi nanti,” kata Sisil.“Iya sih, karena kita bakalan pegi keliling Indonesia,” sahut Dania.“By the way, entar kalo di Denpasar atau Jogja gitu boleh sambil liburan nggak sih, Sil?” tanya Dania.Sisil terbahak. “Lo pengen banget liburan ya?” tanyanya.“Iya dong. Udah pergi keliling Indonesia masak nggak liburan,” kata Dania.“Ya kalo ada waktu luang sih nggak apa-apa. Lo bisa maen bentar. Sambil menyelam minum air. Kalo nggak ada waktu luang ya nggak bisa,” kata Sisil.“Lo kalo bikin jadwal jangan yang mepet-mepet makanya biar banyak waktu luang,” kata Sisil.“Lah bikin jadwal j
Endra menurunkan kaca mobil saat melihat Rita berjalan mendekati mobilnya. Dia lalu menyuruh gadis itu masuk.“Abis ada acara apa?” tanya Endra saat mulai menyalakan mesin mobil.“Biasa, fashion show,” jawab Rita.“Kita ke kafe deket sini aja ya,” kata Endra.Rita mengangguk.Mereka memilih perjalanan dari Sampoerna Strategig Square ke kafe tujuan Endra memakan waktu sekitar lima belas menit. Setelah memarkirkan mobil, Endra lalu membukakan pintu untuk Rita.Setelah memesan menu, mereka sepakat untuk duduk di sudut kafe yang agak jauh dari kerumunan orang. Endra ingin lebih leluasa bercerita pada Rita tentang hubungannya dengan Dania tanpa khawatir di dengar orang.“Jadi lo mau ngobrolin apa?” tanya Rita. Dia lalu menyendok spaghetti-nya.“Gue mau curhat tentang Dania, “jawab Endra, “lo nggak keberatan kan? Soalnya ya sahabat deket dia yang tau banyak tentang dia kan cuma lo.”Rita mengangguk-angguk. “Boleh ... boleh,” katanya.Endra lalu menceritakan semua yang terjadi saat makan mal
Dalam hitungan menit, Fathan juga melenyapkan pembatas yang ada pada dirinya. Selagi dia melakukan itu, Rita mencoba untuk bangkit. Namun sebelum Rita, berhasil kabur, dia menarik gadis itu dan menghempaskan tubuh gadis itu lagi ke sofa. Seolah tak peduli dengan isakan tangis Rita yang semakin parah, Fathan lalu melampiaskan hasratnya dengan brutal.***Dania membuka matanya saat mendengar suara getaran ponselnya yang dia letakkan di samping bantal. Dia lalu mengecek benda pipih itu. Dia mengerutkan kening saat melihat nama Rita tertera di sana. Dia makin heran saat melihat jam digital ponselnya yang menunjukkan pukul setengah dua dini hari.Mata Dania terasa perih. Dan tentu saja kantuknya masih terasa. Namun dia tak bisa mengabaikan Rita. Dania sering mendengar cerita tentang seseorang yang mengakhiri hidup karena orang itu merasa tidak ada orang lain yang bisa mendengarkannya saat dia sedih. Tidak ada orang lain yang peduli padanya di titik terendahnya. Dania takut Rita dalam keada
Zevan menyisir rambutnya sebentar setelah memakai kaos. Setelah merasa rambutnya cukup rapi, dia lalu memakai moisturizer dan sunscreen di wajahnya. Bersamaan dengan itu, ponselnya berbunyi. Dia lalu berbalik dan mengambil ponselnya yang berada di atas ranjang. Rupanya ada panggilan dari Okan.“Ada apa, Kan?” tanya Zevan.“pesawat kita entar malem kan ke Semarang?” tanya Okan.“Iya,” kata Zevan dia lalu duduk di tepi ranjang, “kenapa emang?”“Maen yuk,” kata Okan.“Maen? Maen ke mana?” tanya Zevan.“Ya ke mana aja lah. Emangnya lo mau seharian di hotel doang?” tanya Okan.“Nggak lah,” sahut Zevan, “tapi gue tadi dapet pesen dari Sisil, katanya kalo maen kita harus bareng-bareng. Jangan lepas satu-satu biar kejadian yang Jojo dulu nggak keulang.”“Nggak masalah sih. Tapi, kita bakalan aman nggak ini kalo keluar biasa aja tanpa pake masker atau kacamata?” tanya Okan.“Kayaknya aman sih,” balas Zevan.“Ah yang bener lo. Gue nggak yakin deh!” sahut Okan.Zevan lantas menghembuskan napas p
Tak ingin terlalu memikirkan Karra, Endra lalu bangkit. Dia lantas mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Dengan cept dia menggulir layar ponsel dan mencari nomor Dania di kontak. Dia lalu menelepon gadis itu.Endra tersenyum cerah saat mendengar suara Dania. Saat mengetahui gadis itu sudah tidak ngambek lagi, dia lebih bahagia lagi.“Gimana Bandung?” tanya Endra.“Bandung nyenengin banget. Dan pastinya polusinya nggak kayak Jakarta,” sahut Dania.Endra tertawa. “Sekarang masih di Bandung?”“Enggak, udah di Semarang sih. Baru aja nyampe sejam yang lalu,” kata Dania, “kamu kerjaannya gimana?”“Lancar sih. Tapi aku nggak bisa semangat kayak biasanya soalnya nggak bisa ketemu kamu setiap hari,” kata Endra.Dania tertawa. “Bisa aja,” katanya.“Bener deh,” kata Endra, “by the way, Zevan nggak macem-macem kan sama kamu?”“Enggak,” sahut Dania, ‘kenapa sih nanya gitu?”“Aku khawatir aja. Barangkali karena kamu jauh dari aku terus si Zevan bisa seenaknya dan semena-mena sama kamu,” sahut En
Yang masuk ke dalam ruangan setelah Hana dan Fajar keluar adalah Endra. Laki-laki itu awalya canguung saat melangkah ke dalam ruangan. Namun akhirnya dia bersuara juga setelah kakinya terhenti di dekat ranjang.“Kenapa lo nggak pernah cerita kalo lo sakit jantung?” tanya Endra.“Sebelumnya gue juga nggak tahu kok kalo gue sakit jantung. Gue baru ta ...”“Bohong,” sahut Endra, “gue pernah nemuin botol kecil tempat obat di kamar lo pas mau ngambil jam tangan Papa yang lo pinjem.”Zevan menghembuskan napas panjang. “Gue nggak mau terlihat lemah di hadapan orang-orang terdekat gue dan keluarga gue.”Endra tak menyahut. Dia memahami perasaan Zevan. Sebagai seorang anak laki-laki, dia juga gengsi akan bercerita tentang penyakit atau kelemahannya kepada keluarga.“Terus selama ini kenapa lo musuhin gue?” tanya Endra, “seharusnya kita nggak kayak gini nggak sih?”“Gue benci sama lo karena nyokap lebih sayang sama lo,” kata Zevan, “gue udah berusaha maklum kalo Papa selalu jarang ada di rumah
Saat diberi tahu tentang perayaan hari ulang tahun sebenarnya Zevan tidak terlalu tertarik. Karena dia yakin momen itu tak akan menjadi momen yang spesial sespesial momen ulang tahun Endra. Dia bahkan berniat pergi di hari ulang tahunnya itu. Biar saja orang-orang rumah merayakan semua tanpa dirinya. Tapi setelah dinasihati Dania, akhirnya Zevan pun luluh. Meski tak terlihat bersemangat, Zevan tetap keluar kamar sekitar jam tujuh malam.Saat melihat dekorasi di ruang tamu rumahnya yang disulap menjadi hall, Zevan seketika merasa muak. Ruangan itu didekorasi dengan warna serba putih, warna kesukaan Endra. Pasti ini ide Hana. Lihatlah, di saat banyak Evolutioners yang menetahui hal-hal kecil tentang Zevan, ibunya sendiri malah tidak tahu warna favoritnya.Zevan seketika menghembuskan napas kasar. Dia ingin berbalik dan masuk ke dalam kamar lagi. Tapi niatnya itu tak berjalan mulus lantaran Fajar memanggilnya saat kakinya baru berjalan satu langkah.“Mau ke mana kamu?” tanya Fajar.“Mau
Seiring dengan renggangya komunikasi Zevan dan Dania, pemberitaan di sosial media tentang mereka juga mereda. Seharusnya Dania senang karena dengan begitu dia tak menjadi bahan kejar-kejaran awak media lagi. Tapi, kenyataannya tidak. Dia justru semakin merasa kosong karena itu sekaligus memperjelas kalau dia dan Zevan memang sudah sejauh itu sekarang.Dania lalu memikirkan saran dari Sisil. Apakah memang sebaiknya dia mengajak Zevan mengobrol? Karena jujur, dia sudah sangat muak dengan kecanggungan yang terjadi di antara dia da Endra selama bebeberapa minggu belakangan ini.Setelah berpikir selama beberapa menit, akhirnya Dania memutuskan untuk mengajak Zevan mengobrol. Dia memutuskan untuk berbicara dengan laki-laki itu setelah Evolution tampil.Tanpa Dania sangka, ternyata Zevan juga berniat mengajaknya berbicara. Karena saat bertatap muka, keduanya mengucapkan, “gue mau ngobrol sama lo,” secara hampir bersamaan.“Lo duluan aja,” kata Dania akhirnya.“Lo saja,” kata Zevan.“Lo dulua
“Jadi lo ngehancurin kencan mereka?” tamya Dania.“Iya,” sahut Zevan, “kesian anjir ceweknya tampangnya langsung bete gitu.”Dania terbahak. “Lah itu kan ulah lo juga kali,” katanya.“By the way, tadi gue udah mutusin kalo kita bakalan kelihatan kaya orang pacaran pas di depan Karra sama Endra aja,” kata Dania lagi.Zevan tak langsung menjawab. Kalau Dania sudah memutuskan seperti itu berarti kemungkainan mereka bersamaan akan berkurang. Tapi toh tak ada bedanya juga. Saat sedang bekerja pun dia teteap bisa mendekati Dania.“Zevan,” sahut Dania dari seberang, “kok lo diem sih?”“Eh, ya nggak apa-apa kalo misalnya keputusan lo kaya begitu,” sahut Zevan. Tapi sebenarnya dia berat mengucapkan hal itu.***Dania merasakan perubahan sikap Zevan selama beberapa hari. Kalau biasanya laki-laki itu sering mengobrol dengannya setiap istirahat makan siang, belakangan ini laki-laki itu jarang berbicara dengannya. Zevan berbicara dengannya kalau tentang masalah kerjaan saja. Sama persis saat awal-
Endra tentu saja panik melihat Karra. Dia lalu berusaha menenangkan gadis itu.“Hei, udah dong nangisnya. Aku minta maaf,” kata Endra, “Dia lalu mengusap pipi Karra yang basah dengan ujung ujung jarinya.“Sini,” kata Endra. Dia lalu mendekap Karra Erat-erat.“Jadinya kamu kenapa kok jadi aneh sikapnya ke aku setelah pesta malem itu?” tanya Dania setelah Endra melepaskan pelaukannya.Endra menghembuskan napas kasar. “Aku cuma masih syok aja ngelihat Zevan jaian sama seseorang yang pernah ada hubungan sama aku.”Karra menghembuskan napas panjang. “Beneran cuma itu? Sykur deh kalau kecurigaanku gak bener.”Endra tersenyum. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke Karra. Tanpa aba-aba, dia menyematkan kecupan lembut dan dalam di bibir gadis itu. Rasanya seperti sudah lama sekali dia tak menyalurkan perasaannya pada Karra. Maka, dia lampiaskan semuanya sekarang. Perlahan, tangan kanannya pun mulai merayap di bawah rok Karra. Namun ketika mencapai pinggul gadisya itu, tangannya terhenti lantaran te
“Ayo buruan,” kata Hana.Endra menghembuskan napas kasar. Dia lalu maju lebih dulu.“Zevan buruan!” kata Hana.Akhirnya Zevan ikut maju juga. Mereka berdua akhirya saling bersalaman walau tak saling pandang. Hana geleng-geleng kepala melihatnya. Wanita itu lalu menghembuskan napas panjang.“Cepetan balik ke kamar sana, Endra,” kata Fajar, “Papa nggak mau ya ngeliat kalian berkelahi lagi kaya gini.”“Nggak janji,” kata Endra. Dia lalu beranjak pergi.***Seperti yang sudah Zevan duga sebelumnya. Kemunculannya dengan Dania di pesta malam itu pasti akan mengundang perhatian publik. Zevan tak tahu siapa pelaku pertama yeng mengunnggah video itu di internet. Yang pasti keesokan harinya setelah pesta itu selesai, videonya berdansa dengan Dania sudah tersebar di sosial media. Di X bahkan hastag ZevanDania masuk ke dalam sepuluh besar trending.Zevan ada jadwal nanti jam satu siang. Mungkin, dia baru akan keluar rumah sekitar jam sebelas pagi atau jam setengah dua belas siang. Selama itu dia
“Sayang, kamu tadi udah makan belom?” tanya Zevan.Dania membelalakkan mata namun akhirnya dia menjawab pertanyaan Zevan juga. “Be ... belum sih,” katanya.“Mau aku suapin nggak?” tanya Zevan.Dania menyahut, “boleh,” sambil melirik Endra dan Karra sekilas. Jelas sekali mereka tampak syok.Rasa percaya diri Dania muncul seiring dengan raut canggung yang tampak di wajah pasangan kekasih yang duduk di sampingnya. Terutama Endra. Laki-laki itu tak bisa menutupi keterkejutannya.Selama dua puluh menit berikutnya, Dania melakonkan drama-nya dengan Zevan dengan sangat sempurnya. Endra dan Karra dibuat mati kutu melihat kemesraan yang mereka perlihatkan. Dania bahkan berinisiatif untuk bergantian menyuapi Endra. Gadis itu tersenyum lega saat akhirnya Endra mengajak Karra menghindar ke tempat lain. Laki-laki itu tampak sangat tidak nyaman.Sementara itu, Zevan tertawa puas setelah Endra dan Karra menghilang dari pandangan matanya.“Akting gue bagus kan?” kata Dania. Dia lalu merebut piring b
Karra seperti tak berada di bumi saat jemari tangan kiri Endra merayap di dada kirinya. Sensasi seperti itu baru dia rasakan untuk yang pertama kali seumur hidupnya. Namun, dia hanya merasakan gejolak itu dalam waktu sekitar semenit karena Endra segera menarik diri bersamaan dengan terdengarnya suara batuk ibu Karra.“Sorry,” kata Endra saat dia melihat Karra merapikan kerah blusnya lalu mengancingkan dua kancing teratas yang terbuka.Karra tersenyum. “For what?” katanya.“Karena sudah nyentuh kamu sembarangan,” kata Endra.Karra tertawa kecil. “It’s okey,” katanya, “bukanya sekarang aku punya kamu ya? Kamu berhak ngelakuin apa saja. Hanya mungkin waktunya aja yang nggak tepat.”Endra terkekeh. “Yaudah lain kali kita cari waktu sekaligus tempat yang tepat,” katanya setelah tawanya reda.Karra membelalakkan mata. “Dasar,” katanya. Dia lalu membuka pintu mobil, “good night. See you tomorrow.”“Good night. I love you,” balas Endra. Dia lalu menurunkan kaca mobil.“I love you too,” balas
Sebenarnya Karra sudah diberi tahu Endra tentang acara peresmian hotel baru itu sejak jauh-jauh hari. Tapi mendekati hari-H dia tetap saja merasa gugup bukan main. Dia merasa tidak siap kalau hubungannya harus diketahui banyak orang di kantor.“Kamu yakin mau ngenalin aku sebagai pasangan kamu di acara itu?” tanya Karra saat mereka makan siang bersama di sebuah restoran.Endra mengangguk. “Iya dong,” sahut Endra, “kan aku sudah bilang dari awal.”“Nggak apa-apa kalo pada akhirnya semua orang tahu kalau Bapak Endra sang CEO pacarannya sama sekertarisnya sendiri?” tanya Karra.Endra terbahak. “Emangnya kenapa?” tanyanya.Karra mengangkat bahu. “Kamu nggak gengsi?” tanya Karra.Endra terbahak. “Nggak lah,” katanya, “ngapain harus gengsi?”Karra lantas tersenyum. Dia merasa lega karena Endra bisa menerimanya apa adanya. Dia lalu menatap Endra dalam-dalam. Sebisa mungkin dia tak melewatkan setiap detik waktu yang dia lalui dengan Endra secara detail.“Keanapa?” tanya Endra.Karra menggelen