Setibanya di hotel, Sisil dan Dania segera meletakkan kopernya. Keduanya lalu kompak melemparkan tubuh di atas kasur.“The real definisi kerja sambil liburan sih ini,” kata Sisil. Dia telentang. Matanya menatap langit-langit hotel.“Oh iya, kan lo bilang ayah Zevan punya bisnis hotel dan properti, nama hotelnya apa?”Tanya Dania penasaran.“Nama hotelnya hotel Bhima,” sahut Sisil.“Kok selama ini kita nggak pernah nginep di hotel itu?” tanya Dania, “kan enak bisa gratis.”Sisil tertawa. “Zevan mana mau,” katanya, “tuh anak gengsinya gede. Dia mana mau pakai subsidi. Apalagi sejak yang mengelola hotel si Endra. Makin nggak mau lah si Zevan.”“Oh iya,” Dania bangkit, “gue tuh heran kenapa sih mereka sering banget ribut?”Sisil mengangkat bahu. “Biasalah dua sodara cowok ribut tuh,” balas Sisil, “anak tetangga gue laki dua juga hampir tiap hari adu jotos mulu.”Dania tak menyahut lagi. Apa yang Sisil katakan mungkin saja benar. Tapi, Dania pikir Zevan seolah seperti membatasi diri dengan
Dania lalu bangkit dan berjalan mendekati sebuah batu yang latar di belakangnya merupakan gedung Bank National Indonesia. Dia duduk di batu itu dan melakukan beberapa pose. Puas dengan pose duduk, dia lalu mencoba pose berdiri dan beberapa pose duduk di trotoar. Dia lalu bergantian memotret Sisil.Selain melakukan foto dengan latar belakang gedung bank BNI, mereka juga melakukan foto dengan latar belakang gedung Bank Indonesia dan juga gedung Pos Inonesia. Setelah foto bergantian, Sisil dan Dania lalu berjalan mendekati personel Evolution yang sedang duduk di sebuah kursi di trotoar. Mereka tampak berebut makan sesuatu.“Kalian tuh masing-masing udah punya gaji gede, udah bisa beli makanan sendiri-sendiri juga masih saja rebutan,” kata Sisil. Dia berkacak pinggang di depan personel Evolution.“Sensasinya enak kalo makan bareng-bareng rebutan gini tahu, Sil,” sahut Jojo. Dia makan sampai pipinya membulat karena penuh dengan makanan.“Bener tuh kata Jojo,” sahut Zevan, “enak makan baren
Jam di dinding ruangan Endra sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Pekerjaan laki-laki itu sebenarnya sudah selesai, tapi dia belum mau beranjak. Selagi menunggu Kara membawakan kopi yang dia pesan, dia malah memikirkan Dania.Entah mengapa meski barubertemu dua kali dengan gadis itu, Endra memilki rasa tertarik yang cukup besar. Seperti kebanyakan laki-laki lain yang tertarik dengan perempuan dari segi fisik dan wajah, Endra juga begitu.Dania memiliki postur tubuh yang ideal. Gadis itu tinggi, ramping, kakinya jenjang dan ya, dia memiliki aset yang cukup menggoda iman. Satu lagi, tentunya Dania cantik. Tapi yang paling membuat Endra tertarik bukan itu. Yang paling membuat Endra tertarik adalah bagaimana cara gadis itu bekerja. Gadis itu tampak ulet dan sepertinya pekerja keras. dia juga tampak baik, polos dan jujur. Kalau saja Endra belum punya sekertaris, dia tidak keberatan kalau Dania jadi sekertaris pribadinya.Pikiran Endra tentang Dania buyar saat ada seseorang yang mengetuk
Malam ini, Evolution mengisi acara festival musik di Istora Senayan. Selain Evolution ada dua band lain dan empat penyanyi solo yang mengisi acara itu. Evolution didaulat untuk menyanyikan dua lagu di opening dan dua lagu di pertengahan acara. Maka dari itu, mereka datang ke lokasi venue sekitar dua jam lebih awal sebelum acara dimulai.“Air minum Zevan mana, Dan?” kata Sisil. Dia mendekati Dania yang tengah mengeluarkan gitar Raden dari dalam tas.“Itu di atas meja,” sahut Dania. Dia lalu memberikan gitar kepada Raden.“Kenapa? Kurang?” tanyanya ketika kembali ke dekat barisan tas.Sisil menggeleng. “Nggak,” balasnya, “udah cukup itu.”“Si Zevan mana?” kata Sisil lagi, “acaranya satu setengah jam lagi nih. Tuh anak nggak vocalizing apa?”“Tadi gue ngelihat dia di pojokan tenda sih,” sahut Dania, “lagi ngobrol sama vokalis band lain.”Sisil lalu berjalan menyusuri area back stage, berharap menemukan Zevan. Namun, usahanya tak membuahkan hasiL. Dia tak melihat laki-laki itu di mana-man
Endra melipat laptopnya. Usai melihat jam di tangannya, laki-laki itu lalu berdiri. Dia lalu berjalan keluar ruangannya dan mendekati Kara yang sudah berdiri di luar ruanagnnya.“Kar, mau makan malem dulu nggak?” tanya Endra, “masih jam delapan nih.”Mata kara berbinar. “Boleh-boleh,” katanya sambil mengangguk antusias.“Yaudah yuk,” kata Endra. Dia lalu mulai berjalan.Dengan semangat, Kara berjalan mensejajari langkah Endra.Rupanya Endra menuju sebuah restoran di kawasan Fatmawati. Kara merasa takjub karena restoran itu besar sekali.“Lo kenapa, Kar?” tanya Endra setelah mereka duduk, “kok bengong? Sakit?Kara menggeleng. “Enggak,” balasnya.“Terus?” sahut Endra, “dipilih dong menunya?”“Saya cuma kagum aja, Pak, restorannya gede banget,” kata Kara.Endra tertawa kecil. “Oh,” katanya, “ini emang restoran yang biasa dipake owner-owner buat meeting sih. Gue sering liat ada pejabat juga beberapa kali ke sini. Lo belom pernah ke sini emang?”Kara menggeleng. “Belom,” balasnya.“Yaudah,
Rita datang bersama Lea ke lokasi syuting video klip yang ada di kota tua sekitar jam delapan pagi. Di sana, semua personel Evolution dan kru sedang mempersiapkan peralatan untuk syuting. Saat melihat Dania sedang menata minuman dan snack di sebuah meja, Rita datang menghampiri gadis itu. Sementara Lea, managernya berjalan mendekati Sisil.“Gimana ... gimana lo sama Endra?” tanya Rita.“Apanya yang gimana?” Dania bertanya balik.“Ih, ga usah pura-pura bego deh lo,” sahut Rita, “ya pedekatenya lah.”Dania tersenyum. “Gue nggak cukup berani untuk melakukan hal lebih jauh, Ta,” balas Dania, “paling kalo gue ketemu dia pas ke rumahnya Ezra ya gue nyapa gitu aja.”“Dih nggak asyik lo,” sahut Rita. Dia menyenggol lengan Dania dengan pundaknya, “tapi kalo ketemu lo, si Endra selalu nyapa kan?”Dania mengangguk. “Iya,” katanya.“Lo ajak dia jalan lah,” kata Rita.“Enggak ah,” sahut Dania, buru-buru, “emangnya gue cewek apaan masak ngedeketin duluan. Lagian dia kan sibuk. CEO kayak dia mana mu
“Kalo lo konsisten posting foto atau video-video tentang Evolution, lama-lama juga bakalan banyak yang notice lo,” kata Rita.“Semoga ya,” sahut Dania, “tapi emangnya bakalan boleh kalo gue nyambi-nyambi akting sama Sisil?”“Boleh sih kayaknya,” sahut Rita, “asal nggak sinetron stripping saja. Kalo serial kan syutingnya nggak sepadet itu. Jadi, kayaknya gak bakalan ganggu jadwal lo sama Evolution.”Dania mengangguk-angguk. Dia lalu melanjutkan makan. Dengan serius dia memotong pizza-nya.“Eh, Dan ... Dan,” kata Rita sambil menepuk-nepuk lengan Dania.“Apaan sih lo ganggu orang konsentrasi makan aja,” balas Dania. Dia mendongak menghadap Rita dengan mulut penuh dengan pizza.“Ada Endra sama sekertarisnya,” kata Rita.“Mana?” tanya Dania. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri.“Itu lagi mesen kayaknya di kasir,” balas Rita.Dania lalu mengarahkan pandangannya ke meja kasir. Apa yang Rita katakan benar. Di sana ada Endra dan asistennya. Gadis itu sangat cantik. Rambutnya yang dicat cokelat mu
Dania berjalan mendekati lobi sambil menelfon Rita. Beberapa kali dia menghubungi gadis itu tapi panggilannya tidak direspon. Saat memasuki lift, Dania lalu memasukkan ponselya ke dalam tas selempangnya.Dania menghampiri Rita ke apartemennya karena anting Lea jatuh dan tertinggal di mobilnya. Dia tidak tahu kontak manager Rita itu.Setelah keluar dari lift dan berjalan menyusuri koridor, Dania tiba juga di depan apartemen Rita. Dia merasa ada yang janggal karena pintu itu terbuka. Sepengetahuannya, Rita bukanlah orang yang ceroboh.Perlahan, Dania lalu masuk ke dalam apartemen. Dia lalu membelalakkan mata saat mendengar suara tangis.“Rita ... Ta!” kata Dania sambil berjalan menuju kamar karena dia mendengar suara tangis itu dari sana.D depan pintu kamar Rita, Dania menghentikan langkah. Dia mendekatkan telinganya ke pintu. Untuk memastikan suara tangis itu lagi. Setelah benar-benar yakin bahwa sumber suara yang dia dengar memang dari dalam kamar, Dania lalu membuka pintu. Dia membe