Agatha membuka matanya dengan berat karena rasa mengantuk yang masih menderanya. Diliriknya jam kecil di atas nakas yang menunjukan pukul 06.30 pagi.
Seperti kebiasaannya yaitu melihat sang Kakak yang biasa sudah bangun terlebih dahulu. Namun kali ini ada pemandangan yang berbeda di mana Erick Alexander sang kakak masih tertidur. Dan di sampingnya ada seorang pria yang seharian kemarin menemaninya.
Agatha menurunkan kakinya pada lantai berwarna hitam yang membuat telapak kakinya merasakan dingin. Dan menghampiri sang Kakak.
"Kakakk, bangun," suara manja Agatha juga guncangan dari tangannya membuat Erick segera bangun. Bukan hanya Erick, Yoga pun ikut terbangun.
"Eughh ..." lenguhan kecil yang keluar dari mulut Erick dan Yoga berbarengan.
"Jam berapa ini?" tanya Erick dengan matanya yang masih terpejam.
"Jam setengah tujuh pagi Kak," jawab Agatha.
"Udah siang ternyata. Kakak mandi dulu yah." Erick langsung bangkit dan masuk ke kamar mandi setelah mengambil handuk biru miliknya.
"Aku juga mau mandi dulu yaa Ga." Agatha hendak pergi namun ucapan Yoga membuatnya berhenti.
"Hah? Bareng sama Erick??" tanya Yoga dengan wajah kaget.
"Enggaklah. Di kamar mandi bawah," balas Agatha dan melanjutkan langkahnya ke luar kamar.
"Terus gue gimana dong??" tanya Yoga pada dirinya sendiri.
0o0o0o0
Agatha dan Erick kini tengah sarapan bersama. Namun bedanya, kini mereka makan bertiga. Ya, bersama Yoga.
Agatha makan dengan lahapnya, Erick makan dengan tetap berwibawa. Dan Yoga yang sibuk melihat Agatha yang dipikirnya lucu jika sedang makan.
"Kamu hari ini berangkat bareng Yoga yaa? Kakak mau ke Bandung lagi soalnya," ujar Erick setelah menyelesaikan makannya. Agatha hanya menanggapinya dengan menggangguk karena ia masih belum menyelesaikan makannya.
"Pulangnya pakai taxi online." Ucapan Erick membuat Agatha menghentikan makannya. Menatap Erick dan menggelengkan kepalanya.
"Enggakk!!!" jawab Agatha dengan wajah memohon.
"Kakak gak bisa jemput kamu," keluh Erick yang nampak tak tega.
"Aku gak mau! Takutt!" jawab Agatha dan matanya berair, nampaknya iya akan menangis.
Dia bergantung sama Kakaknya, bathin Yoga saat memperhatikan Agatha.
"Pulang sama gue aja," usul Yoga yang tak tega melihat Agatha. Seketika itu juga wajah lega terukir jelas dari wajah Erick maupun Agatha.
"Bener yaa Ga?" jawab Agatha antusias.
"Terima Kasih, Yoga!!" ucap Erick menunjukan senyumannya.
0o0o0o0
Di perjalanan mobil tak banyak yang Yoga dan Agatha perbincangkan. Hingga mereka sampai di parkiran kampus. Di sana mereka bertemu dengan Tara.
"Ehh Bro! Ciee udah main berdua aja nii," ucap Tara ketika melihat Yoga dan Agatha turun dari mobil yang sama.
"Apa?" jawab Yoga mengeluarkan jurus juteknya. Berbeda dengan Agatha yang tersenyum kaku namun tetap manis.
"Jutekk amat. Tuh mending kayak Agatha senyum kan seger diliatnya juga," ujar Tara membuat Yoga menunjukan wajah kesalnya.
"Udah ayo kita kekelas!" Yoga langsung menarik tangan Agatha.
"Yahh gue ditinggal deh," ucap Tara lalu menyusul kepergian mereka.
Sepanjang perjalanan banyak mata yang memandang pada Yoga dan Agatha. Ada yang berpikir jika mereka berpacaran. Dan ada yang mencemooh Agatha karena ia yang suka histeris.
"Gila! Si Yoga luluh sama tuh cewek histeris!"
"Kok mereka barengan si?"
"Ssstt, liat. Tuh cewek yang suka kerasukan."
"Ahh palingan tuh cewek cuma mau dilindungi Yoga."
Begitulah beberapa ucapan-ucapan beberapa pelajar lain saat melihat Yoga dan Agatha. Agatha hanya menunduk sedih mendengarnya. Yoga menoleh pada Agatha dan menghentikan langkahnya saat melihat raut kesedihan di wajah cantik itu.
"DIAM!!!" tiba-tiba saja Yoga berteriak dan membuat semua orang kaget. Tidak terkecuali Agatha, raut kesedihannya kini berubah dengan raut wajah ketakutan. Agatha mencoba melepaskan tangannya, namun Yoga menahannya.
"Apa kalian tidak ada kerjaan lain selain memperhatikan Gue sama Agatha??" bentak Yoga lagi namun tak ada yang menjawabnya.
Sedangkan Agatha kini semakin ketakutan melihat amarah Yoga.
"Lepas," suara Agatha bergetar dan terus mencoba melepaskan tangannya dari tangan Yoga. Yoga menoleh atas Agatha, seketika rasa amarahnya pun hilang.
"Agatha?" panggil Yoga lembut dan kini kedua tangannya menggenggam kedua tangan Agatha dengan lembut.
Agatha tak menjawab, dirinya masih merasa takut pada Yoga.
"Kita ke kelas sekarang ya," lembut Yoga lagi yang dibalas oleh anggukan kepala Agatha walau terlihat jika Agatha masih merasa takut pada Yoga.
0o0o0o0
Mata pelajaran terakhir pun telah selesai. Banyak siswa yang sudah berhamburan pulang dan masih ada yang dikelasnya ataupun dikantin.
Seperti Yoga dan kawan-kawannya yang kini tengah mengobrol di kantin setelah selesai makan.
"Ehh kita ke mall yuukk!" ajak Iren dengan tatapan penuh harap.
"Ahh aku lagi gak punya uang yank, kamu kan kalau udah shoping beuuhh ..." keluh Revan mengingat bagaimana jika kekasihnya itu sudah masuk mall.
"Ihh! Ya gak shoping juga. Nonton gitu?" Iren memanyunkan bibirnya.
"Ohh kalau gitu ayo!" jawab Revan yang membuat Iren tersenyum kembali.
"Tapi kalian ikut yaa. Kamu juga Agatha" ajak Iren pada Yoga, Tara dan Agatha.
"Ayolah! Biarin gue jadi nyamuk juga," timpal Tara.
"Okee kita ikut," ujar Yoga tanpa meminta persetujuan Agatha. Bukankah hari ini ia akan mengantar Agatha pulang? Jadi, apa salahnya jika mereka jalan-jalan dulu.
Agatha sama sekali tak bergeming. Dia hanya menyimak percakapan antara keempat sahabat di depannya.
"Yaudahh yuk berangkat!" ajak Revan mulai berdiri.
"Kita ketemu di mall yaa," pesan Iren sebelum mereka meninggalkan meja.
"Yaelahh! Gue sendiri lagi nihh!"
"Nasib lo itu Tar. Ayo Agatha!"
Mereka pun mengikuti kepergian Iren dan Revan.
"Yoga, aku mau ke taman kampus sebentar," ucap Agatha.
"Ohh yaudah. Tar, Lo duluan aja kita mau ke taman bentar," ujar Yoga yang hanya dibalas anggukan oleh Tara.
Setelah sampai di taman, Agatha menghampiri sekumpulan bunga-bunga kecil dengan kelopak berwarna putih bersih dengan mata berwarna kuning. Ya, bunga daisy.
"Kamu mau metik bunga itu??" tanya Yoga yang melihat Agatha hanya menyentuh dan melihatnya.
Agatha menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku menyayangi mereka," jawab Agatha kemudian menghampiri Yoga kembali.
"Ayo!" Agatha menarik tangan Yoga.
Yoga tak habis pikir jika Agatha mengajaknya ke taman hanya untuk melihat bunga saja. Itu pun tak memakan waktu yang lama.
0o0o0o0
Mereka kini telah masuk ke mall terkenal di Jakarta. Mereka langsung mencari bioskop untuk menonton film. Namun sebelum itu Agatha menghentikan mereka semua.
"Ehh tunggu!" Agatha menghentikan langkahnya membuat semua berhenti.
"Kenapa Agatha? Mau beli sesuatu?" tanya Iren.
"I want." Agatha menunjuk sebuah toko ice cream bernama Yummy Store.
Semua menoleh pada arahan telunjuk Agatha dan Iren sangat menyetujuinya.
"Wahh! Ayo-ayo!" jawab Iren langsung menarik tangan Agatha dan meninggalkan tiga lelaki yang bersama mereka.
"Ehh yank! Tunggu dong!" ucap Revan langsung menyusul dua gadis cantik itu.
Yoga dan Tara hanya menggelengkan kepalanya kemudian mengikuti mereka.
"Pak saya mau ice cream full vanilla," pesan Iren.
"Aku coklat strawberry." Jessica juga memesan.
"Kamu mau yank??" tanya Iren pada Revan
"Nyobain punya kamu aja," balas Revan.
"Guee mau dong! Rasa Vanilla juga." ucap Tara yang baru sampai.
"Lo Ga??" tanya Tara pada Yoga, dan dibalas oleh gelengan kepala.
Setelah itu, mereka kini telah sampai di bioskop, mereka akan menonton sebuah film yang diproduseri oleh produser terkenal bernama Mita Amelia. Sebuah film berjudul "TRAUMATIC".
Mereka duduk di jajaran yang sama dengan posisi berurutan Iren, Revan, Yoga, Agatha, dan Tara. Tak banyak yang mereka perbincangkan selama menonton.
"Aaahh.. Tidak lepaskan saya.." ucap seorang gadis ketakutan
"Kamu milik saya malam ini.." Penjahat lelaki itu mendekati gadis yang ketakutan.
"Jangan! Tidakkk!" teriakan Agatha saat melihat adegan tersebut mengagetkan semuanya. Terutama Yoga yang duduk di sampingnya.
"Agatha? Kenapa??" tanya Yoga panik.
Agatha tidak menjawab dan mulai menangis kemudian berdiri dan lari. Namun beruntung Tara menahannya.
"Lepassss!!! Hikssss ... Lepasss!!!" Agatha menggigit tangan Tara agar melepaskannya, namun Tara tetap menahannya.
"Aawwww! Agatha tenang," ringis Tara saat Agatha menggigitnya.
"Tar, ayo bawa ke luar," panik Yoga dan membawa Agatha keluar bioskop disusul oleh Revan dan Iren.
Di luar bioskop Agatha terduduk lemah sambil terus menangis di pelukan Tara dan Yoga. Ya mereka memeluk Agatha secara bersamaan.
"A..ak.ku.. Mau pul..ang hikss.." ucap Agatha terputus-putus karena menangis.
"Iyaa ayo kita pulang," jawab Yoga dan membawa Agatha berdiri sedangkan Tara sudah melepaskan pelukannya.
"Ayoo kita juga pulang aja," ajak Iren pada Revan dan Revan hanya mengangguk, nampaknya ia syok dengan kejadian ini.
Mereka pun akhirnya meninggalkan mall
Maaf ya kalau ada salah nulis nama. Semisal Agatha jadi Jessica.
Yoga's PovAku mengantarkannya lagi kerumahnya. Setelah kejadian di mall aku jadi heran pada Agatha. Sebenarnya dia kenapa? Tingkahnya yang seperti anak kecil, polos, sering histeris dan banyak tingkahnya yang aneh. Seperti tadi dia mengajak ke taman hanya untuk melihat bunga sebentar. Sangat sebentar.Apa dia setengah gila?? Ohh tidak Yoga buang pikiran itu jauh-jauh. Kalau dia seperti itu mungkin sekarang dia berada di rumah sakit jiwa. Tentu kakaknya si formal itu mampu membayarnya. Tapi kalau bukan gila dia kenapa??Kulihat dia hanya melamun sepanjang perjalanan. Jujur saja aku iba melihatnya. Biar dia terhibur aku memutar lagu Sleeping With Sirens kesukaanku. Namun musiknya yang beraliran rock nampaknya mengganggu. Dia menutup telinganya.Kuganti menjadi lagu Lullaby yang dinyanyikan oleh Sia Furler. Nampaknya dia merasa tenang mendengar alunan musik dan suaranya yang halus. Bagaimana tidak, ini kan lagu Nina Bobo. Mana mungkin seperti musik DJ.
"Akan saya jelaskan keadaan Agatha," ucap Erick.Yoga begitu antusias mendengar penuturan Erick. Terlihat dari wajahnya yang begitu bersemangat untuk mendengarkan hal yang akan disampaikan oleh Erick."Tiga tahun lalu Agatha mengalami musibah karena kelalaian saya. Dia hampir saja diperkosa oleh seorang pria, entahlah dia itu preman atau bukan yang pasti dia berniat buruk sama Agatha. Beruntung kejadian itu diketahui warga, namun Agatha luka-luka. Sampai harus dirawat di rumah sakit."Yoga tercengang mendengar penjelasan Erick."Sejak saat itu Agatha mengalami trauma berat. Dia menutup diri, sekolah pun home schooling. Gak pernah keluar rumah, baru sekarang dia mulai berani sekolah." Erick menarik napas gusar."Brengsek banget cowok yang udah buat Agatha kayak gini!!" Yoga terlihat berapi-api sambil mengepalkan tangannya."Begitulah," balas Erick singkat karena mengingat kejadian yang menimpa adi
Seiring berjalannya waktu, trauma yang melekat pada diri Agatha perlahan menipis. Kepercayaan dirinya kini mulai ada, dapat bergaul setidaknya dengan teman-teman kuliahnya. Bersamaan dengan itu, kedekatannya dengan Yoga pun kini semakin terlihat.Mereka yang selalu berangkat dan pulang bersama mengundang praduga banyak orang jika ada hubungan special di antara mereka. Namun, praduga hanyalah praduga. Pada faktanya mereka belum mempunyai hubungan yang lebih dari kata, teman.Mobil berwarna putih berbalut hitam milik Yoga baru saja sampai di halaman rumah yang ditempati Agatha. Tak lama, Agatha muncul dengan setelan seragam putih abu, namun tetap tanpa make up. Rambut yang hitam dan bergelombang diikat asal membuat aura kecantikan alaminya semakin memancar."Yoga," panggil Agatha riang setelah dirinya masuk tanpa dipersilahkan oleh Yoga."Happy banget kamu," balas Yoga tersenyum sedikit sambil mulai menjalankan mobilnya."Hehehe!" Agatha hanya terkek
Yoga's PovAkhirnya jam kuliah berakhir, kini seperti biasa aku akan mengantarkan Agatha untuk pulang. Namun, saat kami di parkiran ada Keyna, ya anak baru itu menghampiri kami."Emm.. Boleh nebeng gak?? Soalnya aku gak bawa mobil," pinta dia sedikit kikuk, mungkin takut keinginannya ditolak."Tentu," jawabku dengan senang hati, entah mengapa aku merasa senang mulai dari aku berkenalan dengannya. Is this love??Kulihat Agatha yang nampak tak suka dengan kehadiran Keyna. Apalagi saat Keyna meminta untuk duduk di samping kemudi, bersamaku. Dengan wajah jutek-nya dia menuruti dan duduk di kursi belakang. Dan akupun mulai menjalankan mesinnya."Gak apa kan aku duduk di depan??" tanya Keyna melirik pada Agatha sekilas."Hemm? Iya," balas Agatha malas-malasan. Dasar gadis itu!!"Ga, anter Agatha dulu yaa baru aku," pinta Keyna lagi. Aku berpikir sejenak dan menganggukkan kepalaku. Mungkin Keyna mau berduaan denganku?Ku
Sudah sepuluh menit berlalu Agatha menunggu kedatangan Yoga untuk menjemputnya. Namun, pria tersebut belum menampakkan batang hidungnya sama sekali.Kling...Suara notifikasi yang masuk di smartphone-nya membuat Agatha membulatkan matanya. Ternyata itu adalah pesan dari Yoga yang mengatakan tak bisa menjemputnya karena sudah menjemput Keyna dan bila menjemput Agatha dahulu akan membuat mereka terlambat."Duhh.. Mana Kak Erick udah berangkat lagi.." keluh Agatha. Yang akhirnya memutuskan untuk berangkat menggunakan Taxi.Mata pelajaran pertama sudah selesai dilaksanakan, namun Agatha masih belum sampai di kelas. Ada perasaan menyesal di hati Yoga karena tak menjemput Agatha.. Pasalnya, setelah menjemput Keyna mereka memutuskan langsung pergi ke sekolah dengan pertimbangan jika menjemput Agatha akan membuat mereka bertiga terlambat."Ga, kok Agatha belum datang. Apa gak masuk??" tanya Tara memecah lamunan Yoga dari penyesalannya pada Agatha."
Setelah mata pelajaran berakhir, Agatha kembali ke kelasnya untuk mengambil tas. Ternyata di sana masih terdapat teman-temannya yang masih menunggunya."Agatha lo dari mana sih?" ujar Tara dengan tatapannya yang begitu khawatir."Aku di taman tadi," singkat Agatha dan mengambil tasnya."Ayok Ga," ajak Agatha pada Yoga untuk segera pulang. Namun Yoga diam saja dan malah melirik Keyna seolah mengatakan sesuatu."Emm, maaf kalau hari ini aku gak bisa--" belum sempat Yoga menyelesaikan ucapannya Agatha terlebih dahulu memotongnya."Iya gak apa." Agatha cepat yang sudah tahu arah pembicaraan Yoga"Tar! Mana Revan??" tanya Agatha mengalihkan tatapannya pada Tara."Ke kelas Iren, lo pulang sama gue aja ya?" ajak Tara yang mengkhawatirkan Agatha bila pulang sendiri." Iya," jawab Agatha dan langsung meninggalkan kelas dan disusul Tara.Sebulan berlalu begitu saja ...K
Sudah sebulan, sejak Yoga dan Keyna terikat dalam suatu hubungan yang dinamai 'pacaran'. Sejak saat itu pula hubungan Yoga dan Agatha renggang. Bahkan nyaris tak pernah bersuara lagi. Mengingat rasa sakit yang selalu Agatha rasa setiap melihat Yoga bersama Keyna, membuat Agatha memilih untuk menjauh. Meski dengan terpaksa kebersamaan antara mereka kerap kali terjalin saat berkumpul bersama teman-temannya.Siang ini setelah menyelesaikan mata pelajaran kedua-nya Yoga dan kawan-kawan tengah berkumpul di kantin. Tak lepas dari Keyna yang kini nyaris tak pernah lepas dari genggaman tangannya."Wahh! Agatha, Revan sama Iren, Yoga sana Keyna, gue sama Lo ya?" canda Tara memecah keheningan beberapa saat yang lalu karena sibuk dengan pasangan masing-masing.Agatha memutar matanya malas mendengar candaan Tara yang sebulan belakangan semenjak Keyna Dan Yoga resmi pacaran selalu dilontarkan.Agatha nampak tak bersemangat dan lesu juga malas menjawab candaan Ta
Sepasang kaki jenjang yang menopang tubuh Agatha baru saja sampai di kantor yang mana owner sekaligus jabatan CEO dipegang oleh Erick sang Kakak.Semua orang menyambutnya hangat. Mereka memang sudah mengenal Agatha meski jarang bertemu."Kamu sama siapa ke sini, Dek??" Erick bertanya seraya mengelus puncak kepala Agatha yang duduk di samping kanannya."Sendiri, naik taxi online," Jelas Agatha yang membuat Erick tersenyum lebar. Tentu Erick bahagia, karena ini adalah sebuah kemajuan besar bagi Agatha. Trauma yang membuat Agatha tak mau berbaur, dan sangat takut hanya untuk keluar rumah. Tapi lihatlah adiknya itu sekarang berada di kantornya dan sendiri. Itu adalah hal yang luar biasa. Mungkin ini berlebihan tapi Erick memang bahagia luar biasa."Mau cemilan atau makanan lain??" tawar Erick pada Agatha yang kini tengah membolak-balik dokumen perusahaan.Agatha mencoba memahami dokumen yang ada di tangannya, namun ia sama sekali tak menger
Perjalanan menuju gunung Prau kini telah dimulai. Revan dan Iren juga turut serta untuk mendaki gunung yang sangat cocok untuk pemula tersebut. Berbeda dengan Tara dan Chandra yang memilih untuk tidak ikut. Yoga terlihat gagah dengan tas carrier yang ada dipunggungnya. Di dalamnya ada 2 tenda, 2 sleeping bag, parapin dan juga gas. Terdapat juga jaket. Tak beda jauh dari Yoga, Erick dan Revan juga membawa tas yang ukurannya besar namun masih dibawah ukuran tas yang dibawa Yoga. Kedua tenda sudah dibawa Yoga, maka mereka tak membawa beban berlebih dalam tas mereka, hanya keperluan pribadi dan persediaan makanan saja. Sedangkan Agatha dan Iren, mereka hanya membawa selt bag yang berisi persediaan minum untuk mereka sendiri selama perjalanan. Dan keperluan lainnya tentu saja dibawa oleh para lelaki. Gunung Prau, gunung setinggi 2565 mdpl yang terletak di provinsi Jawa Teng
Sudah seminggu sejak kepulangan Agatha kembali ke Indonesia, dirinya hanya berdiam diri di rumah megah milik sang Kakak. Sampai saat ini belum ada lagi teman yang mengunjunginya. Termasuk Yoga dan Tara. Ah, mengingat Tara membuat Agatha kembali ingat bahwa ia harus mengikhlaskan Tara. Dalam artian ia harus berusaha memposisikan Tara seperti dulu. Sebagai Tara yang menjadi temannya.Rasanya membosankan setiap harinya harus menunggu kepulangan Erick yang mana tak menentu waktunya. Dan pengalihan dari rasa bosannya tak lain dan tak bukan adalah dengan bunga daisy.Seperti saat ini, Agatha tengah merawat bunga-bunga daisy di taman rumahnya. Ia menyemprotkan air, memberi kesan segar pada bunga-bunga daisy. Tak lupa Agatha mengabadikan beberapa photo selfie dengan latar bunga Daisy."Agatha." suara serak-serak yang indah didengar menghentikan aktivitas selfie Agatha. Wanita itu langsung menoleh ke sumber
Malam ini semua telah kembali berkumpul di rumah milik Yula. Ditambah dengan kehadiran Kirana, kekasih Tara yang telah datang dari tempatnya berkuliah yaitu University Of Oxford. Kirana memang lebih tua dari Tara, dan ia tak masalah dengan status Tara yang masih pelajar SMA.Kirana yang sedang menikmati masa liburannya memutuskan untuk bertemu Tara di Jepang, karena Kirana telah mengetahui bahwa salah satu sahabat Tara yakni Agatha tengah 'sakit'."Agatha mana yaa? Gak nongol." Iren mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan di mana ada kemungkinan Agatha muncul dari sana."Gue susul ke kamarnya yaa Rick," Izin Yoga pada Erick yang tengah fokus membaca dokumen. Entah dokumen apa yang dibacanya.Erick menganggukkan kepalanya tanpa berkata sepatah kata pun. Karena bila ia berkata satu kata saja, itu dapat merusak konsentrasinya pada dokumen yang ia baca.Yoga tersenyum senang dan mulai melangkahkan kak
Kata orang, tidak ada kata terlambatNamun pada faktanya penyesalan selalu datang terlambat. Tapi, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.Jantung yang memompa darah Yoga tak hentinya berdetak dengan cepat seolah-olah baru saja berhenti lomba lari maraton. Kecepatan detak jantung Yoga meningkat sejak kakinya menginjak kota Nukata District, Prefektur Aich, Jepang.Bukan kotanya yang istimewa dan mendebarkan. Namun wanita yang akan ditemuinya beberapa saat lagi lah yang membuatnya berdebar."Rick berapa lama lagi??" tanya Yoga dengan wajah pucat pasi seperti orang sakit. Namun jelas, kali ini bukan karena demam atau penyakit lain yang menderanya. Melainkan karena sosok yang menjadi akar rindu dihatinya."Gak sampai lima menit," ujar Erick sambil melirik arlojinya."Pucat amat Ga," ledek Chandra melihat gelagat aneh yang ada pada diri Yoga."Hahahaa! Iyaa kayak mau konser pertama aja," timpal Re
Yoga memilih untuk memanjakan dirinya di taman sekolah sebelum pulang menuju rumahnya. Dia terduduk sendirian memandang bunga-bunga sederhana berwarna putih, DAISY."Aku kira kamu suka bunga ini karena nama kamu, sekarang aku mengerti." Yoga bermonolog sambil menatap bunga daisy. Dia termenung memikirkan sosok yang jauh di sana. Sosok yang tak ia sangka dapat membuat hidupnya hampa setelah kepergiannya.Yoga merogoh smartphone-nya dan memotret hamparan bunga daisy yang tumbuh liar di taman sekolah. Bibirnya tersenyum tipis dan menjadikannya layar depan. Kenapa? Karena bunga itu dapat menjadi penyaluran rasa rindunya pada Agatha.Yoga menggendong tas ranselnya dan melangkahkan kakinya ke tempat di mana ia memarkirkan mobilnya. Mengendarai mobil dengan kecepatan sedang menjadi pilihannya untuk menuju tempat yang ia sebut rumah.Seulas senyuman yang teramat tipis timbul di bibir Yoga ketika melihat Revan dan Iren yang tengah mengobrol di halaman rumahnya. Se
Yoga tengah menemani Keyna berbelanja di salah satu mall kenamaan di Jakarta. Dengan tangan kanan yang menggenggam jemari Keyna dan tangan kiri menjinjing paper bag yang berisikan belanjaan kekasihnya itu.Namun tak ada semangat yang terpampang dari wajah Yoga. Kenapa? Dirinya teramat khawatir pada Agatha, bagaimana keadaannya? Huh! Yoga akan tanyakan itu pada Tara atau Revan yang kini ia yakini sedang menjenguk Agatha."Sayang, kamu diem aja!" keluh Keyna mengerucutkan bibirnya seraya mendelikan matanya. Yoga memaksakan bibirnya tersenyum menyadari kekasihnya itu tak nyaman dengan kediamannya."Aku laper, kita makan yuk?" imbuh Yoga berusaha agar Keyna tak curiga jika ia sedang memikirkan Agatha. Keyna menganggukkan kepalanya.Kini mereka duduk di kursi yang berhadapan dengan menu ayam geprek sambal goang telah tersedia di meja mereka. Tak lupa dua buah es teh tawar juga yang menjadi pilihan keduanya."Ayo makan!"
Agatha melangkahkan kakinya menuju taman. Untuk apa?? Menenangkan diri dengan cara bermanja ria pada bunga daisy. Bunga yang menjadi inspirasinya dalam menjalani hidup. Bunga yang menjadi nama belakangnya. Entah mengapa ayahnya memberi nama belakang bunga, bukan marga keluarganya.Langkahnya semakin cepat ketika tubuhnya tinggal berjarak kurang dari lima meter dari bunga daisy. Agatha mendudukan dirinya seperti biasanya di depan bunga tersebut. Untuk apa dia menenangkan diri?? Tentu saja, alasannya adalah sosok Yoga.Insiden pertemuannya dengan Keyna dan Yoga membuatnya merasa tak nyaman jika berada dalam satu jarak pandang. Itulah mengapa ia memutuskan pergi dari kelas yang kebetulan tak ada dosen yang masuk.Alone is better.Begitulah pemikiran Agatha saat ini. Lebih baik menenangkan dirinya dengan kesendirian. Karena sendiri dalam keadaan sebenarnya itu lebih menyenangkan daripada sendiri dalam keramaian.Suara bass yang memenuhi i
Sepasang kaki jenjang yang menopang tubuh Agatha baru saja sampai di kantor yang mana owner sekaligus jabatan CEO dipegang oleh Erick sang Kakak.Semua orang menyambutnya hangat. Mereka memang sudah mengenal Agatha meski jarang bertemu."Kamu sama siapa ke sini, Dek??" Erick bertanya seraya mengelus puncak kepala Agatha yang duduk di samping kanannya."Sendiri, naik taxi online," Jelas Agatha yang membuat Erick tersenyum lebar. Tentu Erick bahagia, karena ini adalah sebuah kemajuan besar bagi Agatha. Trauma yang membuat Agatha tak mau berbaur, dan sangat takut hanya untuk keluar rumah. Tapi lihatlah adiknya itu sekarang berada di kantornya dan sendiri. Itu adalah hal yang luar biasa. Mungkin ini berlebihan tapi Erick memang bahagia luar biasa."Mau cemilan atau makanan lain??" tawar Erick pada Agatha yang kini tengah membolak-balik dokumen perusahaan.Agatha mencoba memahami dokumen yang ada di tangannya, namun ia sama sekali tak menger
Sudah sebulan, sejak Yoga dan Keyna terikat dalam suatu hubungan yang dinamai 'pacaran'. Sejak saat itu pula hubungan Yoga dan Agatha renggang. Bahkan nyaris tak pernah bersuara lagi. Mengingat rasa sakit yang selalu Agatha rasa setiap melihat Yoga bersama Keyna, membuat Agatha memilih untuk menjauh. Meski dengan terpaksa kebersamaan antara mereka kerap kali terjalin saat berkumpul bersama teman-temannya.Siang ini setelah menyelesaikan mata pelajaran kedua-nya Yoga dan kawan-kawan tengah berkumpul di kantin. Tak lepas dari Keyna yang kini nyaris tak pernah lepas dari genggaman tangannya."Wahh! Agatha, Revan sama Iren, Yoga sana Keyna, gue sama Lo ya?" canda Tara memecah keheningan beberapa saat yang lalu karena sibuk dengan pasangan masing-masing.Agatha memutar matanya malas mendengar candaan Tara yang sebulan belakangan semenjak Keyna Dan Yoga resmi pacaran selalu dilontarkan.Agatha nampak tak bersemangat dan lesu juga malas menjawab candaan Ta