Suara ketukan pelan di pintu membuat Matthew mengangkat kepalanya dari layar monitor. Berpikir bahwa mungkin itu adalah sekretarisnya yang hendak memberitahukan sesuatu."Ya, masuk!"Pintu itu pun terbuka, disertai oleh seraut wajah cantik yang muncul dari baliknya dan tersenyum kepada Matthew."Muffin?!" Matthew segera berdiri dari kursinya dan melangkah tergesa ke arah pintu, sementara Juliet telah masuk ke dalam ruangam dan tersenyum semakin lebar melihat suaminya yang menyongsong kedatangannya dengan penuh semangat, penuh cinta dan ketulusan.Matthew mengecup sekilas bibir lembut Juliet lalu memeluk tubuh istrinya dengan erat. "Kejutan yang sangat manis dan menyenangkan melihatmu datang ke kantor, Muffin. I really miss you.""Matthew, sebenarnya aku ke sini untuk--" Juliet tak bisa melanjutkan kalimatnya lagi karena suaminya yang tak sabaran kini sudah melumat bibirnya dengan serakah. Sebuah ciuman penuh dengan kepemililan mutlak yang hanya kepada dirinya.Juliet berusaha menghin
"Akulah Virgo, Karina sayang. Dan lelaki itu, lelaki yang bersamamu sebelumnya... justru dialah Jeremy yang sesungguhnya." Karina mengernyit kaget. Apa pula maksudnya ini?? "Dia mengambil tubuhku, dan berusaha menyembunyikan jiwaku jauh-jauh. Bahkan dia juga ingin membuatku musnah. Dia mungkin terlihat lelaki baik, tapi satu hal yang harus kamu tahu, Cantik. Dia belum mengeluarkan tabiat aslinya. Yang jauh... jauh lebih kejam dari diriku." Jeremy mengeluarkan devil's smirk-nya melihat wajah bingung Karina, lalu mengecup bibir gadis itu dengan sepenuh gairah. Karina menjauhkan bibirnya dari Jeremy, karena ada yang ingin ia katakan. "Kamu bohong!" Sergah gadis itu sengit. "Virgo tidak pernah memperlakukanku dengan kasar sepertimu, Jeremy!" Lelaki itu menelengkan kepalanya sembari tertawa kecil mendengar perkataan Karina. "Jadi kamu kira hanya karena lembut padamu selama ini, maka dia tidak bisa bersikap kasar, hm?" "Baik, akan kubuktikan kalau diriku yang kasar ini pun bisa bersika
"Nyonya Muda, apa yang Anda lakukan?!""Ssshh... jangan berisik, Tiana. Cepat masuk ke sini dan kunci pintunya!"Pelayan yang bernama Tiana itu pun mengangguk pelan, lalu bergegas melakukan apa yang dititahkan oleh majikannya, Nyonya Muda Wiratama.Setelah mengunci rapat ruang kerja milik mendiang Tuan Besar Ibram Wiratama, Tiana segera berjalan mendekati Nyonya Muda Juliet yang asyik membongkar sebuah lemari buku.Sejak resmi menikah dengan Matthew, Juliet diam-diam sering mengunjungi rumah utama keluarga Wiratama. Terutama ketika suaminya sedang berada di kantor.Selama ini Matthew selalu enggan jika ia mengajak untuk mengunjungi rumah besar yang kini kosong tak pernah ditinggali kecuali oleh para pelayan yang selalu membersihkannya secara berkala.Matthew seolah tak ingin menginjakkan kakinya di rumah ini lagi, namun tak juga ingin menyingkirkan dengan menjualnya misalnya. Ia tetap mempertahankan rumah keluarga dimana dirinya dibesarkan.Meskipun antara Juliet, Matthew dan Oma Anit
Matthew... memiliki saudari kembar?Sepanjang hari setelah kembali dari rumah utama keluarga Wiratama, pikiran Juliet penuh dengan bukti foto yang baru saja ia temukan.Hal mengejutkan dan Juliet pun yakin jika Matthew pun tidak mengetahuinya. Entah kenapa dan apa alasan dari Papa mertuanya menyembunyikan fakta tentang putrinya yang lain dari keluarga Wiratama?Ya ampun. Padahal Juliet bermaksud mencari tahu tentang perselingkuhan Kayana Wiratama dengan ayahnya, namun malah menemukan kejutan yang lain!Apa yang harus ia lakukan sekarang? Rasanya Juliet belum ingin memberitahukan ini kepada Matthew. Suaminya itu sedang berbahagia sekarang setelah berbaikan dengan Oma dan karena anak mereka di dalam kandungan Juliet.Mungkin Juliet akan memastikan lebih dulu tentang kebenaran ini, sebelum menyampaikannya kepada suaminya.Wanita cantik dan elegan itu pun meraih ponselnya untuk menelepon seseorang yang ia tahu mungkin memiliki power untuk mendapatkan informasi, meskipun... Juliet tidak ta
"Karina, bangun." Gadis bersurai gelap lurus itu pun sontak terbangun, ketika merasakan tubuhnya diguncang secara perlahan. Dengan manik menyipit sayu, Karina menatap seraut wajah oriental tampan yang balas menatapnya. Awalnya Karina hanya mengucek matanya, namun gadis itu pun seketika membelalak lebar ketika menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda. Ada yang berbeda dengan lelaki di sampingnya yang tengah menatap dirinya. Pertama, suaranya. Tidak serak dan berat seperti yang dimiliki oleh Jeremy, tapi sedikit lebih tinggi. Lalu yang kedua, tatapan kelam dan penuh gejolak milik Jeremy pun telah menghilang, digantikan oleh manik yang menyorot setenang air di lautan, namun entah kenapa kali ini juga seakan menyimpan misteri. Jelas sekali, lelaki ini adalah Virgo dan tak lagi Jeremy. "REINER?!" Karina berseru gembira, dan bergerak untuk duduk dan memeluk Virgo penuh ungkapan syukur. Sementara Virgo hanya diam tak bergeming. Maniknya masih mengamati dan berusaha mencerna bagaimana k
"Anda mencari saya, Nyonya Wiratama?"Juliet menatap ke arah lelaki yang baru saja datang dan duduk tepat di seberang mejanya. Wanita itu mendengus geli mendengar nada hormat yang dibuat-buat lelaki itu, yang sebenarnya tersirat ledekan."Halo, Darren. Terima kasih sudah mau menemuiku di sini," sahut Juliet sembari tersenyum. Ia tahu kalau sepupu suaminya ini masih tidak menyukai dirinya.Sejak kejadian beberapa bulan yang lalu di saat Juliet bermaksud melarikan diri dari Matthew dengan berbagai cara, Darren tampaknya belum bisa percaya 100% padanya sampai sekarang.Sebenarnya Darren hanya terlalu menyayangi Matthew, dan bersikap awas kepada siapa pun yang hendak menyakiti sepupunya itu."Tentu saja saya akan menemui Anda, Nyonya. Apa ada yang bisa saya bantu?""Ck. Berhentilah bersikap terlalu formal Darren. Tak bisakah kamu berhenti memusuhiku? Aku bukan lagi Juliet yang dulu, asal kamu tahu," protes Juliet sambil menghela napas pelan melihat sikap Darren yang penuh kebencianberban
Karina terbangun saat mendengar suara-suara ribut dari luar kamarnya. Kelopak matanya terasa sangat berat karena lelah yang amat sangat, tapi pada akhirnya ia pun tetap memaksakan diri untuk bangun.Karena suara-suara itu terlalu mencurigakan.Karina mengerang ketika beranjak untuk duduk di ranjangnya. Badannya remuk. Aah, salahnya juga kenapa terhanyut dengan Virgo yang mengakui perasaan kepadanya, yang kemudian malah disusul dengan percintaan yang penuh gelora.Padahal semalam Karina pun habis digempur oleh Jeremy.Masalahnya, Virgo itu manis sekali. Sikapnya selalu lembut dan mampu membuat Karina merasa seolah benar-benar dicintai.Jika dipikir-pikir, apa yang telah dia alami itu sangatlah aneh. Satu tubuh lelaki yang sama telah menjamah dirinya, namun dengan dua kepribadian yang sangat jauh berbeda dan bertolak belakang.Suara itu kembali terdengar, dan Karina pun yakin jika itu adalah suara dua orang perempuan yang sedang berbincang pelan. Siapa mereka?Karina pun mulai berjalan
"Dia pasti akan selamat dan bisa melalui ini semua. Kita harus tetap meyakini akan hal itu, Karina." Perkataan Dokter Dharmawan itu hanya bisa sedikit membuat Karina agak tenang, meskipun air mata tak hentinya menganak sungai dari manik bening beriris hitamnya. Ya, untuk saat ini tak ada yang bisa dilakukan selain menunggu keajaiban. Keajaiban yang akan membawa Virgo kembali dari koma. Terbayang kembali ketika Karina ketika melihat pemandangan mengerikan di kamar lelaki itu. Tubuhnya lemas seolah tak bertulang saat menatap nanar ke arah lantai, yang telah dibanjiri cairan merah kental yang mengeluarkan bau besi yang tajam. Darah. Darah Virgo, yang sedang tergeletak tak sadarkan diri, tak jauh hanya beberapa langkah dari Karina berdiri. "Aku tidak mengerti." Karina berucap pelan sembari menatap Dokter Dharmawan yang duduk di sampingnya. Mereka sama-sama menunggu kabar dari Dokter Bedah yang sedang menangani Virgo di dalam ruang operasi. "Kenapa dia ingin membahayakan nyawanya send
Sienna terus berlari tanpa memperhatikan apa pun di sekitarnya. Jantungnya berdebar kencang, tidak hanya karena aktivitas fisik yang dilakukannya, tetapi juga karena emosi yang meluap-luap di dalam dirinya. Langkah-langkahnya yang cepat menggema di sepanjang koridor kampus, seolah mengiringi detak jantungnya yang berdegup keras. Ia hanya ingin menjauh sejauh mungkin dari ruang kesehatan itu, sejauh mungkin dari tempat ini, dari segala hal yang membuatnya merasa terpojok. Gadis itu bahkan tidak menyadari bahwa kakinya telanjang, karena buru-buru turun dari ranjang portabel di ruang kesehatan tadi tanpa sempat mengenakan kembali flat shoes-nya. Dinginnya lantai tidak terasa menyakitkan bagi Sienna, mungkin karena pikirannya terlalu kacau untuk memproses rasa apa pun selain keinginan untuk melarikan diri. Orang-orang yang melihat Sienna berlari kencang di lorong kampus jelas dibuat bingung dan terkejut. Gadis itu menjadi pusat perhatian dengan begitu mudahnya, namun ia sama
"Uh..." Sienna membuka kedua matanya dengan perlahan, merasa kepalanya sangat pusing dan berat. Lalu ia pun mengerjap pelan ketika menyadari bahwa kini dirinya telah berada di tempat asing. 'Eh? Kok aku bisa ada di sini?' Ruangan yang berukuran sedang ini setahu Sienna adalah ruang kesehatan yang merupakan fasilitas dari kampusnya. Saat ini ia sedang berbaring di ranjang portabel dari besi, serta selembar selimut putih yang menutupi tubuhnya.Gadis itu masih merasa disorientasi, seolah ada ruang kosong di dalam benaknya yang memutus ingatan terakhirnya. Sebentar... Bukankah sebelumnya ia sedang berada di kelas? Ya, benar. Ia sedang membalas pesan dari Darren, sambil menunggu dosen pengganti yang datang terlambat, lalu... Lalu.Bagai ada petir yang menyambar, Sienna kembali mengingat kilasan ingatan yang menghujam otaknya. Orang itu. Dosen baru yang mengganti Pak Rudi, adalah orang itu. Apa yang dia lakukan di fakultas hukum? Bukankah... dia guru matematika?Sienna tiba-tiba mer
"Uhuk-uhukk!" Darren segera memberikan segelas air kepada Sienna yang batuk-batuk karena tersedak, akibat mengunyah dengan terburu-buru. Sambil menepuk pelan punggung gadis itu dengan satu tangan, tangan satunya lagi ia gunakan untuk memberikan minum langsung ke bibir Sienna. "Thanks, Darren." Sienna berucap setelah batuknya mereda. "Pelan-pelan saja mengunyahnya, Sunshine." Sienna hanya melemparkan tatapan kesal namun tidak berkata apa-apa kepada Darren. Bagaimana ia tidak terburu-buru? Ia hampir terlambat masuk kuliah hari ini, dan semua itu gara-gara Darren yang tak ada habisnya meminta jatah bercinta. Ck. Bahkan sampai sekarang kedua kakinya masih lemas dan agak gemetar karena lelah. Meskipun begitu, ia harus kuliah hari ini. Ia tidak ingin terus membolos, apalagi sudah beberapa hari kemarin ia mangkir kuliah untuk menyelidiki kasus Mathilda. "Kamu kok nggak makan sih?" tanya gadis itu heran karena Darren yang sejak tadi ikut duduk di sampingnya, namun hanya menatapny
Sienna membuka matanya perlahan ketika merasakan tubuhnya digerakkan dengan lembut. Darren-lah yang melakukannya. Pria itu sedang memindahkan tubuhnya yang sedang asyik tertidur di atas tubuh Darren, untuk direbahkan di kasur lembut. Entah kenapa, kehangatan yang terpancar dari kulit pria itu bisa membuat Sienna rileks hingga akhirnya ia pun terlelap dengan pulas. Otot keras pria itu bertemu dengan tubuhnya yang lembut terasa seperti paduan yang sempurna dan saling melengkapi. "Darren?" Sienna menatap Darren dengan matanya yang masih sayu karena mengantuk, menyiratkan tanya kenapa dirinya dipindahkan. "Kamu jadi terbangun ya? Maaf, Sunshine." Darren mengusap lembut bibir Sienna dan mengecupnya sekilas. "Tidurlah lagi." "Kamu mau kemana?" Tanya Sienna lagi, ketika melihat Darren yang menyelimutinya lalu beranjak turun dari atas ranjang. "Cuma mau ke dapur untuk membuatkan sarapan," sahut pria bersurai pirang itu dengan manik biru lautnya yang cerah dan berkilau penuh senyum m
Sienna keluar dari mobil mewah milik Darren, lalu dengan sengaja membanting pintunya dengan wajah yang masih tertekuk."Kenapa kamu masih saja membawaku ke sini? Aku mau pulang!" Sergah gadis itu dengan kaki yang menghentak kesal dan manik bening dari balik lensa kaca mata yang mendelik ke arah Darren.Padahal Sienna sudah berusaha mengubah sikapnya menjadi agak penurut, dengan membiarkan Darren mengajaknya makan siang dan berjalan-jalan di mal. Sienna bahkan membiarkan pria itu menggandeng tangannya dan memeluknya di tempat umum, mempertontonkan kemesraan layaknya sepasang kekasih.Meskipun Sienna masih tetap tidak menganggap Darren adalah kekasihnya, berbanding terbalik dengan Darren yang sudah mengklaim bahwa Sienna adalah gadisnya.Ia mengira dengan mengikuti apa kemauan pria itu, paling tidak Darren akan mengabulkan permintaannya untuk pulang ke apartemennya. Aaah... Sienna benar-benar rindu dengan situasi kamar dan kasurnya yang empuk. Namun yang justru terjadi saat ini adalah
"Phobia pada kegelapan?" Virgo mengulang pertanyaan Darren sambil berusaha mengingat-ingat.Benar juga, seingatnya dulu saat nereka masih kecil, Sienna memang tidak suka berada di dalam ruangan yang minim cahaya. Apa sekarang pun masih?"Ya. Sienna sangat ketakutan saat berada di dalam suasana yang gelap. Dia... bahkan berada di taraf yang seperti tidak sadar bahwa sudah menyakiti diri sendiri," sahut Darren dengan wajah yang menyiratkan kecemasan."Kamu sepupunya yang paling dekat kan? Apa Sienna pernah bercerita tentang hal itu?"Virgo menggeleng. "Sienna itu cukup tertutup meskipun dari luar terlihat cuek dan berani," cetusnya. "Kami memang cukup dekat sebagai sepupu, tapi tidak sedekat itu untuk menceritakan hal-hal yang terlalu pribadi."Darren mendesah pelan, kecewa karena tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Virgo benar, Sienna itu gadis yang agak tertutup."Bagaimana dengan masa kecilnya?" Tanya Darren lagi, pantang menyerah. "Apa pernah terjadi sesuatu yang traumatis s
"Heekkhh... hkk... kkhh..."Suara gumanan pelan namun aneh itu membuat tidur lelap Darren pun seketika menjadi terjaga. Perlahan kelopak matanya terbuka, namun tak berapa lama menjadi menyipit bingung, ketika menyadari bahwa ia tidak menemukan seseorang di samping sisi ranjangnya.Kemana Sienna??"Huukkhh..."Suara aneh itu kembali terdengar lagi.Darren pun bergerak untuk beranjak duduk di atas tempat tidurnya sambil menajamkan pendengarannya. Kegelapan yang menyelimuti di sekelilingnya membuatnya tak dapat melihat apa pun.Pria bersurai pirang itu pun memutuskan untuk menyalakan lampu tidur di atas nakas. Bias cahaya kuning lembut pun serta merta memberikan penerangan, meskipun samar-samar.Manik biru laut lelaki itu pun membelalak lebar karena terkejut, ketika menemukan sosok yang ia cari kini tengah duduk di lantai, dengan punggungnya yang bersandar di dinding."Heehkk... uhkk..."Tatapan gadis itu terlihat kosong seperti boneka tanpa nyawa. Bibirnya terbuka, mengeluarkan suara se
"Aku tidak tahu harus berkata apa kepadamu, Muffin."Juliet hanya bisa meringis mendengar nada dingin yang menguar dari suara maskulin suaminya. Ia sadar bahwa di sini semua kesalahan memang bersumber dari dirinya, namun sungguh, ia tidak pernah menyangka akan menjadi sekacau ini.Ia yang tadinya ingin memberikan kejutan manis untuk suaminya dengan menyelidiki diam-diam tentang Mathilda Wiratama, ternyata malah menyebabkan sahabatnya Sienna dan sepupunya Matthew berada dalam masalah.Hampir saja Sienna diperkosa dan Darren yang nyaris kehilangan nyawa, ketika mereka menjalankan misi yang ia minta!Ya ampun...Wanita bersurai gelap dengan perutnya yang mulai membuncit itu benar-benar menyesal. Tangannya yang sejak tadi menggenggam erat tangan sahabatnya, Sienna, mulai terlihat sedikit gemetar.Saat ini Juliet sedang duduk di atas sofa double seated bersama Sienna, sementara itu Matthew dan Darren masing-masing berada di sofa single."Sienna, Darren... maaf," cicit wanita cantik bersura
Setelah sarapan, Sienna segera mandi dan berpakaian dengan cepat. Cuaca cerah pagi ini harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin bagi mereka untuk mencari jalan pulang.Setelah hujan sehari semalam, masih tersisa beberapa genangan air di jalanan yang rusak dan becek penuh lumpur.Semoga saja lumpurnya tidak tebal, agar ban mobil mereka tidak terjebak dan malah tidak bisa bergerak.Darren membukakan pintu untuk Sienna, yang dibalas dengan ucapan terima kasih oleh gadis itu.Hanya saja Sienna tidak tahu, bahwa ada seulas senyum simpul penuh arti di wajah tampan lelaki itu."Darren!!" Pekik Sienna sambil mendelik kesal dan mengusap bokongnya yang baru saja mendapatkan cubitan gemas dari Darren.Tawa pelan lelaki itu semakin membuat Sienna kesal, dan gadis itu pun akhirnya masuk ke dalam mobil sambil menghempaskan tubuhnya."Modus!" Cebiknya sembari memutar kedua bola mata. Dasar laki-laki. Dulu saat pertama kali mengenal Darren, Sienna tidak akan pernah menyangka jika lelaki ini sangat mes