Share

Bab 2

Penulis: Bashira
Aku mengangkat kepala dan menatapnya dengan mata dingin. Pria ini sekarang sangat asing dan menjijikkan di mataku.

"Menurutmu?" Aku bertanya balik. Suaraku dingin tanpa kehangatan sedikit pun.

"Kamu kenapa, sih?!" Dhanu mengerutkan kening, suaranya mengungkapkan rasa tidak senangnya. "Sedikit-sedikit marah. Aku cuma tanya, apa salahnya?"

"Aku ingin tanya." Aku menatap kedua matanya lekat-lekat. "Kenapa kamu tinggalkan Selsa sendirian di dalam mobil?"

"Kenapa? Kamu tanya kenapa?" Dhanu tertawa sinis seolah mendengar sesuatu yang lucu. "Widya, otakmu pergi ke mana? Mobilnya mogok. Miko di rumah tiba-tiba demam. Akhirnya kami harus minta bantuan tim penyelamat, tapi mobil mereka cuma muat tiga orang. Jadi kami tinggalkan Selsa di dalam mobil dulu."

"Mobil tim penyelamat cuma muat tiga orang?" Aku mengulangi kata-katanya. Dadaku seperti diremas-remas. Rasanya sangat sakit sampai aku lupa cara bernapas.

"Memang begitu." Dhanu menjawab dengan tidak sabar. "Masa Citra yang harus disuruh menunggu di hutan? Anaknya sedang sakit! Lagian kami sudah minta orang lain untuk menjemput Selsa. Tinggal tunggu sebentar lagi. Masalahnya apa?"

"Sudah minta orang lain? Tinggal tunggu sebentar lagi?!" Aku melompat berdiri dan mengibaskan tangannya yang terulur. Mataku merah padam. "Dhanu, sadarkah kamu, karena kamu menganggap ‘tinggal tunggu sebentar lagi’ itu ... Selsa ... "

Suaraku tercekat oleh isak tangis. Aku tidak sanggup mengucapkan kata-kata kejam itu.

Dhanu mengerutkan keningnya tidak sabar. "Kalau bicara yang jelas."

"Selsa ... dia ..." Aku menarik napas dalam-dalam dan berkata dengan gemetar, "Dia ... mati diserang serigala!"

Mengucapkan kata-kata ini terasa seperti menjatuhkan diriku sendiri dari tepi jurang. Seluruh tubuhku dingin dan pandanganku dipenuhi kegelapan.

Dhanu tertegun sesaat, lalu berteriak marah, "Widya! Kamu benar-benar sudah gila! Aku nggak menyangka kamu sampai berani mengutuk anakmu sendiri. Ke mana perginya hati nuranimu?"

Penghinaan dan ejekan di matanya bagaikan pisau tajam, menusuk-nusuk hatiku tanpa ampun. Sakit sekali.

"Apa?" Mataku terbelalak. Suaraku bergetar. "Kamu nggak percaya?"

Dia menunjuk ke arahku dan berkata keras, "Widya, aku benar-benar salah menilaimu. Kamu bahkan nekat melakukan tipuan yang nggak masuk akal demi mencapai tujuanmu. Ibuku memang benar, kamu nggak layak sama sekali menjadi ibu!"

“Dhanu, jangan marah. Mungkin Widya cuma ingin ditemani kamu, makanya dia bohong." Citra tiba-tiba menghambur memasuki pintu. Dia menggandeng lengan Dhanu, tatapannya cemas dan kata-katanya menghibur.

Tapi, rasa bangga yang terpancar dari matanya tidak bisa disembunyikan.

Dhanu menepuk punggung tangan Citra dengan sedih, lalu lanjut memarahiku. "Widya, kamu membuatku kecewa! Citra juga ibu. Lihat betapa perhatiannya dia. Bandingkan dengan dirimu sendiri. Kamu nggak terlihat seperti ibu sama sekali."

Dia menarik napas dalam dan masih berkata tanpa perasaan, "Aku sudah putuskan. Mulai hari ini, Selsa harus bersama Citra, agar Citra bisa mendidiknya dengan baik. Agar kamu juga bisa belajar cara menjadi istri dan ibu yang baik!"

"Aku bersedia. Aku pasti akan membesarkan Selsa dengan baik." Citra menyetujui dengan lembut dan menyunggingkan senyum kemenangan di bibirnya.

Dhanu pergi ke kamarnya. Menatap Citra, aku sudah terlalu marah sampai hampir kehilangan kemampuan bicaraku. "Kamu cuma simpanan yang cuma bisa disembunyikan selamanya. Punya hak apa kamu membesarkan anak orang lain?! Anakmu sendiri saja diajari bohong!"

"Diam!" Aku menyerang tepat di titiknya yang paling sensitif. Citra langsung marah, lalu mendekat padaku dan berbisik padaku dengan nada yang paling kejam. "Kamu keras kepala sekali. Sudah tahu Selsa mati, masih keras kepala saja?"

Tanganku spontan menghantam wajah Citra.

Suara "plak!" keras menggema di ruangan yang sunyi.

Harusnya aku sudah menduganya sejak awal. Semua ini akal-akalan Citra!

Selsa mati di tangan wanita kejam ini!

Kemarahan dan rasa takut menguasai akal sehatku. Aku sangat ingin menerjang ke arahnya dan mencabik-cabik wajahnya.

Dhanu bergegas keluar kamar saat mendengar suara keributan. Dia seketika marah melihat Citra duduk di lantai dengan mulut tertutup sementara aku bertingkah seperti orang kesetanan.

"Widya, apa-apaan kamu ini?!"

Sebelum aku sempat bicara, Citra menangis dan menghempaskan dirinya ke dalam pelukan Dhanu sambil terisak-isak. "Dhanu, aku cuma takut Kak Widya khawatir, karena sekarang sudah malam dan Selsa belum pulang. Jadi aku mau memberi tahu dia kalau Selsa tadi sudah pamit mau main. Tapi Kak Widya tiba-tiba mengamuk dan memukulku ...."

Dia menangis sambil memelototi aku dengan mata penuh kebencian. Seakan-akan akulah orang yang berdosa dan keji.

Dhanu memeluk Citra erat-erat dan memarahiku dengan tegas. "Widya, sekarang aku yakin sepenuhnya kalau kamu benar-benar wanita licik. Keluar sekarang juga, aku nggak sudi melihatmu!"

Aku menunjuk Citra dan berteriak marah, "Kamu ingin dia membesarkan Selsa? Tapi dia sudah membunuh Selsa duluan! Kamu nggak berhak menentukan siapa yang bisa jadi ibu untuk Selsa!"

Aku menghela napas panjang, lalu merogoh ke dalam tas dan melemparkan surat perjanjian cerai yang sudah kusiapkan sejak lama.

"Tanda tangan sekarang. Kita bercerai!" Meski hatiku sudah bersimbah darah menanggung kesedihan, aku berkata lagi kepada Dhanu, "Kita sudah menikah bertahun-tahun. Aku tahu kamu sudah pindah ke lain hati, tapi apa kamu benar-benar lupa aku orang seperti apa? Mungkinkah aku bercanda tentang keselamatan anakku sendiri?"

Ekspresi ini belum pernah muncul di wajahku sebelumnya, mungkin Dhanu bisa merasakannya. Setelah hening beberapa saat, dia mengambil surat perjanjian cerai itu dan berkata kepadaku dengan suara berat, "Widya, kamu pikir aku nggak tahu permainanmu? Kamu mengancamku dengan perceraian untuk memaksa aku kompromi, ya 'kan?"

"Aku tadi hampir percaya, tapi sayang sekali, Selsa mengirim pesan kepadaku."

Dia mengeluarkan ponselnya dan membuka sebuah pesan suara.

"Ayah, aku sudah dijemput Om Wisnu!"

"Ayah, aku nggak pulang malam ini, mau main di rumah Meila. Jangan khawatirkan aku!"

Bab terkait

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 3

    Aku mendengarkannya. Walaupun suara ini sangat mirip dengan suara Selsa, tetap ada yang berbeda!Aku menatap Dhanu lekat-lekat dan menekankan kata demi kata. "Dhanu, dengarkan baik-baik. Suaranya berbeda dari suara Selsa biasanya."Tapi Dhanu menolak pemikiran itu mentah-mentah. Dia mengerutkan keningnya tidak sabar. "Widya, apa maksudmu sebenarnya? Kamu masih mau lanjut bohong?"Aku mengatur napasku dan berusaha mengendalikan emosi yang bergejolak. "Aku nggak bohong! Percayalah, Selsa benar-benar ..."Kali ini, Citra menyelaku dengan tajam. "Widya, kamu masih nggak tahu malu juga? Kebohonganmu sudah terbongkar. Maumu apa sebenarnya, membuat keributan di sini? Kamu pikir Kak Dhanu orang bodoh?"Dhanu menarik Citra keluar dari kamar dan membanting pintu keras-keras, seolah sedang menertawakan aku yang tidak tahu diri.Aku menjatuhkan diri ke lantai yang dingin dan menatap kosong ke langit-langit, membiarkan rasa putus asa menguasaiku.Dhanu, kamu benar-benar sudah berubah. Aku tidak men

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 4

    Aku melepas gelang itu tanpa ekspresi dan membuangnya ke tempat sampah. "Dhanu sampah. Aku nggak menginginkan dia lagi. Ambil saja kalau kamu mau," ucapku datar."Kamu!" Citra gemetar karena marah. Dia mendekat kepadaku dan berkata dengan gigi terkatup, "Widya, kamu pikir kamu ini siapa? Kamu merasa pantas bicara seperti itu, hah? Ngaca dulu. Kamu cuma nggak terima karena dicampakkan. Apa hakmu sok-sok kuat di sini?"Aku membalas tatapannya tanpa rasa takut. "Aku berhak atau nggak, bukan kamu yang menentukan. Yang dinikahi dengan sah oleh Dhanu itu aku. Kamu nggak lebih dari orang ketiga yang menghancurkan rumah tangga orang lain!"Memasuki taksi, aku memeluk erat barang-barang peninggalan putriku.Selsa, sayangku, maafkan Ibu. Ibu gagal melindungimu ....Senyum manis Selsa selalu terbayang-bayang dalam benakku. Telingaku masih bisa mendengar suara manisnya memanggilku "Mama".Dhanu adalah teman kuliahku. Kami menikah setelah lulus, lalu dikaruniai seorang anak. Dhanu berasal dari kelu

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 5

    Dalam beberapa hari berikutnya, aku menangani pemakaman Selsa dengan perasaan hampa seperti robot. Setiap langkah seperti menginjak pisau, sakit dan memilukan.Pemakaman itu dingin dan sepi. Aku sendirian.Tanpa saudara atau teman, tanpa tawa atau tangisan. Yang ada hanya kesedihan dan putus asa tiada akhir yang membawaku tenggelam.Rasa sesal dan menyalahkan diri sendiri menggerogoti hatiku seperti ular berbisa. Siksaan ini lebih menyaksikan daripada kematian.Aku bahkan berniat untuk pergi menemani Selsa setelah mengurus pemakamannya. Dia pasti sendirian dan kesepian di alam sana.Tepat saat aku hampir menyerah, sebuah pesan dari Dhanu seakan mengguyurku dengan air es dari ujung kepala sampai ke ujung kaki."Widya, masih belum cukup juga? Di mana Selsa? Ke mana kamu membawanya?”"Aku bersedia melupakan masalah ini, asal kamu pulang dan minta maaf kepada Citra."Nada bicaranya masih sangat sok dan merendahkan, seakan-akan akulah yang melakukan kesalahan.Hatiku membeku membaca pesan i

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 6

    Ponsel Dhanu terlepas dari telapak tangannya dan dia bergumam tak percaya, "Nggak mungkin .... Nggak mungkin ...."Mataku merah dan suaraku serak. "Nggak mungkin? Selsa sudah mati! Kamu meninggalkan dia di hutan jadi makanan serigala!"Dia mendongak tajam, matanya panik. "Bicara apa kamu? Selsa baik-baik saja, jangan bohongi aku!""Bohong? Kenapa aku harus bohong?!" Aku meraung, dadaku berkecamuk. "Kenapa kamu meninggalkan Selsa sendirian di mobil? Kenapa kamu meninggalkan dia sendirian di hutan belantara?!"Wajah Dhanu seputih kertas. Bibirnya membuka menutup berkali-kali, tapi tidak mengeluarkan suara apa-apa."Jawab! Bukannya kamu bilang Om Wisnu akan menjemputnya? Kenapa Om Wisnu nggak tahu sama sekali?!" Aku maju selangkah demi selangkah. Air mataku mengalir deras.Tubuhnya merosot ke lantai dengan lemah, memegangi kepalanya seperti kesakitan. "Aku ... dapat telepon dari ibu. Katanya Miko tiba-tiba sakit parah ....""Jadi kamu meninggalkan Selsa sendirian di dalam mobil? Dengan al

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 7

    Dia tetap tidak bergerak saat kupukul. Dia bahkan meraih tanganku untuk menampar wajahnya. "Widya, pukul aku. Pukul aku yang keras. Selama itu bisa melepaskan amarahmu, aku bersedia mati ...."Matanya penuh permohonan dan putus asa, seperti anak hilang, berdoa memohon pengampunan."Kamu masih ingat ini?" Mataku menatapnya dingin, suaraku sinis.Dhanu menatap kosong pada cokelat di tanganku. Ada sedikit kebingungan di matanya."Selsa sendiri yang membuat cokelat ini. Dia ingin memberikan hadiah kepada ayahnya sambil merayakan hari kasih sayang bersama ayah dan ibunya." Suaraku bergetar, hatiku yang sudah penuh luka kembali menerima sayatan perih."Tapi apa yang terjadi? Dia bahkan nggak bisa bertahan sampai ..." Suaraku tersendat, tidak bisa melanjutkan lagi.Aku membanting cokelat itu ke arahnya, mengenai dadanya, sebelum cokelat itu akhirnya jatuh ke lantai yang berlumuran debu."Kamu nggak pantas menerima hadiah darinya! Kamu nggak pantas mendapatkan cinta Selsa!" Aku meraung-raung t

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 8

    Tiga hari penuh aku mengurung diri di dalam kamar. Dhanu seolah menghilang dari dunia, tanpa kabar apa-apa.Pada malam di hari ketiga, aku memutuskan untuk pergi keluar, berjalan kaki dan menghirup udara segar. Berharap bisa sedikit melegakan hatiku yang sesak.Baru mencapai pintu depan, pandanganku tiba-tiba menjadi gelap, lalu aku kehilangan kesadaran.Saat aku terbangun lagi, aku mendapati diriku terikat di dalam mobil yang bergerak.Tepat di depanku adalah Citra.Dia tidak secantik dulu. Wajahnya bahkan bengkak parah, membuatnya tampak menyedihkan."Widya, akhirnya bangun juga!" Citra menggeram. Matanya menyorotkan kebencian."Kamu? Apa maumu?" Aku menatap tajam, kurang lebih sudah bisa menebak apa yang sedang terjadi."Apa mauku? Ini maumu sendiri! Selsa sudah mati, kenapa kamu nggak mati juga?" Citra tiba-tiba semakin menggebu-gebu. "Semua ini gara-gara kalian, sialan! Kak Dhanu memukuliku, lalu mengusir aku dan Miko!""Sudah seharusnya! Kamu pantas mendapatkannya!" Aku mendongak

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 1

    Aku membuka pintu rumah, dan pemandangan yang menyambutku membuat kakiku hampir ambruk.Lampu ruang tamu menyala terang benderang, diwarnai gelak tawa. Meja bundar di tengah ruangan dipenuhi hidangan mewah. Aroma manis cokelat menyeruak memenuhi udara. Pemandangan yang sangat menggembirakan.Tapi hatiku serasa jatuh ke palung laut yang terdalam. Sekujur tubuhku kaku sedingin es.Dhanu dan Citra duduk bersebelahan di sofa. Keduanya bersentuhan mesra dihiasi senyum bahagia.Ibu mertuaku duduk di seberang mereka sambil memangku anak laki-laki Citra yang bernama Miko, menyuapinya makan cokelat sedikit demi sedikit.Sekitar mulut anak itu berlumuran cokelat. Dia tertawa-tawa kecil, persis seperti anak perempuanku dulu.Cokelat .... Anakku ....Jantungku tiba-tiba tersentak keras. Pandangan mataku kabur, seperti akan pingsan."Widya sudah pulang? Sekarang hari kasih sayang loh, kenapa wajahmu cemberut begitu?" Mata tajam Citra yang paling cepat melihatku berdiri di depan pintu. Nada suaranya

Bab terbaru

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 8

    Tiga hari penuh aku mengurung diri di dalam kamar. Dhanu seolah menghilang dari dunia, tanpa kabar apa-apa.Pada malam di hari ketiga, aku memutuskan untuk pergi keluar, berjalan kaki dan menghirup udara segar. Berharap bisa sedikit melegakan hatiku yang sesak.Baru mencapai pintu depan, pandanganku tiba-tiba menjadi gelap, lalu aku kehilangan kesadaran.Saat aku terbangun lagi, aku mendapati diriku terikat di dalam mobil yang bergerak.Tepat di depanku adalah Citra.Dia tidak secantik dulu. Wajahnya bahkan bengkak parah, membuatnya tampak menyedihkan."Widya, akhirnya bangun juga!" Citra menggeram. Matanya menyorotkan kebencian."Kamu? Apa maumu?" Aku menatap tajam, kurang lebih sudah bisa menebak apa yang sedang terjadi."Apa mauku? Ini maumu sendiri! Selsa sudah mati, kenapa kamu nggak mati juga?" Citra tiba-tiba semakin menggebu-gebu. "Semua ini gara-gara kalian, sialan! Kak Dhanu memukuliku, lalu mengusir aku dan Miko!""Sudah seharusnya! Kamu pantas mendapatkannya!" Aku mendongak

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 7

    Dia tetap tidak bergerak saat kupukul. Dia bahkan meraih tanganku untuk menampar wajahnya. "Widya, pukul aku. Pukul aku yang keras. Selama itu bisa melepaskan amarahmu, aku bersedia mati ...."Matanya penuh permohonan dan putus asa, seperti anak hilang, berdoa memohon pengampunan."Kamu masih ingat ini?" Mataku menatapnya dingin, suaraku sinis.Dhanu menatap kosong pada cokelat di tanganku. Ada sedikit kebingungan di matanya."Selsa sendiri yang membuat cokelat ini. Dia ingin memberikan hadiah kepada ayahnya sambil merayakan hari kasih sayang bersama ayah dan ibunya." Suaraku bergetar, hatiku yang sudah penuh luka kembali menerima sayatan perih."Tapi apa yang terjadi? Dia bahkan nggak bisa bertahan sampai ..." Suaraku tersendat, tidak bisa melanjutkan lagi.Aku membanting cokelat itu ke arahnya, mengenai dadanya, sebelum cokelat itu akhirnya jatuh ke lantai yang berlumuran debu."Kamu nggak pantas menerima hadiah darinya! Kamu nggak pantas mendapatkan cinta Selsa!" Aku meraung-raung t

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 6

    Ponsel Dhanu terlepas dari telapak tangannya dan dia bergumam tak percaya, "Nggak mungkin .... Nggak mungkin ...."Mataku merah dan suaraku serak. "Nggak mungkin? Selsa sudah mati! Kamu meninggalkan dia di hutan jadi makanan serigala!"Dia mendongak tajam, matanya panik. "Bicara apa kamu? Selsa baik-baik saja, jangan bohongi aku!""Bohong? Kenapa aku harus bohong?!" Aku meraung, dadaku berkecamuk. "Kenapa kamu meninggalkan Selsa sendirian di mobil? Kenapa kamu meninggalkan dia sendirian di hutan belantara?!"Wajah Dhanu seputih kertas. Bibirnya membuka menutup berkali-kali, tapi tidak mengeluarkan suara apa-apa."Jawab! Bukannya kamu bilang Om Wisnu akan menjemputnya? Kenapa Om Wisnu nggak tahu sama sekali?!" Aku maju selangkah demi selangkah. Air mataku mengalir deras.Tubuhnya merosot ke lantai dengan lemah, memegangi kepalanya seperti kesakitan. "Aku ... dapat telepon dari ibu. Katanya Miko tiba-tiba sakit parah ....""Jadi kamu meninggalkan Selsa sendirian di dalam mobil? Dengan al

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 5

    Dalam beberapa hari berikutnya, aku menangani pemakaman Selsa dengan perasaan hampa seperti robot. Setiap langkah seperti menginjak pisau, sakit dan memilukan.Pemakaman itu dingin dan sepi. Aku sendirian.Tanpa saudara atau teman, tanpa tawa atau tangisan. Yang ada hanya kesedihan dan putus asa tiada akhir yang membawaku tenggelam.Rasa sesal dan menyalahkan diri sendiri menggerogoti hatiku seperti ular berbisa. Siksaan ini lebih menyaksikan daripada kematian.Aku bahkan berniat untuk pergi menemani Selsa setelah mengurus pemakamannya. Dia pasti sendirian dan kesepian di alam sana.Tepat saat aku hampir menyerah, sebuah pesan dari Dhanu seakan mengguyurku dengan air es dari ujung kepala sampai ke ujung kaki."Widya, masih belum cukup juga? Di mana Selsa? Ke mana kamu membawanya?”"Aku bersedia melupakan masalah ini, asal kamu pulang dan minta maaf kepada Citra."Nada bicaranya masih sangat sok dan merendahkan, seakan-akan akulah yang melakukan kesalahan.Hatiku membeku membaca pesan i

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 4

    Aku melepas gelang itu tanpa ekspresi dan membuangnya ke tempat sampah. "Dhanu sampah. Aku nggak menginginkan dia lagi. Ambil saja kalau kamu mau," ucapku datar."Kamu!" Citra gemetar karena marah. Dia mendekat kepadaku dan berkata dengan gigi terkatup, "Widya, kamu pikir kamu ini siapa? Kamu merasa pantas bicara seperti itu, hah? Ngaca dulu. Kamu cuma nggak terima karena dicampakkan. Apa hakmu sok-sok kuat di sini?"Aku membalas tatapannya tanpa rasa takut. "Aku berhak atau nggak, bukan kamu yang menentukan. Yang dinikahi dengan sah oleh Dhanu itu aku. Kamu nggak lebih dari orang ketiga yang menghancurkan rumah tangga orang lain!"Memasuki taksi, aku memeluk erat barang-barang peninggalan putriku.Selsa, sayangku, maafkan Ibu. Ibu gagal melindungimu ....Senyum manis Selsa selalu terbayang-bayang dalam benakku. Telingaku masih bisa mendengar suara manisnya memanggilku "Mama".Dhanu adalah teman kuliahku. Kami menikah setelah lulus, lalu dikaruniai seorang anak. Dhanu berasal dari kelu

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 3

    Aku mendengarkannya. Walaupun suara ini sangat mirip dengan suara Selsa, tetap ada yang berbeda!Aku menatap Dhanu lekat-lekat dan menekankan kata demi kata. "Dhanu, dengarkan baik-baik. Suaranya berbeda dari suara Selsa biasanya."Tapi Dhanu menolak pemikiran itu mentah-mentah. Dia mengerutkan keningnya tidak sabar. "Widya, apa maksudmu sebenarnya? Kamu masih mau lanjut bohong?"Aku mengatur napasku dan berusaha mengendalikan emosi yang bergejolak. "Aku nggak bohong! Percayalah, Selsa benar-benar ..."Kali ini, Citra menyelaku dengan tajam. "Widya, kamu masih nggak tahu malu juga? Kebohonganmu sudah terbongkar. Maumu apa sebenarnya, membuat keributan di sini? Kamu pikir Kak Dhanu orang bodoh?"Dhanu menarik Citra keluar dari kamar dan membanting pintu keras-keras, seolah sedang menertawakan aku yang tidak tahu diri.Aku menjatuhkan diri ke lantai yang dingin dan menatap kosong ke langit-langit, membiarkan rasa putus asa menguasaiku.Dhanu, kamu benar-benar sudah berubah. Aku tidak men

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 2

    Aku mengangkat kepala dan menatapnya dengan mata dingin. Pria ini sekarang sangat asing dan menjijikkan di mataku."Menurutmu?" Aku bertanya balik. Suaraku dingin tanpa kehangatan sedikit pun."Kamu kenapa, sih?!" Dhanu mengerutkan kening, suaranya mengungkapkan rasa tidak senangnya. "Sedikit-sedikit marah. Aku cuma tanya, apa salahnya?""Aku ingin tanya." Aku menatap kedua matanya lekat-lekat. "Kenapa kamu tinggalkan Selsa sendirian di dalam mobil?""Kenapa? Kamu tanya kenapa?" Dhanu tertawa sinis seolah mendengar sesuatu yang lucu. "Widya, otakmu pergi ke mana? Mobilnya mogok. Miko di rumah tiba-tiba demam. Akhirnya kami harus minta bantuan tim penyelamat, tapi mobil mereka cuma muat tiga orang. Jadi kami tinggalkan Selsa di dalam mobil dulu.""Mobil tim penyelamat cuma muat tiga orang?" Aku mengulangi kata-katanya. Dadaku seperti diremas-remas. Rasanya sangat sakit sampai aku lupa cara bernapas."Memang begitu." Dhanu menjawab dengan tidak sabar. "Masa Citra yang harus disuruh menun

  • Cokelat Valentine Rasa Darah   Bab 1

    Aku membuka pintu rumah, dan pemandangan yang menyambutku membuat kakiku hampir ambruk.Lampu ruang tamu menyala terang benderang, diwarnai gelak tawa. Meja bundar di tengah ruangan dipenuhi hidangan mewah. Aroma manis cokelat menyeruak memenuhi udara. Pemandangan yang sangat menggembirakan.Tapi hatiku serasa jatuh ke palung laut yang terdalam. Sekujur tubuhku kaku sedingin es.Dhanu dan Citra duduk bersebelahan di sofa. Keduanya bersentuhan mesra dihiasi senyum bahagia.Ibu mertuaku duduk di seberang mereka sambil memangku anak laki-laki Citra yang bernama Miko, menyuapinya makan cokelat sedikit demi sedikit.Sekitar mulut anak itu berlumuran cokelat. Dia tertawa-tawa kecil, persis seperti anak perempuanku dulu.Cokelat .... Anakku ....Jantungku tiba-tiba tersentak keras. Pandangan mataku kabur, seperti akan pingsan."Widya sudah pulang? Sekarang hari kasih sayang loh, kenapa wajahmu cemberut begitu?" Mata tajam Citra yang paling cepat melihatku berdiri di depan pintu. Nada suaranya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status