Siena menutup kopernya. Semua barang yang diperlukan sudah masuk ke dalam koper, sekarang tinggal menyiapkan tas selempangnya. Yang dia perlukan adalah dompet, paspor, barang-barang pribadi dan… foto Adalfo serta ibunya yang selalu dia bawa ke mana-mana. Dua jam lagi, pesawat pribadi milik Adalfo akan membawanya dan Damien menuju ke Dubai.
Mendadak terdengar bunyi langkah kaki mendekat, seperti berlari ke arah kamarnya.
Tok! Tok! Tok!
Siena membuka pintu kamar tidurnya. "Lucio? Ada apa?"
Pelayan yang setia itu berdiri di muka pintu, entah kenapa wajahnya terlihat pucat dan berkeringat. "Nona Siena…," gagapnya.
Dahi Siena mengernyit. "Kenapa, Lucio?"
"Tuan Alfonso Garcia sedang menunggu Nona di ruang tamu."
*****
Alfonso duduk di kursi bermodel antik di ruang tamu. Kedua tangannya ditumpangkan ke atas lengan kursi, kaki kanannya diangkat di atas kaki kirinya, terlihat bagai seorang bos besar. Siena muak melihat wajah pria itu. Mau apa lagi dia ke rumah ini? Mungkin Siena perlu mempertimbangkan untuk menyewa pengawal pribadi, khusus untuk mengusir Alfonso kalau dia berani datang lagi.
"Hallo, Siena…."
"Ada urusan apa lagi kamu ke sini?" serobot Siena dengan nada ketus. Ia berdiri beberapa meter jauhnya, menjaga jarak dari Alfonso.
Senyum melengkung di bibir Alfonso. "Begitu caramu menyambut cucu dari kakek angkatmu? Bukankah itu berarti kita juga saudara angkat?"
Siena menggertakkan gigi. "Cukup omong kosongnya. Sekarang kamu baru mengaku sebagai cucu Tuan Adalfo? Ke mana saja kamu waktu Grandpa tinggal sendirian di rumah ini?"
Alfonso tertawa dengan suara keras. "Kamu begitu peduli dengan Kakekku ya? Sampai-sampai kamu memanggilnya Grandpa. Hmm, baiklah.… Kita langsung ke tujuan utamaku saja."
Alfonso menarik napas panjang sebelum melanjutkan, "Aku ke sini untuk buat kesepakatan dengan kamu, Siena…. Kesepakatan untuk mengembalikan warisan Kakekku padaku, pewaris yang seharusnya. Setelah itu, aku janji akan biarkan kamu hidup tenang."
"Apa?" Siena sontak bereaksi. "Apa kamu sedang mabuk? Atau pikiranmu sudah tak waras? Jangan harap aku akan serahkan warisan Grandpa padamu! Aku sudah berjanji pada Grandpa, akan mengurus semua miliknya. Karena Grandpa sendiri berkata, kamu tak akan mampu mengurusnya dengan baik!" sergah Siena dengan nada tinggi.
Sebersit rasa perih menyeruak di hati Alfonso. Benarkah Adalfo menganggapnya tak mampu mengurus apa pun? Sangat melukai harga dirinya!
"Aku bukan datang untuk berdebat, Siena…" Alfonso jelas berusaha menguasai dirinya. "Tapi aku tawarkan kesepakatan yang sama-sama menguntungkan bagi kita berdua."
"Bagaimana bisa menguntungkan kita berdua? Yang aku tahu, kamu cuma menginginkan harta Grandpa. Aku tak akan tertipu dengan akal licikmu."
"Oh, aku tak menipu siapa pun. Justru aku tawarkan kesempatan bagi kamu untuk melindungi nama baikmu, Siena…," potong Alfonso, bibirnya tersenyum miring. "Kamu seorang penulis kolom 'kan? Bagi seorang penulis, setiap karyanya itu sangat berharga. Aku tahu betul itu, karena aku juga penulis. Kamu pasti tak mau kalau sampai ada yang tahu, bagaimana kamu telah menipu kepercayaan orang-orang yang membaca tulisanmu."
"Apa maksudmu? Aku tak pernah menipu siapa pun!" bantah Siena. Walaupun begitu, tanpa sadar kaki kanannya melangkah mundur, gerakan yang menunjukkan keraguan.
Mata Alfonso yang tajam dengan sigap menangkap kesan itu. Ia menyeringai lebar. Tangan kanannya merogoh ke dalam saku sebelah kiri jasnya, mengeluarkan dua lembar kertas yang berupa hasil cetakan dari artikel. Sambil menatap Siena, ia memamerkan lembar kertas yang pertama.
"Ini tulisanmu waktu masih kuliah tahun terakhir di universitas, terbit di sebuah media daring. Ulasan tentang istana Suku Maya yang ditemukan di Meksiko. Kamu pakai tulisan ini sebagai salah satu portofolio untuk diterima bekerja di Angels Daily bukan? Bagaimana kalau mereka sampai tahu, bahwa tulisanmu ini adalah hasil plagiat tulisan orang lain yang sudah terbit lebih dulu? Hanya saja orang itu menulis dalam bahasa daerah, dan tulisannya cuma terbit di koran lokal di Meksiko. Kamu bahkan tak menyebutkan tulisan orang ini sebagai sumber referensimu," beber Alfonso, sambil mengangkat lembar kertas kedua yang berisi artikel dalam bahasa daerah Meksiko.
DEG! Jantung Siena bagai sedang ditekan dan dijungkirbalikkan. Darah di kepalanya seolah mengalir keluar entah ke mana. Kepalanya mulai terasa melayang. Oh, tidak! Bagaimana Alfonso bisa menemukan tulisan itu? Kesalahan bodoh yang dia lakukan tiga tahun yang lalu!
Mengamati wajah Siena yang pucat pasi, seringai Alfonso tambah lebar. Ia sudah berada di atas angin sekarang. Sedikit lagi, nasib gadis itu berada dalam genggaman tangannya.
"Oh, aku lupa cerita kalau aku tahu sedikit bahasa daerah Meksiko. Tak susah dipelajari, apalagi kalau kamu sudah bisa bahasa Spanyol, mi señorita…," desis Alfonso. Ia menghempaskan kedua lembar kertas ke atas meja dengan gaya congkaknya, seolah membuang barang yang tak berguna lagi.
Siena masih terpaku di tempatnya berdiri, jantungnya terus berdentum. Cuma dalam sekejap, dunia seolah terbalik bagi Siena. Semua gara-gara dosanya di masa lalu, hanya karena dia ingin sekali tulisannya dimuat di media daring, dia mengambil jalan pintas. Sekarang dia malah terjebak di jalan buntu!
"Apa yang kamu inginkan sebenarnya?" Siena bertanya dengan nada datar, berusaha menyembunyikan suaranya yang bergetar.
Dia sadar Alfonso punya pengaruh yang tidak main-main di dunia jurnalistik. Pria itu seorang kritikus yang sudah menyeret jatuh nama banyak jurnalis dan media. Biarpun Siena sudah tak bekerja di media lagi, tetap saja dia tak mau nama baiknya tercoreng.
Alfonso bangkit berdiri, menghampiri Siena dengan langkah santai, sampai mereka berdiri berhadapan. "Seperti kukatakan tadi, kamu cukup buat surat wasiat baru, yang menyatakan kamu mengembalikan semua warisan Kakek padaku, termasuk rumah ini. Dengan begitu, aku janji akan tutupi rahasia kecilmu ini, dan kamu bisa kembali berkarya lagi," ucap Alfonso.
"Oya, aku tak sejahat yang kamu duga. Kalau kamu mau, kamu boleh pilih satu dari sekian banyak perusahaan Kakek. Aku berikan padamu secara cuma-cuma, supaya kamu bisa tetap nikmati hidup mewah, tanpa harus susah payah bekerja lagi. Bagaimana? Bukankah aku sudah sangat murah hati?" sambung Alfonso, membentangkan kedua tangannya lebar-lebar dengan senyum penuh kemenangan di wajahnya.
'Oh, Grandpa… Apa yang harus aku lakukan?' keluh Siena dalam hati. 'Maafkan aku, Grandpa… Aku benar-benar bodoh. Gara-gara kesalahanku, sekarang aku tak berkutik di hadapan Alfonso, membiarkan dia mengancamku seenaknya.'
Siena memutar otaknya. Dalam situasi seperti ini, dia tak boleh menyerah. Bagaimanapun juga, masih ada pesan terakhir Adalfo yang harus dia selesaikan.
"Grandpa memberikan tugas padaku untuk mengurus asetnya yang berada di luar negeri. Dua jam lagi, aku harus pergi ke Dubai bersama Damien. Setelah aku selesaikan semua permintaan terakhir Grandpa, aku janji akan mengurus kesepakatan kita," Siena berterus terang, berharap bisa sedikit mengulur waktu. Dia butuh waktu untuk bisa berpikir jernih.
Mata biru Alfonso berkilat-kilat menatap Siena. "Kamu pikir aku begitu gampang ditipu? Kalau itu aset milik Kakekku, berarti itu juga milikku. Kamu akan pergi ke Dubai bersamaku."
Flashback: Dua bulan yang laluSiena berjalan terburu-buru sepanjang trotoar yang ramai dengan pejalan kaki, dan masuk ke sebuah kafe di sebelah kirinya. Kafe berdinding kaca itu didominasi oleh warna-warna pastel yang lembut. Baru jam setengah delapan, tetapi kafe itu sudah penuh dengan pengunjung yang asyik menikmati sarapan."Selamat datang di Cheers Cafe!" sapa sebuah suara yang ramah."Hai, Brian! Orderanku yang biasa ya…," balas Siena, tersenyum pada barista pria yang berdiri di belakang meja konter.Pria berwajah oriental itu tersenyum manis, hingga sepasang matanya menyipit. Tubuhnya ramping, sedikit lebih tinggi daripada Siena. Rambut dan iris matanya yang hitam khas Asia, berpadu dengan wajahnya yang agak bulat, membuat pria itu terlihat hangat dan menyenangkan."Green tea latte, esnya sedikit, sudah aku siapkan dari
Flashback: Dua bulan yang lalu.Siena tiba di sebuah gedung berlantai sepuluh yang terletak beberapa blok dari Cheers Cafe. Kantor Angels Daily berada di lantai delapan gedung itu. Meskipun hanya sebuah kantor kecil, Siena sangat menikmati pekerjaannya. Penghasilannya juga lumayan. Yah, mungkin bukan penghasilan yang bisa membuat dia hidup mewah, tapi kepuasan yang dirasakannya jauh melebihi nilai gajinya."Siena…! Tahan lift-nya!" Suara teriakan melengking itu terdengar dari luar, saat Siena sudah berada di dalam lift.Siena buru-buru memencet tombol buka pintu. Seorang gadis sebaya Siena berlari tergopoh-gopoh menyelinap ke dalam lift, dengan ransel di bahunya, gelas kertas di tangan kirinya, dan seberkas map plastik di tangan kanannya. Sepertinya dia kerepotan membawa semua barangnya."Thanks, Siena Chan! Kamu memang paling baik!" celoteh gadis itu sambil tert
Flashback: Satu bulan yang lalu.BRUKKK!Alfonso Garcia membanting ponselnya ke atas meja kerjanya dengan kasar. Ponsel itu tidak hancur, tapi minimal layarnya pasti retak. Alfonso sudah tak ambil pusing lagi. Hatinya sedang membara saat ini.Dia baru saja selesai membaca tulisan bersambung di kolom Angels Daily. Apalagi kalau bukan kisah hidup Adalfo Garcia, kakeknya.Alfonso benar-benar tak percaya, Adalfo rela membuka seluruh kisah hidupnya di media seperti itu! Sesuatu yang sangat bertentangan dengan sifat Adalfo selama ini. Yang paling membuat Alfonso murka adalah pengakuan jujur Adalfo, tentang bagaimana dia menjadi penyebab berpisahnya ayah dan ibu Alfonso sendiri.Beginilah isi pengakuan Adalfo:"Akulah yang harus disalahkan, karena aku menolak merestui pernikahan Alberto dengan wanita yang dicintainya. Mereka pergi
Flashback: Satu minggu yang lalu.Sebuah mobil limusin warna hitam mengilap berhenti di depan rumah mewah Adalfo Garcia di kawasan Beverly Hills. Terburu-buru Siena keluar dari mobil itu. Adalfo sengaja mengutus sopir pribadinya untuk menjemput Siena. Pria itu meminta untuk segera bertemu.Siena berlari tergopoh-gopoh ke kamar tidur Adalfo. Menurut Lucio, Adalfo hanya berbaring di tempat tidurnya selama dua hari terakhir ini. Dalam hatinya, Siena gelisah. Dia tahu Adalfo menderita penyakit jantung koroner, dan sudah pernah menjalani operasi bypass. Namun kondisi kesehatan kakek angkatnya itu memang cenderung menurun belakangan ini."Grandpa…," sapa Siena, saat tiba di depan pintu kamar Adalfo. Dadanya naik turun, napasnya masih terengah-engah karena berlari.Adalfo berbaring di atas tempat tidur berukuran besar di tengah kamar tidur yang luas. Ia langsung menoleh
Perjalanan yang paling menantang dalam hidup kita adalah perjalanan menemukan jati diri kita sendiri.***Kembali ke saat ini.Siena duduk dengan wajah muram di dalam jet pribadi milik Adalfo. Alfonso duduk di kursi lain, agak jauh di seberangnya. Tapi Siena tahu, dari tadi mata tajam Alfonso berulang kali melirik ke arahnya, seakan sedang mengawasi.Ponsel Siena berbunyi. "Hallo, Damien….""Siena, apa yang kamu lakukan?" Suara Damien terdengar sangat panik. "Kamu tak boleh pergi ke Dubai dengan Alfonso! Pria itu berbahaya! Aku sedang menuju ke bandara sekarang, kamu harus tunggu aku! Jangan pergi tanpa aku!" perintah Damien.Siena melirik ke Alfonso. Pria itu sedang memandanginya sambil tersenyum culas."Damien, maafkan aku…. Aku tak bisa jelaskan semuanya sekarang, tapi aku tetap har
Setahu Siena, mereka sudah berkendara lebih dari setengah jam dari pusat Kota Dubai yang mewah dan penuh gedung pencakar langit. Makin jauh dari pusat kota, suasana yang terlihat makin kontras. Bangunan pabrik dan perumahan sederhana mendominasi. Mobil Mercedes Benz hitam yang mereka tumpangi berhenti di depan bangunan luas nan tinggi, yang lebih terlihat seperti rumah susun."Kita sudah sampai di Rumah Aman," sang sopir sekaligus karyawan Hotel Adalfo itu memberitahu.Siena memandang keluar. Bangunan itu jauh dari kata mewah, kondisinya hampir mirip apartemen yang sebelumnya disewa Siena, sederhana dan bersih. Hanya saja, lingkungan sekitar yang cenderung gersang, panas, dan berdebu membuatnya terlihat kusam.Siena membuka pintu mobil. Tapi Alfonso tak bergerak sedikit pun."Kamu tak ikut turun?" tanya Siena."Aku di mobil saja. Di luar terlalu panas. Lagipula cuma
Seringai lebar muncul di wajah Alfonso, puas rasanya bisa menakut-nakuti Siena. "Gampang saja. Ikuti semua yang aku mau. Cuma itu," tandas Alfonso dengan enteng."Tapi apa yang kamu mau? Kamu tak bisa seenaknya perintah aku begitu saja!" Siena menggeram.Alfonso menyandarkan tubuhnya dengan nyaman pada jok mobil, seiring dengan mobil yang terus meluncur kembali ke pusat kota. "Mulai saja dulu dengan temani aku keliling Kota Dubai."Alfonso benar-benar serius dengan kata-katanya. Dia memerintahkan sang sopir untuk membawa mereka berkeliling pusat Kota Dubai. Menjelang petang, Alfonso minta diturunkan di sebuah pusat perbelanjaan besar yang padat pengunjung. Lalu dia mengajak Siena masuk ke sebuah butik mewah. Dalam sekejap, gadis pramuniaga butik langsung melayaninya dengan penuh semangat."Gara-gara kamu, aku tak sempat bawa pakaian ganti sama sekali. Jadi kamu yang harus bayar semua ya
Siena memilih menikmati minuman di gelasnya daripada menikmati suasana klub malam. Dia tak kenal siapa-siapa di situ, dia juga tak tertarik untuk menari atau berbaur."Apa sih enaknya datang ke klub malam? Rasanya masih banyak tempat wisata lain yang lebih bagus di Dubai," mulut Siena masih mengomel sendiri."Selamat malam…," sapa sebuah suara berat di belakangnya.Siena memutar kursinya ke belakang. Dua orang pria berumur tiga puluh tahunan tersenyum padanya. Yang satu berambut pirang dan bermata cokelat, yang satu lagi berambut cokelat dan bermata biru gelap. Mereka berdua memakai setelan jas mewah."Kamu sendirian, Nona?" tanya si rambut pirang. "Sepertinya kamu orang baru di sini. Kami sudah sering ke klub ini, tapi belum pernah lihat kamu."Siena bisa menghirup aroma alkohol yang tajam dari mulut mereka berdua. Instingnya langsung waspada. "Mmm…,
"Apa maksudnya?" Kening Siena berkerut dalam. "Tapi hari ini bukan ulang tahunku."Ah, ini pasti kode, pikir Siena. Alfonso benar-benar sengaja mengerjainya tepat di hari pernikahan mereka!Siena mencari pulpen dan mulai mencoret-coret di kertas. "Tanggal ulang tahunku 17 September. Mungkin itu sebagai kunci untuk menggeser huruf yang ada. Hmm, biar kucoba."Ia menuliskan tebakannya di atas kertas.ELANHPB1791791FSJOOYC"Aneh, kenapa tak ada artinya?" Siena tertegun melihat hasilnya. "Atau… hurufnya bukan digeser ke kanan, tapi ke kiri!"Siena mencoret-coret ulang dan menulis lagi.ELANHPB1791791DERMAGA"Dermaga?" Siena berseru kaget. "Apakah Alf memintaku untuk pergi ke dermaga?"
"Dengan ini kalian berdua dinyatakan resmi menjadi suami istri. Silakan, Anda boleh mencium istri Anda."Setelah pastor selesai mengucapkan kalimat tersebut, Alfonso langsung merangkul pinggang Siena, memberikan belaian lembut di pipi Siena yang merona indah, dan mengecup bibirnya dengan penuh kasih. Seketika semua yang hadir bertepuk tangan.Segala sesuatu berjalan sesuai harapan Siena di hari pernikahannya ini. Dia tak perlu pesta mewah, hadiah mahal, atau gaun pengantin seperti putri kerajaan. Yang dia butuhkan hanyalah pernikahannya sah di hadapan Tuhan dan orang-orang yang disayanginya.Setelah acara pemberkatan pernikahan berakhir, Alfonso dan Siena mendapatkan pelukan dari Stefano, Carlo, juga Irina yang datang jauh-jauh dari Melbourne. Mendadak…."Siena Chan! Selamat ya!" Siapa lagi kalau bukan Imelda yang memekik. M
Alfonso masuk ke dalam kamar tidur Siena dengan wajah cerah. Siena sudah berganti gaun tidur dan duduk bersandar di kepala tempat tidur, ia langsung mengarahkan pandangan ke Alfonso."Kamu kelihatan gembira…, sepertinya aku tak usah khawatir apa yang kamu bicarakan dengan Papa," celetuk Siena.Seringai Alfonso makin lebar. "Aku baru saja mendapat seorang Papa hari ini."Mulut Siena melongo. "Benarkah? Papa sudah memintamu memanggilnya Papa?"Alfonso menjawab dengan anggukan mantap. "Yup!""Oh, Alf, aku bahagia sekali mendengarnya!" Siena merentangkan kedua tangannya lebar-lebar untuk memeluk Alfonso.Alfonso duduk di samping Siena dan merangkulnya dengan mesra. "Sekarang aku punya keluarga yang utuh lagi. Aku punya seorang istri yang kucintai, ayah yang bi
Bagi Alfonso, hari ini adalah salah satu hari paling istimewa baginya. Ia sempat kehilangan Siena selama tiga bulan lebih, berusaha bertahan dalam hati yang hancur, bahkan menjalani hidup seperti zombie, tubuhnya hidup tapi jiwa dan pikirannya serasa kosong.Mimpi buruk itu telah berakhir. Sekarang, Siena kembali padanya. Bahkan lebih daripada yang berani dia bayangkan, dia mendapatkan Siena bersama anak mereka yang berumur tiga bulan dalam kandungan Siena!"Kamu tak mau makan, Cherry? Dari tadi aku lihat kamu belum makan apa-apa," ujar Alfonso, kelihatan cemas.Malam ini pesta pertunangan mereka sedang berlangsung di halaman belakang rumah yang sangat luas. Keluarga De Martini adalah keluarga bangsawan yang sangat terkenal dan penting di Kota Siena. Jadi tak heran kalau tamu yang berkunjung juga terus mengalir.Alfonso menuntut Si
"Selamat siang, Tuan Stefano." Alfonso memutuskan untuk menyapa lebih dulu. "Carlo, Damien…." Alfonso mengangguk pada mereka bertiga.Mata Stefano mengamati tangan Alfonso dan Siena yang terus saling bergandengan. "Siena, kamu membuat kami khawatir. Apakah Alfonso menyakitimu?" Jelas bahwa Stefano sengaja mengabaikan sapaan Alfonso."Tidak, Papa, Alfonso tak mungkin sakiti aku," Siena menjawab dengan cepat. "Papa, kumohon biar kami jelaskan dulu semuanya.""Kurasa semuanya sudah sangat jelas bagiku. Kamu memilih untuk menyakiti hati seorang pria yang baik seperti Damien, demi kembali pada pria yang jelas-jelas telah menyakitimu sebelumnya," sergah Stefano dengan suara tegas."Papa, ini semua salahku. Alfonso tak pernah sakiti aku. Aku sudah tahu kalau dia tak ada hubungannya dengan masalah Gloria, tapi waktu dia datang menem
Butuh waktu beberapa detik bagi Siena untuk mencerna perkataan Alfonso. Namun yang bisa dilakukannya hanyalah menatap Alfonso dengan mata terbelalak dan mulut melongo."Aku mohon jangan menikah dengan Damien. Aku ingin kamu jadi milikku seorang. Menikahlah denganku, Cherry…." Ucapan Alfonso terdengar sangat jelas, ucapan yang menimbulkan rasa hangat yang menjalari hati Siena."Alf….""Ya?""Kamu sadar kalau kamu baru saja memintaku menikah denganmu? Di dalam sebuah garasi mobil yang tertutup, di mana kamu baru saja menculikku tepat di hari pertunanganku dengan Damien?"Alfonso terpaku sesaat. "Yah…, aku bisa lakukan hal yang lebih gila lagi kalau kamu mau. Aku bisa saja tiba-tiba muncul di rumahmu, dan berteriak memprotes tepat saat Damien baru saja mau pasangkan cincin pertun
"Kamu cantik sekali, Siena," puji Viola, wanita paruh baya yang menjadi penata rias Siena.Siena sedang berada di salon untuk merias diri sebelum acara pertunangannya dengan Damien nanti malam. Tadinya dia hendak merias diri sendiri saja, tapi Carlo bersikeras bahwa dia harus tampil istimewa di hari yang istimewa ini.Jadilah dia akhirnya berangkat ke salon dengan sedikit enggan, diantar oleh Pino. Sedangkan Stefano, Carlo, dan Damien mempersiapkan acara yang akan diadakan di rumahnya."Apa dandananku… tidak berlebihan?" Siena ragu melihat penampilannya sendiri di cermin. Dia bukan gadis yang suka dandanan tebal selama ini."Jelas tidak. Dandanan ini sangat sempurna untuk acara spesial," Viola meyakinkannya sambil tersenyum."Maaf, maksudku, tentu saja hasil dandananmu sangat sempurna, Viol
Saat Alfonso mengemudikan mobilnya masuk ke halaman depan rumah, dia merasa curiga dengan mobil limusin putih yang diparkir di area taman umum yang berada persis di seberang rumah.Tak banyak orang yang mengendarai mobil limusin ke mana-mana karena terlalu mencolok. Siapa pemilik limusin itu, seorang selebritis yang sengaja mencari perhatian?Alfonso melangkah masuk ke dalam rumah, dan seketika terhenti karena mencium bau ganjil yang tak biasanya. Bau yang mengingatkan dia pada sesuatu.Ia mempercepat langkahnya, matanya mencari-cari sampai akhirnya dia melihat apa yang dicurigainya. Carlo sedang duduk di ruang tengah rumahnya sambil mengisap cerutu!"Aku rasa sudah saatnya aku sewa petugas keamanan untuk jaga rumah ini. Supaya orang-orang seperti kamu tak bisa masuk seenaknya," nada suara Alfonso terdengar ketus.
Alfonso keluar dari mobilnya. Matanya langsung melihat Brian dan Gloria yang sedang duduk bersebelahan di depan mobil kopi mereka, menatapnya dengan wajah serius."Apa kabar, Alfonso?" Gloria yang lebih dulu menyapa, karena Brian diam saja."Hai, Gloria. Bagaimana keadaanmu, sehat?" balas Alfonso. Ia berdiri di depan mereka berdua."Sehat, biarpun aku kelihatan makin mengembang tiap hari," celoteh Gloria, terkikik geli dengan gurauannya sendiri."Menurutku kamu kelihatan seperti ibu hamil yang modis, Gloria," puji Alfonso, tapi matanya melirik ke Brian.Dia mengatakan itu semata-mata untuk memberi dukungan pada Gloria, tanpa ada maksud merayu. Tapi dia tahu sifat Brian yang posesif. Wajah Brian seketika tampak berubah.Dalam hati Alfonso rasanya ingin tertawa. Pa