Pagi ini ayu bangun sedikit lebih lambat dari biasanya. Ia tampak tergopoh-gopoh ke dapur dan membantu Ibunya menyiapkan sarapan. Kali ini sang Ibu membuat nasi goreng dengan dibantu oleh Budhe Ning.
Ayu yang sudah berdandan rapi dan bersiap berangkat kerja pun mencari-cari apa yang bisa ia kerjakan olehnya. Sorot matanya kini menatap timun dan selada yang belum diapa-apakan.
“Ayu kupas timun dan petik seladanya ya Bu?” tanyanya sambil mengambil pisau dan bersiap untuk mengupas sayuran.
Budhe Ning yang ada di situ hanya melirik ekmudian bergumam mencibir, “Anak gadis kok jam segini baru bangun, apa nggak takut jodohnya lari diambil orang.”
Ayu pun hanya pura-pura tak mendengar, tapi jika jodoh yang dimaksud adalah Wira maka ia akan berucap syukur karena diambil oleh orang lain. Tampak Bu Ratmi menyikut lengan kakaknya lalu menempelkan telunjuk pada bibirnya dan tidak memperpan
Mendengar teriakan Budhe Ning, Ayu hanya tersenyum sinis. Ia masih tetap pada posisinya semula, berdiri sambil kepala mendongak dan dagu yang mengarah pada wanita paruh baya itu.“Kenapa Budhe, apa Budhe mau mengatakan sesuatu?” tanya Ayu sambil sedikit terkekeh.Perempuan muda ini sepertinya sudah muak dengan segala tingkah polah Budhenya yang selalu sok berkuasa atas dirinya. Semua kekesalan tampaknya sudah tertumpuk sangat banyak dan siap meledak seperti ada bom waktu.Ini kali pertama bagi Ibu dan Budhe Ning mendapati Ayu bertingkah seperti ini. Sampai-sampai wajah sang Ibu pun memucat saking terkejutnya.“Kenapa? Kalian kaget melihat perubahan saya? Saya sudah cukup bersabar dengan kalian yang terus saja memaksa untuk menuruti kehendak kalian, tapi nyatanya apa? Kalian justru memanfaatkan sikap saya yang selalu diam!” seru Ayu.Budhe Ning tampak tidak
Ayu hanya melirik jam yang ada di pergelangan tangannya. Waktu sudah semakin mepet dengan jam kerjanya, sementara pembicaraan ini semakin lama semakin panjang dan tentunya akan membuatnya terlambat kerja.Sudah saatnya ia menyudahi pembicaraan kali ini, jika tidak pastinya ia akan terlambat. Jam segini sudah jam padat, tidak mungkin untuk Ayu berangkat kerja dengan mengendarai mobilnya.“Udah mau berangkat, Nduk?” tanya Ibu.“Iya Bu, ini Ayu baru panggil ojol, Ayu bisa terlambat,” jawabnya.Budhe Ning dan Ibu pun mengangguk, membiarkan gadis muda itu melanjutkan aktivitasnya.“Maaf Ayu berangkat dulu. Maafkan ucapan Ayu tadi ya Budhe, masalah pertunangan Ayu, nanti biar dibicarakan lagi. Sekalian bicara dengan Bapak juga,” ucap Ayu kemudian berpamitan lantaran notifikasi aplikasi ojek online sudah menunjukkan kalau posisinya sudah berada di dep
Sadar telah melakukan hal yang tidak pantas pada Dinda, Danang pun mengusap wajahnya.“Maaf … maaf Bu, saya nggak bermaksud untuk membentak Ibu,” ucap Danang.“Ya udah nggak pa pa,” jawab Dinda terkesan berat.Namun sebenarnya ia sudah tahu kalau ada masalah besar yang tengah menimpa Danang. Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, Dinda pun akan tampil sebagai seorang penolong. Menyediakan bahu untuknya bersandar.“Bu maaf ya, saya sudah tidak bersikap profesional kali ini. Saya sedang dalam masalah besar sehingga tanpa sengaja bersikap seperti ini.”Beberapa saat setelah Danang memarkir mobil di kantor, ia mendapatkan pesan dari Ayu yang mengajaknya untuk bertemu. Gadisnya pun menceritakan kalau ada hal penting yang akan disampaikan dan berkaitan erat dengan hubungan mereka berdua.“Mas, tolong aku, keluar
Perasaan tidak nyaman dan jantung yang terus saja berdegup kencang selalu mengganggu Danang. Berulang kali ia merasa gugup dalam beraktivitas kali ini. Kata orang jika kita merasa gugup dalam beraktivitas biasanya akan ada hal buruk yang terjadi.“Kenapa ya dari tadi semuanya kacau. Tadi aja waktu bikin kopi aku nyaris menuangkan air panas pada tanganku sendiri,” gumamnya dari bali kemudi menuju warung spesial sambal tempat ia akan bertemu dengan Ayu.“Bismillah mudah-mudahan aman tidak ada apa-apa,” lanjut danang sekaligus lanjut mengemudi.Danang mencoba untuk tenang sambil sesekali ia menyanyi sembari mengemudi. Namun perasaannya semakin tidak enak saat waktu semakin dekat untuk bertemu Ayu.“Huft!” Danang menghembuskan napas panjang kemudian lanjut mengemudikan mobilnya menuju warung spesial sambal dan menemui kekasihnya.Besar harapan Dana
Perlahan-lahan Danang pun menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Ayu. Saat itulah ia sama-sama tercengang seperti Ayu yang memperhatikan sosok yang ada di belakang Wira.“Kok iso nang kene (Kok bisa di sini),” gumam Danang merasa tidak suka melihat orang yang tadi ditunjuk oleh Ayu.Sosok itu pun melangkah semakin mendekat ke arah mereka. Beberapa kali Danang memalingkan wajah ke arah Ayu yang hanya mengangkat bahu bergantian dengan sosok yang sekarang medekat ke arah mereka berdua.Danang kini hanya mengelus dadanya sendiri sambil beberapa kali berucap sabar … sabar. Sementara Ayu mulai mengerucutkan bibirnya bersamaan dengan kedatangan lelaki itu.“Nggak nyangka aku bisa ketemu kamu di sini ya Yu,” tegurnya.Ayu hanya memalingkan wajah enggan untuk melihat sosok yang datang menghampirinya bersama Danang.“Nggak kebe
Hati Danang terasa remuk melihat kelakuan Wira. Semua sudah terbongkar, laki-laki itu memang sengaja untuk membuat hatinya panas. ia memilih pergi menjauh dari Ayu dan tunangannya, tak ingin terus berlama-lama melihat tingkah Wira yang sok kuasa.Ayu padahal sudah jelas-jelas menolak, tapi Wira tetap saja tak tahu malu dan dengan bangganya mengatur gadis yang begitu dicintainya. Hatinya semakin teriris ketika Wira sengaja mencoba untuk merangkul Ayu di hadapannya dan memanggil dengan sebutan sayang.“Tidak … tidak dia milikku!” ungkap Danang dalam hati.Pilihan untuk pergi bukan karena ia tak lagi sayang pada Ayu. Atau membiarkan kekasihnya bersanding dengan laki-laki sombong itu.Jika saja bisa, ia pasti ingin membawa Ayu serta dan mengantarkan gadis itu pulang ke rumahnya, atau mungkin membawanya tinggal di rumah yang memang ia bangun untuk berumah tangga nanti. Namun ia masih ta
Wira tersenyum setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Dinda. Lagi-lagi ia membenarkan pilihannya sendiri untuk menjadikan Dinda sebagai seorang partner dalam menjadi perusak hubungan antara Danang dengan kekasihnya yang notabene calon istri.Ayu memang memiliki pesona tersendiri di mata Wira. Sikap gadis itu yang selalu saja memberikan penolakan menjadi tantangan tersendiri baginya. Memang ia tergolong seorang badboy, tapi sebagai laki-laki egonya berkata kalau ia hanya akan memperistri seorang perempuan baik-baik. Bagaimanapun juga Wira juga ingin memiliki keturunan yang baik.Dia akan melakukan segala cara untuk bisa bersanding dengan Ayu. Apalagi restu sudah dikantongi oleh kedua orang tua calonnya.“Hmm, jadi mereka akan makan di sana malam ini? Hmm baiklah aku akan merusak acara makan malam kalian. Ayu ditakdirkan untukku, bukan untukmu. Lihat saja kamu cuma bisa ngajak dia makan di warung spesial sambal,
Ayu mengangguk pada pelayan yang baru saja dipanggil Wira.“Ya udah makasih ya Mbak,” jawab Ayu tak kalah ramah dengan pelayan yang baru saja mendatangi mereka. Sangat berbeda dengan wajah Wira yang tampak ditekuk kusut karena mengetahui siapa yang membayar tagihannya.“Udah dibayar kan tagihannya, ya udah sekarang aku pulang!” seru Ayu, kali ini ia tidak memalingkan wajah pada Wira. Justru memandangnya dengan raut wajah yang mengejek.Sepertinya Ayu ingin mengatakan pada Wira kalau Danang tidak seperti yang dikira olehnya selama ini. Danang yang dianggap lelaki kelas menengah ternyata mampu membayar biaya makan Wira.Mungkin juga Ayu ingin mengatakan, “Nggak malu Mas, orang kaya kok dibayari orang miskin?”“Aku antar,” Wira berkata dengan tegas.“Hmm ya dah,” jawab Ayu dengan berat hati.&nbs
Dengan frustrasi Danang meninggalkan ruang perawatan saat Dinda terlelap sebagai reaksi obat bius yang disuntikkan. Manager marketing itu menyusuri koridor klinik bersalin dengan keresahan yang pekat. Dia sama sekali tak menyangka acara gathering yang diadakan oleh bank tempatnya bekerja menjadi awal masalah.Mendengar ancaman Dinda tadi, dia merasa seolah langit runtuh di atas kepalanya. Entah bagaimana cara mencari bukti-bukti yang dia butuhkan. Untuk saat ini Danang hanya meyakini perasaan dan analisa berpikirnya bahwa dia tak bersalah.Danang hanya ingat merasa ngantuk setelah makan malam bersama Dinda. Bahkan dia tak sanggup untuk menyetir mobil dan membiarkan Dinda mengambil alih kemudi. Setelah itu dia tak ingat apa pun lagi yang diperbuatnya."Aaarrgh ... sial banget siih! Bisa-bisanya perempuan itu mengancam untuk melaporkan ke polisi atas tindakan yang tidak pernah kulakukan! Hiiih!" Danang berteriak dengan rasa sesal dan kesal saat tiba di taman depan klinik sambil bergumam
Danang menghindari Dinda dan menjauh menuju meja makan. Sementara Dinda yang kesal dengan sikap Danang terus mengekori lelaki itu. Dengan kasar Dinda menarik kursi di samping Danang yang duduk dekat meja makan."Mas, ini anakmu. Masa kamu lupa kalau sudah meniduriku malam itu?" Dinda memaksa meraih tangan Danang yang terlipat di atas meja makan.Danang bergeming. Dia diam sambil kembali berusaha mengingat kejadian malam itu. Namun tak satu pun potongan ingatan meniduri Dinda terlintas dalam benaknya. Dengan kesal Danang menggebrak meja makan."Jangn membodohiku, Dind. Malam itu tidak terjadi apa-apa di antara kita!" Danang mengepalkan kedua tangan dengan marah hingga buku jari-jarinya memutih."Lalu bagaiman aku bisa hamil kalau kamu nggak meniduriku, Mas? Ini anakmu! Jangan jadi pengecut kamu!" Amarah Dinda terpancing hingga berteriak memaki DanangDinda sama sekali tak menduga jika ternyata Danang sulit ditekan. Pria yang tampak baik dan santun itu nyatanya keras keapla dan tak mau
Dinda termenung mendengar ucapan Wira. Serasa dihipnotis Dinda bahkan merasa saran Wira adalah sebuah ide yang cemerlang. Lagi pula semua orang sudah tahu foto-foto dirinya bersama Danang yang sengaja ia kirimkan ke grup-grup WA perusahaan."Tapi saat ini kan Danang sedang diskorsing, Mas. Gajinya juga dipotong. Aku nggak mau ya hidup dengan lelaki miskin. Kebutuhanku banyak." Dinda menyampaikan uneg-uneg yang mengganjal di hatinya.Bagaimanapun Dinda tak ingin hidup susah bersama lelaki yang memang disukainya. Ia khawatir selamanya gaji Danang akan dipotong. Sementara jika kehamilannya terus membesar akan butuh biaya yang lebih banyak.Wira tertawa mendengar ucapan Dinda. Perempuan matre seperti Dinda tak pernah ada tempat di hatinya. Apa lagi selama ini Dinda hanya lah sebuah mainan baginya."Nggak selamanya gaji Danang akan dipotong. Kalau pimpinan cabang bank dimana kamu bekerja tahu bahwa lelaki itu bertanggung jawab padamu, bisa jadi malah dia akan naik posisi." Wira mempermain
Dengan wajah penuh rasa sesal Dinda menatap pakaian Agil yang Kotor terkena muntahannya. Ia sendiri merasa jijik dengan cairan kehijauan dan berbau itu. Tak bisa dibayangkannya bagaiman perasaan Agil yang bajunya berlumuran cairan yang keluar dari lambung Dinda."Gil, maaf." Dinda menatap sendu seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada. Agil berdecak mendengar permintaan maaf Dinda. "Sudah aku nggak apa-apa. Tinggal ganti baju aja. Kamu sebaiknya mengisi perut yang kosong. Itu makanannya masih bersih. Makan lah, meskipun sedikit." Kembali Agil membuka bungkusan makanan dan mengambil sepotong pizza lalu menyodorkan pada Dinda.Entah kenapa Dinda menutup mulut dan hidungnya. Aroma makanan favoritnya itu berubah layaknya monster yang menakutkan. Ia mendorong tangan Agil dengan sebelah tangan yang tak digunakan untuk menutup mulut. "Jauhkan, Gil. Perutku eneg membaui makanan itu."Pak Bambang yang ada di ruangannya memperhatikan interaksi antara Dinda dan Agil. Dia merasa heran den
Dinda merasa puas akhirnya pimpinan dan para karyawan di tempatnya bekerja mengetahui skandal yang dia ciptakan. Malam itu memang Dinda menjebak Danang. Saat makan malam diam-diam ia menaburkan obat tidur ke dalam makanan Danang. Dengan dibantu oleh Wira, ia membawa Danang ke kamarnya.Dengan bantuan Wira juga maka Dinda memperoleh hasil foto yang luar biasa manipulatif. Foto-foto topless yang seolah dirinya ditiduri Danang berhasil menimbulkan banyak spekulasi pendapat yang rata-rata menguntungkannya. Bahkan Danang sampai menerima sangsi skorsing dan pemotongan gaji dari bank tempat mereka bekerja.Meskipun puas foto-foto itu tersebar, namun Dinda kecewa karena hingga hari ini Danang belum juga dapat diraihnya. Lelaki itu bahkan makin dingin dan cenderung menghindari Dinda. Bagaimana bisa Dinda mengikat hati Danang jika sampai saat ini jarak masih membentang di antara mereka.Waktu terus berlalu sejak Danang diskorsing. Hari ini masuk Minggu kedua Dinda tak melihat kehadiran Danang d
Sesaat setelah masuk ke dalam rumah Ayu, Wira disuguhi teh hangat dan setoples penuh camilan. Budhe Ning juga mempersilakan Wira untuk salat di rumah itu. Namun Wira memilih untuk berangkat ke musala terdekat dan salat magrib di sana.Budhe Ning mencari keberadaan Ayu setelah Wira berangkat ke musala. Sedangkan Ayu memanfaatkan waktu yang ada dengan mandi dan bersiap untuk salat. Di pintu dapur menuju ruang makan, Ayu berpapasan dengan Budhe Ning."Nduk, kamu itu tadi ke mana? Ndak enak loh sama Nak Wira kalau kamu pergi tapi Ndak bilang-bilang dulu sama calon suamimu. Apa lagi Nak Wira tahunya kan hari ini kamu itu cuti." Budhe Ning menghalangi langkah Ayu yang hendak ke kamarnya.Ayu sendiri merasa jengah dengan segala ucapan budhe Ning yang terus saja nyerocos tentang perjodohan antara dirinya dan Wira. Padahal hingga detik ini Ayu masih terus meragukan ketulusan cinta Wira padanya."Ngapunten, Budhe. Saya mau salat dulu. Sebentar lagi waktu magrib habis." Ayu memotong ucapan Budhe
Setelah meninggalkan taman kota, Wira membawa Ayu ke cafe dimana seharusnya Danang mengajak perempuan itu ketemuan sebelumnya. Wira memilih tempat duduk di sudut agar leluasa mengamati lalu lalang orang keluar masuk cafe itu."Jadi ini tempat penuh kenangan antara kamu dan Danang?" Wira menatap Ayu sebelum mengambil buku menu yang ada di meja pelanggan.Ayu berjengit mendengar pertanyaan Wira. Entah dari mana lelaki itu tahu tentang cafe ini yang memang salah satu tempat favorit dan menjadi kenangannya bersama Danang. Ia sering melepas penat selepas kerja di hotel Premier milik lelaki yang saat ini duduk di sisi kanannya. Setiap kali berkunjung ke tempat ini biasanya Ayu janjian dengan Danang. Keduanya menghabiskan waktu dan mengisi kembali energi yang terkuras seharian saat bekerja dengan menikmati kopi panas yang uapnya meruap menenangkan jalinan sinap di kepala mereka. Alunan live music di cafe ini menemani percakapan Ayu dan Danang kala itu."Hai ... halo ...." Wira melambaikan ta
Danang meninggalkan taman kota dengan hati gundah. Ucapan Ayu terngiang di telinganya. Dia kecewa karena Ayu membela Wira. Namun pembelaan Ayu terhadap Wira justru menimbulkan tanda tanya besar di hati Danang.Sambil berpikir Danang megendarai mobil dengan kecepatan sedang. Diiringi lampu jalanan yang mulai benderang dan alunan azan magrib, Danang tiba di rumah yang ditinggalinya bersama sang ibu.Setelah memarkirkan mobil di halaman rumah, Danang berjalan gontai menuju rumah. Saat dia membuka pintu, Bu Asih-ibunya, tampak baru saja selesai berwudhu. Raut wajah teduh Bu Asih basah dengan air yang menetes."Nang, tumben kamu lemes gitu," tegur ibunya.Danang berusaha menyembunyikan keresahannya dari perempuan yang melahirkannya. Dia tak ingin ibunya terseret dalam keresahan yang merajai hati saat ini."Nggak apa-apa, Bu. Cuma cape saja," Danang meraih tangan Bu Asih dan mengecup punggung tangan surganya.Bu Asih membelai kepala sang putra dengan lembut. "Yawis, kamu mandi dulu biar leb
Dalam kekesalannya Danang tatapan Danang beradu dengan pandangan Wira yang sedang tersenyum penuh misteri seolah mengejeknya. Dia pun bangkit dan berjalan menuju tempt duduk Wira yang berseberangan dengan bangku taman yang didudukinya bersama Ayu.Melihat Danang yang berdiri dan berjalan menuju bangku seberang, Ayu merasa heran. Namun keheranannya terjawab saat pandangnnya menemukan sosok Wira yang sedang dihampiri Danang. Dengan penuh tanda tanya Ayu bangkit dan mengekori langkah Danang."Mau apa kau di sini?" Danang berkacak pinggang sambil membentak Wira.Melihat Danang yang berdiri di hadapannya dengan kemarahan yang pekat, Wira hanya mengangkat sudut bibirnya. Dia tersenyum penuh ejekan. "Masalah kalau aku di sini? Setahuku ini tempat umum. Siapa pun boleh ke sini?" Sambil memainkan kunci mobil di tangannya, Wira menjawab pertanyaan Danang.Danang mendengus kesal. "Nggak usah sok-sokan kau. Pasti kau membuntuti Ayu ke sini kan!" Jari telunjuk tangan kanan Danang diacungkan ke dep