"Hallo Pak Rio?"
"Hallo, aku ada tugas buat kamu."
HA HA HA
Seseorang diseberang sana tertawa, anak buah Rio terlalu hafal dengan maksud boss yang menghubunginya.
"Udah lama ya, kebetulan aku lagi nganggur nih."
"Besok siang, jam pulang sekolah. Kamu dateng ke SMA Taruna Bangka."
"Wah, misi apa lagi ini Boss?"
"Kamu kesana aja, nanti aku nyusul."
"Oke lah kalau gitu."
KLIK
Rio mematikan telfonnya, rencana yang sangat cantik. Hanya butuh sesuatu yang remeh untuk mendapatkan seorang gadis kecil.
"Tunggu aku, manis."
Bibir tipisnya menyeringai, nalurinya bergerak, membayangkan kalau dia bisa mencium bibir gadis itu lagi. S
Kedua manusia berbeda kelamin yang terus saling memeluk, seperti tidak ada hari esok. Kiara menyadari posisinya setelah sekian lama saling berpelukan, gadis itu melepaskannya."Maaf."Satu ucapan yang sebenarnya tidak perlu, Angkasa menarik tangan Kiara untuk menuju motornya. Menaiki kendaraan itu dan menyuruh Kiara untuk ikut, meninggalkan tempat yang begitu menyisakan luka."Kita mau kemana lagi?""Pulang.""Tapi belum jam sekolah, nanti kalau ibu aku nanyain gimana?""Hn."Motor itu keluar dari wilayah hutan, kembali menapaki jalan aspal yang sepi. Kiara menatap punggung lebar Angkasa, meskipun terlihat tegap dan gagah tapi nyatanya didalam hati laki-laki itu sangat rapuh. Kiara memang mengerti seperti apa rasanya ditingal oleh orang
Sepasang remaja terus melaju membelah jalanan sore. Kiara tahu jika dirinya telah melakukan kesalahan, entah ibunya akan memprotes atau tidak yang terpenting dia sudah mendapat moment berdua bersama Angkasa. Hal seperti ini sangat langka dan mungkin tidak akan pernah bisa dia rasakan lagi.Rumah dengan aksen sederhana akhirnya mereka jumpai, ini kali pertamanya Angkasa mengetahui rumah Kiara."Masuk dulu yuk!" meski belum tentu tawarannya akan diterima namun Kiara benar ingin laki-laki itu singgah dirumahnya barang sebentar."Kiara!" ibunya berseru dari arah pintu, ekspresi perempuan itu seperti tengah menahan kesal. Lalu disusul Sari yang melongok dari balik pintu.Angkasa tidak turun dari motor kebanggaannya, laki-laki itu bahkan sudah menghidupkan lagi mesin motornya. Seolah tidak peduli dengan perempuan parubaya yang menjadi ibu dari kekasihnya. Dan baru saja ibu Kiara hendak memprotes Angkasa sudah lebih dulu p
"Kiara!" Sari berseru dari depan, seolah menyadarkan Kiara untuk segera pergi dari sana.Karena merasa gemas dengan sahabatnya yang tidak kunjung bergerak, Sari menarik pergelangan tangan Kiara dan membawa sahabatnya untuk masuk kedalam kelas."Lo udah gila ya?" begitu tujuannya sampai dia tidak tahan untuk menghakimi Kiara."Sar, gue malu!""Iya, gue tahu. Ngapain si pakai acara sok ngebaikin Angkasa?""Gue pikir dia udah berubah.""Nggak usah ngaco deh, lo nggak denger gimana seluruh siswa ngetawain lo?""Lo jangan gitu dong, gue jadi tambah malu nih.""Ikut gue!"Tangan Kiara ditarik kembali oleh Sari, terus melangkah dan terus mendapati tatapan mengejek dari be
"Nggak!"Percuma penolakan itu, karena tubuh sintalnya sudah berhasil didorong masuk oleh Rio."Jangan karena Om pernah nganterin aku pulang terus kegiatan ini jadi hal rutin ya?"Pria disamping Kiara terkekeh, pandangannya tidak lepas dari jalanan."Kita makan di restaurant depan itu ya?"Kiara tercengang, pria itu berkata seolah mereka sudah sangat dekat."Turunin aku!" tegas Kiara."Kita turun didepan."Gadis itu memberengut, tidak suka dengan penolakannya yang dihiraukan."Ayo turun!" kembali Rio berkata sambil melepas seatbelt.Kepalanya menoleh kepada gadis disamping yang tidak merespon, tatapan muak kentara sekali diwajah cantik gadis itu.Rio tahu arti dari gerik Kiara, terpaksa niatnya untuk makan dia gagalkan. Kembali melajukan mobil dan benar saja, hal itu sukses membuat Kiara menghela nafas lega.Tidak ada percakapan selama dalam perjalanan, hingga mobil yang mereka tempati berhasil
"Boleh, tapi kembaliin dulu hp aku!" ide cerdas itu muncul disaat yang tepat."Ibu kira kamu udah lupa."Mana mungkin Kiara mengabaikan hal itu, barang yang hampir membuatnya gila karena tidak bisa dia pegang.Sesuai kesepakatan tadi, ponsel keluaran tahun kemarin itu kembali jatuh pada pemiliknya. Kiara melangkah keluar dan menepati janji untuk pergi belanja, meski tatapannya tidak pernah lepas dari ponsel yang dia genggam. Rio mengernyit karena Kiara mengabaikan, bukan ekspresi ketus seperti biasanya. Tetapi gadis itu kini tengah tersenyum dan bibirnya bergumam dengan tidak jelas."Ayo pergi!"Sahutan Rio sesaat mengejutkan Kiara, namun kembali dia memperhatikan ponsel. Mengikuti langkah Rio dari belakang, langkahnya sangat pelan sampai tubuh kokoh didepan tadi kini semakin menjauh. Kiara menyimpan ponselnya kedalam saku celana yang dia pakai dan mempercepat langkahnya, tidak begitu lama Rio kembali dia capai. Laki-laki itu melirik sekilas ketik
Satu bulan berlalu semenjak gadis itu pindah ke apartemen Rio, satu bulan itu juga Angkasa semakin tidak tersentuh. Setiap Kiara berusaha menyapa laki-laki berparas oriental itu selalu membuang muka, tidak ada lagi pipi bersemu ketika Angkasa membuat hal yang tidak terduga. Ponselnya sepi hanya berisi nada pesan dan panggilan dari Sari. Padahal sudah ada sedikit kemajuan antara Angkasa dan Kiara.Satu usaha yang sangat ampuh membuat Angkasa menoleh kepadanya, Kiara memang sudah lama tidak berkunjung kerumah nenek laki-laki itu. Hanya dua kali semenjak dia pindah, mungkin juga hal itu mengaruh kepada sikap Angkasa satu bulan ini.Jantungnya semakin berdegub dengan kencang, tidak ada motor Angkasa didepan rumah. Kiara menjamin kekasihnya sedang tidak berada disana.Saat langkahnya mencapai teras rumah, saat itu pula seorang anak kecil keluar dari sana. Kiara menatap gemas dengan anak perempuan itu, wajahnya putih bersih dan matanya sangat bening. Rambutnya sewa
KLIKBagai mayat yang berjalan, Kiara tidak mampu menopang tubuhnya sendiri. Lampu apartemen yang sudah padam dan suasana sepi, mungkin ibunya tidur lebih awal dan sang pemilik apartemen yang sedang berkutik dengan pekerjaannya. Kiara merosot dipintu, matanya terus di banjiri air mata. Sekarang dia ikut mengalami dimana para teman sekelasnya bercerita ketika tengah galau dengan percintaan, rasanya sangat menjengkelkan. Dadanya seolah terhimpit bebatuan, sangat sesak dan perih ketika salah satu dari batu itu menggores sebagian rongganya.Takut ibunya akan terbangun jika dirinya menyusul kedalam kamar, Kiara memilih menuju balkon untuk mengeluarkan semua tangisnya.Rembulan diatas sana semakin mengingatkan Kiara akan Angkasa. Satu dan tidak pernah bisa dia gapai, walau masih berada ditempat yang sama. Kalau Kiara bisa sadar diri, satu dari bintang yang letaknya paling dekat dengan bulan itu adalah dirinya. Semakin bintang itu mendekat, maka semakin tertelan dan
"Pagi manis?"UHUKKiara tersedak sarapannya begitu mendengar sapaan Rio, hanya ada mereka berdua dimeja makan. Hari yang sudah menunjuk pada pukul sembilan pagi dan mereka barusaja sarapan. Ibu Kiara sudah keluar sekitar lima belas menit yang lalu untuk pergi kepasar. Hari minggu itu artinya mereka libur, baik dalam akademik maupun pekerjaan."Sendiri aja, ibu kamu kemana?""Pyasar," ucapannya tidak jelas karena mulutnya yang terisi penuh oleh nasi goreng.Rio mulai menyuap kedalam mulutnya, diam-diam Kiara memperhatikan laki-laki itu. Wajahnya memang sudah terlihat dewasa, kulitnya dua tingkat lebih terang dari Angkasa. Wajah Rio cenderung lebih lonjong dan ada sedikit bulu-bulu halus yang menghias dagu serta area rahang. Berbeda dengan angkasa yang memiliki wajah bulat dan bersih, tidak berkumis. Kalau dari postur tubuh jelas Rio banyak tingkat diatas Angkasa, bukan mau membandingkan. Namun, ucapan Sari waktu itu memang benar. Badan Rio lebih
Drama gratis yang Intan tonton langsung didepannya, terasa sangat menegangkan. Apalagi karena salah satu dari tokohnya adalah pria yang dia harapkan. Sempat kaget ketika Rio terkapar karena ulah seorang bocah SMA, alasannya sendiri membuat perempuan itu tersenyum kecut. Sekarang pertanyaan dari Rio untuk Kiara juga akan menentukan hidupnya bersama Andro."Aku," begitu berat Kiara memilih, apalagi Angkasa sama sekali tidak menatap kepadanya. Dia menjadi ragu apakah laki-laki itu barusaja berkelahi untuk merebutkannya.Angkasa melepaskan tangan gadis itu, menatap sekilas sebelum meraih langkah pergi. Kiara tahu, laki-laki itu bahkan tidak sudi mendengar apa yang akan dia katakan."Memilih Angkasa!"DEG DEG DEGMemang ini yang seharusnya dia harapkan, Angkasa pergi karena tidak sanggup jika gadisnya akan memilih Rio. Tapi, dia yakin telinganya masih normal untuk mencerna pilihan Kiara. Langkahnya terpaksa dia hentikan untuk mem
"Nggak tahu."Dari semua kata kenapa Angkasa hanya mengucap begitu, padahal Sari sudah gemas sedari tadi demi mendengar jawabannya."Lo nggak perlu marah sama Kiara," matanya mengikuti arah pandang Angkasa."Ya gue nggak tahu lo marah karena apa, Kiara sempet bilang kalau lo udah nggak mau ketemu sama dia."Angkasa masih tidak bergeming."Rumah dia dijual sama kakaknya sendiri, dan yang gue tahu. Om Rio itu yang nolongin dia, numpangin dia selama ini. Gue tahu banget Sa, kalau Kiara nggak mungkin selingkuh dari lo!""Lo nggak tahu sejauh apa?" mata elangnya beralih meremehkan Sari."Dia nggak suka sama kakak tiri lo itu, gue berani jamin."TAP TAP TAPDerap langkah lain dari kedua orang itu, Sari menoleh dan mendapati Rio berjalan menghampiri Angkasa."Cih," bibir pria itu berdecih.Angkasa membalikkan badan tingginya, menatap Rio dengan nyalang.Sari mundur beberapa langkah untuk men
"Boleh bicara sebentar nggak Kak?" Kiara berucap setelah acara makan malam itu selesai."Boleh, mau ngomong apa?"Kepala gadis itu menoleh untuk memastikan kalau ibunya sudah masuk kedalam kamar."Kak Andro tahu dimana kak Intan?"Laki-laki yang ditanya menggeleng, memang selama ini dia tidak tahu."Terus Kakak nggak berusaha nyari?""Percuma Ra, kakak kamu udah nggak mau sama aku."Sorot mata yang tajam itu kian meredup, betapa kesepiannya laki-laki itu."Kalau Kak Andro emang masih cinta sama kak Intan, ikut aku kak! aku tahu dimana kak Intan sekarang."Ucapan Kiara barusan membuat mata hitam Andro terbuka, seolah mendapat harapan kembali."Dimana?""Besok kita kesana!" seru Kiara penuh antusias.Andro menanggapi dengan kekehan atas kegemasan tingkah adiknya."Yaudah, sekarang kamu istirahat. Besok kita kesana.""Kak Andro juga istirahat ya?""Iya."Malam han
PLAKTamparan keras jatuh dipipi Rio, laki-laki itu sendiri tidak keberatan dengan perih yang menjalar sampai telinganya. Tapi, air mata yang terus menggenang diwajah cantik Kiara seolah meredam akan rasa sakitnya sendiri.Kiara tidak sadar jika tangannya telah melukai orang yang selama ini menolong dirinya, pernyataan cinta tadi cukup membuatnya sesak. Laki-laki yang menjadi saudara tiri kekasihnya."Aku yang cinta sama kamu, bukan Angkasa!"Kiara menggeleng, beraninya Rio mengucapkan kata-kata itu."Terimakasih udah mau numpangin aku sama ibu di apartemen ini."Kiara menarik satu koper dan tas milik ibunya, melangkah pergi meninggalkan Rio yang tengah menangis. Laki-laki itu tidak sungkan meneteskan dua bulir air mata untuk seorang gadis yang barusaja pergi.Seharusnya Kiara berbangga hati, karena ini pertama kalinya seorang laki-laki menyatakan cinta kepadanya. Sayang sekali bukan Angkasa, perasaan
"Jangan mentang-mentang anak saya mandiri dan kaya bisa Ibu manfaatkan ya?"Kiara menginterupsi dua perempuan parubaya yang saling berbincang didapur apartemen."Saya nggak bermaksud begitu Bu."Entah siapa perempuan yang tengah menghakimi ibunya itu, karena memang posisinya yang membelakangi Kiara."Ibu?" Kiara bersuara hingga kedua perempuan tadi saling menoleh.Sedetik kemudian, Kiara tercengang akan penglihatannya sendiri."Kamu?" perempuan parubaya itu memicing."Dia anak saya," ibu Kiara menimpali."Oh, jadi sekarang kamu mau manfaatin dua anak aku. Begitu?"Ucapannya sangat menyakitkan, Kiara memang tahu bahwa perempuan itu adalah ibu tiri Angkasa. Dan disini sekarang dia juga mengetahui fakta lain, Rio adalah saudara tiri yang selama ini Angkasa sembunyikan.Ternyata dunia sangat sempit, semua kejadian yang menimpa dirinya terasa seperti sebuah lelucon kuno."Maaf
"Seharusnya aku yang nanya, Kakak ngapain di apartemen itu?"Intan melotot, rupanya adik kecil yang dulu sangat cengeng kini sudah bisa mengimbangi percakapan serius itu."Kiara Kakak yang nanya duluan sama kamu!""Aku tinggal disana karena rumah ibu udah dijual."Bukan itu maksud Intan, memang benar perkataan Kiara tadi. Tapi, ada hal lain yang perempuan itu bingungkan."Apartemen itu bukan milik ibu, kan?"Kiara menggeleng dan sontak saja hal itu semakin membuat Intan terperangah. Sudah lama perempuan itu tidak mendatangi sang pemilik apartemen yang kini adiknya tempati."Emangnya kenapa? terus Kak Intan ngapain kesana?""Aku kenal sama pemilik apartemen itu.""Kenal gimana?" Kiara menyelidik."Rio, dia mantan pacar aku!" Intan merasa tidak perlu bertanya lagi siapa si pemilik apartemen itu.Kiara sendiri tidak tahu harus percaya atau tid
"Pagi manis?"UHUKKiara tersedak sarapannya begitu mendengar sapaan Rio, hanya ada mereka berdua dimeja makan. Hari yang sudah menunjuk pada pukul sembilan pagi dan mereka barusaja sarapan. Ibu Kiara sudah keluar sekitar lima belas menit yang lalu untuk pergi kepasar. Hari minggu itu artinya mereka libur, baik dalam akademik maupun pekerjaan."Sendiri aja, ibu kamu kemana?""Pyasar," ucapannya tidak jelas karena mulutnya yang terisi penuh oleh nasi goreng.Rio mulai menyuap kedalam mulutnya, diam-diam Kiara memperhatikan laki-laki itu. Wajahnya memang sudah terlihat dewasa, kulitnya dua tingkat lebih terang dari Angkasa. Wajah Rio cenderung lebih lonjong dan ada sedikit bulu-bulu halus yang menghias dagu serta area rahang. Berbeda dengan angkasa yang memiliki wajah bulat dan bersih, tidak berkumis. Kalau dari postur tubuh jelas Rio banyak tingkat diatas Angkasa, bukan mau membandingkan. Namun, ucapan Sari waktu itu memang benar. Badan Rio lebih
KLIKBagai mayat yang berjalan, Kiara tidak mampu menopang tubuhnya sendiri. Lampu apartemen yang sudah padam dan suasana sepi, mungkin ibunya tidur lebih awal dan sang pemilik apartemen yang sedang berkutik dengan pekerjaannya. Kiara merosot dipintu, matanya terus di banjiri air mata. Sekarang dia ikut mengalami dimana para teman sekelasnya bercerita ketika tengah galau dengan percintaan, rasanya sangat menjengkelkan. Dadanya seolah terhimpit bebatuan, sangat sesak dan perih ketika salah satu dari batu itu menggores sebagian rongganya.Takut ibunya akan terbangun jika dirinya menyusul kedalam kamar, Kiara memilih menuju balkon untuk mengeluarkan semua tangisnya.Rembulan diatas sana semakin mengingatkan Kiara akan Angkasa. Satu dan tidak pernah bisa dia gapai, walau masih berada ditempat yang sama. Kalau Kiara bisa sadar diri, satu dari bintang yang letaknya paling dekat dengan bulan itu adalah dirinya. Semakin bintang itu mendekat, maka semakin tertelan dan
Satu bulan berlalu semenjak gadis itu pindah ke apartemen Rio, satu bulan itu juga Angkasa semakin tidak tersentuh. Setiap Kiara berusaha menyapa laki-laki berparas oriental itu selalu membuang muka, tidak ada lagi pipi bersemu ketika Angkasa membuat hal yang tidak terduga. Ponselnya sepi hanya berisi nada pesan dan panggilan dari Sari. Padahal sudah ada sedikit kemajuan antara Angkasa dan Kiara.Satu usaha yang sangat ampuh membuat Angkasa menoleh kepadanya, Kiara memang sudah lama tidak berkunjung kerumah nenek laki-laki itu. Hanya dua kali semenjak dia pindah, mungkin juga hal itu mengaruh kepada sikap Angkasa satu bulan ini.Jantungnya semakin berdegub dengan kencang, tidak ada motor Angkasa didepan rumah. Kiara menjamin kekasihnya sedang tidak berada disana.Saat langkahnya mencapai teras rumah, saat itu pula seorang anak kecil keluar dari sana. Kiara menatap gemas dengan anak perempuan itu, wajahnya putih bersih dan matanya sangat bening. Rambutnya sewa