Pras melajukan mobilnya membelah jalanan kota Surabaya. Pagi yang cerah membuat jalanan begitu padat. Dibeberapa ruas jalan ada yang macet panjang.
"Pras...""Nggih pak bos...." Jawab Pras, ekor matanya melirik Arsyad melalui kaca spion."Berapa usiamu sekarang?""39 bos... Hehe... Sudah kelihatan tua ini, ubanku sudah bermunculan."Arsyad memang majikannya. Tapi, Arsyad menganggap semua karyawannya sebagai teman dan juga saudara. Hidupnya memang beruntung terlahir menjadi anak orang kaya. Namun, itu tidaklah menyenangkan sama sekali. Dia selalu merasa kesepian, sejak kecil dia tidak memiliki saudara. Bahkan, teman saja dia hanya punya satu. Menyedihkan."Istrimu kapan lahiran?""Satu bulan lagi bos...""Kamu beruntung Pras... Sudah memiliki seorang putra. Dan sebentar lagi anak keduamu lahir."Arsyad menatap kosong kearah gedung-gedung tinggi. Pikirannya menerawang dengan dua hal yang kini ia pikirkan, perceraian dan juga Hanna."Pak bos juga beruntung, memiliki istri nyonya Sandra yang cantik dan memiliki karir bagus. Usahanya sukses dimana-mana. Tidak ada yang lebih bahagia dari bos hidupnya..." Ucap Pras.Arsyad tersenyum getir. Baginya hidupnya adalah sebuah kemalangan yang entah kapan akan menemui ujungnya. Tidak ada kata beruntung dalam hidupnya."Rumah aslimu mana Pras?""Saya Blitar pak Bos... Tapi, anak istri sudah berada disini. Tinggal ibu dan adik yang di Blitar." Jawab Pras."Blitar yaaa.... Tempat makam bung Karno itu?""Benar pak bos.""Kalau Tulungagung itu dimana Pras? Aku orang Jawa Timur tapi, minim pengetahuan tentang kota-kota disini. ""Tulungagung itu dekat sama Blitar pak Bos. Setengah jam dari rumahku sudah masuk Tulungagung. Itu si Hanna rumahnya Tulungagung.""Apa kira-kira kita mau perjalanan dinas kesana pak bos?" Tanya Pras dengan antusias. Biasanya jika Arsyad bertanya tentang nama kota, maka, Pras harus siap-siap untuk melakukan perjalanan jauh.Arsyad tidak menjawabnya. Dia justru mengajukan pertanyaan lain. "Berarti Hanna tetanggamu?"Rasa ingin tahunya tentang Hanna begitu besar. Ia hanya ingin membuktikan dengan kepalanya sendiri bahwa Hanna yang bekerja dirumahnya memang Hanna yang ia cari.Pras menatap bosnya lewat spion. "Bukan sih bos.... Tapi, Hanna itu temannya tetanggaku dikampung." Jawab Pras."Jujur kasihan bos si Hanna itu...""Lima tahun lalu dia kecelakaan mobil. Calon suami dan kedua orang tua dari lakinya meninggal ditempat. Dan hanya Hanna yang selamat. Tapi, sayangnya dia mengalami kelumpuhan. Kehidupannya benar-benar hancur pak bos... Miris pokoknya sama kisah Hanna." Ucap Pras.Arsyad semakin penasaran dengan kisah hidup Hanna. Tapi, rasanya nasib dirinya juga tidak lebih beruntung dari Hanna. Lima tahun lalu kedua orang tuanya juga meninggal karena kecelakaan. Dan sekarang istrinya terbukti berselingkuh. Lengkap sudah cerita ketidak-beruntungannyaArsyad mengusap wajahnya dengan kasar. Dia ingin sekali mengakhiri pernikahan dengan Sandra. Namun, perjanjian itu masih kurang beberapa bulan lagi. Dan dia masih harus bersabar dengan hal itu.**Jumiati baru saja pulang dari pasar bersama Wulan. Semua kebutuhan Sandra sudah ia dapatkan. Biasanya istri Arsyad itu selalu mengomel saat pulang. Selalu saja ada yang salah dan kurang. Walau pada dasarnya majikannya itu hanya ingin marah-marah saja."Wulan, kamu tata semuanya seperti biasa. Mak mau bereskan kamar dulu.""Hanna, ikut emak ke kamar utama den Arsyad. Kita bersihkan kamarnya." Ucapnya pada Hanna.Pelan-pelan Hanna menaiki tangga rumah itu. Tak terbayang dalam benaknya bisa bekerja di rumah mewah yang dulu hanya bisa dia lihat ditelevisi. Dan ini jauh lebih besar dari rumah bosnya dulu. Bahkan, luasnya bisa lebih luas dari 10 rumah di kampung.Sampai dikamar utama membuat Hanna terkesiap. Begitu besar dan luas, semua barang-barang juga bagus dan mewah. Kamar majikannya seperti kamar utama hotel bintang lima. Mengagumkan."Kamu ganti seprei dengan yang ini. Nyonya Sandra maunya sprei harus diganti tiap hari." Ucap Jumiati."Berarti besok harus diganti lagi dong Mak?""Iyaa....""Kamu nggak ada rencana buat nikah Han?"Hanna menghentikan tangannya yang sedang menarik sprei. "Belum kepikiran Mak... Mungkin sudah nasibku jadi perawan tua. Selain sudah tua, aku juga tidak sempurna begini. Mana ada lelaki yang mau denganku...." Ucapnya lirih."Huusshh ngomong apa kamu ini. Usiamu baru 30an kok. Kalau mau punya anak juga masih bisa. Emak dulu punya anak kedua umur 34. Kakimu juga pasti akan semakin kuat nanti. Jangan putus asa." tutur Jumiati."Aku tidak putus asa Mak... Hanya saja fokusku sekarang ingin mencari uang dulu. Bapak ibuku dirumah sudah sepuh. Dan tabungan mereka sudah habis aku gunakan untuk biaya berobat. Jadi, sekarang waktunya Hanna untuk membalas mereka...""Mak doakan yang terbaik untukmu Hanna. Kamu sudah Mak anggap sebagai anakku sendiri. InshaAllah dibalik cobaan yang kamu hadapi pasti akan ada berkah dibalik itu semua..." Tutur Jumiati sembari mengelus pundak Hanna penuh kasih layaknya seorang ibu."Amin....""Kita lanjut ke kamar pribadi den Arsyad.""Lho Mak, memang mereka tidak tidur bersama?"**"Dimana kamu Sandra!"Seorang lelaki paruh baya datang dengan amarah, rahangnya mengetat dan emosinya sudah sampai diubun-ubun. Dia mendobrak pintu apartemen milik putrinya itu. Kemarin dia mendapatkan informasi bahwa putrinya selama ini diam-diam masih berhubungan dengan pria miskin yang begitu ia benci. Pria kere yang hanya anak seorang petani. Sungguh berbeda kasta dengan dirinya yang seorang pengusaha kaya dan terkenal."Casandra, Keluar kamu!""Ayah...?"Casandra keluar dari kamar dengan penampilan yang berantakan. Rambut acak-acakan dan juga gaun tidur yang belum terpakai sempurna. Dibelakang dia ada Gio yang juga kaget dengan kedatangan Hermawan."Anak goblok, beraninya kamu membawa pria miskin ini kesini." Ucap Hermawan.Dia menarik paksa anak perempuannya itu untuk keluar dari kamar.PlakHermawan menampar Gio dengan keras. Walau sebenarnya tamparan itu ia tujukan ke arah putrinya. Namun, dengan sigap Gio menggantikan posisi Sandra."Kucing kecil menjijikan." Ucap Hermawan.Dia juga melayangkan beberapa pukulan ke Gio. Hingga membuat pemuda itu tersungkur ke lantai."Ayah, stop! Jangan pukul Gio seperti ini." Teriak Sandra.Ia berlari ke arah Gio dan menolongnya untuk bangun."Kamu nggak apa-apa sayang."Casandra mengusap bibir Gio yang berdarah dan membantunya berdiri. Gio tidak pernah melawan Hermawan, baginya ayah dari Casandra adalah orang tua juga baginya. Sekalipun hingga detik ini dia belum mendapatkan restu darinya."Oom, saya mencintai Casandra. Tolong biarkan kami hidup bersama. Saya mohon oom.."Gio bersimpuh di kaki pria tua itu. Memohon dengan sungguh-sungguh."Sampai mati juga tidak akan aku restui kalian. Pergi dari sini sebelum aku membunuhmu."Mau tak mau Gio segera memakai bajunya dan mengambil jaket yang ia letakkan disofa. Untuk kesekian kalinya dia harus mengakui bahwa dirinya hanya pria lemah yang tak punya power sedikitpun.PlakPlakSelepas kepergian Gio, Hermawan menampar Casandra."Pulang ke rumah Arsyad sekarang. Atau hidup dijalanan.""Mbak Hanna-ku...."Hanna yang sedang mengelap meja hanya mampu mengelus dada karena kaget dengan sapaan Hendro. Dia tadi terlalu fokus dan setengah bengong saat bersih-bersih, sehingga tidak menyadari kehadiran Hendro. Bukan melamun sih, lebih tepatnya ingat kembali dengan ucapan Jumiati tadi. "Mereka sudah lama tidak tidur satu kamar. Bahkan, saat bertemu juga tidak saling bicara. Jika nyonya Sandra pulang, Tuan Arsyad justru tidak pulang ke rumah ini. Dia memilih tidur di apartemen."Lucu. Menjadi pasangan orang kaya ternyata tak selalu bahagia. Hanna teringat kembali hubungannya dengan Hardian yang awalnya juga terhalang restu. Hardian pria muda yang berkarir diperusahaan bonafit, sedangkan Hanna hanya seorang pegawai toko.Butuh effort lebih untuk hubungan mereka. Dan saat semua sudah berjalan baik, restu sudah didepan mata, justru takdir berkata sebaliknya. Kematian yang akhirnya menjadi ujung kisah mereka."Apa dek Hendro.....Mbak lagi sibuk ini. Tolong ya jangan diganggu dul
Hanna tersenyum melihat anak kecil yang sedang jalan berlenggak-lenggok. Dia bergaya seolah menjadi model yang sedang berjalan diatas catwalk. Lucu. Dia membayangkan dirinya kecil yang juga sering bertingkah seperti itu. Kadang memang imajinasi anak kecil itu begitu banyak. Berbagai profesi yang sering dibayangkan, bahkan langsung dipraktekkan. Dan rasanya memang sangat menyenangkan. "Hei awasss!" Teriak Hanna.BruukkAnak perempuan itu tersungkur jatuh kesisi jalan, sementara sepeda motor yang menyerempetnya justru kabur. Sungguh tidak bertanggung jawab. Hanna berjalan mendekati anak kecil itu."Kamu nggak apa-apa dek?""Nggak apa-apa Tante...""Ada apa mbak Hanna?"Hendro yang baru datang mengambil motornya begitu kaget saat melihat Hanna dan anak kecil duduk ditrotoar."Mas Hendro, adeknya keserempet motor dan pelakunya malah kabur."Hendro terlihat kaget juga mendengar cerita Hanna. Memang saat sore pasar disini ramai. "Tante antar kamu ke klinik ya biar dibersihkan lukanya.""
Arsyad Gafi mengawasi kesibukan kota Malang dari dalam mobil yang membawanya dari Surabaya. Kota berpenduduk sekitar delapan ratus ribu jiwa itu tampak padat dan semrawut, hampir mirip sekali dengan Surabaya yang baru saja ditinggalkannya. Mungkin karena bertepatan dengan jam sekolah dan jam kerja.Mobil Arsyad terlibat antrean panjang di antara kerumunan sepeda, truk besar dan motor yang menyelip seenaknya di antara deretan mobil-mobil yang tengah merayap de- ngan tidak sabar. Sebuah gerobak yang penuh berisi tumpukan keranjang, ditarik setengah berlari oleh seorang pria, melintas seenaknya di depan mobilnya. Rizal membunyikan klakson panjang dengan jengkel. Tetapi pria yang menarik gerobak itu tetap saja melintas dengan santai, seolah- olah dia tidak mendengar apa-apa.Di pinggir jalan, pedagang sayur dan buah- buahan menjajakan barang dagangannya ditengah kepulan asap truk dan juga banyaknya debu. Begitu banyak namun, buah yang dijual juga hampir sama disemua kios.Arsyad tersenyu
Selesai menjawab pesan dari Rudy, ia melangkah kembali menuju dapur untuk membereskan masakan bersama Jumiati dan yang lain. Sudah beberapa bulan hubungannya dan Rudy berjalan dengan baik. Meskipun, saat ini ia belum berani bertemu kembali dengan nenek Rudy."Semalam kamu tidur jam berapa Han? Emak lihat lampu kamarmu masih menyala sampai tengah malam? Apa kamu mimpi buruk lagi?"Hanna menegang seketika, wajahnya mendadak menjadi pucat. Teringat kembali dengan peristiwa semalam, hingga dirinya tanpa sadar tertidur disana. Tidak mungkin jika dia mengatakan bahwa semalam berada satu ruangan dengan majikannya. Walaupun tidak ada hal buruk terjadi. Tetapi, itu adalah hal yang tidak wajar dan sebuah aib. Dan bisa jadi akan menjadi fitnah."Semalam aku ketiduran Mak, lupa tidak mematikan lampu." Ujarnya lirih."Sudah dapat izin apa belum dari den Arsyad?" Tanya Jumiati lagi."Sudah Mak, besok pagi-pagi aku pulang, mungkin sebelum subuh.""Naik kereta? Kenapa tidak naik travel saja langsung
AKHIRNYA sampai juga Arsyad dirumahnya. Walau datangnya sudah petang, bahkan langit berwarna senja sudah berganti hitam. Namun, tak menyurutkan sama sekali rasa kesal dihatinya. Arsyad langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Wajahnya sudah menahan amarah sejak tadi. Bahkan, saat di jalan saja dia sudah mengomel dengan tidak jelas pada pengendara lain yang mencoba menghambat mobilnya. Belum pernah dia semarah ini. Belum pernah juga dia merasa segera ingin tiba di rumah. Baginya dulu rumah hanyalah tempat untuk tidur dan sekadar berganti baju saja. Tidak ada yang spesial disana. Namun, kini ia begitu nyaman berada di rumah itu. Bahkan, makanan sederhana yang hanya ia lihat di televisi-pun berhasil memanjakan lidahnya. Semua karena kehadiran Hanna.Suasana rumah yang penuh canda tawa hanya ada dalam bayangannya saja. Tidak pernah terwujud hingga usianya lebih dari 30 tahun. Sering dia bertanya, apakah hidupnya akan selalu kesepian seperti ini? Apakah selama hidup ia tidak ak
"Casandra Hermawan! Buka pintunya!"Arsyad kembali mendatangi kamar istrinya. Pintu kamar yang terkunci itu ia gedor berkali-kali.Casandra yang baru membuka telepon seluler, kembali terkejut dengan suara Arsyad. Dia mencoba melangkah setenang-tenangnya. Dan begitu ia membuka pintu, Arsyad menoleh dengan sorot mata tajam yang menakutkan. Pria itu seolah-olah sedang ingin menerkam mangsanya. Wajah pria itu bahkan terlihat lebih menyeramkan dari beberapa saat tadi.Arsyad mendorong pintu kamar Casandra agar terbuka penuh. Sementara, perempuan itu berjalan mundur dengan gugup."Siapa yang menyuruhmu memecat Hanna? Katakan siapa?" Bentak Arsyad, matanya melotot tajam bak sebuah laser."Hah...?" Casandra tersentak kaget. "Hanna siapa?"Arsyad mengangkat sebelah bibirnya ke atas. Tubuhnya semakin meringsek mendekat ke arah istrinya.Casandra terlihat begitu takut. Raut wajahnya pucat seperti pasir. Ia menggenggam telpon miliknya begitu erat. Tangannya berkeringat dan tubuhnya mundur kebelak
Hanna merasa tidurnya belum terlalu lama. Tapi, pundak kirinya terasa begitu berat seolah sedang membawa karung beras. Ingin bergerak rasanya begitu sulit. Pelan-pelan ia mencoba membuka matanya yang masih mengantuk.'Ternyata aku memang sedang membawa beban.' Batin Hanna dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya. Sekali lagi ia mencoba melihat beban apa yang dibawanya. Dan kedua mata indah itu langsung terbuka lebar saat melihat kepala seorang pria yang tertutup topi.'Siapa dia? Kenapa seenak jidat tidur dibahuku?' Hanna berusaha mendorong kepala pria itu agar berpindah dari bahunya. Namun, aroma wangi dari tubuh pria ini sangat tidak asing baginya 'Tapi, tidak mungkin juga jika ini orang yang disampingku adalah dirinya.''Alhamdulillah....' Desisnya lirih setelah berhasil mendorong kepala pria itu."Awwww...." Ucap pria itu.Hanna begitu kaget karena suara bass lelaki disampingnya benar-benar mirip seperti suara Arsyad. "Minum__"Lagi orang disampingnya berbicara. Hanna mencoba u
Casandra memejamkan kedua matanya. Rasa sakit atas ucapan sang ayah kembali terngiang-ngiang di telinganya. Berkali-kali dirinya mendapatkan peringatan dari kedua orang tuanya agar bertahan dengan Arsyad. Tidak peduli pria itu mencintai Casandra atau tidak. Yang terpenting dia harus bertahan agar gelontoran dana dari Arsyad setiap bulan tetap mengalir di kantor Hermawan.Dan Casandra membuktikan hal itu hingga malam ini. Karena ternyata ini adalah malam terkahirnya menjadi nyonya Arsyad Gafi. Dan ternyata Casandra merasakan sakit juga saat mendengar talak dari Arsyad."Aah shit!! Kamu benar-benar keterlaluan mas Arsyad. Aku pastikan perceraian ini akan membuatmu menyesal seumur hidup!" Gerutunya lirih. Sorot matanya menyiratkan api kemarahan yang begitu besar.Perempuan muda itu membuka lemari dan mengeluarkan beberapa bajunya. Ia harus segera pergi dari rumah ini. Bertahan disini juga akan percuma. Lebih baik baginya untuk segera meninggalkan rumah megah ini dan menyiapkan rencana ya
Pov AuthorBila aku harus mencintaiDan berbagi hati, itu hanya denganmuNamun bila ku harus tanpamuAkan tetap kuarungi hidup tanpa cintaSuara alunan musik dari grub band Element menjadi teman Hendro pagi ini. Dia begitu menghayati setiap lirik yang terlantun di lagu itu. Seolah-olah dirinya kini tengah mengalami patah hati yang teramat dalam."Oh mbak Hanna-ku, belum juga sehari ditinggal. Tapi, hati Hendro sudah rindu seperti ini. Apakah ini yang dinamakan cinta. Dekat terasa malu, jauh terasa amat rindu." ucap Hendro."Mas Hendro, mas Hendro. Kekasih bukan, gebetan juga bukan. Gimana bisa sampean rindu sama mbak Hanna? Aneh sampean itu..." Ujar Wulan.Saat ini Wulan dan Hendro sedang berada di taman. Hendro sibuk membersihkan mobil dan Wulan sibuk mencabut rumput yang sudah mulai tumbuh dan menganggu bunga-bunga yang dulu ditanam oleh almarhumah ibu Arsyad."Sepertinya sainganku kali ini tidak main-main. Tidak bisa dianggap remeh. Dan aku harus melakukan jalan satu-satunya yang b
Pov HannaSampai dihalaman rumah, aku melihat mobil Rudy sudah terparkir. Aku yakin dia sudah tiba sejak tadi. Pria itu selalu bersemangat saat datang ke rumah. Dan entah mengapa setiap kali Rudy datang, aku selalu merasa tak enak hati padanya. Mungkin, sudah saatnya aku memberi jawaban atas pertanyaannya selama ini. Menikah! Ya, Rudy sudah beberapa kali mengajukan pernyataan itu padaku. Namun, sampai detik ini aku masih menggantung perasaannya. Aku hanya belum siap memulai hubungan ke jenjang yang lebih serius dengan Rudy. Selama ini aku sudah menganggap dia seperti saudaraku sendiri. Meskipun, aku sudah membuka hatiku untuknya namun, tetap saja perasaanku masih tetap sama seperti dulu.Orang bijak pernah berkata, bahwa akan mudah bagi kita untuk jatuh cinta pada orang lain yang wajahnya sama dengan seseorang di masa lalu yang pernah kita cinta. Namun, ternyata itu tidak berlaku padaku. Wajah Rudy memang begitu mirip dengan mas Hardian. Tapi, rasa yang ada dihatiku tidaklah sama. Ba
"Loe kenapa San? Muka bete kayak gitu?"Casandra menghempaskan bokongnya dengan kesal ke kursi makan di rumah sahabatnya. Noura, sahabat sekaligus rekan bisnisnya di butik yang ada di Bandung.Terdengar hembusan napas yang besar darinya. Kepalanya bersandar pada kursi dan mendongak ke atas. Keduanya matanya terpejam meresapi semua kejadian yang dia alami. Belum ada 24 jam, namun bertubi-tubi kesialan datang padanya. Perceraian dan juga kemarahan dari ayahnya."Muka loe juga kenapa itu? Arsyad mukul loe?" Tanya Noura, heran melihat kedua pipi Casandra terlihat memar kebiruan.Sandra bergeming. Namun, tak lama gelengan kepala menjadi jawaban atas pertanyaan Noura."Bokap gue yang melakukan ini. Semalam gue di talak sama Arsyad." Sahutnya lirih.Noura melotot dengan tajam. Seolah-olah kedua bola matanya akan keluar begitu saja. Kaget, tentu saja sahabat Casandra itu begitu kaget dengan apa yang baru saja dikatakan oleh sahabatnya."Loe ga bohong, kan?"Casandra menggeleng dengan cepat."
"Assalamualaikum....""Wa'alaikumsalam.... Nak Hardian?" Ucap Muchlis. Lelaki yang memakai tongkat dan kacamata itu mungkin lupa bahwa yang ada dihadapannya sekarang bukanlah calon menantunya yang dulu."Maaf, maafkan bapak. Maksud bapak Nak Rudy. Wajah kalian begitu mirip, bapak sampai tidak bisa membedakannya. Kapan kamu pulang dari Makassar, nak?"Muchlis menyambut uluran tangan Rudy. Pria muda itu mencium tangan calon ayah mertuanya dengan khidmat. Rudy dan Hardian adalah dua saudara yang memiliki wajah hampir sama. Bahkan, orang sering mengira bahwa mereka kembar. Yang membedakan hanya postur tubuh Rudy lebih besar dan tinggi daripada Hardian. Dan pria itu juga memakai kacamata. Hanya itu saja yang membedakan mereka. Selebihnya wajah mereka benar-benar mirip."Tadi malam pak, sebenarnya rencana mau pulang bareng sama Hanna. Tapi, dia mendadak ada kerjaan yang tidak bisa ditunda. Jadi, Rudy pulang lebih dulu tanpa menunggu Hanna.""Iya, kemarin dia juga telpon begitu, katanya diru
"Di rumah ada siapa saja Hanna?""Hah?" Hanna menoleh dengan wajah sedikit bingung. Sepanjang perjalanan tadi dia dan Arsyad tak banyak bicara. Mereka berdua terlalu sibuk dengan isi pikiran masing-masing. Dan kini secara tiba-tiba Arsyad mulai membuka obrolan setelah tadi mereka berhenti sholat subuh di Masjid."Di rumah hanya ada bapak dan ibu. Dua saudara saya semua ikut suaminya ." sahut Hanna sedikit acuh. Kedua netranya kembali menatap ke arah jendela. Baginya melihat ramainya jalanan jauh lebih mengasyikkan ketimbang harus mengobrol dengan majikannya yang dinilai Hanna memiliki sikap aneh sejak pertemuan pertama mereka."Kalau gitu keponakanku pasti sudah banyak. Aah senangnya punya ponakan. Pasti rumah terasa ramai sekali.. Mereka ada berapa Hanna? Mungkin aku harus menyiapkan hadiah untuk mereka." Ucap Arsyad, senang.Hanna kembali menoleh dan melotot tajam mendengar ucapan absurd Arsyad. Entah pria itu sengaja atau hanya sekedar iseng agar membuat atensi Hanna kembali fokus
"Astaga, aku sampai lupa belum memberitahu Rudy kalau aku tidak jadi pulang sekarang. Semua gara-gara Tuan Arsyad. Apa yang sebenarnya dulu terjadi antara aku dan dia? Mengapa sedikitpun aku tidak ingat sama sekali tentang dia? Mana sikapnya absurd sekali." Gerutunya lirih.Hanna memandang dengan gamang ponsel yang sudah berdering dua kali itu. Disatu sisi hatinya ia tetap ingin bersikap baik pada pria itu. Tapi, disatu sisi hatinya yang lain Hanna tidak bisa berbohong bahwa ia tak mencintai Rudy sama sekali. Tapi, karena pria itu telah begitu lama mengungkapkan perasaannya, Hanna menjadi tak enak hati untuk menolaknya. Meskipun, tak jarang pula ia selalu berkata pada Rudy bahwa rasa itu belum ada sama sekali. Tapi, nyatanya adik dari mantan kekasih Hanna itu sama sekali tak peduli dengan hal itu. Dia tetap maju untuk mengejar cinta Hanna.Hardian dan Rudy adalah dua saudara yang memiliki wajah begitu mirip, bagaikan kembar. Dan seharusnya itu menjadi hal mudah untuk Hanna mencintainy
Arsyad mendongakkan kepalanya. Bukan hujan yang sudah mulai reda, namun ada payung yang kini tengah melindunginya dari tetesan air hujan. Memberinya perlindungan ditengah derasnya air yang turun membasahi bumi."Berteduh dibawah pohon seperti ini tidak baik. Nanti jika ada angin dan ada petir kamu bisa dalam bahaya dan mungkin bisa terluka. Sebaiknya mencari tempat berteduh yang aman saja." Ucap gadis kecil itu. Dia juga menunjuk dengan ekor matanya ke arah bangunan yang ada disampingnya. Dimana disana terdapat banyak wisatawan dan juga anak-anak yang sedang berteduh.Arsyad menoleh pada gadis itu. Menatap wajah itu dengan rasa yang tidak bisa dijabarkan oleh anak sekecil dirinya. Heran dan juga bingung. Heran mengapa ada yang berani mendatangi dirinya. Bingung, harus membalas ucapan gadis didepannya ini seperti apa.Namun, dalam pandangan matanya dia melihat gadis itupun begitu cantik dan manis. Gadis yang memakai kaos warna pink dengan gambar boneka itu memiliki mata hitam yang inda
Casandra memejamkan kedua matanya. Rasa sakit atas ucapan sang ayah kembali terngiang-ngiang di telinganya. Berkali-kali dirinya mendapatkan peringatan dari kedua orang tuanya agar bertahan dengan Arsyad. Tidak peduli pria itu mencintai Casandra atau tidak. Yang terpenting dia harus bertahan agar gelontoran dana dari Arsyad setiap bulan tetap mengalir di kantor Hermawan.Dan Casandra membuktikan hal itu hingga malam ini. Karena ternyata ini adalah malam terkahirnya menjadi nyonya Arsyad Gafi. Dan ternyata Casandra merasakan sakit juga saat mendengar talak dari Arsyad."Aah shit!! Kamu benar-benar keterlaluan mas Arsyad. Aku pastikan perceraian ini akan membuatmu menyesal seumur hidup!" Gerutunya lirih. Sorot matanya menyiratkan api kemarahan yang begitu besar.Perempuan muda itu membuka lemari dan mengeluarkan beberapa bajunya. Ia harus segera pergi dari rumah ini. Bertahan disini juga akan percuma. Lebih baik baginya untuk segera meninggalkan rumah megah ini dan menyiapkan rencana ya
Hanna merasa tidurnya belum terlalu lama. Tapi, pundak kirinya terasa begitu berat seolah sedang membawa karung beras. Ingin bergerak rasanya begitu sulit. Pelan-pelan ia mencoba membuka matanya yang masih mengantuk.'Ternyata aku memang sedang membawa beban.' Batin Hanna dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya. Sekali lagi ia mencoba melihat beban apa yang dibawanya. Dan kedua mata indah itu langsung terbuka lebar saat melihat kepala seorang pria yang tertutup topi.'Siapa dia? Kenapa seenak jidat tidur dibahuku?' Hanna berusaha mendorong kepala pria itu agar berpindah dari bahunya. Namun, aroma wangi dari tubuh pria ini sangat tidak asing baginya 'Tapi, tidak mungkin juga jika ini orang yang disampingku adalah dirinya.''Alhamdulillah....' Desisnya lirih setelah berhasil mendorong kepala pria itu."Awwww...." Ucap pria itu.Hanna begitu kaget karena suara bass lelaki disampingnya benar-benar mirip seperti suara Arsyad. "Minum__"Lagi orang disampingnya berbicara. Hanna mencoba u