Home / Fantasi / Cintaku 100 Hari / Bab 6 (TERUNGKAP

Share

Bab 6 (TERUNGKAP

last update Last Updated: 2025-03-01 12:02:12

Di antara lautan murid yang berhamburan keluar gerbang sekolah, akhirnya matanya menangkap sosok yang dicarinya. Zira. Gadis itu berjalan dengan langkah pelan, seakan tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Saat Zalleon dan Zira akhirnya berpapasan, sejenak waktu terasa melambat. Mata mereka bertemu, saling menatap, seolah-olah ada sesuatu yang ingin mereka ungkapkan, tetapi tak satu pun kata keluar dari bibir mereka.

Dengan langkah mantap, Zalleon akhirnya menghampiri Zira. Jantung mereka berdegup kencang, seakan ada sesuatu yang menghubungkan mereka lebih dari sekadar pertemuan biasa.

"Zira," panggil Zalleon pelan.

Zira menatapnya, jantungnya berdegup semakin cepat. Ada sesuatu di wajah Zalleon yang membuatnya gelisah. "Ada apa, Leo?" tanyanya dengan suara sedikit gemetar.

Zalleon menatap mata Zira dengan serius. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu," ucapnya pelan namun tegas.

Zira langsung menatapnya penuh tanya. "Bicara apa?"

Zalleon menarik napas dalam, lalu melirik sekeliling. Tempat itu terlalu ramai, terlalu terbuka.

"Bukan di sini," katanya pelan. "Tempat ini terlalu ramai. Ikut aku."

Zira terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan.

Mereka berjalan menuju belakang sekolah yang sepi, jauh dari hiruk-pikuk para siswa yang pulang. Hanya ada mereka berdua di sana. Zalleon berdiri di depan Zira, menatapnya dalam diam sebelum akhirnya berbicara.

"Zira..." Zalleon menatap pergelangan tangan Zira dengan ekspresi serius. "Lambang itu..."

Zira terkejut, mengikuti arah tatapan Zalleon. Lambang aneh di pergelangan tangannya kembali bersinar, membuatnya panik. Dengan cepat, dia mencoba menutupi cahaya itu agar Zalleon tidak melihatnya.

"Jangan takut!" ujar Zalleon cepat. "Cahaya itu, hanya kita yang bisa melihatnya."

Zira menatap Zalleon dengan mata membulat. "Leo… Kamu tahu tentang lambang ini?"

Zalleon mengangguk. "Iya, aku tahu."

"Bagaimana bisa?" tanya Zira, semakin penasaran.

"Karena lambang itu milikku!"

Zira terperanjat. "Apa?!"

"Lambang itu milikku,dan aku kehilangan lambang dan kekuatanku, dan ternyata lambang serta kekuatanku ada di kamu..." kata Zalleon dengan nada serius.

Zira mengerutkan kening. "Bagaimana bisa lambang ini ada padaku?"

"Karena ini adalah ujian dari dewa yang harus aku lewati."

Zira terdiam sesaat, lalu tiba-tiba tertawa. “Haha... Ya ampun, Leo! Cerita kamu lucu juga!”

Zalleon mengernyit, wajahnya serius. “Zira, aku tidak sedang bercanda. Aku serius.”

“Hahaha… Leo, sudah ah. Sepertinya aku sudah dijemput!” ucap Zira, lalu berbalik hendak pergi.

Namun langkahnya terhenti ketika Zalleon tiba-tiba memegang tangannya, menghentikannya.

Dan saat itu juga, lambang di pergelangan tangan Zira kembali bersinar-lebih terang dari sebelumnya, memancarkan cahaya hangat dari sela-sela jemari Zalleon yang menggenggam tangannya erat.

Zira terpaku. Matanya membelalak menatap cahaya yang tak biasa itu, sementara Zalleon tetap memegang tangannya erat, tak membiarkan Zira pergi.

“Zira… jangan pergi,” bisik Zalleon, suaranya pelan namun penuh harap. “Percayalah padaku. Lihatlah… lambang ini bercahaya. Apakah aku masih terlihat seperti sedang berbohong?”

Zira menatap Zalleon dan cahaya yang terpancar dari lambangnya. Tawa yang tadi mewarnai wajahnya kini lenyap. Yang tersisa hanyalah keheningan… dan kebingungan yang menghiasi sorot matanya.

Zalleon menghela napas, dengan ketidak percayaan Zira. "Apakah kamu masih kurang percaya?" tanyanya, nada suaranya sedikit kesal.

Tanpa menunggu jawaban, Zalleon menatap Zira dengan tenang. Tanpa berkata apa-apa, ia melambaikan jarinya ke udara, membuat gerakan kecil namun penuh makna. Seketika, kursi di sebelah mereka mulai melayang perlahan, seolah ditarik oleh kekuatan tak kasat mata.

Zira membelalakkan mata, hatinya berdegup kencang. "Bagaimana kau melakukan itu…?" bisiknya, masih tak percaya.

Zalleon tetap diam, membiarkan keheningan berbicara. Ia tahu, kali ini Zira tidak bisa lagi menyangkal kenyataan.

Zira mundur selangkah, matanya masih terpaku pada kursi yang melayang di udara. Napasnya memburu, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Rasa takut dan rasa ingin tahu beradu dalam dirinya.

"Bagaimana itu bisa terjadi, Leo?" suaranya bergetar.

Zalleon menurunkan tangannya perlahan, membuat kursi itu kembali ke tempatnya tanpa suara. Ia menghela napas, lalu menatap Zira dengan mata tajam namun lembut.

"Aku sudah bilang bahwa lambang dan kekuatan itu milikku. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk menunjukkan ini," katanya pelan.

Zira menelan ludah, pikirannya berkecamuk. "Siapa kamu sebenarnya...?"

Zalleon terdiam. Tatapannya menerawang, seolah sedang bergulat dengan pikirannya sendiri. Butuh beberapa detik sebelum akhirnya ia membuka suara-pelan, nyaris berbisik.

"Aku... aku... sebenarnya..." la menarik napas dalam-dalam, lalu menunduk sejenak sebelum akhirnya berani menatap Zira.

"Aku... seorang malaikat."

Sejenak, hanya angin yang berbisik di antara mereka. Zira ingin menyangkal, ingin tertawa dan menganggap ini semua lelucon. Tapi tidak bisa. Ia melihatnya dengan mata kepala sendiri. Zalleon baru saja melakukan sesuatu yang mustahil.

"Leo… tapi bagaimana bisa lambang dan kekuatanmu ada padaku?" tanyanya, kebingungan.

Zalleon menatapnya dalam-dalam sebelum menjawab, "Karena Dewa sedang mengujiku."

Keheningan kembali menyelimuti mereka,hanya suara detak jantung Zira yang menggema di telinganya. Apa yang baru saja ia dengar mengubah segalanya.

Zira menunduk, menatap lambang di pergelangan tangannya. "Lalu… apa yang akan terjadi denganku?"

"Kamu harus mengembalikan lambang dan kekuatanku," kata Zalleon.

Zira ragu. "Bagaimana caranya?"

"Ulurkan tanganmu," kata Zalleon. "Aku akan mengambilnya kembali."

Zira menatapnya sejenak, lalu perlahan mengulurkan tangannya.

Zalleon langsung menggenggam pergelangan tangannya, tepat di atas lambang yang bersinar.

Seketika, cahaya itu menyala semakin terang. Zalleon memejamkan mata, merasakan energi mengalir ke dalam tubuhnya.

Zira tersentak. Angin mendadak berhembus lebih kencang, langit berubah mendung, suara petir menggelegar di kejauhan.

Dan seketika Tubuh Zira mulai melemah. Napasnya tersengal, kepalanya terasa pusing. Ia berusaha bertahan, tetapi kekuatan tubuhnya menghilang.

"D-ada apa ini…?" suaranya melemah. Pandangannya mulai kabur.

Dan dalam hitungan detik semuanya menjadi gelap.

Zalleon membuka mata tepat saat tubuh Zira hampir jatuh. Dengan refleks, ia langsung menangkapnya sebelum gadis itu jatuh ke tanah.

"Zira…!" Zalleon menatap wajah pucatnya dengan cemas.

Tanpa pikir panjang, ia menggendong Zira dan bergegas membawanya ke UKS. Hatinya diliputi kegelisahan.

Namun, saat ia menatap lambang di pergelangan tangan Zira, jantungnya terkejut.

Cahayanya memudar.

Lambang itu belum kembali sepenuhnya.

Zalleon menggigit bibirnya, merasa ada sesuatu yang salah. Kenapa kekuatannya belum juga kembali?

Di dalam pelukannya, Zira tetap terdiam tak sadarkan diri.

Zalleon berlari menyusuri koridor sekolah, menggendong Zira yang tak sadarkan diri di pelukannya. Napasnya memburu, pikirannya penuh kebingungan. Seharusnya setelah ia mengambil kembali kekuatannya, semuanya akan kembali normal. Tapi mengapa lambangnya belum kembali sepenuhnya?

Setibanya di UKS, ruangan itu kosong. Dengan hati-hati, ia membaringkan Zira di ranjang dan menyentuh dahinya. Dingin.

"Zira..." gumamnya pelan, mencoba membangunkannya. Tapi gadis itu tetap diam.

Matanya beralih ke pergelangan tangan Zira. Lambang itu masih ada, meskipun cahayanya semakin redup.

"Kenapa belum kembali...?" Zalleon mengepalkan tangan, frustrasi menggerogoti dirinya. Jika ini bukan kesalahan pada dirinya, lalu apa yang menahan lambang itu?

Di luar, suara petir menggelegar di kejauhan. Langit tampak semakin mendung, seolah mencerminkan kegelisahan di hatinya.

"Aku harus menemukan jawabannya."

Saat itu juga, Zira mengerang pelan.

"Zira?" Zalleon langsung menegang.

Kelopak mata gadis itu perlahan terbuka. Tatapannya kosong, wajahnya masih pucat.

"Leo...?" suaranya nyaris tak terdengar.

Zalleon mengangguk, mencoba tersenyum meskipun pikirannya masih kacau. "Aku di sini."

Zira mencoba menggerakkan tangannya, tapi tubuhnya terlalu lemah. Ia menatap pergelangan tangannya yang masih memiliki lambang samar.

"Apa yang terjadi?" tanyanya pelan.

Zalleon menghela napas. "Aku sudah mencoba mengambil kembali kekuatanku, tapi... sepertinya ada sesuatu yang menahannya."

Zira menatapnya dalam. "Jadi... kekuatan itu masih ada padaku?"

Zalleon mengangguk. "Sebagian, tapi lebih lemah dari sebelumnya."

Zira terdiam, mencoba mencerna semuanya. Dengan usaha besar, ia mencoba duduk, dan Zalleon dengan sigap membantunya.

"Jangan memaksakan diri," katanya khawatir.

"Aku baik-baik saja," Zira mencoba tersenyum, meski wajahnya masih pucat. "Jadi... kalau kekuatanmu belum kembali sepenuhnya, berarti masih ada yang harus kita lakukan?"

Zalleon menatapnya tajam. "Iya. Aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Zira menelan ludah. "Dan kalau ini ada hubungannya dengan sesuatu yang lebih besar... berarti aku dalam bahaya, kan?"

Zalleon terdiam sejenak. Ia tidak ingin mengatakan itu, tapi Zira pasti sudah menyadarinya.

"Kita akan mencari cara untuk melindungimu," katanya akhirnya.

Zira mengangguk pelan. "Kalau begitu... kita harus cari tahu secepatnya."

Saat itu juga, pintu UKS mendadak terbuka.

Zalleon langsung menoleh, berjaga-jaga jika itu ancaman. Tapi yang masuk hanyalah seorang siswa laki-laki dengan seragam berantakan.

"Hei, ada orang di sini?" tanya siswa itu.

Zalleon menghela napas lega. "Iya, ada. Ada yang bisa aku bantu?"

Siswa itu menatap mereka dan mengangkat alis. "Kalian ngapain di sini? Pacaran?"

Zira dan Zalleon langsung membelalakkan mata.

"Bukan!" jawab mereka bersamaan.

Siswa itu tertawa kecil. "Santai, aku cuma bercanda. Aku disuruh ke sini gara-gara kecapekan habis bantu-bantu osis."

Zalleon hanya mengangguk kecil, enggan banyak bicara.

Zira menoleh ke arahnya dan berbisik, "Aku harus pulang."

Zalleon mengangguk. "Kau sudah merasa lebih baik?"

Zira mencoba menggerakkan tubuhnya. "Aku bisa jalan," katanya.

Mereka pun meninggalkan UKS dan berjalan menuju tempat parkir.

"Leo," panggil Zira pelan. "Kita mau ke mana?"

"Ke tempat parkir motor," jawab Zalleon.

"Ngapain?"

"Aku akan mengantarmu pulang."

Zira menggeleng. "Ah, tidak usah, Leo. Aku akan menelepon orang tuaku untuk menjemputku."

Zalleon menatapnya dengan serius. "Biarkan aku mengantarmu!"

Akhirnya, Zira setuju. "Hmm... baiklah."

Setibanya di tempat parkir, Zalleon berhenti melangkah, memastikan tidak ada siapa pun di sekitar mereka. Ia menatap Zira serius.

"Aku harus mencoba sesuatu," katanya.

Zira mengernyit. "Mencoba apa?"

Zalleon mengulurkan tangannya. "Pegang tanganku."

Zira ragu sejenak, tetapi akhirnya meletakkan tangannya di atas tangan Zalleon.

Seketika, hawa hangat menyelimuti mereka berdua. Cahaya samar muncul dari lambang di pergelangan tangan Zira, lalu perlahan merambat ke tangan Zalleon.

Zalleon menutup mata, mencoba merasakan aliran energi itu. Tapi saat cahaya semakin terang—

"Aaakh!" Zira tiba-tiba menjerit dan menarik tangannya.

Zalleon terkejut. "Zira! Apa yang terjadi?"

Zira memegangi pergelangan tangannya, wajahnya menunjukkan rasa sakit yang luar biasa.

"Rasanya seperti... terbakar!" katanya dengan napas tersengal.

Zalleon menggigit bibir. "Berarti ada sesuatu yang menghalangi. Ada kekuatan lain yang menahan lambang itu agar tidak kembali padaku."

Zira menatapnya dengan mata khawatir. "Kekuatan lain? Maksudmu... ada yang mengontrol ini?"

Zalleon mengangguk serius. "Mungkin saja. Tapi aku tidak tahu apa penyebabnya."

Zira terdiam. Mereka sama-sama tidak punya jawaban.

Namun tiba-tiba, sebuah ide melintas di benaknya.

“Bagaimana kalau kamu bertanya pada seseorang yang mungkin tahu tentang lambang ini?” ujarnya pelan. “Tapi… apakah ada orang lain selain aku yang tahu?”

Zalleon termenung sejenak, lalu mengangguk perlahan. “Ada. Seseorang yang mungkin bisa membantu.”

“Siapa?” tanya Zira, alisnya mengerut penasaran.

Zalleon menatap langit yang mulai diselimuti gelapnya senja. “Sang Cahaya.”

Zira tampak bingung. “Sang Cahaya? Siapa dia?”

“Dia adalah pembimbingku. Sang Cahaya diturunkan oleh dewa untuk menuntunku selama aku berada di dunia ini,” jelas Zalleon dengan suara yang lembut namun serius.

Zira masih terlihat ragu, tapi akhirnya mengangguk. “Baiklah. Semoga dia punya jawaban.”

Langit semakin gelap. Awan hitam bergulung, dan petir kembali menggelegar di kejauhan. Zalleon memandang ke atas dengan sorot mata dalam.

“Semoga saja,” gumamnya.

Namun, jauh di lubuk hatinya, ia merasakan ada sesuatu yang jauh lebih besar sedang menanti mereka. Sesuatu yang belum mereka sadari sepenuhnya… dan mungkin akan mengubah segalanya.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Cintaku 100 Hari   Bab 7 (Perjalanan yang Berbeda)

    Langit masih kelabu ketika Zalleon menyalakan mesin motornya. Suara knalpot menderu pelan, mengisi kesunyian yang melingkupi mereka. Zira berdiri di sampingnya, sedikit ragu."Kau yakin ingin mengantarku?" tanyanya lagi.Zalleon menoleh, menatapnya serius. "Aku sudah bilang, aku tidak bisa membiarkanmu sendirian setelah apa yang terjadi."Zira menggigit bibirnya, lalu akhirnya menghela napas. "Baiklah..."Dengan sedikit canggung, ia menaiki motor dan duduk di belakang Zalleon. Tangannya ragu-ragu sebelum akhirnya dengan pelan memegang ujung jaket Zalleon."Pegang yang erat," ujar Zalleon tanpa menoleh.Zira mengangguk dan merapatkan pegangannya sedikit lebih kuat. Dalam sekejap, motor melaju meninggalkan sekolah, menyusuri jalanan kota yang mulai diselimuti kabut tipis.Hanya suara mesin dan angin yang mengiringi perjalanan mereka. Zira menatap punggung Zalleon, pikirannya masih dipenuhi kejadian tadi. Lambang itu... kekuatan itu... dan fakta bahwa Zalleon adalah seorang malaikat.Ses

    Last Updated : 2025-03-03
  • Cintaku 100 Hari   Bab 8 (Berdua di Atas Roda)

    Pagi itu, sinar matahari yang masuk melalui celah jendela membangunkan Zira dari tidurnya. Ia menggeliat pelan, mencoba mengusir rasa kantuk yang masih tersisa. Malam tadi terasa panjang, penuh ketegangan yang masih meninggalkan jejak di pikirannya.Ia duduk di tepi tempat tidur, mengusap wajahnya perlahan. Matanya menyapu sekeliling kamar, mencari seseorang yang semalam ada di sana."Ke mana Leo? Apakah dia sudah pergi?" gumamnya pelan.Namun, yang ia temukan hanya kesunyian. Tatapannya beralih ke lambang di tangannya. Masih sama. Tidak bersinar, tidak berubah. Seakan tidak ada yang terjadi.Entah kenapa, perasaan campur aduk memenuhi dadanya. Apakah semua yang ia rasakan hanya ilusi?Zira menghela napas panjang. Ia bangkit dari tempat tidur, merapikan rambutnya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menghadapi hari baru.Begitu turun ke ruang makan, aroma nasi goreng yang menggugah selera menyambutnya. Ibunya tengah sibuk di dapur, seperti biasa.“Kamu kelihatan capek,

    Last Updated : 2025-03-03
  • Cintaku 100 Hari   Bab 9 (Cahaya di Tengah Malam)

    Matahari mulai tenggelam, meninggalkan semburat jingga di langit saat motor Zalleon melaju pelan di sepanjang jalan. Angin sore berembus lembut, menerbangkan helaian rambut Zira yang keluar dari helmnya.Zira, yang duduk di belakang Zalleon, mencoba menjaga jarak sejauh mungkin, tapi motor sport yang mereka naiki tidak memberinya banyak pilihan.“Jangan terlalu mundur, nanti jatuh,” kata Zalleon, menyeringai kecil.“Aku nggak bakal jatuh,” sahut Zira cepat.“Oh ya?”Zalleon tiba-tiba menarik gas sedikit, membuat motor bergerak lebih cepat.Zira yang kaget refleks berpegangan erat pada jaket Zalleon. “H-Hey! Apa-apaan sih?! Mau bikin aku jatuh beneran?”Zalleon tertawa kecil. “Katanya nggak bakal jatuh?”Zira mendengus kesal, pipinya memanas karena malu. Ia berusaha melepas tangannya lagi, tapi motor sedikit berbelok, membuatnya kembali berpegangan erat.Zalleon tertawa, sementara Zira terus menggerutu sepanjang perjalanan. Namun, di balik wajah kesalnya, ada senyuman kecil yang tak bi

    Last Updated : 2025-03-04
  • Cintaku 100 Hari   Bab 10 (Perlahan Semakin Dekat)

    Keesokan harinya di pagi hari,Zira berjalan santai keluar dari rumahnya, siap berangkat ke sekolah seperti biasa. Tapi, baru beberapa langkah, suara motor yang terlalu familiar tiba-tiba berhenti tepat di sampingnya."Pagi, Zira!"Zira menoleh dan langsung mendapati Zalleon duduk di atas motornya dengan gaya santai, helm tergantung di setang.Zira melipat tangan. "Kenapa kamu di sini?"Zalleon tersenyum lebar. "Jemput kamu, dong."Zira menghela napas. "Aku bisa jalan sendiri.""Tapi hatiku nggak bisa tenang kalau nggak jemput kamu."Zira menatapnya tanpa ekspresi. "Aku nggak butuh dijemput."Zalleon pura-pura berpikir, lalu mendesah dramatis. "Hmm... kalau aku biarin kamu jalan sendiri, gimana kalau tiba-tiba ada sesuatu yang melukai kamu?"Zira mengernyit bingung. "Hah? Sesuatu? Maksudnya?"Zalleon tersenyum kecil, berusaha mengalihkan. "Ya, mana tahu tiba-tiba ada kucing liar yang ngamuk atau... lubang di jalan yang bikin kamu kepleset. Bisa bahaya."Zira menatapnya dengan curiga. "

    Last Updated : 2025-03-30
  • Cintaku 100 Hari   Bab 11 (Harapan di Bawah Bintang)

    Matahari mulai meninggi, sinarnya menembus kaca jendela kelas, menerangi setiap sudut ruangan. Zira duduk di bangkunya dengan tatapan kosong ke arah papan tulis. Guru matematika sedang menjelaskan sebuah rumus yang cukup rumit, tetapi pikirannya masih terbayang kejadian pagi tadi.Sara dan gengnya semakin terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya. Itu membuatnya merasa sedikit tertekan, tetapi ia berusaha mengabaikannya.Di sebelahnya, Manda mencolek lengannya. "Zira, kamu dengerin nggak?"Zira tersentak dari lamunannya. "Eh? Apa?"Manda menghela napas. "Kita lagi bahas materi ini. Kamu kelihatan nggak fokus banget dari tadi."Zira tersenyum kecil. "Aku baik-baik aja, kok."Lia, yang duduk di depan mereka, menoleh sebentar dan menatap Zira dengan penuh perhatian. "Kalau ada apa-apa, jangan dipendam sendiri, ya."Zira mengangguk pelan. Meski masih merasa sedikit gelisah, ia merasa tenang karena memiliki teman-teman yang peduli.***Beberapa jam kemudin Bel pulang sekolah akhirnya be

    Last Updated : 2025-03-30
  • Cintaku 100 Hari   Bab 12 (Antara Cinta dan Ketakutan)

    Suasana sekolah pagi itu terasa lebih sibuk dari biasanya. Zira berjalan menuju kelas dengan pikiran yang masih dipenuhi kejadian kemarin. Taman yang indah, percakapan dengan Zalleon, dan perasaan aneh yang semakin tumbuh di hatinya semuanya terasa begitu nyata.Zira menggigit bibirnya pelan. Ia mulai menyadari betapa pentingnya Zalleon dalam hidupnya. Tapi satu hal yang masih mengganggunya apakah Zalleon benar-benar memiliki perasaan yang sama? Atau apakah ia hanya bersikap baik padanya karena alasan lain?Saat Zira melamun di bangkunya, Manda dan Lia menghampirinya dengan wajah penasaran."Zira, kamu kenapa? Dari tadi diem aja," tanya Manda sambil menatapnya curiga.Lia ikut menyelidik. "Kamu mikirin siapa?"Zira tersentak. "Eh? Enggak! Aku cuma... ya, kepikiran aja."Manda dan Lia saling berpandangan lalu tertawa kecil. "Kalau bukan 'seseorang', kenapa wajah kamu merah begitu?" goda Lia.Zira langsung menutupi wajahnya dengan buku. "Sudahlah, jangan ganggu aku!"Tawa mereka masih t

    Last Updated : 2025-04-14
  • Cintaku 100 Hari   Bab 13 (Dekat, Namun Jauh)

    Zira masih bisa merasakan dinginnya air yang membasahi seragamnya saat ia duduk di kelas. Meskipun mata pelajaran sudah dimulai, pikirannya tetap melayang ke kejadian tadi. Tatapan tajam Sara, ejekan gengnya, serta tangan kuat Zalleon yang menariknya keluar dari sana semuanya masih terasa nyata.Ia melirik ke samping. Zalleon duduk di kursinya, wajahnya tetap tenang seperti biasa, tapi ada sesuatu di matanya yang membuat Zira tahu bahwa dia masih marah.Bel pulang akhirnya berbunyi. Semua siswa segera berkemas dan keluar dari kelas. Zira masih memasukkan bukunya ke dalam tas ketika Manda dan Lia mendekat.“Zira, kamu beneran nggak papa?” tanya Manda.Zira tersenyum kecil. “Aku baik-baik aja, kok.”Lia menghela napas. “Kalau ada apa-apa, bilang sama kami ya. Jangan diam sendiri.”Zira mengangguk pelan. Manda dan Lia akhirnya berpamitan lebih dulu. Saat mereka pergi, Zira menoleh ke arah Zalleon yang sudah berdiri di samping mejanya."Aku antar pulang," katanya singkat.Zira tersenyum d

    Last Updated : 2025-04-14
  • Cintaku 100 Hari   Bab 14 (Kejutan yang Tak Terduga)

    Keesokan hari di pagi itu, Zira bangun dari tidurnya dengan perasaan campur aduk. Tidur semalam terasa tidak nyenyak, dan pikirannya terus teringat pada Zalleon. Kata-katanya, tindakannya, semuanya seolah terus terputar dalam benaknya.Zira berusaha menepis pikiran itu, berangkat lebih awal dari biasanya untuk menghindari pertemuan dengan sara dan gengnya. Ia tidak ingin mereka lagi-lagi menambah beban pikirannya. Namun, saat ia melangkah ke halaman sekolah, langkahnya terhenti.Di bawah pohon dekat gerbang, Zalleon sudah berdiri, tampak tenang seperti biasanya, meski ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Zira merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Zalleon tidak pernah memberi tanda bahwa dia akan menunggu, apalagi di pagi hari seperti ini.Dengan enggan, Zira melangkah mendekat, berusaha berpura-pura tidak melihatnya. Namun, Zalleon tidak membiarkannya begitu saja."Kenapa jalannya cepat sekali?" suaranya terdengar jelas, penuh perhatian. Zira berhenti dan menoleh, mencoba untuk

    Last Updated : 2025-04-15

Latest chapter

  • Cintaku 100 Hari   Bab 19 (Tawa, Tatapan, dan Cemburu)

    Hari itu, suasana sekolah terasa lebih ringan dari biasanya. Langit biru cerah terlihat dari jendela-jendela kelas, dan angin semilir bertiup lembut melewati lorong-lorong gedung. Suasana yang biasanya penuh hiruk pikuk kini terasa tenang, seolah sekolah sedang bernapas lega.Zira melangkah santai menyusuri lorong kelas sendirian. Di tangannya, sebuah buku sejarah terbuka, menampilkan halaman yang dipenuhi teks tentang perjuangan kemerdekaan. Ia begitu tenggelam dalam bacaan, keningnya sedikit berkerut, mencoba memahami kalimat-kalimat panjang yang kadang membingungkan.Langkah kakinya pelan dan tenang, seiring dengan matanya yang terus menelusuri baris demi baris. Suara sepatu yang menyentuh lantai keramik sesekali menggema, namun Zira tak memperdulikannya. Fokusnya hanya tertuju pada buku di tangannya.Tanpa ia sadari, dari belakang, langkah kaki lain mulai mendekat. Langkah yang lebih ringan, tapi sengaja dipelankan agar tak terdengar. Sosok itu terseny

  • Cintaku 100 Hari   Bab 18 (Sambutan Hangat)

    Beberapa menit kemudian Motor Zalleon berhenti perlahan di depan rumah sederhana bercat putih itu. Zira turun lebih dulu, melepas helm dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena angin.Zalleon ikut turun, menaruh helm di atas jok motor. Ia menatap rumah itu sebentar, lalu menoleh ke Zira dengan senyuman tenang.“Terima kasih udah nganterin,” ucap Zira pelan.Zalleon hanya mengangguk. “Kapan pun kamu butuh.”Zira baru saja hendak membuka pagar rumah ketika tiba-tiba terdengar suara langkah cepat dari arah jalan. Ia menoleh dan melihat sosok yang tengah berjalan cepat menghampirinya."Ibu?" panggil Zira, sedikit terkejut.Ternyata benar. Seorang wanita paruh baya dengan rambut dikuncir dan tas belanja di tangan sedang melangkah cepat menuju rumah. Begitu melihat Zira, wajahnya langsung berseri. Namun, pandangannya kemudian jatuh pada sosok Zalleon dan langkahnya seketika terhenti.Mata sang ibu melebar. Ia nyar

  • Cintaku 100 Hari   Bab 17 (Ada yang Tak Biasa)

    Setelah pertemuan singkat itu, Zira kembali ke meja dengan langkah pelan dan pikiran yang penuh. Degup jantungnya belum juga normal. Tapi saat melihat Lia dan Manda yang sedang tertawa kecil membahas sesuatu, Zira menahan diri. Ia duduk seperti biasa, mencoba terlihat tenang. “Kamu dari mana aja?” tanya Lia sambil melirik ke arah Zira. Zira tersenyum tipis. “Ambil buku.” “Lama amat,” gumam Manda. “Ngambil buku atau nyari jodoh?” Zira hanya terkekeh kecil, berpura-pura sibuk membuka buku di depannya. Ia memilih diam. Tak ingin menjelaskan apa pun. Bukan karena tak percaya pada mereka, tapi... ada perasaan aneh yang belum bisa ia mengerti. Tentang Brayen. Tentang tatapannya Zira baru saja membuka halaman pertama bukunya, namun suara langkah kaki yang mendekat tiba-tiba menghentikan aktivitas kecilnya. Brayen. Dengan tenang, tanpa berkata apa pun, ia menarik kursi kos

  • Cintaku 100 Hari   Bab 16 (Bayangan di Antara Kita)

    Pagi itu, Zira terbangun dari tidurnya dengan sedikit malas. Sinar matahari yang masuk melalui celah jendela menyilaukan matanya. Dengan gerakan lambat, ia beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah. Saat sedang memasang dasi di lehernya, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamarnya.Tok tok tokTanpa menunggu jawaban, pintu terbuka, menampakkan sosok adiknya, Syafiq, yang berdiri di ambang pintu dengan ekspresi bosan."Kak, turunlah. Ibu sudah menyuruhmu sarapan," katanya dengan nada mendesak.Zira mendengus kesal. "Iya, bawel! Sabar, ini Kakak lagi bersiap!"Syafiq mengangkat bahu. "Baiklah!" katanya sebelum menutup pintu dan pergi.Beberapa menit kemudian, Zira mengambil tasnya dan keluar dari kamar. Ia langsung menuju ruang makan dan duduk di kursinya. Saat sedang menikmati sarapannya, ibunya menatapnya dengan serius."Zira, kapan kamu akan menghadapi ujian tengah semes

  • Cintaku 100 Hari   Bab 15 (Rahasia yang Membakar)

    Zira merasakan dunianya berputar. Pandangannya menjadi kabur, dan tubuhnya terasa semakin lemah. Nafasnya terasa berat, membuatnya sulit untuk tetap sadar.Tubuhnya oleng, hampir terjatuh ke tanah, tetapi dalam sekejap, sepasang tangan kokoh menangkapnya. Zalleon."Zira!" suaranya terdengar cemas. Ia menahan tubuh Zira dengan hati-hati, memastikan gadis itu tidak benar-benar jatuh.Zira ingin mengatakan sesuatu, tetapi kepalanya terlalu pusing untuk berpikir jernih. Lalu, tiba-tiba, rasa panas yang menyakitkan menjalar dari pergelangan tangannya. Seperti api yang membakar kulitnya dari dalam. Ia mengerang pelan, menggigit bibir menahan nyeri.Zalleon melihat itu. Matanya langsung tertuju pada pergelangan tangan Zira. Jaket yang dikenakan Zira sedikit tersingkap, memperlihatkan lambang yang berada di sana berpendar samar, bercahaya merah seperti bara yang menyala.Zalleon terkejut.Ini tidak mungkin… pikirnya. Lambangnya seharusnya tetap pasif, tidak seharusnya bereaksi seperti ini kec

  • Cintaku 100 Hari   Bab 14 (Kejutan yang Tak Terduga)

    Keesokan hari di pagi itu, Zira bangun dari tidurnya dengan perasaan campur aduk. Tidur semalam terasa tidak nyenyak, dan pikirannya terus teringat pada Zalleon. Kata-katanya, tindakannya, semuanya seolah terus terputar dalam benaknya.Zira berusaha menepis pikiran itu, berangkat lebih awal dari biasanya untuk menghindari pertemuan dengan sara dan gengnya. Ia tidak ingin mereka lagi-lagi menambah beban pikirannya. Namun, saat ia melangkah ke halaman sekolah, langkahnya terhenti.Di bawah pohon dekat gerbang, Zalleon sudah berdiri, tampak tenang seperti biasanya, meski ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Zira merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Zalleon tidak pernah memberi tanda bahwa dia akan menunggu, apalagi di pagi hari seperti ini.Dengan enggan, Zira melangkah mendekat, berusaha berpura-pura tidak melihatnya. Namun, Zalleon tidak membiarkannya begitu saja."Kenapa jalannya cepat sekali?" suaranya terdengar jelas, penuh perhatian. Zira berhenti dan menoleh, mencoba untuk

  • Cintaku 100 Hari   Bab 13 (Dekat, Namun Jauh)

    Zira masih bisa merasakan dinginnya air yang membasahi seragamnya saat ia duduk di kelas. Meskipun mata pelajaran sudah dimulai, pikirannya tetap melayang ke kejadian tadi. Tatapan tajam Sara, ejekan gengnya, serta tangan kuat Zalleon yang menariknya keluar dari sana semuanya masih terasa nyata.Ia melirik ke samping. Zalleon duduk di kursinya, wajahnya tetap tenang seperti biasa, tapi ada sesuatu di matanya yang membuat Zira tahu bahwa dia masih marah.Bel pulang akhirnya berbunyi. Semua siswa segera berkemas dan keluar dari kelas. Zira masih memasukkan bukunya ke dalam tas ketika Manda dan Lia mendekat.“Zira, kamu beneran nggak papa?” tanya Manda.Zira tersenyum kecil. “Aku baik-baik aja, kok.”Lia menghela napas. “Kalau ada apa-apa, bilang sama kami ya. Jangan diam sendiri.”Zira mengangguk pelan. Manda dan Lia akhirnya berpamitan lebih dulu. Saat mereka pergi, Zira menoleh ke arah Zalleon yang sudah berdiri di samping mejanya."Aku antar pulang," katanya singkat.Zira tersenyum d

  • Cintaku 100 Hari   Bab 12 (Antara Cinta dan Ketakutan)

    Suasana sekolah pagi itu terasa lebih sibuk dari biasanya. Zira berjalan menuju kelas dengan pikiran yang masih dipenuhi kejadian kemarin. Taman yang indah, percakapan dengan Zalleon, dan perasaan aneh yang semakin tumbuh di hatinya semuanya terasa begitu nyata.Zira menggigit bibirnya pelan. Ia mulai menyadari betapa pentingnya Zalleon dalam hidupnya. Tapi satu hal yang masih mengganggunya apakah Zalleon benar-benar memiliki perasaan yang sama? Atau apakah ia hanya bersikap baik padanya karena alasan lain?Saat Zira melamun di bangkunya, Manda dan Lia menghampirinya dengan wajah penasaran."Zira, kamu kenapa? Dari tadi diem aja," tanya Manda sambil menatapnya curiga.Lia ikut menyelidik. "Kamu mikirin siapa?"Zira tersentak. "Eh? Enggak! Aku cuma... ya, kepikiran aja."Manda dan Lia saling berpandangan lalu tertawa kecil. "Kalau bukan 'seseorang', kenapa wajah kamu merah begitu?" goda Lia.Zira langsung menutupi wajahnya dengan buku. "Sudahlah, jangan ganggu aku!"Tawa mereka masih t

  • Cintaku 100 Hari   Bab 11 (Harapan di Bawah Bintang)

    Matahari mulai meninggi, sinarnya menembus kaca jendela kelas, menerangi setiap sudut ruangan. Zira duduk di bangkunya dengan tatapan kosong ke arah papan tulis. Guru matematika sedang menjelaskan sebuah rumus yang cukup rumit, tetapi pikirannya masih terbayang kejadian pagi tadi.Sara dan gengnya semakin terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya. Itu membuatnya merasa sedikit tertekan, tetapi ia berusaha mengabaikannya.Di sebelahnya, Manda mencolek lengannya. "Zira, kamu dengerin nggak?"Zira tersentak dari lamunannya. "Eh? Apa?"Manda menghela napas. "Kita lagi bahas materi ini. Kamu kelihatan nggak fokus banget dari tadi."Zira tersenyum kecil. "Aku baik-baik aja, kok."Lia, yang duduk di depan mereka, menoleh sebentar dan menatap Zira dengan penuh perhatian. "Kalau ada apa-apa, jangan dipendam sendiri, ya."Zira mengangguk pelan. Meski masih merasa sedikit gelisah, ia merasa tenang karena memiliki teman-teman yang peduli.***Beberapa jam kemudin Bel pulang sekolah akhirnya be

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status