Di lantai dua, pintu kamar ditutup. Wajah Yudha tiba-tiba semakin suram. "Yang dikandung Yara itu anak-anakmu atau bukan?"Felix sedikit terkejut. Dia tidak menyangka Yudha akan membicarakan soal itu lagi.Dia berusaha sebisa mungkin untuk bersikap wajar. "Yudha, kamu ada apa lagi? Bukannya sudah berkali-kali aku bilang, mereka bukan anak-anakmu.""Benar begitu?" Yudha menatapnya tanpa berkedip."Tentu saja." Felix tanpa sadar mengalihkan pandangannya."Kak, mereka memang tetap anak-anak keluarga Lastana, dan Ibu juga nggak keberatan. Tapi, apa menurutmu kamu nggak perlu tanya pendapat yang bersangkutan, sebelum memutuskan untuk membesarkan anak-anak adikmu?"Nada bicara Yudha sangat berat dan tegas.Felix terkejut. Apakah Agnes mengatakan sesuatu?Dia berpikir sejenak sebelum berkata, "Yudha, aku nggak tahu kamu dengar apa, atau punya pikiran salah apa. Tapi ada satu hal yang perlu kamu pahami.""Katakanlah mereka memang anak-anakmu. Tapi, baik itu ibu yang mengandung mereka atau ibu
Keesokan harinya, Yara bertemu dengan Amel.Amel kini punya identitas. Namanya Amel Gunawan. Usianya tiga tahun dan sekarang sudah masuk TK.Karena tidak ada jejak identitasnya sedikit pun di Meria, semuanya berada di bawah kendali Melanie. Wanita itu bisa menulis apa pun yang dia inginkan.Saat melihat anak itu lagi, Yara hampir tidak mengenalinya. Si kecil jelas jauh lebih putih dan lebih gemuk. Penampilannya sangat menggemaskan.Yara melihat lebih dekat, Amel sudah sedikit mirip dengan saat Melanie masih kecil.Rasa khawatir hinggap lagi di hatinya. Jika Amel semakin mirip dengan Melanie dalam beberapa tahun lagi, Melanie mungkin akan mengusir Amel."Bibi Rara, Amel kangen banget sama kamu." Mata gadis kecil itu memerah begitu melihatnya."Bibi juga kangen sama kamu. Bagaimana kabar Amel? Sudah terbiasa dengan suasana di sini?" tanya Yara penuh perhatian. "Ibu baik 'kan sama Amel?""Ibu baik banget. Paman Yudha juga baik." Amel tampak sangat patuh seperti biasanya. "Amel baik-baik s
"Oh." Yara tersenyum pahit. Mungkin, semua orang menganggap bahwa Nando pantas mati. Namun, bagaimana dengan Amel?Dia tahu bahwa di mata Amel, Nando akan selalu menjadi ayah yang terbaik."Masalah ini cuma bisa sampai di sini saja." Felix tidak ingin suasana hati Yara terpengaruh. "Rara, prioritas pertamamu sekarang adalah menjaga suasana hatimu dan siap-siap menjadi seorang ibu.""Iya, aku mengerti, Kak, jangan khawatir." Yara segera menutup telepon.Dia berpikir sejenak, lalu mengirim pesan ke Amel yang sekarang sudah menggunakan jam tangan pintar."Amel, kalau sewaktu-waktu kamu mau main dengan Bibi Rara, tinggal bilang saja. Nanti pasti Bibi jemput. Bilang ke Bibi juga kalau kamu nggak nyaman tinggal di keluarga Lastana."Si kecil yang belum bisa mengetik segera mengirimkan suara. Suaranya terdengar menggemaskan. "Bibi Rara jangan khawatir. Amel baik-baik saja."Yara meletakkan ponselnya dan teringat pada Gio yang mengatakan bahwa Amel terlihat aneh.Entah karena tersugesti atau a
Keesokan harinya, Sophia menemui Yudha.Dia sempat tertegun ketika melihat Yara. Paras wanita muda itu sungguh lebih cantik daripada sebagian besar artis di televisi. Kini, setelah melihat Yudha, dia bahkan lebih terkesima lagi.Saat dia duduk di kantor direktur di lantai atas gedung Grup Lastana, barulah dia sadar. Rupanya dia sedang menangani perceraian keluarga kaya."Selamat pagi, Pak Yudha. Saya Sophia Martin." Dia memperkenalkan diri sesuai prosedur. "Pak Yudha pasti sudah tahu 'kan kalau istri Bapak mengajukan gugatan cerai?"Yudha duduk dengan kaki menyilang di sofa, mengangguk."Saya hakim yang menangani kasus kalian." Sophia entah kenapa merasa gugup menerima tatapan pria itu. "Sesuai prosedur, kami harus membantu mediasi terlebih dahulu. Kalau mediasi berhasil, nggak perlu diadakan sidang. Kalau mediasi gagal, nggak ada pilihan lain lagi ...."Dia tersenyum canggung. "Hubungan antara suami istri adalah sesuatu yang sangat berharga. Kalau menurut saya, kalian sebenarnya nggak
Yudha tanpa sadar mengerutkan kening. "Seharusnya begitu. Singkatnya, ini adalah keinginannya.""Oh." Sophia tersenyum canggung. "Menurut saya, menggunakan pernikahan untuk membalas budi bukanlah pilihan yang baik."Yudha mengangkat alisnya, memberi isyarat kepada Sophia untuk melanjutkan."Bagaimanapun juga, pernikahan melibatkan dua orang. Dua orang itu harus mempertahankannya bersama-sama. Kalau Pak Yudha menikahi wanita ini untuk membalas budi, dia nggak akan bisa menerima cinta dan perhatian yang selayaknya diterima oleh seorang istri.""Dia mungkin bisa memuaskan cintanya untuk sementara waktu setelah pernikahan. Tapi, namanya nggak cinta ya tetap nggak cinta. Hidupnya di masa depan hanya akan dipenuhi penyesalan dan kecewa tanpa akhir."Yudha tampak memikirkannya dengan serius dan tidak berbicara."Ngomong-ngomong, soal pengorbanan yang nggak bisa diperbaiki itu ..." Sophia bertanya dengan hati-hati, "Apa menyebabkan cacat fisik?"Yudha mengangguk."Dengan kekayaan dan koneksi P
Melanie bangkit dan pergi ke kamarnya. Suasana hatinya sangat buruk.Kenapa semuanya bisa sampai begini?Setelah semua kerja keras dan perhitungannya, kenapa Yara masih mendapatkan cinta Yudha?Sekarang, dia bahkan tidak bisa merebut Yudha?Dia benar-benar tidak bisa menerimanya. Rasa frustrasi yang luar biasa menjalari seluruh pikirannya."Bu?" Suara Amel terdengar dari ambang pintu."Keluar!" teriak Melanie. Dia sedang tidak ingin berurusan dengan anak ini.Untung saja, anak itu pintar dan selalu bersikap sesuai keinginannya. Jadi, dia hampir tidak pernah keberatan dengan keberadaan Amel."Bu." Sayangnya, Amel hari ini sedang tidak terlalu penurut. Dia malah membuka pintu dan memaksa masuk. "Jangan sedih. Kalau ibu sedih, Amel juga ikut sedih."Melanie memelototinya. "Nggak usah ngoceh nggak berguna. Kamu nggak bisa apa-apa. Keluar sekarang!""Bu, aku bisa membuat Ibu bahagia." Amel melangkah maju.Melanie mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"Amel berjalan menuju tempat tidur dan tiba
Dia teringat lagi pada perkataan Nando. Katanya, benda ini membawa kesenangan yang ribuan kali lebih besar daripada bercinta antara pria dan wanita.Lucunya, dia belum pernah merasakan keajaiban bercinta dengan seorang pria sampai sekarang.Saat bersama Nando, dia hampir selalu dipaksa. Bahkan di masa lalu, dia terlalu terpaku pada Yudha dan tidak bisa merasakan kepuasan dari hal seperti ini.Melanie menatap kantong itu sangat lama, sebelum akhirnya melangkah maju dan mengambilnya lagi dari tempat sampah.Dia sudah berkali-kali melihatnya, tetapi tidak pernah mengerti apa istimewanya.Melanie belum pernah menghisap benda seperti ini. Dia hanya pernah melihat di televisi. Sepertinya, cara pakainya dengan menutup satu lubang hidung dan menghisapnya dengan keras melalui lubang hidung yang lain.Jadi, kalau dia hanya mencoba mengendus dari jauh, seharusnya tidak apa-apa, 'kan?Berpikir demikian, dan setelah melalui beberapa pergulatan dalam pikiran, Melanie akhirnya membuka segel kantong i
Saat tersadar kembali, Melanie sudah memegang bungkusan itu di tangannya.Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya dan dia melemparkan benda itu ke tempat tidur, menatap dengan mata nanar.Namun, dua suara muncul di benaknya, membuatnya merasa seolah akan terbelah menjadi dua.Satu suara terus berkata, "Coba saja. Hidupmu sudah menyedihkan. Semua orang mengecewakanmu. Tapi kamu bisa menemukan kegembiraan tersendiri. Bukan masalah."Suara yang satunya lagi masih rasional. "Jangan berani-berani menyentuhnya. Hidupmu bisa hancur.""Apa yang bisa menghancurkanmu? Kamu sangat kaya dan pintar. Kamu cuma perlu menahan diri dan jangan kelewatan. Hidupmu nggak akan terpengaruh sama sekali!""Nggak boleh. Kamu sudah lihat sendiri contoh nyatanya. Sadar! Jangan berani-berani menyentuh benda itu!""Percayalah pada dirimu sendiri, Melanie. Mungkin kamu nggak akan kecanduan sama sekali. Kalau kamu coba sedikit saja, kamu nggak akan kehilangan hidupmu."Suara yang satu lagi berangsur-angsur menghila