"Kak, sudah 'kan? Harusnya sudah nggak ada yang kurang."Felix melirik troli belanjaannya dan berkata, "Buah-buahannya tambah lagi.""Nggak, ini sudah cukup." Yara hanya bisa berkata, "Aku sudah capek jalan."Ketika Felix mendengar ini, dia benar-benar berhenti dan menggandengnya dengan hati-hati. "Ya sudah, antar kamu istirahat dulu di sana. Aku akan segera kembali.""Kak Felix ...." Yara tidak bisa membujuk Felix lagi, jadi dia hanya bisa pergi duduk sendirian.Namun, tidak lama setelah dia duduk, dia melihat Judy dan Winona berjalan mendekat dengan wajah tidak menyenangkan."Bukankah ini Rara, wanita buangan keluarga kaya?" Judy menyilangkan tangan di depan dada dan menatap Yara merendahkan."Aku dengar Yudha akhirnya menceraikan dan mencampakkanmu?" kata Winona di sampingnya.Yara mengangkat kepalanya sedikit, tidak ingin terlibat pertengkaran dengan mereka berdua. "Sudah selesai? Silakan pergi kalau sudah selesai.""Apa? Takut didengar incaran barumu?" Judy bertingkah semakin angk
Yara dan Felix mengikuti suara tersebut dan melihat Yudha dan Melanie.Yara melihat troli mereka, melihatnya penuh dengan barang-barang untuk pernikahan dan pengantin baru.Hatinya terasa pedih. Saat menikah dengan Yudha, dia tidak punya apa-apa.Tidak ada gaun atau cincin, tidak ada upacara pernikahan, tidak ada proses dan ritual untuk mencari berkah dan keberuntungan.Itulah sebabnya pernikahan mereka berakhir dengan tragis.Yudha tentu saja melihat troli di tangan Yara yang sebagian besar berisi kebutuhan sehari-hari dan setiap barangnya ada sepasang.Tangannya tiba-tiba mengencang menggenggam troli, tetapi dia tidak bisa mengabaikan emosi kelabu dalam hatinya."Rara." Melanie bicara lagi. "Kalian pulang ke Selayu lagi?""Kalian", tentu saja menggabungkan Yara dan Felix menjadi satu.Yara menunduk dan tidak berkata apa-apa."Iya," jawab Felix. Melihat wajah Yara murung, dia berkata, "Kami sudah selesai belanja, jadi kami pergi dulu."Dia mengambil troli belanjanya dan menepuk bahu Y
"Sumpah!" Judy terkejut. "Yara ini ... menyihir anak-anak keluarga Lastana satu demi satu?"Melanie menoleh tidak senang. "Dia nggak tahu malu, suka menggoda orang.""Tapi, dari penampilan kakaknya Yudha barusan, dia sangat protektif melindungi wanita murahan Yara itu." Judy mau tak mau bertanya.Mata Winona berbinar. "Mungkinkah Yara benar-benar hamil? Hamil anak kakaknya Yudha?"Begitu kata-kata ini keluar, Judy ternganga. "Segila itu? Bukannya dia baru saja bercerai belum lama ini?"Keduanya mengalihkan perhatian kepada Melanie."Nggak." Melanie berpikir sejenak. "Yara nggak hamil, jangan bicara sembarangan."Dia tidak ingin melayani omong kosong mereka berdua lagi, jadi dia mendorong trolinya dan pergi. "Aku masih ada urusan, aku pergi dulu."Ketika Yara dan Felix sampai di tempat parkir, Yara masuk ke dalam mobil dan Felix memasukkan barang-barang satu per satu ke dalam bagasi sendirian.Di sisi lain, Yudha berdiri di pintu masuk tempat parkir, memperhatikan semua ini.Baru setela
Felix tertawa kecil dan menarik kerah bajunya.Dari segi kekuatan, Yudha tidak bisa menandinginya.Felix merapikan kerah baju Yudha dan berkata, "Yudha, kamu selalu terburu-buru mengambil kesimpulan. Perusahaan Lastana begitu besar, apa yang kamu ingin aku pertimbangkan untuk itu?""Kamu dari keluarga Lastana. Dia adik iparmu. Apa kata orang nanti kalau kamu dekat-dekat dengan dia?" kata Yuda dengan pandangan mata tajam."Sepenting itukah Grup Lastana bagimu?" Felix balik bertanya dengan kening berkerut. "Lebih penting dari keluargamu?""Ya!" jawab Yudha singkat."Jadi kamu menyimpan dendam pada Yara karena dia mempermalukan keluarga Lastana dengan kejadian itu? Lebih dari setahun ini, selalu mencari berbagai macam cara untuk menyusahkan dia?"Yudha mengerutkan keningnya. "Terus kenapa?""Kamu akan menyesalinya." Felix pada dasarnya sudah menyimpulkan bahwa Yudha bicara dengannya di sini karena dia sedikit suka pada Yara."Haha, sudah kubilang, nggak ada kata menyesal dalam kamusku," u
Dia memikirkan baju tidur Yara di lemari. Alhasil, saat membuka lemari, baju tidur itu hilang.Yudha kembali lagi ke ruang tamu mencari Agnes. "Bu, kamu memindahkan sesuatu dari kamar kami?"Kamar kami?Agnes tertegun sejenak sebelum menyadari bahwa Yudha sedang membicarakan kamar yang Yudha tempati bersama Yara.Dia bangkit dan berkata, "Nggak, kenapa? Kamu kehilangan sesuatu?"Yudha berbalik ingin mencari bibi yang biasa bertugas bersih-bersih, tetapi dia lalu mendengar Agnes membuka suara di belakangnya."Oh iya, Melly datang ke sini beberapa hari yang lalu. Kupikir kalian 'kan sudah mau menikah, jadi kubiarkan dia tidur di kamar itu."Yudha terhenti di tengah langkahnya. Kali ini dia hampir yakin Melanie sudah membuang baju tidur itu.Dia mendesah ringan. Sambil melewati Agnes, dia berkata, "Mulai sekarang, siapkan kamar lain untuk Melanie. Nggak ada orang lain yang boleh tinggal di kamar itu."Agnes merasa aneh. "Kenapa? bukannya kamu suka kamar itu?"Dia mengira Yudha akan tingga
Yara begitu fokus pada undangan di tangannya sehingga dia tidak punya waktu untuk bereaksi ketika seseorang tiba-tiba menabraknya.Hal pertama yang dia sadari adalah jika dia tidak bisa menghindar, pria itu pasti akan menghantam perutnya dan bayi-bayinya ....Tubuhnya bergerak secara refleks lebih cepat daripada otaknya. Tanpa menunggu tubuhnya terpukul, Yara langsung menjatuhkan diri ke belakang, punggungnya membentur lantai.Dia menarik napas kesakitan. Setelah memandang lebih lama, dia dapat melihat bahwa pria yang datang tadi adalah sesama karyawan perusahaan."Bu Yara, kamu nggak apa-apa?" Orang itu mengulurkan tangan, ingin membantu Yara berdiri.Pada saat yang sama, Safira yang sedang lewat sudah berlari mendekat untuk membantu Yara berdiri. Melihat wajahnya agak pucat, dia berkata, "Rara, kamu nggak apa-apa?"Yara menggeleng dan memandang pria di seberangnya itu. "Siapa namamu? Dari tim mana?""Memangnya kenapa? Aku tadi nggak sengaja, kamu dendam?" Pria itu mendengus. "Dapat p
"Maksud Ibu, Rara pasti sibuk, kita nggak perlu sengaja minta dia datang."Melanie melirik dengan tatapan mengancam, tetapi tidak berhasil memaksa Zaina.Setelah sampai di rumah, saat ibu dan putrinya itu hanya tinggal berdua, Melanie tersenyum dan berkata, "Ada sesuatu yang menurutku harus kuberitahukan padamu."Seluruh tubuh Zaina menegang. Setelah sekian hari, dari lubuk hatinya mulai muncul rasa takut terhadap Melanie.Melanie maju beberapa langkah dan merendahkan suaranya. "Rara sebenarnya adalah anakmu dan Santo."Apa?Suara berdengung memenuhi kepala Zaina dan dia agak kesulitan mendengar kata-kata Melanie selanjutnya.Melanie melanjutkan, "Kamu bisa cari tahu sendiri. Yara juga sebenarnya sudah tahu."Zaina memandangnya dengan tatapan kosong, "Apa yang ... kamu inginkan?"Melanie tidak akan memberi tahu dia tanpa alasan.Dia bertanya dengan gemetar, "Kamu nggak takut aku akan memberi tahu ayahmu?""Hahaha ...." Melanie tertawa menghina. "Kamu berani? Kalau kamu berani bicara, a
"Siapa yang hamil?" Silvia tidak begitu mengerti."Yara!" seru Melanie dari antara gigi yang terkatup. "Yara hamil."Dia benar-benar marah.Sudah lama sekali sejak dia kembali dari luar negeri. Yudha selalu menolak menyentuhnya, mengatakan bahwa dia menghormatinya dan mencintainya. Namun, tak disangka Yara si perempuan jalang itu justru hamil lebih dulu.Anak ini tidak boleh dibiarkan tetap hidup."Yara? Hamil?" Silvia merasa ada yang salah dengan telinganya. "Melly, aku nggak salah dengar?"Melanie berteriak seperti orang gila, "Berapa kali lagi kamu ingin aku mengulanginya?"Silvia menggigil ketakutan dan berbicara dengan hati-hati, "Tenang Melly, tenang. Kamu yakin nggak ada kesalahan? Anak sialan itu terluka waktu itu. Dokter mengatakan dia tidak akan pernah bisa hamil seumur hidupnya."Memang, jika dia tidak tahu bahwa Yara terluka, Melanie tidak akan membiarkan Yudha menikahi Yara saat dia pergi ke luar negeri.Hanya karena Yara tidak bisa hamil dan mudah dikendalikan. Dia tidak